Hujan Satu Hari
Karya VHS untuk Lomba Proyek Yuwana dari Wikibuku Indonesia
Pengantar
suntingPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan Cerita Pendek dalam rangka lomba proyek Yuwana yang diselenggarakan oleh Wikibuku ini.
Cerpen yang kami tulis memiliki tokoh utama personifikasi Matahari dan Hujan. Matahari adalah mahkluk yang ceria namun agak angkuh, sedangkan hujan adalah mahkluk pemaaf dan jahil. Cerita pendek ini mengajarkan dua hal, pertama mengenai saling memahami dan menyayangi satu sama lain, dua adalah ilmu pengetahuan alam mengenai proses terjadinya hujan. Cerita pendek ini dapat dibaca oleh semua usia karena tidak mengandung unsur kekerasan ataupun SARA didalamnya. Semoga pembaca menikmati membaca isi tulisan ini dan mohon maaf apabila ada ejaan, tanda baca atau kata-kata yang salah. Kami sangat menantikan masukan-masukan berharga dari para pembaca
Tokoh Dalam Cerita Pendek
sunting- Matahari - Matahari adalah tokoh utama dalam cerita. Matahari adalah tokoh yang baik dan ceria, namun Matahari memiliki sedikit sifat egois dan selalu berpikir bahwa keputusannya adalah yang paling benar.
- Hujan - Hujan adalah tokoh sekunder dalam cerita. Hujan merupakan pribadi yang suka menjahili manusia dengan petir dan hujannya, namun sebenarnya baik hati kepada Matahari.
- Manusia - Manusia adalah tokoh sampingan dalam cerita. Manusia dalam tokoh cerpen ini hanya sebuah penggambaran dari manusia secara umum dan tidak menyebutkan manusia secara spesifik
Cerita Pendek
suntingMatahari dan Hujan adalah dua mahkluk yang tidak pernah akur. Dikala sang Matahari tengah memberikan sinarnya kepada manusia, Hujan selalu berjalan menjauh dari pancaran sinar terang Matahari. Namun Hujan tidak selalu menjauh dari sinar sang Matahari. Adakalanya ketika Matahari tengah memberikan sinarnya kepada para manusia, Hujan justru datang membasahi para manusia, Hujan bahkan pernah mendatangkan Angin dan Petir sekaligus, membuat manusia menjadi basah kuyup dan ketakutan akibat gemuruh petir. Seperti yang dilakukan oleh hujan hari ini. Sudah dua hari lamanya hujan terus menerus menakut-nakuti manusia dengan petir dan badai yang tidak pernah berhenti. Matahari kesal, ia tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana Hujan mempermainkan manusia, mahkluk kesayangannya. Berteriak keraslah sang Matahari untuk memanggil Hujan.
“Hei Hujan! Pergilah dari sana! Manusia menjadi kebingungan dikala kau datang!” Kata Matahari ke arah hujan yang masih terus membasahi para manusia. Hujan yang terkejut akan teriakan Matahari kemudian membalas Matahari dengan gemuruh petir, seakan-akan berusaha menyaingi teriakan dari Matahari.
“Matahari! Kau lah yang membuat manusia menjadi kebingungan! Sinarmu yang begitu terang tidak mendatangkan berkah apapun kepada Manusia!” kata Hujan, Matahari menjadi murka, sebagai mahkluk yang sangat mencintai manusia, mendengar tuduhan dari Hujan membuat kemarahan Matahari tak tertahankan. Matahari akhirnya mengeluarkan sinarnya yang paling terang, sinar tersebut begitu terang hingga panasnya dapat dirasakan oleh hujan. Hujan menjadi khawatir, ia mengetahui apa niat Matahari.
“Matahari, apakah kau berniat mengusirku!?” Ucap hujan yang tubuhnya semakin mengecil akibat panasnya Matahari. “Tentu saja! Manusia tidak membutuhkanmu yang membuat mereka menjadi kesusahan. Ketika kau datang, pemandangan menjadi tidak bahagia, yang ada hanya warna abu-abu sejauh mata memandang. Biarlah mereka ditemani oleh sinarku saja! Sebab sinarku selalu memandu mereka untuk beraktivitas.” Kata Matahari dengan pasti.
“Tidak Matahari! Kau melakukan kesalahaan! Tidaak!” Ucapan terakhir dari hujan sebelum badannya mengecil dan menghilang akibat pancaran sinar Matahari yang begitu terang.
“Haha aku berhasil!” ucap Matahari sambil menghelakan nafas lega, setelah bertahun-tahun lamanya, ia akhirnya berhasil mengusir musuh bebuyutannya.
“Manusia sekarang akan bahagia saat mengetahui hanya sinarku yang akan menjaga mereka sepanjang hari.” Matahari semakin bahagia membayangkan hari esok ketika hanya dirinya yang akan menjaga manusia sepanjang hari! Tanpa terasa, sudah lebih dari dua tahun manusia ditemani oleh Matahari. Tidak ada satupun awan hujan yang berusaha menutupi matahari, yang ada hanya sinar matahari yang bersinar terang tanpa pernah redup.
“Hai manusia Bumi, selamat pagi!” Sambut matahari kepada manusia untuk merayakan tiga tahun lamanya Matahari menyinari Bumi. Namun sambutan hangat dari Matahari sepertinya tidak sampai kepada para manusia yang sangat ia sayangi.
“Wahai Matahari, sudah terlalu lama engkau memberikan sinarmu kepada kami.” Ucap manusia kepada Matahari. Terkejut akan ucapan manusia yang seakan-akan menolak keberadaannya, Matahari pun bertanya kepada manusia.
“Ada apa wahai manusia? Bukankah pancaran sinarku adalah hal yang kalian rindukan setiap malam?” Ucap Matahari dengan perasaan heran.
“Itu benar, wahai matahari.” Balas manusia “Berkat sinarmu selama ini, kami dapat menjalankan aktivitas kami setiap hari, tanaman kami juga dapat tumbuh dengan sehat akibat menerima sinarmu. Namun lihatlah tanaman kami sekarang..” Ucap manusia sambil menunjukkan tanaman mereka yang kering. Matahari terkejut begitu melihat tanaman yang ditunjukkan oleh para manusia. Berbeda dengan tanaman hijau segar yang sering matahari lihat sebelumnya, tanaman yang diunjukkan oleh para manusia berwarna cokelat kekuningan dan kering, sangat kering hingga tanaman tersebut tidak dapat dimakan oleh para manusia.
“Apa yang terjadi!?” Kata Matahari keheranan “ Mengapa tanaman kalian bisa menjadi begitu kering hingga tidak ada lagi yang tersisa!?” Tambah Matahari.
“Ini akibat sinar yang selalu diberikan kepada kami, wahai matahari. Di tahun pertama, kami merayakan dan bersyukur akan sinar yang selalu kau berikan. Namun di tahun kedua, sinar yang engkau berikan mulai menyakiti kami. Kulit kami menjadi kering seperti halnya tanaman kami.” Ucap manusia sambil menunjukkan tangannya yang juga kering “Untuk itu kami mohon wahai Matahari…. Kami mohon agar engkau mau menghentikan sinar yang selalu engkau berikan dengan begitu murah hati kepada kami.”
Hanya ada beberapa kata yang dapat menjelaskan perasaan Matahari, kata-kata itu bukanlah kata yang indah seperti “Bahagia” ataupun “Senang” Bahkan sesungguhnya kata-kata tersebut jauh dari sebuah kata yang indah. Matahari menjadi sedih dan kecewa mendengar permintaan mahkluk yang paling ia sayangi tersebut. Matahari akhirnya lari menjauh dari tempat manusia tinggal, ia mengasingkan diri ke hamparan biru yang membentang sejauh mata memandang.
Matahari menangis, hatinya hancur ketika cintanya kepada manusia tidak berbalas, bahwa sinarnya yang selalu ia anggap dapat membantu manusia ternyata menjadi petaka untuk manusia. Namun di atas hamparan biru itu hanyalah ada dirinya sendiri. Matahari menatap refleksi dirinya yang muncul dari hamparan biru di bawahnya, wajahnya terlihat begitu sedih, Matahari tidak mengingat kapan terakhir kali ia menjadi sedih seperti sekarang. Sebuah kabut abu tiba-tiba mengerubunginya dan menutupi wajah sedih Matahari, namun Matahari tidak merespon, baginya, sudah tidak ada lagi hal di dunia ini yang akan membuatnya terkejut, hingga suara yang familiar baginya sayup-sayup terdengar dibelakang Matahari.
“Bukankah kau selalu mengatakan bahwa suasana sedih adalah milikku wahai Matahari, sangatlah tidak pantas untuk mahkluk dengan cahaya yang bersinar terang sepertimu untuk sedih seperti ini” awan dari hujan pun menutupi Matahari, membuat wajah sedih Matahari tidak terlihat lagi.
“Wahai Hujan..” sapa Matahari kepada musuh terbesarnya, Hujan. “Manusia mengatakan kepadaku bahwa sinarku memberikan petaka, bahwa manusia memintaku untuk tidak memberikan mereka sinarku lagi.” Matahari telah siap akan respon kejam dari sang Hujan, seperti bagaimana Matahari telah mengusir Hujan dari pemukiman manusia. Hujan memiliki segala alasan untuk membalas perbuatan Matahari. Namun begitu Matahari melihat ke arah Hujan, yang ia lihat hanyalah wajah serius Hujan yang tengah berpikir.
“Wahai Matahari” Ucap Hujan yang tengah berpikir. “ Apakah tanaman mereka menjadi kering? Apakah tanah-tanah mereka menjadi tandus?” Tanya Hujan kepada Matahari.
“Ya Hujan dan semua itu akibat sinarku, sudah tiga tahun lamanya mereka mendapatkan sinar dariku.” Jawab Matahari dengan hati yang berat. “Akan butuh waktu lama agar manusia mulai mau menerima diriku kembali.” Tambah Matahari dengan perasaan cemas.
“Atau hanya butuh satu hari penuh dengan hujan deras untuk memperbaiki semuanya.” Kata Hujan sambil memanjangkan tubuhnya hingga sampai di atas tempat manusia bermukim. Hujan kemudian menjatuhkan air hujan yang begitu deras.
“Apa yang tengah engkau lakukan Hujan? Manusia sedang kesulitan dan engkau malah mengganggu mereka lebih jauh.” Kata Matahari.
“Lihatlah.” Ucap Hujan kepada Matahari, mengisyaratkan Matahari untuk melihat ke arah pemukiman. Matahari melihat pemandangan yang tidak dapat ia percaya. Semua manusia yang ia pikir akan kesal dengan keberadaan Hujan justru menyambut Hujan dengan wajah yang bahagia. Bahkan para manusia pun mulai berkumpul dan berterima kasih kepada Hujan.
“Terima kasih banyak wahai Hujan! Sudah bertahun-tahun lamanya kami menunggu datangnya air ke tempat kami yang tandus ini!” Ucap manusia sambil bersyukur atas air hujan yang turun dari langit. Sedangkan Matahari hanya dapat terdiam seribu bahasa. Matahari memahami kesalahan yang telah ia lakukan saat mengusir Hujan dan berpikir Hujan hanyalah mahkluk yang mengganggu kehidupan manusia.
Matahari mulai berjalan mundur, ia sangat malu akan perbuatannya dan berharap agar Hujan mampu menggantikan dirinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Satu langkah, dua langkah, perlahan namun pasti, Matahari mencoba menjauh dari pemukiman manusia hingga awan milik Hujan menghentikan matahari.
“Kemana engkau hendak pergi, wahai Matahari?” Tegur Hujan sambil mendekati Matahari.
“Aku malu, wahai Hujan…” Jawab Matahari kepada Hujan “Aku selalu berpikir hanya aku yang dibutuhkan oleh manusia, bahwa manusia tidak membutuhkan mahkluk lain selain aku. Engkau pasti sangat membenciku karena telah mengusirmu” Hujan hanya membalas perkataan Matahari dengan diam, Hujan kemudian membawa Matahari kembali ke hamparan biru tempat Matahari mengucilkan dirinya.
“Ada apa Hujan, apakah kau hendak mengantarkan kepergianku?” Kata Matahari kepada Hujan. Namun Hujan tidak menghiraukan pertanyaan dari Matahari.
“Wahai Matahari, tunjukkan sinarmu yang paling cerah.” Matahari bingung akan permintaan Hujan.
“Untuk apa wahai Hujan? Tidak ada satupun pemukiman ditempat ini, yang ada hanyalah aku dan dirimu.” Tetapi seperti sebelumnya, Hujan tetap tidak menghiraukan Matahari, ia justru terus meminta kepada Matahari untuk menunjukkan sinarnya yang paling cerah.
“Baiklah Hujan, akan kutunjukkan kepadamu sinar paling cerah dari semua sinar yang pernah engkau lihat!” Ucap Matahari sambil menunjukkan sinarnya yang paling terang.
“Apakah kau paham sekarang, wahai Matahari?” Kata Hujan, Matahari yang telah menunjukkan kepada Hujan sebuah cahaya paling terang yang pernah dilihat oleh mahkluk Bumi pun terkejut akan ukuran Hujan yang semakin besar dan gelap.
“Wahai Hujan, apa yang terjadi kepadamu? Mengapa engkau menjadi begitu besar?" Tanya Matahari.
“Aku tidaklah berbeda dari para manusia, aku menjadi kuat dan besar berkat bantuan darimu. Sinar terang yang engkau berikan kepada manusia juga bermanfaat untukku.”
“Namun bukankah sinarku justru menghancurkanmu seperti sebelumnya?” Kata Matahari. “Ketika engkau menyinari diriku seperti dahulu, maka panasnya akan membuatku menjadi kecil. Namun apabila kau menyinari hamparan biru tempat kita berada, mereka akan berubah menjadi butiran kecil diriku dan membuatku menjadi besar dan kuat seperti sekarang.” Kata Hujan kepada Matahari sambil menjelaskan.
“Oleh karena itu kau tidak boleh pergi demi kebaikan para manusia dan diriku.” Ucap Hujan kepada Matahari.
“Tetapi..” Bantah Matahari “Tidakkah kau seharusnya marah kepadaku wahai hujan? Aku mengusirmu dengan begitu egois tetapi malah kebaikan yang kudapatkan darimu… Itu terasa tidak adil.” Kata Matahari.
“Benar aku marah dan kesal wahai Matahari.” Ucap Hujan kepada Matahari. “Namun seperti yang kau lihat, tanpa keberadaanmu aku tidak akan bisa bertambah besar dan kuat. Aku hanya akan menjadi satu awan kecil selamanya tanpa pernah menjahili manusia dengan petir dan badaiku.” Kata Hujan sambil tertawa. Namun perkataan Hujan kali ini tidak membuat Matahari marah, justru malah membuat Matahari semakin tersadar.
“Dan tanpamu Hujan, manusia akan mengalami kekeringan dan membenciku.” Jawab Matahari kepada tawa Hujan. “Namun, apakah kau bisa untuk tidak terlalu menjahili manusia lagi?” Tambah Matahari sambil tertawa.
“Tentu saja, namun aku tidak bisa berjanji tidak akan menjahili mereka selamanya hahaha!” Jawab Hujan. Matahari dan Hujan pun tertawa bersama, perselisihan yang lama berlarut-larut diantara mereka telah dibersihkan oleh sebuah hujan dalam satu hari.
Ketika sebuah badai yang amat gelap mendatangimu, maka percayalah bahwa ditengah gelapnya dunia yang sedang kau hadapi, Matahari pasti akan datang untuk menyapamu. Ketika teriknya panas menyengat hingga merenggut keringat terakhir yang kau milikki, maka percayalah Hujan akan datang untuk menyapu semua gerah yang ada. Karena Matahari dan Hujan memahami satu sama lain.