Menulis Artikel di Wiki/Pendahuluan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Anak-anak di sekolah, tidak hanya butuh materi pelajaran. Mereka juga butuh bimbingan dan arahan, agar karakter personalnya terbentuk. Bagaimana hal itu dapat dilakukan? Guru harus mampu menularkan!
Baris 1:
<center>'''Pentingnya Pendidikan Soft Skills di Sekolah'''
{{judul|Menulis Artikel di Wiki:Pendahuluan}}
== Teks judul ==
{{navigator_awal|
<center> </center>
buku=[[Menulis Artikel di Wiki]]|
Oleh : Yuswanto, S.Pd.)*</center>
sekarang=Pendahuluan|
berikut=[[Menulis Artikel di Wiki/Suntingan pertama|Suntingan pertama]]
}}
 
Dunia pendidikan terus berhadapan dengan tantangan kehidupan. Hal itu logis sebagai tuntutan jaman. Pendidik (baca: guru) semakin dituntut memiliki kesigapan. Tak sekedar transfer knowledge semata, tetapi guru harus kritis menyikapi perkembangan jiwa peserta didiknya (baca : siswa). Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah memberikan pembelajaran shoft skill. Mampukah guru melakukannya? Bagaimana implementasinya dalam pembelajaran?
[[Gambar:wikipedia-tampilan.PNG|thumb|right|200px|Tampilan Wikipedia bahasa Indonesia]]
Yang dimaksud dengan '''wiki''' disini adalah semua proyek-proyek web berbasis mediawiki yang ditangani oleh Yayasan Wikimedia, antara lain '''wikipedia''' sebuah situs web yang merupakan ensiklopedia online, '''wiktionary''' sebuah kamus online, '''wikiquote''' sebuah situs web yang berisi kumpulan kutipan-kutipan dan peribahasa-peribahasa, '''wikisource''' sebuah situs web yang berisi kumpulan teks-teks, dan '''wikibooks''' sebuah situs web yang berisi kumpulan buku-buku online. Isi dari situs-situs wiki tersebut berasal dari kontribusi semua penggunanya di seluruh dunia. Masing-masing proyek terdiri dari berbagai bahasa dengan satu situs untuk setiap bahasa.
 
Ada pelajaran menarik yang dapat diambil dari sebuah buku berjudul Lesson From The Top, karangan Neff dan Citrin (1999). Apa yang ditulis Neff dan Citrin dapat dijadikan inspirasi para guru untuk mewujudkan siswa yang tangguh dan unggul. Apa sebab? Berdasar hasil wawancara Neff dan Citrin terhadap 50 orang pilihan 500 orang (CEO dari berbagai perusahaan, LSM, dan dekan/rektor lembaga pendidikan), didapatkan kesimpulan penting, berupa 10 kiat sukses.
Untuk mengakses situs wikipedia, masukkan alamat wikipedia dalam format <nowiki>http://xx.wikipedia.org</nowiki> di kotak alamat internet pada browser Anda dengan xx berarti kode bahasa ISO-639. Contohnya <tt><nowiki>http://en.wikipedia.org</nowiki></tt> untuk wikipedia bahasa Inggris dan <tt><nowiki>http://id.wikipedia.org</nowiki></tt> untuk wikipedia bahasa Indonesia. Sedangkan untuk proyek-proyek yang lainnya adalah <tt>xx.wiktionary.org</tt> untuk wiktionary, <tt>xx.wikiquote.org</tt> untuk wikiquote, <tt>xx.wikisource.org</tt> untuk wikisource dan <tt>xx.wikibooks.org</tt> untuk wikibooks.
Uniknya, dari 10 kiat sukses dari orang-orang penting di Amerika yang diwawancarai Neff dan Citrin, tak satupun menyebut pentingnya keterampilan teknis (hard skills). Kalau pun ada, justru meletakkan hard skills pada urutan terakhir. Lima puluh orang yang dipilih Neff dan Citrin sepertinya sepakat, bahwa yang paling menentukan kesuksesan mereka bukanlah hardskills, melainkan kualitas diri yang termasuk dalam kategori keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills). Makanya Neff dan Citrin juga menuliskan tentang enam atribut inti dari soft skills.
==Mulai menyunting==
Adapun, enam atribut inti soft skills itu adalah : (1) memiliki komitmen – integritas; (2) berjalan dengan strategi; (3) membangun tim yang kuat; (4) pencipta inovasi dan kreatifitas; (5) responsif terhadap fenomena sekitarnya (peduli); dan (6) berbuat terbaik dalam keadaan apapun (positive thinking). Dari enam atribut itu, semuanya menyangkut sikap dan perilaku personal dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar.
<br style="clear:both;">
Sementara itu, idealnya dalam komponen sukses, prosentase soft skills mencapai 80% sedangkan 20%-nya barulah hard skills. Tetapi dalam sistem pendidikan kita, justru komponen itu berbalik. Hard skills mencapai 90%, sedangkan 10%-nya barulah soft skills. Sungguh ironis? Makanya, tak jarang kita menemui banyak orang sukses atau murid yang berprestasi, tampil dengan pongah, egois, dan sombong. Hasil itulah yang merupakan efek dari kurangnya pendidikan soft skills di sekolah.
[[Image:wikipedia1.png|thumb|right|400px|Klik sunting untuk menyunting sebuah halaman di wiki]]
Menyunting sebuah halaman di wiki sangatlah mudah. Anda hanya perlu mengeklik "sunting" yang ada di bagian atas setiap halaman. Setelah diklik maka akan muncul sebuah kotak yang berisi isi dari halaman yang sedang disunting. Namun untuk mencoba-coba disarankan untuk menyunting halaman [[:w:id:Wikipedia:Bak pasir|bak pasir]] untuk Wikipedia bahasa Indonesia atau [[:w:en:Wikipedia:Sandbox|sandbox]] untuk Wikipedia bahasa Inggris. Jika Anda bermaksud untuk belajar menulis artikel di wiki, dianjurkan untuk tidak mencobanya selain di halaman bak pasir, karena halaman yang lain adalah isi dari Wikipedia tersebut dan dibaca oleh pengguna-pengguna yang lain. Wikipedia bahasa lainnya memiliki halaman bak pasir tersendiri menurut bahasa masing-masing.
 
Guru Cerdas
Beberapa halaman tertentu kemungkinan tidak bisa disunting pengguna karena halaman tersebut dilindungi. Contohnya adalah:Halaman Utama dari Wikipedia bahasa Indonesia. Anda akan menemukan tombol "lihat sumber" dan bukannya "sunting" di halaman tersebut yang menandakan halaman tersebut dilindungi.
Setiap guru harusnya mampu menerapkan pendidikan soft skills di sekolah. Namun satu hal yang perlu diketahui, bahwa soft skills tidak semata diajarkan tetapi ditularkan. Guru sebaiknya tidak mengandalkan kecerdasan intelektualnya, ketika melakukan proses pendidikan soft skills. Guru harus mampu menyeimbangkan kecerdasan intelektualnya dengan komponen kecerdasan yang lainnya. Seperti kecerdasan emosional, spiritual, dan kecerdasan sosial. Sehingga guru dapat tampil sebagai sosok yang layak menularkan “virus” soft skills pada siswa-siswanya.
Guru yang seringkali tampil muram, lemas, dan terlihat kurang sehat – tak layak menularkan semangat kepada siswanya. Sebelum menularkan bagaimana siswa dalam mengapresiasi semangat, sebaiknya guru lebih dulu tampil bersemangat, energik, dan memiliki ketangguhan dalam menghadapi setiap persoalan. Bagaimana pun, siswa tak hanya mendengarkan pelajaran. Siswa juga pasti mengamati setiap ucapan, sikap, dan perilaku gurunya. Hal itulah yang perlu dipertimbangkan.
Sebagai panutan siswa, selayaknya guru memiliki komitmen tinggi dan daya komunikasi yang maksimal. Jangan suka menjustifikasi siswa, bilamana masih memungkinkan untuk melakukan perubahan. Guru harus mampu menunjukkan pada siswa-siswanya, bagaimana tampil sebagai sosok yang bersahaja, penuh semangat, selalu berpikir positif, dan mampu mencontohkan kreasi yang dimiliki. Dengan demikian siswa akan melakukan proses analisis dalam dirinya untuk melakukan proses pembandingan.
Semua guru, harus dapat menjadi motivator dalam pendidikan soft skills. Apalagi hal itu sudah menjadi tuntutan dalam KTSP 2006. Bahwa unsur pengembangan diri pada siswa wajib diperhatikan guru maupun sekolah dalam proses pembelajaran. Dasar yuridis dan legalitas telah ada, tapi kapan sekolah dan guru secara profesi bergerak serta peduli untuk segera mengaktualisasikan pendidikan soft skills?
 
Integratif
{{info|logotype=info|pesan=[[Wikibooks:Bak pasir|Klik disini untuk menuju ke halaman kotak pasir untuk segera memulai pelajaran menyunting di wiki]]}}
Bila memungkinkan, mungkin sekolah dapat mencantumkan mata pelajaran pengembangan kepribadian (personality development) dalam kurikulum muatan lokal. Namun, bila hal itu dipandang tidak mungkin, strategi yang tepat adalah melalui integrasi soft skills di setiap mata pelajaran.
Seorang guru matematika, seharusnya tepat bila menyampaikan perihal bagaimana berperilaku disiplin. Guru fisika, dapat menyampaikan seputar sebab akibat dari sebuah bentuk perbuatan. Guru biologi, saat pelajaran dapat mengajarkan bagaimana berperilaku sehat. Guru agama, jelas membahas seputar kualitas spiritual. Guru kimia, dapat menjelaskan seputar perilaku mandiri dan hubungannya dengan heterogenitas hubungan antar individu. Guru bahasa Indonesia dan Inggris, seharusnya mampu membekali siswa seputar cara dan etika komunikasi secara global.
Guru Pkn dan sejarah, dapat menjelaskan bagaimana siswa harus bersikap nasionalis, semangat berjuang, mampu menghargai orang, berpikir positif, dan mengkaji kualitas mental. Guru geografi, dapat menularkan virus seputar kepedulian terhadap lingkungan hidup dan mengagumi keagungan Tuhan dengan ciptaannya. Guru sosiologi, seharusnya mampu menularkan bagaimana sikap dan perilaku hidup bermasyarakat. Guru TIK, dapat mengajari bagaimana hidup dengan strategi dan menghormati karya orang lain, serta bersikap arif dalam menyikapi segala bentuk perkembangan zaman. Guru olahraga, mampu mengajarkan bagaimana bersikap sportif. Guru kesenian (seni rupa, musik, dan tari), sudah seharusnya mampu memaksimalkan potensi siswa untuk kreatif dan memiliki inisiatif tinggi dalam kehidupan yang santun.
Integrasi seperti itu memang bukanlah satu-satunya strategi dalam pendidikan soft skills. Melalui program pembinaan kesiswaan pun, soft skills dapat dijadikan dasar. Bagaimana membimbing siswa agar mampu menjadi seorang entrepreneur, juga memerlukan contoh dan bandingan. Di sisi lainnya, kebijakan sekolah harus sinergis dengan komitmen para guru yang ada di dalamnya. Sehingga pelaksanaan pendidikan soft skills akan mampu dimaksimalkan.
Sementara itu, saat ini banyak sekolah yang melakukan pendidikan soft skills dalam bentuk outbound training. Siswa sengaja dihadapkan pada berbagai persoalan (dalam bentuk game), yang kemudian diapresiasikan sebagai simbol atas sebuah sikap dan perilaku individu. Penulis yakin, tidak ingin mencetak generasi muda yang berjouis dan konsumtif. Sekolah bersama walisiswa pasti menginginkan yang terbaik. Siswa harus dididik, dibimbing, dan diarahkan agar mampu menjadi sosok cerdas yang pro-aktif, produktif, dan prospektif. Hal itu dapat diwujudkan melalui pendidikan soft skills. Mampukah sekolah dan guru mewujudkannya?***
 
*Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Trawas dan Manager RAIDER Team (Outbound Training Organizer) Universitas Negeri Surabaya.