BAB XXII

TURKI KEMBALI KE GAYA LELUHUR

Penarikan armada Sekutu dari Dardanelles memiliki dampak yang dunia tak sepenuhnya pahami. Seperti yang aku katakan, dampak pasti dari peristiwa tersebut adalah mengisolasi Kekaisaran Turki dari seluruh belahan dunia kecuali Jerman dan Austria. Inggris, Prancis, Rusia, dan Italia, yang selama seabad telah bertikai dengan Kekaisaran Utsmaniyah, akhirnya kehilangan segala kekuatan untuk mempengaruhi atau menguasai. Turki kini menganggap bahwa serangkaian peristiwa beruntun telah mengubah mereka dari wilayah berketergantungan dengan Kekuatan Eropa menjadi pihak yang merdeka. Untuk pertama kalinya dalam dua abad, mereka kini dapat menjalani kehidupan kebangsaan mereka sesuai keinginan mereka sendiri, dan memerintah rakyat mereka menurut kehendak mereka sendiri. Sepanjang yang aku ketahui, ekspresi pertama kehidupan nasional yang diremajakan tersebut merupakan peristiwa yang sangat mengerikan dalam sejarah dunia, Turki baru, yang terbebas dari naungan Eropa, merayakan kelahiran kembali kebangsaan mereka dengan membunuh tak lebih dari sejuta warganya sendiri.

Aku sangat terkejut dengan dampak yang ditimbulkan armada Sekutu pada Turki. Mereka meyakini bahwa mereka benar-benar telah memenangkan pertempuran paling menentukan dalam perang. Mereka berujar, selama beberapa abad, armada Inggris meraih kemenangan di laut dan kini mendapatkan balasan serius pertamanya di tangan Turki. Pada kesempatan kebanggaan pertama mereka, para pemimpin Turki Muda memandang pemberontakan penuh pada kekaisaran mereka. Apa yang selama dua abad membuat negara tersebut terpuruk mendadak memulai kehidupan baru dan jaya.Dalam kebanggaan dan arogansi mereka, Turki mulai melirik rakyat agar mengaharkan mereka apa yang mereka ketahui dari perang modern, dan tidak ada yang memurkai mereka sepanjang saran apapun yang diterima mereka merupakan bagian kesuksesan mereka terhadap sekutu Jerman mereka.

"Kenapa kami harus merasakan bantuan dari Jerman?" ujar Enver kepadaku. "Apa yang mereka lakukan terhadap kami berbanding dengan apa yang kami lakukan kepada mereka? Mereka memberikan kami sejumlah uang dan mengirimkan kami beberapa perwira, itu benar, namun lihat apa yang kami lakukan! Kami mengalahkan armada Inggris—suatu hal yang Jerman maupun negara lain tak dapat melakukannya. Kami mengerahkan pasukan di front Kaukasia, dan sehingga kami tetap menyibukkan sejumlah besar pasukan Rusia yang akan dipakai pada front barat. Selain itu, kami menyayangkan Inggris mempertahankan pasukan besar di Mesir, Mesopotamia, dan cara yang mereka lakukan terhadap pasukan Sekutu di Prancis. Tidak, Jerman tak pernah dapat mencapai kesuksesan militer mereka tanpa kami, sepatu obligasi sepenuhnya berada pada kaki mereka."

Peristiwa tersebut menghimpun para pemimpin Partai Persatuan dan Kemajuan dan kini mulai memiliki dampak menentukan pada kebijakan Turki dan kehidupan nasional Turki. Secara khusus, Turki adalah rundungan dan pengecut; ia berani seperti singa kala hal-hal mendatangi jalannya, namun takut, hina, dan gugup kala keadaannya melebih-lebihkannya. Dan kini keberuntungan perang nampak menggelayuti kekaisaran tersebut, aku mulai melihat Turki baru sepenuhnya muncul di hadapan mataku. Utsmaniyah yang penakut dan peragu, merasakan jalannya di tengah-tengah gemelut diplomasi Eropa, dan mengusahakan kesempatan untuk menemukan laju bagi dirinya sendiri dalam saran yang terbagi dari kekuatan-kekuatan Eropa, memberikan tempat pada sosok yang tegap dan nyaris gagah, bangga dan tegas, memutuskan untuk menghidupkan kehidupannya sendiri dan menyingkirkan musuh-musuh Kristennya. Aku benar-benar menyaksikan perkembangan menonjol dalam psikologi ras—sebuah contoh yang nyaris klasik dari pembalasan terhadap kaum. Turki yang kasar tak tertahankan pada abad kedua puluh berbenah dan menampilkan Turki dari abad keempat belas dan kelima belas, Turki yang menerapkan kecepatan Asiatiknya, menaklukan seluruh bangsa yang kuat dalam caranya, dan mendirikan salah satu kekaisaran paling luas di Asia, Afrika dan Eropa dalam sejarah yang diketahui. Jika mereka benar-benar memuji Talaat dan Enver yang baru ini beserta peristiwa yang kini terjadi, mereka harus memahami bahwa Turki di bawah kekuasaan Osman dan para penerusnya memiliki kekuatan tersebut namun kurang berpengaruh di dunia. Mereka harus menyadari bahwa fakta dasar yang menaungi mentalitas Turki merupakan hal terdepan bagi seluruh ras lainnya. Gila kebanggaan merupakan unsur yang sebagian besar menjelaskan spesies manusia aneh ini. Istilah umum yang dipakai oleh Turki untuk menyebut Kristen adalah "anjing," dan dalam perkiraanku, ini tak lebih dari hal retorika. Ia sebetulnya memandang para tetangga Eropanya jauh kurang menonjol ketimbang hewan-hewan peliharaannya sendiri. "Putraku," ujar seorang pria Turki tua, "dapatkah kamu melihat kawanan babi? Beberapa putih, beberapa hitam, beberapa besar, beberapa kecil—mereka berbeda satu sama lain dalam beberapa hal, namun mereka adalah babi. Itulah Kristen. Tak dihormati, putraku. Orang-orang Kristen dapat memakai pakaian mewah, wanita mereka sangat cantik untuk dilirik; kulit mereka putih dan bagus; sebagian besar dari mereka sangat cerdas dan mereka membangun kota-kota menakjubkan dan menciptakan apa yang nampak menjadi negara-negara besar. Namun ingat bahwa semua yang menaungi mereka semua itu sama—^mereka semua adalah babi."

Biasanya, seluruh warga asing, kala terdapat orang Turki, sadar akan sikap tersebut. Turki dapat bersikap sopan, namun terdapat perasaan berbeda yang nyaris tak disadari bahwa mereka memandang teman Kristennya sebagai sosok yang kurang bersih. Dan pandangan fundamental selama berabad-abad mengarahkan kebijakan Utsmaniyah terhadap orang-orangnya. Tanduk luar menerpa dari dataran Asia Tengah dan, seperti angin kencang, mengencang bangsa-bangsa Balkan, menduduki sebagian besar Hungaria, dan bahkan mendirikan pos-pos luar Kekaisaran Utsmaniyah di bagian selatan Rusia. Sejauh yang dapat aku temukan, Turki Utsmaniyah hanya memiliki satu kualitas besar, itu dari keterampilan militer. Mereka memiliki banyak pemimpin militer dengan kemampuan mengkomandani, dan penakluk Turki awal bersifat berani, fanatik dan petarung, seperti halnya keturunan mereka pada masa sekarang. Aku pikir bahwa tetua Turki menghadirkan ilustrasi paling lengkap dalam sejarah gagasan perampok dalam politik. Mereka kurang dalam apa yang mereka sebut batu penjuru komunitas peradaban. Mereka tak memiliki abjad dan tak memiliki seni tulis; tak ada buku, tak ada syair, tak ada seni dan tak ada arsitektur; mereka tak membangun kota dan mereka tak mendirikan negara yang bertahan lama. Mereka tak mengenal hukum kecuali aturan berpikir, dan mereka tak memiliki organisasi pertanian dan industrial. Mereka singkatnya penunggang kuda liar dan gemar merampok, yang satu pembentukan kesuksesan suku ditimbang terhadap orang-orang yang lebih beradab ketimbang mereka sendiri dan menjarah mereka. Pada abad keempat bals dan kelima belas, suku-suku tersebut menggerayangi peradaban modern, yang memberikan agamanya dan sebagian besar peradabannya kepada Eropa. Pada waktu itu, wilayah tersebut merupakan tempat dari banyak bangsa yang damai dan makmur. Lembah Mesopotamian mendukung penduduk pertanian industrial besar. Bagdad menjadi salah satu kota paling padat dan terbesar yang berdiri. Konstantinopel memiliki populasi yang lebih banyak ketimbang Roma, dan wilayah Balkan dan Asia Kecil terdiri dari banyak negara kuat. Sepanjang seluruh belahan dunia ini, Turki kini habisi selaku unsur yang sangat merusak. Mesopotamia dalam beberap tahun menjadi gurun. Kota-kota besar di Timur Dekat berubah menjadi kengerian, dan masyarakatnya dijadikan budak. Rahmat peradaban semacam ini yang direbut Turki dalam lima abad semuanya diambil dari masyarakat yang sangat ia dambakan. Agamanya datang dari Arab. Bahasanya mengambil nilai sastra tertentu dengan mengambil unsur-unsur Arab dan Persia tertentu. Tulisannya adalah Arab. Monumen arsitektural termegah di Konstantinopel, Masjid Aya Sofya, yang awalnya adalah gereja Kristen, dan semua yang disebut arsitektur Turki diambil dari Bizantium. Mekanisme usaha dan bisnis selalu berada di tangan masyarakatnya, Yunani, Yahudi, Armenia dan Arab. Turki sedikit mempelajari seni atau ilmu Eropa, mereka mendirikan sangat sedikit lembaga pendidikan, dan buta huruf menjadi hal yang biasa. Akibatnya, kemiskinan menimbulkan tingkat kekotoran dan kengerian di Kekaisaran Utsmaniyah yang nyaris tak tertandingi di tempatn lain. Petani Turki tinggal di pondok lumpur. Ia tidur di lantai kotor. Ia tak memiliki kursi, tak memiliki meja, tak memiliki alat makan, tak memiliki pekaian kecuali sedikit kain rajutan yang menutupi bagian belahannya dan yang biasanya ia kenakan selama bertahun-tahun.

Sepanjang waktu, Turki mempelajari hal-hal tertentu dari tetangga Eropa dan Arab mereka, namun terdapat satu gagasan yang tak dapat pernah mereka temukan dari kesenjangan tersebut. Mereka tak dapat mengerti bahwa rakyat yang ditaklukan bukanlah hal apapun selain budak. Kala mereka merebut wilayah, mereka mendapatinya diduduki oleh sejumlah kecil unta, kuda, kerbau, anjing, babi, dan manusia. Dari semua makhluk hidup tersebut, hal yang paling diingat mereka sendiri dianggap kurang penting. Ini menjadi perkataan umum di antara mereka bahwa kuda atau unta jauh lebih berharga ketimbang manusia. Hewan tersebut menghabiskan uang, sementara "kafir Kristen" berjumlah lebih banyak di daerah-daerah Utsmaniyah dan dapat dengan mudah dipaksa menjadi buruh. Benar bahwa Sultan-Sultan awal memberikan hak tertentu kepada masyarakat dan warga Eropa di kekaisaran tersebut, namun diri mereka sendiri sebenarnya menunjukkan perendahan tersebut kepada seluruh non-Muslim yang ada. Aku menyebut "Kapitulasi," yang di bawah warga asing di Turki tujukan pada istana mereka sendiri, penjara, kantor pos, dan lembaga lainnya. Sehingga, sultan-sultan awal memberikan hak yang tak berasal dari jiwa toleransi, namun sebetulnya karena mereka memandang bangsa-bangsa Kristen tak bersih dan sehingga tak pantas memiliki kontak apapun dengan sistem pemerintahan dan hukum Utsmaniyah. Para sultan sama-sama memberdayakan banyak orang, seperti Yunani dan Armenia, menjadi "millet" atau bangsa terpisah, bukan karena mereka ingin memberikan kemerdekaan dan kesejahteraan mereka, namun karena mereka menganggapnya sebagai hama, dan sehingga dikecualikan dari keanggotaan di kenegaraan Utsmaniyah. Sikap Pemerintah terhadap warga Kristen mereka tergambar oleh aturan tertentu yang membatasi kebebasan bertindak mereka. Bangunan-bangunan yang ditinggali orang-orang Kristen wajib tak mencolok dan gereja-gereja mereka wajib tak membunyikan lonceng. Orang-orang Kristen tak dapat mengendarai kuda di kota, karena itu merupakan hak istimewa bangsawan Muslim. Turki memiliki hak untuk menguji ketajaman pedangnya pada leher orang Kristen.

Membayangkan tahun pemerintahan besar di dalam dan di luar mengutamakan sikap ini terhadap beberapa juta warganya sendiri! Dan sepanjang berabad-abad, Turki singkatnya hidup bak parasit pada masyarakat industrial dan sangat membebani. Mereka mempajaki mereka demi kepunahan ekonomi, mencuri sebagian besar putri cantik mereka dan memaksa mereka ke harem-harem mereka, mengambil para bayi laki-laki Kristen sebanyak ratusan ribu dan membesarkan mereka menjadi prajurit Muslim. Aku tak memiliki tujuan menyebut sikap mengerikan dan penindasan yang terjadi sepanjang lima abad. Tujuanku sebenarnya untuk menekan sikap bawaan Muslim Turki terhadap orang-orang yang bukan dari ras dan agamanya sendiri—yang mereka anggap bukan manusia yang memiliki hak, namun berkepemilikan, yang diijinkan untuk tinggal kala mereka menjunjung kepentingan para majikan mereka, namun dapat dihancurkan tanpa belas kasihan kala mereka berhenti menggunakannya. Sikap tersebut ditopang oleh ketidakhormatan bulat terhadap kehidupan manusia dan penyorotan tajam dalam memicu penderitaan fisik manusia yang lazim menjadi kualitas suku bangsa primitif.

Hal tersebut merupakan sifat mental Turki pada masa-masa kejayaan militernya. Pada saat ini, sikapnya terhadap warga asing telah sangat berubah. Militernya sendiri menurun dan memudahkan bangsa-bangsa kafir mengalahkan pasukan terbaiknya nampak memberikan kehormatan kepada para keturunan Osman setidaknya untuk perjuangan mereka. Kehilangan cepat kekaisarannya sendiri sepanjang seratus tahun, pembentukan negara-negara baru di Kekaisaran Utsmaniyah seperti Yunani, Serbia, Bulgaria, dan Rumania, dan penunjangan menakjubkan yang menyusul penghancuran warga Turki di wilayah yang memisahkan diri tersebut, telah meningkatkan kebencian Utsmaniyah terhadap orang tak percaya, namun setidaknya mereka memiliki pengaruh tertentu dalam membuka matanya terhadap pengaruhnya. Kebanyakan orang Turki juga kini menerima pendidikannya di perguruan-perguruan tinggi Eropa. Mereka belajar di sekolah-sekolah profesional mereka, dan mereka menjadi dokter, dokter bedah, pengacara, insinyur dan kimiawan dari jenis modern. Namun kebanyakan Muslim yang sangat progresif dapat menyingkirkan orang-orang Kristen sejawat mereka, mereka tak dapat menghiraukan fakta bahwa hal-hal terbaik, setidaknya di dunia saat ini, adalah produk-produk peradaban Eropa dan Amerika. Dan kini satu perkembangan sejarah modern yang nampak pada kurang kemengertian untuk Turki mulai mendorongnya terhadap kesadaran yang lebih cerdik dan progresif. Para pemimpin tertentu mulai bangkit untuk membahas hal-hal semacam ini sebagai "Konstitusionalisme," "Kebebasan," "Pemerintahan sendiri," dan Deklarasi Kemerdekaan yang mengandung kebenaran tertentu yang dapat memiliki nilai bahkan untuk Islam. Pemasangan jiwa dimulai untuk memimpikan pengembalian Sultan otokratik dan menghimpun sistem parlementer untuk aturan berkaitan dengannya. Aku menyebut kebangkitan dan kejatuhan gerakan Turki Muda ini berada di bawah para pemimpin seperti Talaat, Enver, Djemal, dan para rekan mereka di Komite Persatuan dan Kemajuan. Titik yang aku tekankan disini adalah bahwa gerakan tersebut mendahului transformasi penuh mentalitas Turki, khususnya dalam sikapnya terhadap warga-warganya. Tak lama, di bawah negara Turki tereformasi,Yunani, Siria, Armenia, dan Yahudi dipandang sebagai "orang-orang kotor." Meskipun demikian, seluruh orang tersebut memiliki hak setara dan tugas setara. Perayaan kasih umum kini menyusul pendirian rezim baru, dan peristiwa-peristiwa rekonsiliasi nyaris dibekukan, yang membuat Turki dan Armenia menopang satu sama lain secara terbuka, menunjukkan isyarat penyatuan mutlak orang-orang yang telah lama bermusuhan. Para pemimpin Turki, termasuk Talaat dan Enver, mengunjungi gereja-gereja Kristen dan mengirim doa-doa ucapan syukur untuk tatanan baru, dan datang ke makam-makam Armenia untuk menitikkan air mata terhadap tulang-tulang martir Armenia yang diistirahatkan disana. Para pendeta Armenia membayar upeti-upeti mereka kepada Turki di masjid-masjid Muslim. Enver Pasha mengunjungi banyak sekolah Armenia, memberitahu anak-anak bahwa hari-hari akhir pergesekan Muslim-Kristen telah berakhir selamanya dan bahwa dua kalangan tersebut kini tinggal bersama sebagai saudara dan saudari. Terdapat sinis yang memberikan senyuman terhadap seluruh tindakan tersebut dan sehingga perkembangan tersebut banyak mendorong mereka untuk meyakini bahwa kesenangan duniawi telah datang. Semua orang sepanjang masa dominasi tersebut, hanya majikan Muslim yang diijinkan untuk memakai senjata dan bertugas dalam tentara Utsmaniyah. Sehingga, prajurit merupakan pekerjaan yang terlalu jantan dan mulia bagi Kristen yang dibenci. Namun kini Turki Muda mendorong seluruh Kristen untuk angkat senjata, dan menugaskan mereka dalam ketentaraan setara dengan Muslim. Pasukan Kristen bertugas, baik sebagai perwira dan prajurit, dalam peperangan Italia dan Balkan, menerima pujian tinggi dari para jenderal Turki karena jasa dan keterampilan mereka. Para pemimpin Armenia diam-diam diangkat dalam gerakan Turki Muda. Mereka nampak meyakini bahwa Turki konstitusional dapat terwujud. Mereka sadar akan penjunjungan intelektual dan industrial mereka sendiri terhadap Turki, dan mengetahui bahwa mereka dapat makmur di Kekaisaran Utsmaniyah jika ditinggal sendiri, sementara, di bawah kekuasaan Eropa, mereka dakan mendapati kesulitan yang lebih besar dalam pertemuan kompetisi kolonis Eropa paling menonjol yang akan terjadi. Dengan penggulingan Sultan Merah, Abdul Hamid, dan pendirian sistem konstitusional, orang-orang Armenia kini untuk pertama kalinya sepanjang berabad-abad merasakan dirinya sendiri menjadi orang-orang merdeka.

Namun, seperti yang telah aku sebutkan, seluruh aspirasi tersebut bak seperti mimpi. Tak lama sebelum Perang Eropa dimulai, demokrasi Turki lenyap. Kekuasaan Sultan yang baru telah pergi, harapan peremajaan Turki dengan cara modern juga tiada, hanya meninggalkan kelompok individual, yang dikepalai oleh Talaat dan Enver, yang betul-betul mengatur negara tersebut. Dengan kehilangan aspirasi demokratis mereka, orang-orang tersebut kini merencanakan pembentukan negara baru. Di sisi negara konstitusional demokratis, mereka membangkitkan gagasan Pan-Turkisme; menggantikan perlakuan setara seluruh warga Utsmani9yah, mereka memutuskan untuk mendirikan negara khusus untuk Turki. Aku menyebutnya pembentukan baru. Sehingga hal tersebut hanyalah sesuatu yang baru untuk orang-orang yang kana itu mengendalikan takdir kekaisaran, untuk, pada kenyataannya, hal tersebut singkatnya merupakan upaya untuk membangkitkan gagasan paling barbarik dari para leluhur mereka. Seperti yang aku katakan, ini sebetulnya mewakili pengulangan bulat Turki asli. Mereka kini memandang bahwa para pemimpin Turki, dalam membicarakan soal kebebasan, kesetaraan, persaudaraan dan konstitusionalisme, sebetulnya merupakan anak-anak yang mengulangi frase-frase. Mereka sebetulnya memakai kata "demokrasi" sebagai tangga untuk mendaki kekuasaan. Setelah kontak dekat lima ratus tahun dengan peradaban Eropa, Turki masih tetap menjadi sosok yang sama dengan sosok yang timbul dari stepa-stepa Asia pada Abad Pertengahan. Ia bertindak seperti halnya para leluhurnya untuk pembentukan negara yang terdiri dari sedikit petinggi yang memiliki hak untuk memperbudak dan menjarah dan memperlakukan buruk orang manapun yang dapat mereka jadikan berada pada kekuatan militer mereka. Walau Talaat, Enver dan Djemal semuanya berasal dari keluarga sederhana, gagasan-gagasan mutlak yang sama soal majikan dan budak menganggap mereka menciptakan pembentukan negara oleh Osman dan Sultan-sultan awal. Kami kini menemukan bahwa surat konstitusi dan bahkan kunjungan yang berkesan ke gereja-gereja dan makam-makam Kristen tak dapat mengakarkan pra-pembentukan dini suku nomadik tersebut bahwa hanya ada dua jenis orang di dunia—menaklukan dan ditaklukan.

Kala pemerintah Turki menyerah, dan dengan cara ini membebaskan diri mereka sendiri dari pendudukan kekuatan asing, mereka sebetulnya mengambil satu langkah mengabulkan gagasan Pan-Turki ini. Aku mendapati kesulitan yang aku miliki dengan mereka terhadap sekolah-sekolah Kristen. Penentuan pengakaran tersebut, atau setidaknya mengubahnya menjadi lembaga Turki, sebetulnya merupakan penjelasan lain dalam kemajuan rasial yang sama. Selain itu, mereka berniat untuk membuat seluruh tempat usaha asing hanya mempekerjakan tenaga kerja Turki, mengisyarakatkan bahwa mereka harus memecat pramuniaga, stenografer, tenaga kerja, dan karyawan lainnya yang berdarah Yunani, Armenia dan Yahudi. Mereka memerintahkan seluruh rumah warga asing untuk menyimpan buku-buku berbahasa Turki. Mereka ingin meningkatkan penyerapan tenaga kerja untuk orang-orang Turki, dan membolehkan mereka untuk mengambil metode-metode usaha modern. Pemerintah Utsmaniyah bahkan enggan menjalin kesepakatan apapun dengan perwakilan pembuat dahagi Austria terbesar sesambil ia membujuk Turki sebagai mitra. Mereka mengembangkan kegemaran untuk menekan seluruh bahasa selain Turki. Selama berdasawarsa-dasawarsa, Prancis telah menjadi bahasa warga asing yang diterima di Konstantinopel. Banyak tanda-tanda jalan dicetak dalam bahasa Prancis dan Turki. Suatu pagi, para pemukim asing mendapati bahwa seluruh tanda Prancis telah dihilangkan dan bahwa nama-nama jalan raya, arah mobil di jalanan, dan catatan publik lainnya, hanya menampilkan karakter Turki yang aneh, yang sangat sedikit dimengerti. Penyamaan besar dihasilkan dari perubahan tersebut, namun pihak pemerintah enggan mengembalikan penerapan bahasa asing.

Para pemimpin tak hanya kembali ke bentuk barbarik dari para leluhur mereka, namun mereka melakukan hal lebih jauh yang tak pernah masuk ke pikiran sultan-sultan awal. Para pendahulu abad kelima belas dan keenam belas mereka memperlakukan warganya sebagai kotoran di bawah kaki mereka, sehingga mereka meyakini bahwa mereka kurang berguna dan membuat mereka menjadi budak. Namun, Komite Persatuan dan Kemajuan, pimpinan Talaat dan Enver, kini memutuskan untuk melakukan hal yang lebih jauh dari mereka. Penakluk Turki lama membuat orang-orang Kristen menjadi pelayan mereka, namun para keturunan mereka menuruti perintah mereka, karena mereka ingin memusnahkan mereka semua dan men-Turkifikasi kekaisaran dengan membantai kalangan-kalangan non-Muslim. Pada awalnya, ini bukanlah perencanaan negarawan dari Talaat dan Enver. Sosok yang pertama kali menyampaikannya adalah salah satu monster terbesar yang diketahui sepanjang sejarah, "Sultan Merah," Abdul Hamid. Sosok ini naik takhta pada 1876, pada masa kritis dalam sejarah Turki. Pada dua tahun pertama masa kekuasaannya, ia kehilangan Bulgaria serta provinsi-provinsi penting di Kaukasus, sisa wilayah kedaulatan terakhirnya di Montenegro, Serbia, dan Rumania, dan seluruh kekuatan sebenarnya di Bosnia dan Herzegovina. Yunani telah lama menjadi negara merdeka, dan peristiwa perebutan Mesir dari Kekaisaran Utsmaniyah telah dimulai. Kala Sultan menyerahkan warisannya, ia dapat dengan mudah menjalani hari kala seluruh sisa wilayah kekuasannya akan jatuh ke tangan kafir. Apa penyebab pemisahan dari Kekaisaran Turki tersebut? Sebetulnya, sebab sebenarnya berkaitan dengan sifat Turki, namun Abdul Hamid hanya memandang fakta yang lebih nampak bahwa campur tangan kekuatan Eropa besar telah membawa pemulihan terhadap bangsa-bangsa terpenjara tersebut. Dari seluruh kerajaan baru yang memisahkan diri dari kekuasaan Sultan, Serbia—kala kami mengingat fakta ini untuk penghormatan keberlangsungannya—merupakan satu-satunya negara yang telah meraih kemerdekaannya sendiri. Rusia, Prancis, dan Britania Raya merencanakan pembebasan seluruh wilayah lainnya. Dan apa yang terjadi beberapa kali sebelumnya dapat terjadi lagi. Masih ada satu ras kompak di Kekaisaran Utsmaniyah yang memiliki aspirasi nasional dan potensialitas nasional. Di belahan timur laut Asia Kecil, berbatasan dengan Rusia, terdapat enam provinsi di tempat orang-orang Armenia menjadi unsur terbesar dalam populasinya. Dari zaman Herodotus, wilayah Asia tersebut telah disebut dengan nama Armenia. Orang-orang Armenia pada masa sekarang adalah keturunan langsung suku bangsa yang mendiami wilayah tersebut sepanjang tiga ribu tahun lampau. Cikal bakal mereka pada zaman kuno telah lenyap dalam fabel dan misteri. Terdapat prasasti tulisan yang masih tak terpecahkan pada perbukitan berbatu Van, kota Armenia terbesar, yang membuat cendekiawan terentu—meskipun tak banyak, harus aku akui—mengidentifikasikan ras Armenia dengan bangsa Het dalam Alkitab. Namun, apa yang benar-benar diketahui soal orang-orang Armenia adalah bahwa sepanjang berabad-abad mereka menjadi ras paling beradab dan paling industrial di bagian timur Kekaisaran Utsmaniyah. Di setiap tempat mereka berada dikenal karena industri mereka, kecerdikan mereka, dan kehidupan biasa dan turun menurun mereka. Mereka sangat superior ketimbang Turki dalam hal kecerdikan dan moral dalam hal kebanyakan usaha dan industri yang mereka tangani. Dengan orang Yunani, orang Armenia menghimpun kekuatan ekonomi kekaisaran tersebut. Suku bangsa tersebut menjadi Kristen pada abad keempat dan mendirikan Gereja Armenia sebagai agama negara mereka. Gereja tersebut dikatakan sebagai Gereja Kristen tertua yang berdiri.

Dalam menghadapi penindasan yang tak sepadan dengan wilayah lainnya, suku bangsa tersebut memegang keyakinan Kristen awal mereka dengan penekanan besar. Sepanjang lima belas ratus tahun, mereka bermukim di Armenia, daerah kecil Kristen yang dikelilingi oleh suku bangsa dari agama dan ras yang saling bertikai. Keberadaan lama mereka telah menjadi suatu kemartiran yang tiada akhir. Wilayah yang dihuni oleh mereka membentuk jalan penghubung antara Eropa dan Asia, dan seluruh invasi Asia—Saracen, Tartar, Mongol, Kurdi, dan Turki—melewati daerah damai mereka. Sepanjang berabad-abad, mereka telah menjadi Belgia dari Timur. Meskipun sepanjang masa tersebut, orang Armenia tak memandang diri mereka sendiri sebagai orang Asia, namun sebagai orang Eropa. Mereka bertutur dalam bahasa Indo-Eropa, cikal bakal rasial mereka diyakini oleh para cendekiawan adalah Arya, dan fakta bahwa agama mereka adalah agama Eropa seringkali telah membuat mereka mengarahkan mata mereka ke wilayah barat. Dan dari daerah barat tersebut, mereka selalu berharap, suatu hari akan datang kesempatan yang akan menyelamatkan mereka dari para penguasa pembunuh mereka. Dan kini, kala Abdul Hamid, pada 1876, mensurvei wilayah kekuasaannya, ia memandang bahwa unsur paling berbahayanya adalah Armenia. Ia meyakini, entah benar atau salah, bahwa Armenia, seperti halnya Rumania, Bulgaria, Yunani, dan Serbia, ingin mengembalikan negara abad pertengahan merdeka mereka, dan ia mengetahui bahwa Eropa dan Armenia bersimpati dengan ambisi tersebut. Perjanjian Berlin, yang mengakhiri Perang Turki-Rusia, berisi pasal yang memberikan perlindungan Kekuatan Eropa terhadap Armenia. Bagaimana Sultan dapat membebaskan dirinya sendiri secara permanen dari marabahaya ini? Sebuah pemerintah yang tercerahkan, yang akan mengubah Armenia menjadi bangsa merdeka dan memberikan keselamatan terhadap kehidupan dan harta benda mereka serta hak sipil dan keagamaannya, mungkin akan membuat mereka menjadi warga yang damai dan setia. Namun, Sultan tak dapat membangkitkan pembentukan kenegarawanan semacam itu. Sehingga, Abdul Hamid nampak berpikir bahwa Turki adalah satu-satunya pihak yang mengatasi masalah Armenia—dan pihakmenggerakan orang-orang Armenia. Penghancuran fisik 2.000.000 pria, wanita, dan anak-anak lewat pembantaian, diorganisir dan diperintahkan oleh negara, nampak menjadi suatu cara sepenuhnya yang mencegah gangguan lebih lanjut terhadap Kekaisaran Turki.

Dan kini selama nyaris tiga puluh tahun, Turki memberikan gambaran pemerintahan kepada dunia lewat pembantaian. Kami di Eropa dan Amerika mendengar peristiwa tersebut kala peristiwa tersebut mencapai masa puncaknya, seperti yang mereka lakukan pada 1895-96, kala nyaris 200.000 orang Armenia diperlakukan sangat buruk sampai mati. Meskipun demikian sepanjang tahun-tahun tersebut, keberadaan orang-orang Armenia menjadi sebuah mimpi buruk berkelanjutan. Harta benda mereka dicuri, pria mereka dibunuh, wanita mereka digerayangi, gadis-gadis muda mereka diculik dan dipaksa tinggal di harem-harem Turki. Sehingga, Abdul Hamid tak dapat menyertai keperluan penuhnya. Kala ia berkehendak, ia akan membantai seluruh kalangan tersebut dalam satu isyarat tersembunyi. Ia berniat untuk memusnahkan orang-orang Armenia pada 1895 dan 1896, namun mendapati rintangan tertentu terhadap skemannya. Rintangan utama tersebut adalah Inggris, Prancis, dan Rusia. Kejahatan tersebut memanggil Gladstone, yang kala itu berusia delapan puluh enam tahun, dari masa pensiunnya, dan pidatonya, yang mengecam Sultan sebagai "pembunuh besar," berkembang ke seluruh dunia sampai kehebohan terjadi. Sulan menjadi nampak menjadi kurang terhentikan, Inggris, Prancis, dan Rusia akan ikut campur, dan Sultan juga mengetahuinya, bahwa, dalam kasus campur tangan tersebut terjadi, sisa-sisa wilayah Turki yang telah mempertahankan pemisahan sebelumnya akan terlepas. Sehingga, Abdul Hamid meninggalkan usaha setannya dalam menghancurkan seluruh ras lewat pembantaian, sehingga Armenia terus mengalami kesekaratan perlahan dari penindasan kejam. Menjelang Perang Eropa, tak ada hari yang dilalui di vilayet-vilayet Armenia tanpa penyerbuan dan pembunuhannya. Meskipun menjanjikan persaudaraan universal, rezim Turki Muda tak membiarkan orang-orang Armenia. Beberapa bulan setelah perayaan kasih yang telah disebutkan, salah satu pembantaian terburuk terjadi di Adana, kala 35.000 orang dimusnahkan.

Dan kini Turki Muda, yang mengadopsi sebagian besar gagasan Abdul Hamid, juga membuat kebijakan Armenia mereka sendiri. Semangat mereka untuk men-Turkifikasi kelompok tersebut nampak menuntut pemusnahan seluruh Kristen—Yunani, Siria, dan Armenia. Karena kebanyakan dari mereka mengacu pada para penakluk Muslim abad kelima belas dan keenam belas, mereka dengan bodohnya meyakini bahwa para prajurit besar tersebut membuat satu kekeliruan fatal, karena mereka memiliki kekuatan sepenuhnya untuk menyingkirkan penduduk Kristen dan telah abai untuk melakukannya. Kebijakan tersebut dalam opini mereka adalah kesalahan fatal kenegarawanan dan menjelaskan seluruh keburukan yang Turki derita pada zaman modern. Melalui para pemimpin Muslim lama tersebut, kala mereka menaklukan Bulgaria, menguasai seluruh Bulgaria dengan pedang, dan mengisi wilayah Bulgaria dengan Muslim Turki, tak pernah ada masalah Bulgaria modern dan Turki tak pernah kehilangan bagian tersebut dari kekaisarannya. Sehingga, mereka menghancurkan seluruh Rumania, Serbia, dan yunani, provinsi-provinsi yang kini diduduki oleh ras-ras tersebut masih mempertahankan bagian-bagian integral dari kekuasaan Sultan. Kami merasa bahwa kekeliruan tersebut telah menjadi hal yang mengerikan, namun suatu hal dapat diselamatkan dari reruntuhan tersebut. Mereka akan menghancurkan seluruh Yunani, Siria, Armenia, dan Kristen lainnya, memindahkan keluarga-keluarga Muslim ke rumah dan perkebunan mereka, dan memastikan bahwa wilayah tersebut tak akan direbut dari Turki. Dalam rangka menyertai reformasi besar tersebut, pembunuhan tak akan dibutuhkan terhadap setiap Kristen yang hidup. Para gadis Armenia yang paling cantik dan sehat dapat diambil, dipaksa menganut Islam, dan dijadikan istri atau gundik pengikut Nabi yang taat. Anak-anak mereka kemudian akan secara otomatis dijadikan Muslim dan sehingga memperkuat kekaisaran, seperti Janissari memperkuatnya pada masa sebelumnya. para gadis Armenia mewakili jenis tingkat tinggi dari kewanitaan dan Turki Muda, dengan kekejaman mereka, memanfaatkan cara yang diakui menumpahkan darah mereka dengan penduduk Turki akan memegang pengaruh secara keseluruhan. Para putra Armenia dari usia layak dapat dimasukkan ke dalam keluarga Turki dan membesarkan dengan menghiraukan fakta bahwa mereka berasal dari kelompok lain selain Muslim. Namun, ini tentang satu-satunya unsur yang dapat membuat kontribusi berharga terhadap Turki baru yang kini direncanakan. Karena seluruh rencana tersebut harus dilakukan melawan perkembangan generasi Armenia baru, tindakan tersebut akan dibutuhkan untuk membunuh seluruh pria yang berada dalam keadaan prima dan sehingga dapat menghindarkan hal tak diinginkan. Pria tua dan wanita tak memberikan marabahaya yang besar terhadap masa depan Turki, karena mereka siap memenuhi fungsi alamiah mereka dari keturunan yang ditinggalkan. Mereka masih menjadi gangguan dan sehingga harus disingkirkan.

Tak seperti Abdul Hamid, Turki Muda mendapati diri mereka sendiri dalam posisi di tempat mereka dapat menjalankan usaha suci ini. Britania Raya, Prancis, dan Rusia dikerahkan dalam cara pendahulu mereka. Namun kini, rintangan tersebut telah lenyap. Seperti yang aku katakan, Turki Muda percaya bahwa mereka telah mengalahkan bangsa-bangsa tersebut dan sehingga mereka tak lama dapat campur tangan dengan urusan internal mereka. Satu-satunya kekuatan dapat berhasil memberikan penentangan dan itu adalah Jerman. Pada 1898, kala seluruh belahan Eropa terusik dengan pengecaman Gladstone dan menuntut campur tangan. Kaiser Wilhelm Kedua datang ke Konstantinopel, mengunjungi Abdul Hamid, menganugerahinya penghargaan terbaiknya pada dada tirani berdarah tersebut, dan menciumi kedua pipinya. Kaiser yang sama yang telah melakukannya pada 1898 masih menduduki takhta pada 1915, dan kini menjadi sekutu Turki. Sehingga untuk pertama kalinya dalam dua abad, Turki pada 1915, memperlakukan penduduk Kristen mereka dengan baik. Waktu akhirnya datang untuk membuat Turki menjadi negara khusus untuk orang-orang Turki.