Feeding Kantong Semar

(Dialihkan dari FEEDING KANTONG SEMAR)

Premis

sunting
 
Cover dari cerita pendek

Eksperimen yang Artha pikir berhasil, ternyata menghasilkan monster yang mengerikan.

Artha

Doni

Ibu Artha

Tanaman Kantong Semar

Lokasi

sunting

Taman bermain

Rumah Doni

Cerita Pendek

sunting

Wajah Artha pucat pasi. Ia masih tidak percaya dengan kekacauan yang sedang terjadi. Celaka!, teriak Artha dalam hati.

Siang itu bel tanda pulang sekolah telah berbunyi, Artha dan teman-teman bergegas keluar kelas lalu pulang menuju rumah masing-masing. Ada yang berbeda tentang hari ini. Artha harus berjalan kaki sendiri dari persimpangan sekolah hingga ke rumah. Doni, sahabat karibnya tidak masuk sekolah karena terserag flu.

Tak jauh dari sekolah ada taman bermain yang menyediakan berbagai alat bermain untuk anak-anak seperti, ayunan, seluncuran dan jungkat jungkit. Di sana juga ditanam berbagai macam tanaman dan pepohonan sehingga tercipta suasana taman yang rindang. Artha berjalan masuk ke dalam taman. Senyum dari wajahnya menggambarkan betapa ia menikmati perjalanan sepulang sekolah dengan pemandangan asri yang disuguhkan oleh taman yang dilewatinya. Tampak dari kejauhan sebuah tanaman unik menarik perhatiannya. Artha mendekat dan memperhatikan tanaman itu. Semakin dekat semakin besar rasa penasaran Artha.

Sesampainya di rumah, Artha mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya dan menunjukkannya pada ibu.

“Apa ini Ar?” tanya ibu.

“Ibu tau nama tanaman ini?” tanya Artha sambil menunjuk kertas yang telah ia berikan pada ibu. Artha memang suka sekali menggambar. Tak jarang ia menggunakan gambar buatannya untuk menjelaskan apa yang ada dipikirannya.

Dari raut wajah yang ditunjukkan ibu dengan senyum tipis dan kelopak mata yang mengecil artinya ibu tahu apa yang telah digambar Artha.

“Dimana kamu lihat tanaman ini Ar?” tanya ibu lagi.

“Di taman bermain dekat sekolah bu.”

“Bentuknya menggembung seperti toples, ada daun yang menempel jadi satu seperti tutup, tetapi tidak tertutup rapat,” lanjut Artha dengan mata yang berbinar dan penuh semangat menceritakan tanaman unik yang ia temui.

Sambil membawa secarik kertas dari Artha, ibu berjalan menuju ruang baca dimana ratusan buku tertata rapi di rak buku. Artha mengikuti. Ibu mengambil sebuah buku dan membuka lembar demi lembar halaman buku.

“Apa ini sesuai dengan tanaman yang Artha lihat di taman?” tanya ibu sambil menunjukkan sebuah halaman buku dengan gambar tanaman berkantong.

“Wah, betul bu!” teriak Artha kegirangan.

Ibu dan Artha bersama-sama membaca informasi tentang tanaman unik itu. Sesuai dengan bentuknya yang menggembung dan menyerupai kantong, tanaman ini bernama kantong semar. Sesuai dugaan Artha, tanaman ini memang unik. Tidak seperti tanaman lain yang mendapatkan makanan dari pupuk, air dan sinar matahari saja. Namun, kantong semar menjerat dan menyantap serangga seperti, tawon, lalat, kupu-kupu, jangkrik hingga serangga lain seperti kumbang dan ngengat.

“Oleh sebab itu kantong semar disebut tumbuhan karnivora,” jelas ibu.

“Apa itu tumbuhan karnivora, bu?”

“Tumbuhan karnivora adalah tumbuhan pemakan daging seperti serangga dan hewan-hewan kecil.”

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Ibu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Sementara itu, Artha masih sibuk melanjutkan pencarian informasi di ruang baca.

Setelah mengetahui informasi tentang tanaman kantong semar, tidak membuat rasa penasaran Artha surut. Sepulang sekolah nanti, ia akan singgah dulu ke taman bermain untuk bereksperimen dengan tanaman kantong semar. Kali ini Artha tidak datang dengan tangan kosong. Ia telah menyiapkan jaring untuk menangkap serangga sebagai makanan kantong semar.

Langkah kecilnya hampir sampai ke taman, tetapi tak satupun serangga berhasil ia tangkap. Derap langkahnya hampir tak terdengar. Artha lesu dan tak bersemangat.

“Sepertinya ini bukan hari keberuntunganku,” gumam Artha.

Artha, anak yang tak kenal putus asa. Ia melihat ibu sedang membersihkan toples penyimpanan gula yang dikerubungi semut. Ide cemerlangnya muncul.

“Bu, Artha minta gula sedikit ya!”

“Untuk apa Ar?”

“Eksperimen bu.” Lalu Artha mengambil plastik dan memasukkan satu sendok gula.

Hari ini Artha akan singgah di taman terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Ia akan meletakkan plastik berisi gula dalam keadaan terbuka di dekat tumbuhan kantong semar. Ia berharap ada semut yang mendekati gula dan menjadi santapan kantong semar.

Kali ini rencananya berjalan dengan lancar. Sepulang sekolah Artha melihat banyak semut yang berkerumun disekitar gula. Eksperimen yang ia beri nama “FEEDING KANTONG SEMAR” pun membuahkan hasil. Beberapa semut terjebak dalam kantong.

Keesokan hari Artha meletakkan sebagian bekal makanannya di dekat tumbuhan kantong semar agar serangga seperti, lalat tertarik untuk mendekat. Eksperimen “FEEDING KANTONG SEMAR” menjadi rutinitasnya setiap hari. Ia berharap tanaman kantong semar tumbuh besar dengan manyantap serangga dan hewan-hewan kecil itu.

Tak terasa masa ujian semester telah tiba. Waktu bermain Artha berkurang. Ia harus menyisihkan waktu lebih banyak untuk belajar. Ia tidak boleh terlambat untuk sampai di rumah karena guru les telah menunggunya. Kesibukan belajar persiapan ujian semester membuat Artha lupa pada tanaman kantong semar.

“Akhirnya, ujian telah usai. Sebentar lagi liburan. Apa rencanamu untuk liburan kali ini Ar,” tanya Doni.

“Emmmmm,” Artha belum memikirkan rencana untuk liburan. Tiba-tiba ia teringat hal penting. Ia  segera berlari.

“Ada apa Ar,” tanya Doni sambil berlari mengejar Artha.

Dengan nafas yang masih terengah-engah Artha sampai di taman bermain. Ia melihat sekitar tapi tidak menemukan tanaman kantong semar itu. Tak lama kemudian Doni sampai.

“Cari apa sih, Ar?” tanya Doni penasaran.

“Aku bereksperimen memberi makan tanaman kantong semar yang ada di sini Don. Namun, selama masa ujian ini aku lupa tidak meletakkan umpan agar serangga mendekat.”

Doni masih tampak kebingungan. Ia masih tidak mengerti mengapa tanaman membutuhkan serangga?

“Kamu yakin tanaman kantong semar itu ada di sini?” tanya Doni lagi.

Artha hanya mengangguk. Ia terlihat panik dan merasa bersalah karena tak menyediakan makanan untuk tanaman kantong semar. Doni menemani Artha mencari tanaman kantong semar disepanjang jalan pulang. Namun, mereka tak menjumpai tanaman kantong semar itu.

Artha dan Doni sudah sampai di depan rumah Artha.

“Jangan sedih ya Ar! Kita sudah berusaha. Aku yakin tanaman kantong semar itu baik-baik saja di suatu tempat,” kata Doni yang mencoba menghibur Artha.

Artha mengangguk lalu mereka masuk ke dalam rumah. Mata mereka terbelalak melihat isi rumah yang acak-acakan seperti kerampokan. Sejenak mereka ragu dan takut melangkah jauh ke dalam rumah. Namun, Artha harus memeriksa keadaan rumah. Ayahnya masih bekerja dan ibunya pasti ada di dalam rumah.

“Bu….” Artha memanggil ibunya dengan suara bergetar.

“Tante Ani…..” panggil Doni kepada ibu Artha.

BRAK!

Pintu kamar Artha terbuka. Monster berwarna hijau dengan bercak merah keluar dari kamar Artha.

“A….apa itu Ar?” tanya Doni dengan suara gemetar.

Tidak salah lagi! Itu adalah tanaman kantong semar, gumam Artha dalam hati. Saat ini ia masih tertegun tak percaya. Bagaimana hasil eksperimennya tumbuh menjadi monster yang mengerikan?

“Artha….Aku lapar. Beri aku makanan!” kata monster kantong semar yang semakin mendekat ke arah Doni dan Artha. Monster kantong semar mengeluarkan sulur dan menjerat kaki Doni.

“Arrggggghhhhh…… Artha tolong aku!” teriak Doni.

Kaki Artha kini membeku. Ia tak mampu bergerak. Namun, ia harus melakukan sesuatu sebelum Doni menjadi santapan monster kantong semar. Artha merangkak dan berusaha menggapai apapun yang ada disekitarnya. Ia melempar buku, bantal serta tongkat ke arah monster kantong semar untuk menyelamatkan Doni.

“Ar…Artha!” terdengar suara ibu memanggilnya. Sedari tadi Artha memang belum melihat ibu. Air mata Artha mulai berlinang. Pikirannya kacau balau, tetapi juga lega karena itu artinya monster kantong semar tidak melahap ibunya.

“Ar….Artha!” sekali lagi Artha mendengar suara ibu memanggil bersama dengan tepukan lembut dipundaknya. Sontak Artha terbangun. Ia melihat sekeliling. Artha melihat barisan buku yang tertata rapi, tidak ada satupun yang tercecer.

“Bu, ini dimana?”

“Kamu mimpi ya? Ini di ruang baca Ar. Kamu ketiduran setelah membaca buku,” jelas ibu pada Artha.

Artha segera bangun dari kursi tempat ia tertidur dan memeluk ibu. Mimpi yang dialami Artha sungguh terasa nyata.

“Apakah Artha berdo’a sebelum tidur?” tanya ibu setelah mendengar cerita tentang mimpi buruk yang dialaminya. Artha menggelengkan kepala.

“Do’a sebelum tidur akan menghindarkan kita dari mimpi buruk. Jadi, biasakan berdo’a sebelum tidur ya, nak!”

Artha mengangguk tanda ia mengiyakan nasehat ibu.