Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan/Pengukuran Kinerja

Salah satu elemen kunci untuk mengukur level kinerja organisasi adalah dengan menetapkan serangkaian indikator kinerja utama yang dianggap relevan dan penting. Indikator kinerja utama (IKU) atau key performance indicators (KPI) merupakan kriteria yang bersifat terukur (measurable) dan dianggap sebagai parameter kunci untuk menentukan keberhasilan organisasi. Pengembangan IKU/KPI yang terfokus pada pemenuhan kebutuhan pelanggan/masyarakat pengguna system pelayanan angkutan.

Dasar penilaian IKU sunting

Konsep BSC[1] dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced).

Kaplan dan Norton menggunakan empat standar perspektif BSC yaitu financial, customer, internal business process, dan learning and growth.

  1. Perspektif financial, BSC dibangun dari studi pengukuran kinerja di sektor bisnis, sehingga yang dimaksud perspektif financial di sini adalah terkait dengan financial sustainability. Perspektif ini digunakan oleh shareholder dalam rangka melakukan penilaian kinerja organisasi. Apabila dinarasikan akan berbunyi: ”organisasi harus memenuhi sebagaimana harapan shareholder agar dinilai berhasil oleh shareholder”.
  2. Perspektif customer, Perspektif customer adalah perspektif yang berorientasi pada pelanggan karena merekalah pemakai produk/jasa yang dihasilkan organisasi. Dengan kata lain, organisasi harus memperhatikan apa yang diinginkan oleh pelanggan.
  3. Perspektif internal business process, Perspektif internal business process adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam organisasi untuk menciptakan produk/jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan. Perspektif ini menjelaskan proses bisnis yang dikelola untuk memberikan layanan dan nilai-nilai kepada stakeholder dan customer.
  4. Perspektif learning & growth, Perspektif learning & growth adalah perspektif yang menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan perubahan dengan memanfaatkan sumber daya internal organisasi. Kesinambungan suatu organisasi dalam jangka panjang sangat bergantung pada perspektif ini.

Indikator kinerja pelabuhan sunting

Prinsip kinerja pelabuhan sunting

Efisiensi suatu pelabuhan dapat dinilai dari kinerja operasional dan finansialnya, yang tentunya akan sangat terkait dengan biaya dari jasa pelabuhan. Biaya jasa pelabuhan ini terkait dengan biaya dari jasa pelabuhan. Biaya jasa pelabuhan ini tarkait dangan total jumlah waktu yang diperlukan bagi kapal atau kargo atau peti kemas untuk bongkar muat di pelabuhan atau dermaga. Untuk itu pengelolaan fasilitas pelabuhan untuk keperluan bongkar-muat dan kagiatan lainnya sangat barpangaruh dalam hal ini. Jika mekanisma dan prosedur bongkar-muat suatu pelabuhan sudah memiliki standar tertentu sarta didukung oteh teknologi yang tapat dan buruh pelabuhan yang cakatan, maka total jumlah waktu bagi kapal atau kontainer untuk bongkar-muat dapat diminimalkan sahingga ofisionsi dapat tarcapai. Namun hal ini biasanya sulit dicapai, salah satunya disebabkan karena adanya keterbatasan volume kargo dan fasilitas pelabuhan ataupun terminal yang dimiliki olah pelabuhan.

Efisiensi pelabuhan ini juga dapat menjadi suatu faktor untuk maningkatkan daya saing suatu pelabuhan tarhadap pelabuhan lainnya. Untuk mengukur tingkat efisiensi pelabuhan, maka indikator kinerja pelabuhan dapat manjadi acuannya.

Aspek kinerja yang diukur sunting

Indikator kinerja pelayanan yang terkait dengan jasa Pelabuhan[2] terdiri dari :

  1. Approach Time (AT) atau waktu pelayanan pemanduan adalah jumlah waktu terpakai untuk Kapal bergerak dari lokasi lego jangkar sampai ikat tali di tambatan.
  2. Effective Time (ET) atau waktu efektif adalah jumlah waktu efektif yang digunakan untuk melakukan kegiatan bongkar muat selama Kapal di tambatan.
  3. Idle Time (IT) adalah waktu tidak efektif atau tidak produktif atau terbuang selama Kapal berada di tambatan disebabkan pengaruh cuaca dan peralatan bongkar muat yang rusak).
  4. Not Operation Time (NOT) adalah waktu jeda, waktu berhenti yang direncanakan selama Kapal di Pelabuhan. (persiapan b/m dan istirahat kerja).
  5. Berth Time (BT) adalah waktu tambat sejak first line sampai dengan last line.
  6. Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat penggunaan Dermaga adalah perbandingan antara waktu penggunaan Dermaga dengan waktu yang tersedia (Dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam prosentase.
  7. Turn around Time ( TRT) adalah waktu kedatangan Kapal berlabuh jangkar di Dermaga serta waktu keberangkatan Kapal setelah melakukan kegiatan bongkar muat barang kapal ( TA s/d TD).
  8. Postpone Time (PT) adalah waktu tunggu yang disebabkan oleh pengurusan administrasi di pelabuhan (pengurusan dokumen).
  9. Berth Working Time ( BWT) adalah waktu untuk kegiatan bongkar muat selama kapal berada di dermaga.

Indikator kinerja pelayanan angkutan sunting

Indikator kinerja pelayanan angkutan merupakan alat untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan angkutan yang diberikan oleh perusahaan pelayanan. Adapun indikator kinerja perusahaan pelayaran sacara umum adalah sebagai berikut:

  1. Waktu antara pelayanan (headway)
  2. Panjang/lamanya antrian sebelum diangkut
  3. Lama perjalanan yang besarnya tergantung kepada kecepatan kapal.
  4. Jarak berjalan kaki pad saat perpindahan moda
  5. Kecelakaan per jutaan pelayaran
  6. Kebakaran di kapal yang terjadi per jutaan pelayaran
  7. Siap Operasi, Siap Guna Operasi, Siap Guna Kapal

Referensi sunting

  1. Diangkat dari Pusat Analisis Dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, Panduan Pengelolaan Kinerja Berbasis Balanced Scorecard Di Lingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta 2010
  2. Pengantar Tehnologi Perkapalan dan Embel-embelnya [1], diunduh tanggal 3 September 2011