Buku Saku Farmakoterapi/Glaukoma

Glaukoma adalah  suatu kondisi tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan (optik) secara bertahap dan menyebabkan kebutaan. Glaukoma menjadi penyebab kedua kebutaan di dunia setelah katarak. Penyakit ini menarik secara farmakologi karena bentuk kronisnya pun masih bisa diobati.

Patofisiologi

sunting

Mata merupakan organ yang mempunyai berbagai fungsi sistem saraf otonom (SSO) yang dikontrol oleh beberapa reseptor otonom yang berbeda. Sudut bilik mata dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, diantara keduanya terdapat anyman trabekular (trabekular meshwork, TM). Bilik mata depan merupakan tempat beberapa jaringan yang dikontrol sistem saraf otonom, meliputi tiga jenis otot: (i) otot dilator dan konstriktor pupil, (ii) otot siliaris, (iii) epitel sekretori pada badan siliaris.

Kontraksi otot konstriktor pupil dan otot siliaris diperantarai oleh aktivitas saraf parasimpatik dan kolinomimetik muskarinik. Kontraksi otot konstriktor pupil menyebabkan miosis atau pengecilan ukuran pupil (lawan miosis adalah midriasis, yaitu kontraksi otot dilator pupil yang dipersarafi oleh adrenoseptor alfa). Kontraksi otot siliaris menyebabkan akomodasi fokus untuk melihat benda dekat. Kontraksi otot siliaris juga menyebabkan tegangan pada anyaman trabekular, membuka porinya dan memfasilitasi pengaliran keluar cairan intraokular (humor akuos) ke dalam kanal sklem (kanal Schlemm). Peningkatan aliran keluar humor akuos akan mengurangi tekanan bola mata. Epitel pada badan siliaris dipersarafi oleh adrenoseptor beta. Blokade reseptor ini mengurangi aktivitas sekresi dan mengurangi tekanan bola mata.

Mata dibasahi oleh suatu humor akuos yang diatur oleh suatu sistem irigasi untuk menjaga fungsi normalnya. Humor akuos diproduksi oleh epitel badan siliaris (kelenjar di belakang iris), masuk ke bilik belakang melewati bagian antara iris dan lensa, kemudian ke bilik depan melalui pupil, dan dikeluarkan melalui dua jalur yang berbeda: (1) mengalir keluar melalui jalur TM menuju kanal sklem dan berlanjut ke sistem vena kolektor (merupakan jalur utama), (2) mengalir keluar melalui jalur uveoskleral (jalur unkonvensional).

Glaukoma berkaitan dengan gangguan pada tekanan intraokular (TIO). Tekanan ini berkaitan dengan aliran humor akuos. Gangguan pada aliran dapat disebabkan oleh produksi cairan mata yang berlebih dan adanya sumbatan pada tempat keluarnya cairan mata, yaitu anyaman trabekula (TM). Peningkatan TIO jika tidak diobati akan merusak retina dan saraf penglihatan (optik), dengan penyempitan lapang pandang dan akhirnya adalah kebutaan.

Pengukuran tekanan intra okular atau tonometri merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan guna mendeteksi tekanan bola mata. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Istilah hipertensi okular merujuk pada kondisi tekanan okular lebih dari 21 mmHg namun tanpa kerusakan saraf optik.

Terdapat dua bentuk utama glaukoma primer yang dikenal yaitu sudut terbuka (open angle glaucoma) dan sudut tertutup (closed angle glaucoma). Glaukoma sudut tertutup merupakan kondisi akut dan bisa diatasi dengan operasi pengangkatan sebagian iris (iridektomi) sebagai koreksi permanen. Glaukoma sudut terbuka merupakan kondisi kronis yang tidak dapat ditangani dengan koreksi bedah konvensional dan memerlukan pengobatan.

Faktor Risiko

sunting

Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor resiko lainnya untuk terjadi glaukoma antara lain TIO yang tinggi, genetik (faktor keturuan), suku bangsa, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit DM, penyakit hipertensi, kelainan refraksi (miopi dan hipermetropi), dan cidera fisik seperti pukulan.

Presentasi Klinik

sunting
  • Glaukoma sudut terbuka berkembang dengan pelan dan biasanya tanpa gejala sampai onset kehilangan jarang pandang. Ketajaman visual sentral tetap dipertahankan bahkan pada tahap akhir.
  • Pasien dengan glaukoma sudut tertutup biasanya mengalami gejala prodormonal yang sebentar-bentar (intermittent). Episode akut menghasilkan gejala terkait dengan kornea redup dan edema; nyeri okular; dan gejala lain yang tidak terkait mata seperti mual, muntah, nyeri daerah perut (abdomen); serta berkeringat (diaforesis).

Terapi

sunting
  • Tekanan intraokular merupakan fungsi keseimbangan antara cairan yang masuk dan aliran keluar. Maka strategi pengobatan glaukoma yaitu mengurangi sekresi humor akuos dan memperbanyak aliran keluar humor akuos.
  • Terapi obat adalah perawatan pertama yang paling umum dan dimulai secara bertahap, dimulai pada dosis terendah satu agen terapi topikal yang dapat ditoleransi dengan baik. Ada 5 kelas obat untuk pengatasan glaukoma sudut terbuka yaitu: (i) kolinomimetik (kolinergik parasimpatomimetik), (ii) agonis alfa, (iii) β-bloker, (iv) carbonic anhydrase inhibitor (CAI), (v) analog prostaglandin. Dari kelima kelas obat, saat ini analog prostglandin dan β-bloker yang banyak digunakan. Alasannya adalah kenyamanan (dosis sekali sehari untuk analog prostaglandin) dan efek samping relatif sedikit.
  • Terapi obat untuk glaukoma sudut tertutup pada serangan akut adalah agen osmotik (gliserin 1-2 g/kg per oral, manitol 1-2 g/kg intravena selama 30 menit) dan penghambat sekresi humor akuos (β-bloker, agonis α2, latanoprost, atau CAI)  dengan atau tanpa pilokarpin. Agen osmotik digunakan karena secara cepat menurunkan TIO (gliserin, 30-90 menit setelah pemberian sedangkan manitol 1 jam setelah pemberian intravena).
  • Secara historis, β-bloker adalah pengobatan pilihan pertama dan bisa digunakan secara terus menerus jika tidak ada kontraindikasi (misal asma), ini karena β-bloker bisa mengeblok reseptor β pada organ lain ketika diabsorbsi sistemik. β-bloker memiliki keuntungan biaya yang rendah untuk produk generik.
  • Pilokarpin dan dipivefrin digunakan sebagai terapi kelas tiga karena efek merugikan dan efiksasi yang lebih rendah dibanding agen-agen terbaru. Karbakol (kolinesterase inhibitor) topikal dan CAI oral (efek sistemik) digunakan jika terpaksa (pilihan terakhir) setelah kegagalan terapi.
  • Glaukoma sudut tertutup dengan TIO yang tinggi memerlukan penurunan TIO yang cepat. Iridektomi merupakan bentuk penanganan utama, membuat lubang di iris yang memungkinkan aliran humor akuos bergerak langsung dari bagian posterior ke anterior.
  • Penggunaan pilokarpin sebagai terapi awalan sebelum iridektomi atau laser bersifat kontroversial. Jika TIO dapat terkontrol, pilokarpin sebaiknya diberikan setiap 6 jam sampai iridektomi dilakukan.

Tabel 1 Golongan obat dan karakteristiknya

Golongan Contoh obat Komentar
Beta-bloker timolol, karteolol, levobunolol, metipranolol, betaksolol Timolol cocok untuk penggunaan topikal (aksi lokal) karena tidak memiliki sifat anestetik lokal. β-bloker jauh lebih ditoleransi oleh pasien glaukoma sudut terbuka dibanding pilokarpin atau epinefrin (wakil dari generasi lama) dengan efikasi yang sama. Dosis topikal cukup 1 mg (bandingkan dengan dosis sitemik untuk hipertensi yang mencapai 10-60 mg).

Betaksolol, karteolol, levobunolol adalah agen-agen β-bloker yang menyusul untuk indikasi glaukoma. Betaksolol memiliki kelebihan karena merupakan selektif β1. Namun dari hasil meta-analisis menyarankan bahwa timolol lebih efektif dibanding betaksolol (bacaan disarankan van der Valk dkk, 2005).

Analog prostaglandin Latanoprost (analog prostaglandin F2α, yang stabil dengan masa kerja lama) dan bimatoprost, travoprost (analog prostamid) Cocok untuk terapi utama karena potensinya yang kuat (penurunan TIO lebih baik), mekanisme yang unik, bisa untuk terapi kombinasi, dan dosis sekali sehari (diteteskan ketika malam hari). Saat ini pun sudah ada produk generiknya.

Efek samping terutama adalah membuat warna iris semakin coklat

Kolinomimetik (kolinergik parasimpatomimetik) pilokarpin, karbakol, fisostigmin, ekotiofat, demekarium. Obat yang sering digunakan adalah pilokarpin. Cara pemberiannya adalah dengan 2 tetes sampai 3-4 kali sehari. Kolinomimetik bisa menyebabkan penglihatan kabur terutama pada pasien muda.

Obat tidak boleh digunakan jika terdapat inflamasi yang dapat terbentuk antara pupil dan lensa (posterior sinekia).

Pilokarpin menghasilkan miosis, pada keadaan miosis biasanya menyebabkan kesulitan beradaptasi ditempat gelap. Pasien harus disarankan untuk berhati-hati mengemudi pada malam hari atau kegiatan-kegiatan berbahaya lainnya pada kondisi cahaya yang kurang.

Agonis adrenergik α Agonis alfa tidak selektif: epinefrin, dipivefrin

agonis selektif α2: apraklonidin, brimodinin

Brimonidin secara teoretis memiliki keuntungan sebagai neuroproteksi. Hanya brimonidin yang sebagai agen kelas pertama alternatif dari golongan agonis adrenergik α untuk pasien kontraindikasi terhadap β-bloker atau analog prostaglandin
Carbonic anhydrase inhibitor (CAI) Efek lokal: brinzolamid dan dorzolamid

Efek sistemik) : asetazolamid, diklororfenamid, metazolamid

Agen osmotik gliserin, manitol Gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskuler. Gliserin dapat menyebabkan mual dan muntah.

β-bloker

sunting

Mekanisme aksinya adalah mengurangi produksi humor akuos dengan cara mengebok reseptor β2-adrenergik pada epitelium siliaris (penghasil humor akuos). Produksi humor akuos diaktifkan oleh cAMP, sedangkan pemberian β-bloker menghambat produksi cAMP. Cara pemberiannya adalah dengan tetes topikal. Sediaan yang beredar di Indonesia yaitu timolol maleat (Isotic Adretor, Fahrenheit; Kentimol ED, Darya Varia; Nyolol, Novartis Indonesia; Opthil, GMP; Timolol maleat Generik, Cendo; Ximex Opticom, Konimex), betoksolol HCl (Betoptima, Alcon; Optibet, Sanbe Farma).

Analog prostaglandin

sunting

Latanoprost merupakan suatu prodrug prostaglandin-F2 (PGF2), bekerja pada reseptor FP dan diberikan dalam bentuk tetes mata ke dalam sakus konjungtiva dengan dosis 1 tetes sehari sehingga meningkatkan kepatuhan. Obat akan menembus kornea dan menurunkan tekanan intraokuler melalui peningkatan aliran aquaeous uveousklera. Latanoprost sangat efektif dan telah mengurangi jumlah pasien yang membutuhkan pembedahan. Sediaan yang beredar di Indonesia latanoprost (Xalatan, Pfizer; Travatan, Alcon), kombinasi latanoprost 50 mcg, timolol 5 mg (Xalacom, Pfizer).

Carbonic anhydrase inhibitor (CAI)

sunting

Mekanisme aksinya yaitu menurunkan sekresi humor akuos dari badan siliaris dengan cara mengeblok secara aktif sekresi natrium dan ion bikarbonat (HCO3-) dari badan siliaris ke humor akuos Sediaan yang beredar di Indonesia adalah tablet asetazolamid 250 mg (Cendo Glaucon).

Kolinomimetik

sunting

Obat yang sering digunakan adalah pilokarpin. Pilokarpin bekerja secara langsung menstimulasi reseptor saraf muskarinik dan otot halus seperti iris dan kelenjar sekresi. Pilokarpin menghasilkan miosis melalui kontraksi pada iris sphincter, menyebabkan meningkatnya tekanan pada scleral spur dan membuka ruang TM sehingga menimbulkan aliran keluar humor akuos. Dengan demikian tahanan terhadap aliran keluar dikurangi, menghasilkan turunnya TIO. Beberapa merek yang beredar di Indonesia adalah pilokarpin HCl (Cendo Carpine; Miokar, Sanbe).

Agonis adrenergik α

sunting

Mekanisme aksi: agonis α non-selektif meningkatkan laju pengeluaran humor akuos, sedangkan agonis selektif α2 mengurangi produksi humor akuos. Brimonidin diketahui juga mengingkatkan aliran uveoskleral. Cara pemberiannya adalah dengan tetes topikal.

Masalah Terkait Obat

sunting
  • Pada pasien yang peka, timolol topikal bisa juga memberikan efek serius pada jantung dan saluran nafas (ini terjadi karena faktor non-selektivitas, dimana otot jantung dan saluran nafas pun memiliki reseptor beta). Timolol topikal dapat berinteraksi dengan verapamil (per oral) dan meningkatkan risiko terjadinya blok jantung.
  • Banyak obat dapat meningkatkan TIO. Potensi untuk menginduksi atau memperparah glaukoma tergantung pada tipe galukoma (Tabel 24.2). Kortikosteroid topikal adalah faktor risiko tinggi untuk glaukoma sudut terbuka. Glaukoma steroid (glaukoma karena steroid) adalah mata dengan TIO tinggi akibat pemakaian steroid tetes mata selama beberapa minggu (2 minggu). Gejalanya adalah mata tidak merah, visus masih baik pada fase awal, tidak ada rasa sakit, terjadi gangguan penglihatan (jika sudah parah). Jenis kortikosteroid memberikan respon yang berbeda-beda. Penelitian perbandingan jenis steroid bisa disusun sebagai berikut: deksametason 0,1 % (rerata peningkatan tekanan 22 mmgHg), prednisolon 1% (10 mmHg), deksametason 0,005% (8,2 mmHg), fluorometalon 0,1% (6,1 mmHg), hidrokortison 0,5% (3,2 mmHg), tetrahidrotriamsinolon 0,25% (1,8 mmHg), medrison (1 mmHg).
  • Mekanisme glaukoma steroid adalah kortikosteroid diyakini menghambat degradasi bahan matriks ekstraselular dalam anyaman trabekular (TM), yang menyebabkan agregasi jumlah yang berlebihan dari bahan dalam saluran aliran dan peningkatan berikutnya dalam resistensi aliran. Kenaikan resistensi aliran humor akuos akan menurunkan aliran, selanjutnya meningkatkan TIO. (Bacaan disarankan Kersey dkk, 2005).

Tabel 2 Obat-obat yang dapat menginduksi atau berpotensiasi meningkatkan TIO

Glaukoma sudut terbuka Glaukoma sudut tertutup
Kortikosteroid oftalmik (risiko tinggi) Antikolinergik topikal Simpatomimetik sistemik (risiko rendah)
Kortikosteroid sistemik Simpatomimetik topikal Stimulan SSP (risiko rendah)
Kortikosteroid nasal/inhalasi Antikolinergik sistemik SSRI
Fenoldopam Antidepresan heterosiklik Imipramin
Antikolinergik oftalmik Fenotiazin potensi rendah Venlafaksin
Suksinilkolin Antihistamin Topiramat
Vasodilator (risiko rendah) Ipratoprium Tetrasiklin (risiko rendah)
Simetidin (risiko rendah) Benzodiazepin (risiko rendah) CAI (risiko rendah)
Teofilin (risiko rendah) MAOI (risiko rendah)
Vasodilator (risiko rendah) kolinergik topikal (risiko rendah)

SSP: sistem saraf pusat; SSRI: selective-serotonin re-uptake inhibitor; CAI: carbonic anhydrase; MAO: mono-amine oxidase inhibitor (Sumber: DiPiro dkk, 2011)

Evaluasi Luaran Terapi

sunting
  • Keberhasilan luaran terapi memerlukan identifikasi regimen yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik; monitoring terapi; dan kepatuhan pasien. Jika memungkinkan, terapi untuk glaukoma sudut terbuka sebaiknya dimulai dengan agen tunggal pada satu mata untuk penilaian efikasi obat dan toleransinya. Beberapa obat atau kombinasi bisa dicoba sebelum ditemukan regimen yang tepat.
  • Monitoring terapi untuk glaukoma sudut terbuka dilakukan secara individual. Respon TIO awalnya dilihat setiap 4-6 minggu, dan setiap 3-4 bulan setelah TOI diterima, dan pengamatan lebih sering jika dilakukan penggantian terapi. Lapang pandang dan perubahan optik disk dimonitoring setahun sekali, tidak sedikit kasus glaukoma yang tidak stabil atau bertambah parah.
  • Pasien perlu dimonitor untuk hilangnya kontrol TOI (takifilaksis), terutama dengan β-bloker atau apraklonidin. Pengobatan dapat dihentikan sementara untuk monitor manfaat.
  • Tidak ada target TOI yang spesifik karena hubungan antara TOI dan kerusakan saraf optikal adalah sedikit. Biasanya diinginkan pengurangan 25-30%.
  • Target TOI juga bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan secara umum < 21 mmHG (2,8 kPa) untuk kehilangan pandang awal atau perubahan optik disk dengan target yang lebih rendah secara progresif untuk kerusakan yang lebih besar. Target yang lebih rendah <10 mmHg (1,3 kPa) dikehendaki untuk penyakit yang sangat parah, disusul kerusakan pada TIO yang lebih tinggi, glaukoma tensi normal.
  • Kepatuhan untuk terapi obat sebaiknya dimonitoring karena secara umum kepatuhan adalah tidak mencukupi (inadequate) dan menyebabkan kegagalan terapi.

Referensi

sunting

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM, 2011. Pharmacotherapy–A Pathophysiologic Approach, 8th Edition. US: The McGraw-Hill Companies, Inc. Bab 103

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, 2009, Basic & Clinical Pharmacology, Eleventh Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.

Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, DiPiro CV, 2015, Pharmacotherapy Handbook 9th Ed., The  McGraw-Hill Companies, Inc.

Bacaan Lebih Lanjut

sunting

Kersey JP, Broadway DC. 2006. Corticosteroid-induced glaucoma: a review of the literature. Eye (Lond). 20(4):407-16. (Menguraikan mekanisme kortikosteroid dalam menginduksi glaukoma).

van der Valk R, Webers CA, Schouten JS, Zeegers MP, Hendrikse F, Prins MH. 2005, Intraocular pressure-lowering effects of all commonly used glaucoma drugs: a meta-analysis of randomized clinical trials. Ophthalmology; 112:1177–85. (Membandingkan berbagai obat yang digunakan dalam penanganan glaukoma).