Buku Saku Farmakoterapi/HIV/AIDS

Perbedaan HIV dan AIDS sunting

Kita sering bingung perbedaan HIV dan AIDS. Keduanya berbeda diagnosa, tapi mereka berjalan beriringan dan sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan penyakit tertentu. HIV adalah virus yang dapat menyebabkan suatu kondisi yang disebut AIDS.

HIV adalah virus

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi. HIV singkatan dari human immunodeficiency virus. Nama tersebut menggambarkan virus yang menginfeksi manusia saja dan menyerang sistem kekebalan tubuh, membuatnya kurang dan tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Tidak seperti banyak virus lainnya, sistem kekebalan tubuh kita tidak dapat menyerang dan benar-benar membersihkan HIV dari tubuh. Belum ada yang mengerti mengapa, namun obat-obatan dapat mengendalikan HIV dengan sangat sukses.

AIDS adalah kondisi

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi, namun AIDS adalah suatu kondisi atau sindrom. Terinfeksi HIV dapat menyebabkan perkembangan AIDS, yang merupakan singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome. AIDS berkembang ketika HIV telah menyebabkan kerusakan serius pada sistem kekebalan tubuh. AIDS adalah kondisi kompleks dengan gejala yang bervariasi dari orang ke orang. Gejala AIDS terkait dengan infeksi yang dialami seseorang akibat sistem kekebalan tubuh yang rusak dan tidak dapat melawan infeksi. Infeksi ini mungkin termasuk tuberkulosis, pneumonia, beberapa jenis kanker, dan infeksi lainnya.

HIV tanpa AIDS

HIV adalah virus sedangkan AIDS adalah kondisi yang mungkin ditimbulkannya. Seseorang dapat terinfeksi HIV tanpa terkena AIDS. Faktanya, banyak orang dengan HIV hidup selama bertahun-tahun tanpa mengembangkan AIDS. Berkat kemajuan dalam pengobatan, seseorang bisa hidup lebih lama dari sebelumnya dengan infeksi HIV. Meskipun seseorang dapat terinfeksi HIV tanpa AIDS, orang yang didiagnosis dengan AIDS sudah pasti memiliki HIV. Karena tidak ada obatnya, infeksi HIV tidak pernah hilang, bahkan jika AIDS tidak pernah berkembang.

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang

HIV adalah virus, yang berarti seperti virus lainnya, virus ini bisa ditularkan antarmanusia. AIDS, di sisi lain, adalah kondisi yang diperoleh hanya setelah seseorang terjangkit infeksi HIV. Virus HIV ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui pertukaran cairan tubuh. Paling umum, infeksi ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom atau melalui penggunaan jarum yang terkontaminasi. Kurang umum, seseorang dapat terinfeksi melalui transfusi darah yang tercemar atau seorang ibu dapat menyebarkan infeksi tersebut ke anaknya selama kehamilan.

HIV tidak selalu muncul gejala

HIV biasanya menyebabkan gejala seperti flu sekitar 2-4 minggu setelah infeksi. Jangka waktu ini singkat dan disebut infeksi akut. Sistem kekebalan tubuh membawa infeksi terkendali, yang menyebabkan masa laten. Sistem kekebalan tubuh tidak dapat sepenuhnya menghilangkan HIV, namun bisa mengendalikannya untuk waktu yang lama. Selama masa laten ini, yang bisa berlangsung bertahun-tahun, orang yang terinfeksi mungkin tidak mengalami gejala sama sekali. Begitu AIDS berkembang, bagaimanapun, pasien akan mengalami banyak gejala.

Infeksi HIV dapat didiagnosis dengan tes sederhana

Saat terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap virus. Tes darah atau air liur dapat mendeteksi antibodi tersebut dan menentukan apakah seseorang telah terinfeksi HIV. Tes ini mungkin efektif hanya beberapa minggu setelah infeksi. Tes lain mencari antigen, yang merupakan protein yang diproduksi oleh virus. Tes ini bisa mendeteksi HIV beberapa hari setelah infeksi. Kedua tes itu akurat dan mudah dilakukan.

Diagnosis AIDS lebih susah

AIDS adalah tahap akhir dari infeksi HIV. Ada beberapa faktor yang menentukan kapan diagnosis seseorang telah terlampaui dari latensi HIV sampai AIDS. Karena HIV menghancurkan sel kekebalan yang disebut sel T CD4, maka salah satu cara diagnosis AIDS adalah menghitung jumlah sel-sel tersebut. Seseorang tanpa HIV dapat memiliki 500-1.200 sel/mikroL. Ketika sel-sel telah turun menjadi 200 sel/mikroL, orang dengan HIV dianggap menderita AIDS. Faktor lain yang menandakan virus AIDS adalah adanya infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, jamur, atau bakteri yang tidak akan membuat seseorang sakit pada orang dengan sistem kekebalan tubuh berfungsi penuh.

Pengobatan dan harapan hidup

Begitu HIV berkembang menjadi AIDS, harapan hidup turun secara signifikan. Sulit untuk memperbaiki kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Infeksi dan kondisi lain, seperti kanker, akibat kerusakan kekebalan tubuh yang parah sering terjadi. Infeksi dan komplikasi lainnya inilah yang menjadi fatal bagi penderita AIDS. Dengan pengobatan infeksi HIV pada saat ini, seseorang bisa hidup dengan virus selama bertahun-tahun, dan bahkan beberapa dekade sebelum AIDS berkembang. Meskipun seseorang dapat menjalani hidup normal dan sehat saat menjalani perawatan HIV, penting untuk dipahami bahwa ini masih bisa menularkan infeksi ke orang lain.

Gejala sunting

Penting untuk mengenali gejala HIV sesegera mungkin karena diagnosis dan pengobatan dini akan mencegah penyakit serius. Pengobatan dini juga akan mengurangi kesempatan menularkan virus ke orang lain.

Siapakah yang berisiko terkena HIV?

Infeksi HIV biasanya didapat melalui hubungan seksual atau terpapar darah atau cairan tubuh dari orang lain yang terinfeksi. Hal ini dapat terjadi:

● Selama kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, terutama jika melakukan hubungan seks vagina atau anal (melalui dubur) tanpa kondom

● Dengan berbagi jarum suntik yang digunakan oleh orang yang terinfeksi.

Penularan dari ibu hamil ke bayinya dapat terjadi selama kehamilan, kelahiran, atau menyusui, meskipun hal ini jarang terjadi ketika sang ibu mengonsumsi obat HIV selama dan setelah kehamilan.

Infeksi HIV TIDAK menyebar melalui kontak biasa.

Individu tertentu mungkin memiliki peningkatan risiko infeksi HIV, yaitu:

● Pria yang berhubungan seks dengan pria (lelaki suka lelaki)

● Pengguna narkoba suntikan yang berbagi jarum

● Mitra seksual orang yang terinfeksi HIV

● Orang dengan riwayat penyakit menular seksual

● Korban pemerkosaan

● Pria dan wanita yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan banyak pasangan

● Pria dan wanita yang menukar seks dengan uang atau obat-obatan terlarang

● Siapapun yang secara tidak sengaja terjebak dengan jarum atau benda tajam di fasilitas kesehatan

● Orang yang menerima transfusi darah atau produk darah lainnya sebelum tahun 1984

Gejala awal infeksi HIV

Gejala awal infeksi HIV terjadi pada 50 sampai 90 persen orang yang terinfeksi, biasanya mulai dua sampai empat minggu setelah terpapar HIV. Kelompok awal tanda dan gejala disebut sebagai infeksi HIV primer atau akut.

Karena tanda dan gejala HIV primer mungkin serupa dengan penyakit umum lainnya seperti flu, kebanyakan orang pada awalnya tidak menyadari bahwa mereka memiliki HIV. Namun, infeksi HIV sangat menular pada tahap awal ini karena ada sejumlah besar virus dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Mengenali gejala awal, uji lab untuk HIV, dan memulai pengobatan HIV sesegera mungkin dapat membantu mengurangi risiko penularan HIV ke orang lain.

  • Gejala seluruh tubuh

Tanda dan gejala paling umum di tubuh dari HIV akut meliputi demam (suhu di atas 38ºC), sakit tenggorokan, sakit kepala, dan nyeri otot dan sendi. Gejala seperti flu ini berlangsung sekitar dua minggu. Selama minggu kedua, kebanyakan orang juga mengalami pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak menyakitkan, termasuk di ketiak dan di leher. Meski ukuran kelenjar getah bening menurun setelah beberapa minggu pertama, pembengkakan bisa terjadi terus-menerus.

  • Gejala kulit, mulut, genital

Salah satu fitur khas infeksi HIV akut adalah luka terbuka atau borok. Luka atau bisul ini bisa berkembang di mulut, kerongkongan, anus, atau penis. Bisul biasanya menyakitkan. Namun, hanya sebagian kecil orang dengan HIV akut yang mengalami luka ini. Banyak orang juga mengalami ruam kulit sekitar 2-3 hari setelah demam. Ruam biasanya mempengaruhi wajah, leher, dan dada bagian atas atau mungkin lebih luas. Ruam biasanya berlangsung sekitar 5 sampai 8 hari.

  • Gejala pencernaan

Banyak orang dengan infeksi HIV akut mengalami mual dan muntah, diare, kurang nafsu makan, dan penurunan berat badan.

  • Gejala pernapasan

Batuk kering biasanya merupakan satu-satunya gejala pernapasan yang terkait dengan infeksi HIV primer.

Gejala infeksi HIV lanjut

Jika HIV tidak diobati, virus akan menyebabkan melemahnya sistem imun tubuh secara progresif, namun proses ini terjadi pada tingkat yang berbeda pada tiap orang. Setelah terjadi kerusakan signifikan pada sistem imun tubuh, biasanya memakan waktu setidaknya beberapa tahun, pasien dengan HIV dapat terinfeksi dengan organisme lain yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan imun normal. “Infeksi oportunistik” ini dapat menyebabkan penyakit serius pada pasien dengan infeksi HIV lanjut. Bergantung pada infeksi oportunistik, gejala mungkin termasuk sesak napas, penglihatan kabur, demam, dan penurunan berat badan.

Salah satu infeksi oportunistik yang paling umum adalah infeksi jamur pada mulut atau kerongkongan. Infeksi ragi disebabkan oleh Candida, organisme jamur yang biasanya ditemukan pada kulit dan di mulut, saluran usus, dan vagina pada individu sehat. Infeksi ragi tertentu dapat terjadi pada orang tanpa HIV, (misalnya, infeksi ragi vagina) walaupun orang dengan HIV memiliki risiko lebih tinggi untuk jenis infeksi oportunistik ini dan lainnya.

  • Kandidiasis mulut, juga dikenal sebagai sariawan, menyebabkan bercak berwarna krem, sedikit terangkat di mulut, nyeri, dan mudah berdarah.
  • Kandidiasis kerongkongan dapat menyebabkan kesulitan menelan.

Namun, dengan diagnosis dan pengobatan HIV, sistem mun tubuh bisa membaik. Kemudian risiko infeksi oportunistik turun. Sementara sistem imun tubuh pulih, beberapa obat tertentu dapat membantu mencegah infeksi oportunistik terjadi pada awalnya.

Pengobatan Awal sunting

Kelompok ahli merekomendasikan memulai pengobatan infeksi HIV dinamakan terapi ART (antiretroviral therapy). Hal ini dikarenakan (i) ART menurunkan risiko kematian juga risiko komplikasi AIDS-serius dan non-AIDS (seperti kanker, penyakit jantung prematur, penurunan fungsi kognitif, dan penuaan dini), (ii) ART juga mencegah penularan ke orang lain. Pengobatan yang berhasil hampir menyingkirkan risiko penularan ke bayi belum lahir selama kehamilan atau penularan melalui seksual pada pasangan tidak terinfeksi.

Saat pengobatan ART dimulai, maka diperlukan konsumsi obat sepanjang sisa hidup. Jika menghentikan pengobatan maka manfaatnya tidak jelas dan kebanyakan orang akan terjadi peningkatan viral load (jumlah virus di dalam tubuh) dan penurunan jumlah sel T.

Jika mengonsumsi obat tidak konsisten, maksudnya tidak tepat waktu setiap hari, bisa menimbulkan resistensi obat yang pada akhirnya membuat virus kebal dan tidak mempan lagi dengan obat-obat yang lain. Resistensi obat ini tergantung pada jenis obat dan jumlah hari atau minggu yang terlewati. Jika seseorang merasa tidak bisa mengonsumsi obat setiap hari, maka dokter atau perawat bisa membuat strategi untuk mengatasinya.

Pentingnya memulai terapi awalan (secepatnya atau tidak), tergantung pada beberapa faktor, di antaranya jumlah sel T, usia, kondisi medis, sejarah penyakit terdefinisi AIDS, risiko penularan ke orang lain, dan kemauan untuk berkomitmen terhadap pengobatan seumur hidup. Faktor-faktor tersebut dijelaskan lebih detil sebagai berikut:

Jumlah sel T

Sel T helper (sel T CD4) adalah sel darah putih yang membantu tubuh dalam mengatur sistem imun. Seseorang dengan infeksi HIV secara bertahap mengalami penurunan jumlah sel T seiring melemahnya sistem imun.

Meskipun ART bisa memberi manfaat pada seseorang terinfeksi HIV terlepas dari jumlah sel T mereka, semakin rendah sel T maka semakin mendesak untuk memulai pengobatan. Jumlah sel T yang rendah artinya sistem imun tubuh tidak sehat dan ada risiko besar terkena infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah penyakit yang jarang terjadi pada orang dengan sistem imun tubuh yang sehat, namun dapat berkembang saat sistem imun tubuh tidak bisa berfungsi.

Jumlah sel T normal adalah 500-1400 sel/mikroliter. Jika jumlahnya di bawah 350 sel/mikroliter maka risiko dari komplikasi penyakit infeksi serius akan meningkat, dan berikutnya jumlah sel T akan makin turun lagi. Infeksi oportunistik lebih sering terjadi pada seseorang dengan jumlah sel T < 200 sel/mikroliter. Jika jumlah sel T turun hingga di bawah kurang 200 sel/mikroliter, orang tersebut bisa dikatakan terkena AIDS. Orang dengan jumlah sel T kurang dari 200 harus memulai terapi secepatnya, setidaknya seminggu atau dua minggu setelah diagnosis.

Pada kondisi jarang, jika jumlah sel T masih tinggi, pengobatan bisa ditunda sementara, misal karena seseorang punya rencana melancong lama atau punya kondisi medis yang lebih urgent saat itu. Jika dokter setuju untuk menunda, maka tes laboratorium dilakukan secara ketat dalam rangka memantau jumlah sel T, misal minimal tiap 3 bulan. Juga segera melapor jika muncul gejala-gejala terkait HIV misal trush (sariawan, karena infeksi jamur di mulut), turun berat badan, atau diare; yang artinya ini perlu segera dimulai pengobatan.

Kehamilan

ART direkomendasikan secepatnya jika wanita positif terkena HIV hamil, terlepas dari berapapun jumlah sel T-nya. Wanita hamil terkena HIV yang mengonsumsi ART secara signifikan menurunakn risiko menularkan HIV selama kehamilan atau kelahiran.

Orang yang aktif secara seksual

Seseorang positif HIV dan aktif secara seksual dengan pasangan yang negatif, harus memulai ART untuk menurunkan risiko menularkan infeksi, berapapun jumlah sel T-nya. Kemungkinan menularkan infeksi berhubungan dengan jumlah virus dalam darah. Dengan “tidak ada virus yang terdeteksi,” risikonya sangat kecil, tapi mungkin tidak nol.

Seks aman (menggunakan kondom setiap saat) juga secara signifikan mengurangi risiko penularan HIV. Pilihan lainnya adalah pre-exposure profilaksis (PrPP). PrPP melibatkan pemberian obat HIV kepada pasangan yang tidak terinfeksi sampai seseorang mencapai “tidak terdeteksi virus”. Pada cara ini, diperlukan diskusi antara pasangan dengan dokter.

Kondisi medis yang mendasari

Inisiasi dini ART sering direkomendasikan untuk orang dengan kondisi medis tertentu yaitu:

  • Nefropati terkait HIV (penyakit ginjal yang disebabkan oleh HIV)
  • Perubahan fungsi otak terkait HIV
  • Hepatitis B atau hepatitis C
  • Kanker terkait HIV
  • Beberapa infeksi terkait HIV yang kemungkinan akan sembuh lebih cepat dengan ART

Penyakit terdefinisi AIDS

Penyakit terdefinisi AIDS adalah penyakit atau kondisi yang jarang terjadi pada orang dengan sistem imun tubuh yang sehat, namun dapat berkembang pada orang dengan sistem imun tubuh yang sangat lemah (akibat AIDS). Banyak dari penyakit ini adalah infeksi berbagai jenis. ART harus dimulai oleh siapa saja yang memiliki riwayat terkini atau masa lalu dari satu atau lebih penyakit terdefinisi AIDS.

HIV dan Kehamilan sunting

Jika seorang ibu mengidap HIV, bayi dapat terinfeksi selama masa kehamilan, selama persalinan, dan sampai tingkat yang lebih rendah, melalui menyusui. Untungnya, penggunaan obat HIV tertentu selama kehamilan dan persalinan dapat secara signifikan mengurangi risiko tertular HIV pada bayi.

Perawatan sebelum kehamilan sunting

Wanita yang memiliki HIV harus berkonsultasi dengan spesialis HIV dan seorang dokter kandungan sebelum mencoba untuk hamil. Sebagian besar obat aman selama kehamilan, dan kebanyakan wanita tidak perlu mengganti obat saat mereka hamil, tapi ini idealnya harus dibahas sebelum kehamilan. Penting juga untuk minum obat HIV secara teratur. Wanita yang memiliki penekanan virus lengkap (tidak ada virus yang terdeteksi dalam darah mereka) memiliki risiko HIV yang jauh lebih rendah terhadap bayi mereka daripada wanita yang memiliki virus terdeteksi dalam darah mereka.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk lebih memahami bagaimana infeksi HIV dan pengobatan HIV mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Kehamilan tampaknya tidak memperburuk HIV atau meningkatkan risiko kematian akibat HIV. Tidak jelas apakah pengobatan HIV atau HIV meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, seperti prematuritas, berat lahir rendah, dan lahir mati. Namun, sangat jelas bahwa beberapa obat HIV tertentu dapat secara signifikan mengurangi risiko bayi terinfeksi HIV saat obat tersebut dikonsumsi selama kehamilan dan persalinan, dan kemudian diberikan kepada bayi setelah persalinan. Itulah sebabnya pedoman pengobatan HIV sangat merekomendasikan kombinasi obat untuk mencegah penularan HIV ke bayi dari wanita yang terinfeksi HIV.

Perawatan selama kehamilan sunting

Wanita dengan HIV biasanya memerlukan bantuan beberapa penyedia layanan kesehatan selama kehamilan, termasuk spesialis HIV dan penyedia layanan kebidanan.

Evaluasi awal

Setelah kehamilan dikonfirmasi, pasien harus bertemu dengan spesialis HIV dan penyedia kebidanan. Selama kunjungan ini, akan dibahas bagaimana mengelola HIV selama kehamilan dan meminimalkan risiko HIV terhadap bayi.

Selama evaluasi awal, pasien akan menjalani tes darah untuk mengetahui jumlah virus HIV dalam darah (misalnya viral load HIV) dan kekuatan sistem imun tubuh (misalnya jumlah sel T CD4). Jika pasien tidak menggunakan obat HIV, pasien juga akan menjalani tes darah untuk mencari mutasi pada virus HIV, namun tidak perlu menunggu hasilnya untuk memulai pengobatan HIV. Pasien mungkin juga perlu melakukan tes darah lain untuk mengevaluasi kesehatan umum dan memantau efek samping obat.

Rejimen pengobatan HIV – Selama kehamilan, semua wanita dengan HIV disarankan untuk memakai rejimen kombinasi antiretroviral menggunakan tiga obat HIV. Wanita yang menjadi hamil saat melakukan rejimen berhasil mengendalikan virus biasanya dapat melanjutkan rejimen yang sama.

Waktu pengobatan HIV – Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang memulai pengobatan HIV lebih awal pada kehamilan cenderung memiliki jumlah virus yang rendah dalam darah pada saat persalinan. Ahli merekomendasikan agar wanita memulai pengobatan HIV sesegera mungkin selama kehamilan jika mereka belum meminumnya. Namun, beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk memulai setelah trimester pertama kehamilan karena sulit minum pil karena mual terkait kehamilan. Pasien harus membicarakan hal ini dengan dokter. Begitu dimulai, obat HIV dilanjutkan selama kehamilan untuk mencegah penularan HIV ke janin, dan mereka terus berlanjut tanpa batas waktu pasca melahirkan karena bermanfaat bagi wanita tersebut.

Zidovudin adalah obat yang direkomendasikan untuk beberapa wanita secara intravena (suntikan) sebelum melahirkan dan secara oral untuk bayi selama enam minggu setelah kelahiran.

Kepatuhan terhadap obat selama kehamilan – Sangat penting untuk mengonsumsi obat persis seperti yang ditentukan selama kehamilan untuk mengurangi risiko pengembangan resistansi obat. Selanjutnya, minum obat tepat waktu dapat mengurangi risiko penularan HIV ke bayi.

Obat yang harus dihindari – Ada beberapa obat HIV yang tidak boleh digunakan selama kehamilan kecuali dalam keadaan tertentu, namun sebagian besar obat ini tidak umum digunakan.

Pemantauan selama kehamilan

Sepanjang kehamilan, pasien akan menemui spesialis kandungan dan spesialis HIV secara berkala. Selama kunjungan ini, pasien akan menjalani perawatan obstetrik rutin serta pemantauan HIV, termasuk tes darah untuk jumlah T CD4 dan viral load HIV.

USG awal direkomendasikan untuk mendapatkan tanggal jatuh tempo yang akurat. USG rinci biasanya direkomendasikan pada 18 sampai 20 minggu kehamilan untuk mengevaluasi janin yang sedang tumbuh. USG lanjutan mungkin direkomendasikan selama trimester kedua dan/atau ketiga untuk memantau pertumbuhan janin.

Persalinan sunting

Pengobatan selama persalinan

Zidovudine (AZT) diberikan melalui kateter intravena selama persalinan saat wanita tersebut tidak memiliki jumlah HIV rendah di dalam darah di dekat waktu persalinan, terlepas dari bagaimana wanita tersebut melahirkan. Dalam kasus ini, AZT membantu mengurangi risiko penularan HIV. Wanita yang memakai kombinasi obat HIV harus melanjutkannya sesuai jadwal selama persalinan atau sebelum operasi caesar; hal ini membantu memberikan perlindungan maksimal kepada ibu dan bayi dan untuk meminimalkan risiko bahwa ibu dapat mengembangkan resistansi obat karena dosis obat yang terkewat.

Cara persalinan

Cara paling aman bagi wanita dengan HIV untuk melahirkan bayi (misalnya dengan persalinan melalui vagina atau sesar), bergantung pada viral load HIV selama kehamilan. Secara umum, persalinan per vaginam lebih disukai untuk keselamatan ibu dan bayi jika risiko penularan HIV rendah (bila viral load HIV rendah). Bagi wanita dengan tingkat virus yang tinggi dalam darah atau yang sangat memperhatikan paparan bayi terhadap darah atau cairan vagina yang terinfeksi, diperlukan operasi sesar.

Viral load <1000 kopi/mL – Ibu hamil dengan HIV yang telah menggunakan obat HIV selama kehamilan dan memiliki viral load HIV <1000 kopi/mL ketika dievaluasi dalam waktu empat sampai enam minggu persalinan mungkin memilih untuk melahirkan secara vaginal. Dalam situasi ini, risiko penularan HIV pada bayi saat persalinan per vaginam sangat rendah, dan tidak jelas bahwa kelahiran sesar akan mengurangi risiko ini lebih jauh. Pasien harus mendiskusikan risiko dan manfaat persalinan sesar versus persalinan per vaginam dengan penyedia kebidanan.

Viral load ≥1000 kopi/mL – Wanita hamil dengan HIV yang telah menggunakan obat HIV selama kehamilan tetapi memiliki viral load di atas 1000 kopi/mL pada usia kehamilan 34 sampai 36 minggu biasanya disarankan untuk menjalani persalinan sesar sebelum mereka memasuki persalinan daripada persalinan per vaginam. Dalam situasi ini, operasi sesar biasanya dijadwalkan pada usia kehamilan 38 minggu.

Perawatan setelah persalinan sunting

Bagi wanita setelah melahirkan

Setelah melahirkan, wanita yang minum obat HIV selama kehamilan harus berdiskusi dengan dokter manfaat obat HIV yang terus berlanjut terhadap kesehatannya sendiri. Keputusan ini paling baik dilakukan bersama dengan spesialis HIV. Layanan perawatan dan dukungan yang berkelanjutan, termasuk perawatan medis terkait HIV, dukungan psikososial (termasuk skrining untuk depresi pascamelahirkan dan dukungan kepatuhan terhadap pengobatan), dan bantuan untuk keluarga berencana dan pengendalian kelahiran, dapat membantu wanita tersebut untuk merawat kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Menyusui

Wanita dengan HIV yang menyusui dapat menularkan HIV ke bayi. Dalam sebuah penelitian terhadap lebih dari 600 pasangan ibu-bayi dari Malawi, risiko penularan HIV pada bayi melalui ASI adalah 7 persen untuk bayi yang menyusui selama satu tahun dan 10 persen untuk bayi yang disusui hingga dua tahun.

Di Amerika Serikat dan negara-negara kaya sumber daya lainnya, air bersih dan susu formula bayi sudah tersedia dan merupakan alternatif yang aman untuk menyusui. Oleh karena itu, Layanan Kesehatan Masyarakat AS merekomendasikan agar wanita di negara-negara kaya sumber daya yang terinfeksi HIV tidak menyusui bayinya, bahkan jika wanita tersebut memakai obat HIV. Sementara risiko penularan HIV melalui ASI dapat diturunkan dengan obat HIV, HIV masih dapat ditularkan melalui ASI, bahkan jika wanita tersebut memakai obat HIV.

Nasihat yang sama tidak dapat diberikan kepada perempuan di negara-negara miskin sumber daya karena alternatif yang aman untuk menyusui (misalnya air bersih dan susu formula) mungkin tidak tersedia secara konsisten.

Untuk bayi baru lahir dan bayi

Rejimen pengobatan HIV – Bayi dengan HIV biasanya diobati dengan AZT selama 4-6 minggu pertama kehidupan. Zidovudin dapat membantu mencegah bayi terinfeksi HIV akibat terpapar darah ibu saat melahirkan. Dalam situasi tertentu, pengobatan HIV lain dapat diberikan alih-alih atau di samping AZT. Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan anak untuk menentukan obat HIV mana yang terbaik.

Menguji bayi untuk HIV – Biasanya, orang dewasa dan anak-anak menjalani tes antibodi HIV untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi HIV. Namun, tes antibodi HIV tidak akurat pada bayi karena antibodi HIV dapat ditransfer dari ibu ke bayi. Hal ini dapat menyebabkan bayi memiliki tes antibodi HIV positif. Namun, ini tidak berarti bahwa bayi tersebut pasti terinfeksi HIV.

Untuk alasan ini, tes khusus yang secara langsung mengukur virus itu sendiri dilakukan pada bayi untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi. Jika tes virus khusus ini (yang disebut tes PCR HIV) negatif, maka bayi tersebut tidak terinfeksi HIV.

Tindak lanjut jangka panjang anak-anak – Penelitian tentang bayi yang terpajan zidovudin (AZT) dan yang tidak terinfeksi HIV tidak menunjukkan peningkatan risiko masalah serius dengan pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh, fungsi otak, kanker, atau masalah lain untuk sampai enam tahun. Sebagian besar data tindak lanjut jangka panjang yang tersedia pada bayi yang terpajan obat HIV adalah dengan obat AZT atau lebih tua. Sebagian besar perempuan terinfeksi HIV sekarang menerima rejimen antiretroviral kombinasi yang lebih baru, sehingga perlu penelitian terus untuk menilai dampak jangka panjang dari pengobatan ini.

Kombinasi antiretroviral pada kehamilan sunting

Pengobatan antiretroviral kombinasi (ART) telah menjadi standar di seluruh dunia pada perawatan ibu hamil yang terinfeksi HIV, baik untuk kesehatan mereka sendiri dan untuk pencegahan penularan HIV ke bayi. Dalam uji coba secara acak besar ibu hamil yang terinfeksi HIV di Afrika dan India, antepartum ART (dengan salah satu dari dua rejimen berbasis protease inhibitor yang berbeda) mengakibatkan tingkat transmisi yang lebih rendah dibandingkan dengan zidovudin ditambah nevirapin dosis tunggal (0,5 vs 1,8 persen). Tingkat kelahiran prematur pada <37 minggu lebih tinggi dengan rejimen ART dibandingkan dengan zidovudin, tetapi tidak terjadi peningkatan tingkat prematuritas signifikan (<34 minggu) dan kematian neonatal. Dokter sebaiknya mendiskusikan dengan pasien potensi risiko terhadap lusrsn kehamilan yang merugikan pada rejimen ART tertentu.

Infeksi Oportunistik sunting

Infeksi HIV mengurangi kemampuan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi. Bakteri, virus, jamur, dan organisme tertentu tertentu, yang biasanya tidak menyebabkan infeksi pada orang sehat, dapat menyebabkan infeksi pada orang dengan sistem imun tubuh yang lemah, hal ini disebut infeksi oportunistik.

Salah satu cara untuk mengukur kekuatan sistem imun tubuh pasien HIV adalah dengan mengukur jumlah sel T (juga disebut jumlah CD4). Ketika jumlah sel T di bawah 200 sel/mikroL, pasien telah mengembangkan AIDS dan berisiko terkena infeksi oportunistik. Namun, banyak infeksi oportunistik dapat dicegah dengan mengonsumsi antibiotik dan obat antijamur tertentu. Obat HIV juga dapat meningkatkan jumlah sel T, sehingga risiko infeksi oportunistik menurun seiring dengan pengobatan yang sedang berjalan.

Orang-orang yang membutuhkan pencegahan:

  • Orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel T <200 sel/mikroL untuk mencegah pneumocystis pneumonia (PCP).
  • Orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel T <150 sel/mikroL yang tinggal di daerah yang terdapat banyak kasus histoplasmosis.
  • Orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel T <100 sel/mikroL yang memiliki tes darah positif untuk Toxoplasma untuk mencegah pengaktifan kembali infeksi ini.
  • Orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel T <50 sel/mikroL untuk mencegah infeksi karena Mycobacteria avium complex (MAC).
  • Orang yang terinfeksi HIV dengan tes kulit atau darah positif untuk tuberkulosis, terlepas dari jumlah CD4.

Infeksi oportunistik dan pengobatan pencegahan sebagai berikut:

Pneumocystis

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi oportunistik paru-paru. Ini adalah penyebab utama pneumonia dan kematian terkait AIDS. Hal ini dimungkinkan untuk mencegah sebagian besar kasus PCP dengan menggunakan antibiotik. Pengobatan pencegahan sangat efektif untuk mencegah pneumonia jenis ini, dan sangat disarankan untuk orang dengan jumlah sel T rendah (biasanya kurang dari 200 sel/mikroL), riwayat pneumonia PCP, atau riwayat sariawan (infeksi jamur di dalam mulut).

Orang yang memulai terapi antiretroviral untuk HIV dapat menghentikan terapi pencegahan PCP saat jumlah sel T lebih besar dari 200 sel/mikroL selama paling sedikit tiga bulan. Namun, pengobatan pencegahan seumur hidup mungkin direkomendasikan untuk orang-orang yang mengembangkan PCP saat jumlah sel T lebih besar dari 200 sel/mikroL.

Histoplasmosis

Histoplasma adalah jamur yang tumbuh di tanah dan daerah yang terkontaminasi kotoran kelelawar atau burung. Hal ini lebih sering terjadi di daerah-daerah tertentu, seperti lembah Mississippi, Ohio, dan St. Lawrence River, Karibia, Meksiko selatan, dan bagian-bagian tertentu dari Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, dan Asia. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia pada orang dengan HIV yang memiliki jumlah sel T rendah dan yang tinggal di daerah di mana terdapat risiko infeksi yang tinggi. Orang yang berkunjung atau tinggal di daerah ini harus menghindari kegiatan berisiko tinggi, seperti mengganggu tanah di bawah lokasi bertengger burung, menghancurkan bangunan tua, atau menjelajahi gua.

Pengobatan antijamur preventif dapat direkomendasikan untuk orang-orang yang memiliki jumlah sel T rendah (umumnya kurang dari 150 sel/mikroL) yang berisiko tinggi terinfeksi; Ini termasuk orang-orang yang tinggal di daerah di mana infeksi itu biasa terjadi.

Toksoplasma

Toksoplasmosis adalah infeksi yang ditemukan di seluruh dunia dan biasanya menyebabkan infeksi tanpa gejala utama. Namun, parasit tersebut tetap ada di tubuh dan dapat menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa pada otak penderita AIDS. Tes darah direkomendasikan setelah diagnosis HIV untuk menentukan apakah seseorang telah terkena parasit Toxoplasma sebelumnya. Pengobatan preventif dianjurkan jika jumlah sel T kurang dari 100 sel/mikroL. Antibiotik tertentu yang digunakan untuk mencegah PCP juga bisa mencegah Toxoplasma.

Jika tes darah menunjukkan bahwa pasien tidak pernah memiliki infeksi toksoplasmosis di masa lalu, penting untuk menghindari paparan. Sumber parasit yang umum termasuk daging mentah atau langka (terutama daging domba, daging sapi, babi, atau daging rusa), tinja kucing, dan tanah.

Jika orang yang terinfeksi HIV sebelumnya tidak pernah terpapar Toxoplasma, tindakan untuk mencegah infeksi kadang-kadang direkomendasikan, sebagai berikut ini:

  • Jangan makan domba atau daging sapi mentah atau langka, daging sapi, babi, atau daging rusa. Daging yang berwarna pink di dalam menunjukkan bahwa daging tidak dimasak dengan cukup; Suhu internal minimal 73ºC.
  • Hindari mengganti sampah kucing; Jika seseorang tidak bisa membantu Anda, gunakan sarung tangan dan cuci tangan saat selesai. Hindari menyentuh kucing liar.
  • Cuci tangan setelah berkebun.
  • Cuci tangan dan talenan setelah menyiapkan daging mentah atau unggas.
  • Cuci buah dan sayuran dengan baik sebelum memakannya mentah.

Mycobacterium avium complex (MAC)

MAC adalah infeksi oportunistik yang dapat berkembang pada orang dengan HIV yang memiliki jumlah sel T di bawah 50 sel/mikroL. MAC dapat menyebabkan demam tinggi, sakit perut, dan penurunan berat badan. Mycobacterium avium dapat ditemukan di seluruh lingkungan, sehingga tidak mungkin mencegah infeksi melalui tindakan perlindungan pribadi. Namun, antibiotik pencegahan dapat mencegah infeksi dan umumnya direkomendasikan untuk orang dengan HIV saat jumlah sel T kurang dari 50 sel/mikroL. Pengobatan umumnya dapat dihentikan saat jumlah sel T lebih besar dari 100 sel/mikroL selama paling sedikit tiga bulan.

Jamur Kandida

Infeksi Kandida pada mulut dan vagina lebih sering terjadi pada orang dengan HIV. Infeksi Kandida juga bisa berkembang di daerah lain seperti pada lipatan kulit, di selangkangan, dan sekitar anus. Pengobatan pencegahan kandida biasanya tidak dianjurkan kecuali seseorang sering mengalami infeksi.

Kriptokokus

Kriptokokus adalah jamur yang ditemukan di lingkungan, terutama di tanah yang sering dikunjungi burung. Infeksi dengan jamur ini dapat menyebabkan infeksi paru-paru yang disebut kriptokokosis dan/atau infeksi otak yang parah (disebut meningitis kriptokokus). Infeksi ini lebih sering terjadi pada orang dengan jumlah sel T kurang dari 100 sel/mikroL.

Infeksi kriptokokus adalah infeksi oportunistik paling umum keempat pada orang dengan AIDS. Jumlah kasus kriptokokosis telah menurun sejak ditemukan ART efektif, walaupun infeksi ini masih merupakan penyakit terdefinisi AIDS yang relatif umum pada orang yang tidak memakai obat HIV. Pengobatan untuk mencegah kriptokokosis tidak dianjurkan karena belum terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup.

Coccidioides

Coccidioides adalah jamur yang dapat menyebabkan infeksi, yang disebut coccidioidomycosis. Jenis coccidioidomycosis yang paling umum adalah jenis pneumonia yang dikenal sebagai Valley Fever. Orang yang terinfeksi HIV berisiko terkena infeksi coccidioidomycosis secara serius, dikenal dengan sebutan coccidioidomycosis.

Sebagian besar kasus coccidioidomycosis di Amerika Serikat terjadi di bagian barat daya, terutama Arizona dan California. Jamur biasanya ditemukan di tanah, dan kebanyakan orang terinfeksi setelah menghirup spora jamur.

Pengobatan untuk mencegah infeksi Coccidioides biasanya tidak dianjurkan karena belum terbukti meningkatkan ketahanan hidup. Namun, orang dengan HIV yang tinggal di daerah yang banyak terdapat jamur ini disarankan untuk tetap berada di dalam rumah selama badai debu dan untuk menghindari aktivitas yang dapat memaparkannya ke debu atau tanah berpasir (misalnya pekerjaan konstruksi, pertanian, berkebun).

Orang yang terinfeksi HIV yang terinfeksi Coccidioides umumnya diobati sesegera mungkin dengan obat antijamur, yang dapat mengurangi risiko komplikasi serius.

Cytomegalovirus

Cytomegalovirus (CMV) adalah virus yang umumnya menyebabkan infeksi pada orang di seluruh dunia. CMV dapat menyebabkan penyakit ringan dengan demam dan sakit pada tubuh, namun sebagian besar waktu, infeksi ini tidak menimbulkan gejala apapun.

Namun, CMV tetap ada di dalam tubuh, dan pada pasien AIDS, CMV dapat menyebabkan penyakit di mata, sistem pencernaan, otak, dan sumsum tulang belakang. Infeksi mata (retina) adalah infeksi CMV oportunistik yang paling umum dan dapat menyebabkan penglihatan kabur dan progresif, bahkan kebutaan pada penderita AIDS.

Paparan sebelumnya terhadap infeksi CMV biasa terjadi, dengan sekitar 50 persen orang dewasa di Amerika Serikat telah terpapar di beberapa titik selama hidup mereka. Jika tes darah pada pasien terinfeksi HIV menunjukkan infeksi di masa lalu, pemeriksaan mata rutin harus dilakukan untuk melihat retina pada pasien dengan jumlah sel T kurang dari 250 sel/mikroL, apakah mereka memiliki gejala mata atau tidak.

Pengobatan untuk mencegah infeksi CMV biasanya tidak disarankan karena hal ini belum terbukti dapat memperbaiki kelangsungan hidup. Namun, siapa saja yang memiliki tanda awal retinitis CMV (misalnya, penglihatan buram, bintik hitam, kilatan cahaya, atau bintik bergerak pada mata) harus segera menghubungi petugas kesehatan karena perawatan untuk kondisi ini efektif jika diberikan segera.

Kriptosporidium

Kriptosporidium adalah parasit yang bisa menginfeksi orang yang mengonsumsi air minum dan air minum yang terkontaminasi. Parasit juga bisa menyebar melalui kontak dengan kotoran dari hewan peliharaan atau hewan yang terinfeksi. Infeksi dengan parasit disebut kriptosporidiosis, dan merupakan penyebab umum diare pada orang dengan HIV.

Semua orang rentan terhadap infeksi, namun orang yang terinfeksi HIV dengan jumlah T kurang dari 100 sel/mikroL dapat memiliki penyakit yang luar biasa parah dan berkepanjangan. Untuk mengurangi risiko infeksi, orang yang terinfeksi HIV harus mencuci tangan setelah mengganti popok atau kontak dengan hewan peliharaan atau tanah. Kontak dekat dengan orang-orang yang terinfeksi kriptosporidium harus dihindari. Selama wabah yang diduga terkait dengan kontaminasi pasokan air kota, minum air kemasan atau air keran mendidih dapat mengurangi risiko terinfeksi.

Tidak ada pengobatan pencegahan yang terbukti untuk kriptosporidium. Namun, antibiotik pencegahan yang digunakan untuk kompleks Mycobacterium avium (MAC) dapat melindungi terhadap infeksi kriptosporidial. Gejala infeksi biasanya membaik saat sel T ditingkatkan dengan obat HIV.

Streptococcus pneumoniae

Pasien dengan infeksi HIV berisiko tinggi terkena infeksi (seperti pneumonia) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae. Vaksin dianjurkan untuk mencegah infeksi ini. Ada 2 jenis vaksin pneumokokus, dan orang dengan HIV harus mendapatkan satu dari setiap jenis.

Infeksi oportunistik lainnya menurut CDC bisa dilihat di sini.

Referensi sunting

Bartlett JG, Sax PE, 2017, Patient Education: Initial treatment of HIV (Beyond the basics), UpToDate, diakses tanggal 27 Mai 2017.

Panel on Antiretroviral Guidelines for Adults and Adolescents. Guidelines for the use of antiretroviral agents in HIV-1-infected adults and adolescents. Department of Health and Human Services. Available at http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/AdultandAdolescentGL.pdf (Accessed on May 27, 2017).

Hughes B, Cu-Uvin S,  2016, Patient education: HIV and pregnancy (Beyond the Basics), UpToDate, diakses tanggal 28 Mei 2017.

Panel on Treatment of HIV-Infected Pregnant Women and Prevention of Perinatal Transmission. Recommendations for Use of Antiretroviral Drugs in Pregnant HIV-1-Infected Women for Maternal Health and Interventions to Reduce Perinatal HIV Transmission in the United States. http://aidsinfo.nih.gov/guidelines/html/3/perinatal-guidelines/0/ (Accessed on May 28, 2017).

Culnane M, Fowler M, Lee SS, et al. Lack of long-term effects of in utero exposure to zidovudine among uninfected children born to HIV-infected women. Pediatric AIDS Clinical Trials Group Protocol 219/076 Teams. JAMA 1999; 281:151.

Committee on Obstetric Practice. ACOG committee opinion scheduled Cesarean delivery and the prevention of vertical transmission of HIV infection. Number 234, May 2000 (replaces number 219, August 1999). Int J Gynaecol Obstet 2001; 73:279.

Kitahata MM, Gange SJ, Abraham AG, et al. Effect of early versus deferred antiretroviral therapy for HIV on survival. N Engl J Med 2009; 360:1815. Sax PE, 2017,  Patient education: Symptoms of HIV infection (Beyond the Basics), UpToDate, diakses tanggal 27 Mai 2017.

Pilcher CD, Tien HC, Eron JJ Jr, et al. Brief but efficient: acute HIV infection and the sexual transmission of HIV. J Infect Dis 2004; 189:1785.

Quinn TC. Acute primary HIV infection. JAMA 1997; 278:58.

Pao D, Fisher M, Hué S, et al. Transmission of HIV-1 during primary infection: relationship to sexual risk and sexually transmitted infections. AIDS 2005; 19:85.

Cohen MS, Shaw GM, McMichael AJ, Haynes BF. Acute HIV-1 Infection. N Engl J Med 2011; 364:1943.

Le T, Wright EJ, Smith DM, et al. Enhanced CD4+ T-cell recovery with earlier HIV-1 antiretroviral therapy. N Engl J Med 2013; 368:218.

Daar ES, Pilcher CD, Hecht FM. Clinical presentation and diagnosis of primary HIV-1 infection. Curr Opin HIV AIDS 2008; 3:10.

Kovacs JA, Masur H. Prophylaxis against opportunistic infections in patients with human immunodeficiency virus infection. N Engl J Med 2000; 342:1416.

Panel on Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents. Guidelines for the prevention and treatment of opportunistic infections in HIV-infected adults and adolescents: recommendations from the Centers for Disease Control and Prevention, the National Institutes of Health, and the HIV Medical Association of the Infectious Diseases Society of America. Updated May 7, 2013. http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/adult_oi.pdf (Accessed on May 27, 2017).

Ellis ME, 2016, HIV vs. AIDS: What’s the Difference?, Healthline, diakses tanggal 28 Mei 2017.