Bermain Seru di Desa Rumbuk Randu

Sinopsis

sunting

Cerita bermula dari tiga sekawan yang hidup bersama di Desa Rumbuk Randu. Bermain bersama sejak kecil membuat mereka bak layaknya sahabat sejati yang tak terpisahkan. Saling support dan percaya membikin tali persahabatan di antara mereka semakin erat.

  1. Diar
  2. Tyo
  3. Sabda

Lokasi

sunting

Desa Rumbuk Randu

Cerpen

sunting

Di pagi hari di sebuah desa yang syahdu, dengan hamparan sawah dan perekebunan yang membentang dari ujung barat hingga timur. Kala mentari sempurna menyiram sinarnya di setiap sudut desa, Anak-anak terlihat sedang berjalan menuju sekolah dengan riang. Saat menuju sekolah, di antara siswa-siswi itu ada yang berangkat jalan kaki sendirian, bersama kawan-kawan, menggunakan sepeda pancal, dan ada pula yang diantar orangtuanya dengan menggunakan sepeda motor.

Di antara anak-anak yang berangkat itu, ada segerombolan anak yang jika dilihat-lihat, mereka nampak sudah sangat solid dan sudah sangat dekat satu sama lain. Mereka adalah Diar, Tyo, dan Sabda. Ketiga anak ini sama-sama berumur sepuluh tahun dan sama-sama duduk di kelas yang sama: IV-B.

Desa ini bernama Desa Rumbuk Randu. Dinamakan demikian karena dulunya, desa ini memang ditumbuhi begitu banyak pepohonan randu, sebuah pohon yang buahnya biasanya dijadikan sebagai isian bantal guling yang kita pakai sehari-hari, atau istilah lainnya kapuk.

Hingga hari ini, di beberapa sudut jalan masih terdapat pohon randu yang berjejer menghiasi bahu jalan pedesaan, membikin siapa saja yang berlalu-lalang di jalanan itu merasa adem dan terlindungi dari terik matahari. Saat musim panen tiba, banyak warga desa yang memanfaatkan randu untuk diolah kemudian dijual ke warga desa yang menjual bantal, guling, dan juga kasur.

Tanah yang subur menjadikan warga desa Rumbuk Randu mayoritas berprofesi sebagai petani yang menggarap sawah dan ladang, sebagiannya lagi bekerja di pasar, entah itu sebagai pedagang, atau kuli panggul.

Seperti itulah sekilas tentang desa Rumbuk Randu.

ABC 5 Dasar

sunting

Diar, Tyo, dan Sabda adalah tiga sekawan yang sedari TK mereka sudah sering bermain bersama, tak jarang juga sesekali mereka pernah berkelahi karena rebutan mainan, tapi setelahnya mereka akur kembali seperti sedia kala, tidak ada kata dendam di antara mereka, yang ada hanya saling memaafkan dan bermain bersama lagi. Dan kini saat usia mereka menginjak 10 tahun, mereka masih sering bermain, entah itu di sekolah saat jam istirahat atau di sore hari.

Di kelas, mereka seringkali bermain ABC 5 Dasar dan memainkannya hingga masuk jam pelajaran. Mula-mula, mereka menyepakati terlebih dulu nama-nama apa yang harus ditebak. Diar usul nama buah, sedangkan Sabda dan Tyo memilih nama-nama hewan. Karena nama hewan lebih dipilih, maka mereka bersepakat untuk memilih nama hewan. Permainanpun dimulai.

"ABC Lima Daasar,"

"A, B, C, D,... K"

"Kambing!" kata Tyo.

"Kelinci!" diikuti Diar.

"Kerbau!" diakhiri oleh Sabda.

Permainan pun berlanjut hingga dua orang lagi ikut begabung. Mereka adalah Tono dan Ilham. Suasana semakin memanas ketika peraturan ditambah, barang siapa yang terlambat atau bahkan tidak bisa menebak satu benda atau kata. Maka hukumannya adalah push-up 5x dengan sempurna. Dan permainan dimulai degan nama negara.

"ABC Lima Daasar,"

"A, B, C, D,... P," mereka berpikir sejenak negara apa yang berawalan P.

"Portugal!" Ilham, berhasil menjawab.

"Prancis, dong!" disusul Tyo. Tiga orang lagi masih bepikir keras.

"Oh ya! Pakistan!" Diar menjawab dengan lantang. Tinggal dua orang lagi. Suasana semakin memanas. Tono dan Sabda harap-harap cemas siapa di antara mereka yang akan kalah. Dan akhirnya…

..."Polandia. Hahaha!" Sabda berhasil menebak dan bergabung dengan para pemenang. Sedangkan Tono harus menerima kekalahan dan push-up sebanyak 5x. Usai push-up, Sabda memberi tahu kalau masih ada satu negara lagi yang berawalan huruf P.

"Apa emangnya?" tanya Tono disusul yang lainnya.

"Panama!" jawab Sabda.

"Oh iiyaa," timpal Diar dan Ilham. Sementara Tono dan Tyo baru tahu kalau ada negara bernama Panama. Sabda lalu memberi tahu teman-temannya untuk melihat atlas miliknya.

"Ini lho benderanya," Sabda menunjukkan bendera panama dengan ciri khas bintang berwarna merah di sisi kanan bawah dan bintang berwarna biru di sisi kiri atas.

Usai bermain, tak lama kemudian bel masuk kelas pun berbunyi, Sabda, Tyo, dan Diar menempati tempat duduk masing-masing. Sementara Ilham dan Tono masuk ke kelasnya masing-masing.

Pertarungan Sengit Layang-layang

sunting
 
Ilustrasi anak-anak bermain layang-layang.

Di sore hari yang cerah dengan angin yang berembus cukup kencang, mereka bertiga nampaknya sedang bermain Layang-layang di pematang sawah. Kegiatan ini mereka lakukan sebab sebelum jam pulang sekolah, mereka membikin janji untuk bermain layang-layang di sawah.

Permainan tradisional yang berasal dari Negeri Tiongkok ini ternyata sedang musim-musimnya. Banyak toko yang menjual layang-layang, alhasil anak-anak Desa Rumbuk Randu dan sebagian desa lainnya menerbangkan layang-layang. Umumnya anak-anak menerbangkan layang-layang di sore hari, ketika matahari beranjak terbenam hingga mau masuk adzan maghrib.

Layang-layang milik Sabda, Tyo, dan Diar sama-sama terbuat dari plastik. Namun yang membedakannya adalah warnanya. Layang-layang Tyo berwarna biru dengan ekor yang terbuat dari koran agar stabil saat diterbangkan, Sabda berwana kuning tanpa ekor, sedangkan milik Diar berwarna Hijau dengan ekor yang juga terbuat dari koran.

Maka diterbangkanlah layang-layang mereka. Angin berembus cukup stabil ke arah utara. Sore itu, mereka hanya menerbangkan layang-layang saja. Tidak ada niatan untuk bertarung atau saling memutus layang-layang lain. 30 menit berlalu, mereka bertiga masih asyik memandangi layang-layang mereka yang sedang terbang cukup tinggi. Jarak meraka agak berjauhan, sebab jaga-jaga agar benang mereka tidak saling bergesekan satu sama lain.

Hingga pada akhirnya layang-layang dari desa sebelah yang sedari tadi terbang agak jauh dari layang-layang mereka, kini mendadak mulai mendekat ke layang-layang mereka.

"Layang-layang dari desa sebelah! Sepertinya mau mengajak tarung layang-layang kita!" ujar Diar dengan suara keras. Tyo dan Sabda juga melihat layang-layang itu perlahan mulai mendekat ke arah layang-layang mereka.

Layang-layang tanpa ekor dari desa sebelah itu nampaknya mengincar layang-layang Diar, sebab layang-layang miliknyalah yang paling dekat dengan layang-layang desa sebelah itu.

Layang-layang tanpa ekor memang kebanyakan digunakan untuk bertarung satu sama lain, layang-layang tanpa ekor membuatnya mudah bermanuver dengan mantap. Oleh karena itu, Sabda berinisiatif mengubah posisi yang semula di sisi barat kini ia mengubah posisinya di sisi timur. Sebenarnya, sebelum berangkat bermain layang-layang, ia menimbang-nimbang dulu layang-layang mana yang akan ia bawa, yang tanpa ekor atau yang berekor? Yang pada akhirnya ia memutuskan untuk membawa layang-layang tanpa ekor miliknya. Sebab ia berpikir jika tiba-tiba ada musuh, maka dialah yang akan maju.

Dan kekhawatirannya benar-benar terjadi. Kini ia membuat strategi untuk mengalahkan lawan. Sementara itu, Tyo dan Diar melihat adegan perlawanan yang dilakukan Sabda.

Mula-mula, Sabda menggunakan posisi bertahan, dengan cara menjauhkan layang-layang dan juga benangnya dari kejaran musuh yang terus merangsek ke areanya. Ini dia lakukan agar benang musuh terus diulur dan akhirnya memanjang. Adegan pertahanan ini terjadi selama lima menit. Hingga pada akhirnya Sabda menemukan momentumnya memutus benang lawan.

Saat layang-layang lawan lengah, di saat itulah Sabda memulai perlawanan. Mula-mula ia memberi jarak terlebih dahulu, kemudian ia mengulur sepanjang mungkin benang yang dia punya hingga bersentuhan dengan benang lawan. Saat benangnya dengan benang lawan sudah saling bersentuhan, Sabda langsung tarik ulur benang hingga layang lawan putus. Namun sang lawan langsung menyadarinya dan membuat semacam sistem pertahanan.

Walau begitu Sabda tak habis akal, ia terus mengincar titik lemah lawan dengan memerhatikan perubahan arah mata angin yang dapat membuatnya unggul. Dan benar saja, saat angin bertiup cukup kencang, Sabda mengulur benangnya dan, "Tasss!!" layang-layang lawan akhirnya putus dan membawanya ke arah utara dan jauh sekali.

Diar dan Tyo besorak keras, mereka mengepalkan tangan lantas berteriak, "Yess.. Kita menaaang!!"

Tak kalanh girangnya, Sabda berkali-kali melakukan selebrasi dengan berlompat dan mengepalkakn tangan ke atas.

Sore itu seolah-olah berlalu sangat cepat, Desa Rumbuk Randu diselimuti cahaya senja sehingga mereka harus menggulung benang sebelum adzan maghrib berkumandang dan bergegas pulang bersama dengan hati gembira.[*]