Afrika/Sejarah/Penjajahan dan Kemerdekaan

Sebelum tahun 1500-an M, Afrika menderita kekeringan yang sangat buruk, kemungkinan akibat Zaman Es Kecil. Di seluruh Afrika, banyak kekaisaran runtuh, sedangkan berbagai kerajaan kecil berusaha bangkit kembali. Pada tahun 1500-an M, Suleiman memimpin Kesultanan Utsmaniyah menguasai sebagian besar Afrika Utara, sedangkan Maroko tetap merdeka di bawah dinasti Saadi. Songhai menguasai Mali. Fulani meluas dari Afrika Barat ke tempat yang kini menjadi Nigeria dan Niger, mendesak Kekaisaran Bornu. Di Chad dan Sudan, suku Darfur, Dinka, Nuer beternak sapi. Di Afrika Tengah, Kekaisaran Kongo masih terus tumbuh, dan di sebelah selatan ada Kekaisaran Mutapa.

Wilayah Kekuasaan Kekaisaran Songhai sekitar tahun 1500
Charles V

Portugis yang dipimpin oleh Charles V mengambil alih kendali atas perdagangan laut dari orang-orang Afrika timur, India dan Safawi. Para pedagang Portugis, seperti orang Safawi, membangun benteng dan pos perdagangan di sepanjang pantai Afrika. Para pedagang Eropa menjual barang yang sama seperti sebelumnya: kain India, gula, garam, baja, manik-manik kaca dan kertas. Dalam perdagangan ini, Kekaisaran Romawi Suci biasanya membeli emas dan budak. Tetapi putra Charles V yaitu Philip II menginginkan, banyak budak untuk dijadikan petani perkebunan gula dan pencari mutiara di Brazil dan Karibia.

Para pedagang Portugis memikirkan barang-barang baru yang bisa dijual di Afrika, maka mereka mulai menjual senjata api, amunisi dan rum. Sedangkan orang-orang Afrika Barat menjual banyak sekali budak – sekitar 70.000 sampai 80.000 per tahun. Akibatnya populasi orang Afrika menurun. Para penguasa Afrika memanfaatkan senjata api dari para pedagang Eropa untuk memperbudak banyak orang. Pemimpin yang tidak mau menggunakan senjata api akhirnya ditaklukan oleh pemimpin lainnya. Karena perdagangan budak sangat menguntungkan, Ratu Elizabeth pada tahun 1500-an memerintahkan angkatan lautnya untuk merebut kendali atas bisnis ini dari kapal-kapal Philip II.

Koloni Belanda di ujung selatan Afrika

Pada tahun 1600-an, kapal-kapal Britania mendominasi perdagangan dengan Afrika. Mereka masih menjual barang-barang yang sama tapi berangsur-angsur mereka juga menghasilkan barang-barang sendiri. Alih-alih menjual baja dari India, para saudagar Britania menjual pisau dan pedang baja Eropa. Alih-alih menjual gula India atau Asia Barat, Britania menjual gula dari Brazil dan Karibia. Pada tahun 1652, Belanda (yang telah merdeka dari Kekaisaran Romawi Suci) menyerbu Afrika Selatan, merebut wilayah supaya bisa bersaing dengan Britania. Mereka mendirikan koloni di ujung selatan Afrika. Ini merupakan lokasi perhentian yang bagus untuk kapal-kapal yang berlayar dari Eropa menuju India, Vietnam, Cina, atau Nusantara. Belanda menjadi kaya raya berkat jalur perdagangan ini.

Pada tahun 1700-an, Kesultanan Utsmaniyah tidak lagi cukup kuat untuk memegang kendali atas Afrika Utara, sehingga Libya, Tunisia dan Aljazair menjadi negara merdeka seperti Maroko. Tiga negara pertama menyokong perekonomian melalui perompakan terhadap kapal-kapal Britania dan Amerika sampai sekitar 1820. Sedangkan Utsmaniyah masih menguasai Mesir, dan menaklukan Libya lagi pada 1835. Sementara itu di Afrika Barat, perdagangan budak masih berlanjut. Pada tahun 1800-an, dengan kebangkitan buruh dan meningkatnya migrasi antarnegara, sebagian besar negara memutuskan menghapuskan perbudakan, sehingga perdagangan budak Afrika pun berakhir.

Muhammad Ali

Sekitar masa yang sama, Zaman Es Kecil dan kekeringan panjang Afrika juga berakhir. Negara-negara Afrika mulai melakukan pembangunan. Sedangkan suku Fulani menguasai Afrika Barat dan mendirikan kekaisaran Islam yang berpusat di Nigeria. Tetapi Britania dan Perancis ingin terus mengambil keuntungan dari buruh dan perdagangan Afrika. Britania menaklukan Afrika Selatan dari Belanda pada awal tahun 1800-an. Belanda kemudian bergerak ke utara di mana mereka berkali-kali berperang melawan suku Zulu. Sekitar masa yang sama, Mesir menyatakan kemerdekaan dari Utsmaniyah dibawah kepemimpinan Muhammad Ali.

Behanzin, raja terakhir Dahomey, menyerah kepada Prancis

Pada akhir tahun 1800-an, dalam periode yang disebut Perebutan Afrika, Britania, Prancis dan Portugal mulai menaklukan benua tersebut, menyusul penguasaan India oleh Britania dan pengusiran Prancis yang terjadi sebelumnya. Pada tahun 1891, Portugal menguasai Kongo. Pada tahun 1894, Prancis menaklukan Dahomey. Setahun kemudian, Britania menaklukan kerajaan Asyanti, yang merupakan negara tetangga Dahomey. Prancis dan Britania memaksa orang-orang Afrika bertani kapas untuk dijadikan kain. Orang-orang Afrika juga dipaksa memproduksi coklat supaya orang Eropa dan Amerika bisa mengkonsumsi permen coklat.

Ketika Perang Dunia I berakhir pada 1918, negara-negara penjajah tidak lagi cukup kuat untuk mengendalikan jajahan mereka. Seusai Perang Dunia II, sisa-sisa terakhir jajahan secara berangsur-angsur memperoleh kemerdekaan. Sejak tahun 1950-an, terjadi perang berulang kali seiring negara-negara baru berusaha mendirikan perbatasan yang stabil. Meskipun begitu dengan kemerdekaan dan iklim yang lebih baik, orang-orang Afrika terus berupaya demi menggapai cita-cita meningkatkan kemakmuran, menumpas penyakit serta membangun pendidikan dan teknologi.