Afrika/Sejarah/Ghana
Pada akhir Abad Pertengahan, sebagian besar Ghana terbagi menjadi desa-desa kecil, yang penduduknya disebut suku Asyanti. Sebagian besar orang Asyanti bercocok tanam ubi rambat sebagai makanan pokok mereka, membabat hutan untuk membuat ladang. Suku Asyanti menjadi kaya ketika pasokan emas di negara-negara Asia Barat lainnya mulai habis, sehingga para pedagangan mulai membeli emas dari Ghana. Pada tahun 1701, Kekaisaran Asyanti berdiri dan menguasai sebagian besar Ghana dan Pantai Gading. Asyanti berdagang dengan Kekaisaran Hausa di utara. Mereka menjual emas dan kacang kola, serta membeli kain katun India dan senjata api Utsmaniyah.
Seperti Kekaisaran Hausa dan Bornu, pasukan Asyanti yang besar mampu mempergunakan senjata api tapi tak mampu memproduksinya. Asyanti mengerahkan pasukan untuk menaklukan sebagian pesisir Atlantik agar bisa berdagang dengan kapal-kapal Belanda dan Portugal. Biasanya Asyanti menjual budak pada para pedagang Portugal, yang kemudian membawa mereka ke Brazil dan menyuruh mereka bertani gula, kapas dan coklat. Asyanti juga menjual emas dan gading pada Portugal dan Belanda agar memperoleh senjata api yang lebih baik daripada buatan Utsmaniyah.
Pada awal 1800-an, negara-negara Eropa mendesak Asyanti nutuk bertani biji kakao, yang diolah menjadi coklat, karena Revolusi Amerika dan Perang 1812 mempersulit aliran biji kakao dari benua Amerika. Industri ini pada awalnya mengalami kesulitan tetapi mulai 1870-an, berkat upaya orang Ghana bernama Tetteh Quarshie, Kekaisaran Asyanti mampu menghasilkan banyak biji kakao untuk diekspor ke Eropa.
Pada 1895, pasukan Britania menyerbu dan menaklukan Ghana. Ratu Asyanti bernama Yaa memimpin pemberontakan tapi menderita kekalahan pada 1900. Di bawah penjajahan Britania, rakyat Ghana terus bertani dan mengekspor biji kakao. Pada 1957, Ghana memperoleh kemerdekaan, sedangkan ekspor Ghana masih didominasi emas, kacang kola dan biji kakao.