Indu Dan Apel Di Puncak Gunung

Rumah kecil nampak sendirian di tengah persawahan. Dindingnya dari anyaman bambu, tiangnya kayu, atapnya dari tanah liat yang disusun tumpang tindih sedemikian rupa hingga nampak seperti topi segi empat. Disanalah hidup seorang nenek tua bernama Sasikirana.

Pemandangan Gunung Arjuna dan Gunung Kawi

Sasikirana berasal dari kata "Sasi" dan "Kirana" yang dalam Bahasa Sansekerta berarti "Bulan" dan "Sinar". Nenek Sasikirana dulunya lahir saat sinar bulan sedang terang-terangnya.

Kini nenek Sasikirana umurnya sudah renta. Anak-anak dan cucu-cucunya sekarang tinggal di kota, meninggalkan nenek Sasikirana berdua saja dengan seekor itik putih jantan peliharaannya, yang diberi nama Indu. Nenek Sasikirana memberinya nama Indu yang dalam Bahasa Jawa Kuno berarti "Bulan", karena Ia dulu menetas di malam hari.

Suatu sore, Indu sang itik melihat nenek Sasikirana jatuh sakit. Indu kemudian pergi keluar hendak mencari obat, namun ia tak tahu harus mencari kemana. Bertanyalah Indu pada seekor burung gereja yang sedang bertengger di depan rumah.

"Hei, Burung Gereja. Apakah kamu tahu dimana aku bisa mencari obat untuk orang sakit?" Tanya Indu.

"Aku dengar dari Belalang, katanya ada buah apel di puncak gunung yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Apakah nenek yang merawatmu sedang sakit?" Jawab si Burung Gereja yang diikuti sebuah pertanyaan.

"Benar, Burung. Nenek Sasikirana sedang sakit." Jawab Indu, kemudian ia berkata lagi "Puncak gunung itu jauh sekali, aku belum pernah pergi sejauh itu. Andai aku bisa terbang sepertimu pasti perjalananku akan jauh lebih cepat."

"Walaupun kamu tidak bisa terbang seperti aku, kamu bisa berenang lebih baik dariku dengan kakimu yang berselaput itu. Kalau bergegas, kamu bisa kembali sebelum fajar tiba." Jawab Burung Gereja lagi.

"Terima kasih, Burung Gereja." Ucap Indu. Ia kemudian bergegas menuju puncak gunung yang disebut-sebut tempat tumbuhnya buah apel yang dapat menyembuhkan segala penyakit.

Dalam perjalanan, Ia melihat sebuah danau yang begitu lebar. Ia bisa menyeberangi danau itu dengan berenang, atau mengitarinya yang akan memakan waktu lebih lama. Karena terburu-buru, Indu segera memceburkan badannya ke danau dan mengayuhkan kakinya, ia berenang menuju seberang danau. Di tengah-tengah danau ada seekor ikan yang menyapanya.

"Hai Itik, aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, kau mau kemana?" Tanya sang ikan.

"Hai Ikan, aku ingin mencari buah apel di puncak gunung yang bisa menyembuhkan segala penyakit." Jawab Indu sang itik.

"Siapa yang sedang sakit?" Tanya kembali sang ikan.

"Nenek yang merawatku dari kecil, Ikan." Jawab Indu.

"Wah, enak ya. Kamu bisa pergi mencari dan memetik apel itu. Andai saja aku bisa berjalan di darat seperti kamu." Kata sang ikan.

"Jangan berkata begitu, Ikan. Kamu itu bisa berenang, jauh lebih hebat dariku." Jawab Indu.

"Terima kasih, Itik. Semoga sukses dalam perjalananmu. Kalau kamu nanti bertemu Kura-Kura, sampaikan padanya untuk mampir kemari sesekali. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya." Ujar sang ikan.

"Terima kasih kembali, Ikan. Akan aku sampaikan jika bertemu di jalan." Jawab Indu.

Sesampainya di sisi lain danau, ia berjalan kembali bergegas menuju puncak gunung. Beberapa saat ia berjalan, ia berjumpa dengan seekor kura-kura yang sedang berjalan pelan.

"Selamat malam, Kura-kura." Indu menyapa.

"Selamat malam, Itik. Apa ada yang bisa kubantu?" Jawab si kura-kura.

"Apa betul ini jalan menuju pohon apel yang buahnya dapat menyembuhkan segala penyakit?" Tanya Indu.

"Benar, aku juga sekarang sedang menuju kesana." Jawab kura-kura.

"Apa kau ingin memetiknya juga, Kura-Kura?" Indu si itik bertanya lagi.

"Benar, aku ingin memetikkan apel itu sebagai hadiah untuk temanku si Ikan." Jawab si kura-kura, mengingatkan Indu akan pesan dari si ikan.

"Aku tadi bertemu dengan si Ikan. Ia menyuruhku untuk menyampaikan padamu bahwa ia ingin bertemu denganmu." Kata Indu.

"Oh, terima kasih. Tapi aku ingin pergi memetik apel itu dahulu, andai saja aku bisa bergerak secepat kamu, pasti Ikan tidak perlu menunggu selama ini." Jawab kura-kura.

"Kamu mungkin tidak bisa bergerak secepat aku, tapi tempurungmu itu bisa melindungimu dari bermacam bahaya. Kembalilah ke danau, Kura-Kura. Biar kupetikkan apel untukmu dan si Ikan." Kata Indu si itik.

"Kau mau memetikkan apel untukku? Terima kasih Itik. Semoga perjalananmu lancar, aku akan menunggumu di danau saat kau pulang." Kura-kura kemudian berbalik arah, ia bergerak secepat yang ia bisa kembali ke danau. Indu melanjutkan perjalanannya.

Akhirnya Indu sampai di puncak gunung. Ia melihat sebuah pohon apel yang begitu cantik. Ia kemudian mendekati pohon itu. Ia melihat apel-apel yang jatuh di tanah sudah mulai membusuk, Indu ingin mengambil apel yang masih berada di pohonnya saja, pikirnya. Ia melompat-lompat, mencoba menggapai apel yang berada di pohon itu namun gagal. Hampir Ia menyerah, tapi kemudian seekor monyet menyapanya.

"Hai Itik, sedang apa kamu disini?" Tanya si monyet.

"Aku ingin memetik apel ini. Apa kamu bisa membatuku?" Jawab Indu.

"Tentu saja." Monyet itu dengan sigap memanjat pohon itu dan memetik sebuah apel, yang kemudian diberikan pada Indu si itik. "Silakan."

"Terima kasih, Monyet. Tapi bisakah kamu memetikkan sebuah apel lagi?" Indu meminta tolong.

"Untuk apa, Itik? Bukannya satu saja sudah cukup?" Tanya si monyet bingung.

"Aku ingin membawa satu apel ini untuk nenek yang sudah merawatku, ia jatuh sakit sore tadi. Yang satunya lagi adalah janjiku pada Kura-Kura yang ingin memberikannya pada Ikan." Jawab Indu.

"Baiklah, akan kupetikkan satu lagi." Monyet kembali memanjat dan memetik sebuah apel lagi.

Dua apel sudah dipetikkan si monyet, Indu kemudian berusaha membawa kedua apel itu dengan paruhnya. Tapi paruhnya terlalu kecil, jangankan dua apel, satu saja tidak muat. Melihat Indu yang kesusahan, si monyet kemudian berkata.

"Biar kubawakan apel-apel ini untukmu, Itik. Tunjukkan jalan ke tempat Kura-Kura dan rumahmu."

"Maaf, ya, Monyet. Aku sudah merepotkanmu memanjat pohon apel, lalu sekarang merepotkanmu lagi membawa kedua apel ini." Kata Indu, lalu ia berkata lagi. "Kalau saja aku bisa memanjat dan membawa sendiri apel-apel ini, kamu tidak perlu repot-repot."

Yang kemudian dijawab oleh si monyet. "Tidak apa-apa, Itik. Kita ini kan ada untuk saling membantu, suatu hari nanti mungkin aku yang memerlukan bantuanmu. Jadi untuk sekarang biarkan aku yang membantumu."

Mereka berdua kemudian menuruni gunung. Sesampainya di danau mereka bertemu dengan kura-kura dan ikan, monyetpun memberikan sebuah apel di tangannya. Indu si itik kemudian menyeberangi danau dengan berenang seperti sebelumnya, tapi monyet mengambil jalan memutar dengan melompat-lompat di pepohonan. Merekapun sampai di sisi lain danau dalam waktu bersamaan dan melanjutkan perjalanan kembali ke rumah nenek Sasikirana dan Indu si itik.

Mereka sampai saat matahari hampir terbit. Monyet meninggalkan apel itu di sebuah kursi di dalam rumah, setelah itu monyet kemudian kembali pulang ke puncak gunung setelah mengucapkan sampai jumpa ke Indu. Pagi harinya nenek Sasikirana memakan apel yang dibawakan Indu dan monyet, iapun kembali sehat seperti sebelumnya.

Tamat.