Pembenahan Transportasi Jakarta/Otoritas Transportasi Jabodetabek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
 
# Konsideran Menimbang esensinya merupakan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari suatu peraturan perundang-undangan. Dalam Konsideran Menimbang Raperpres ini hanya mengungkapkan perlunya mengembangkan sistem transportasi Jabodetabek yang efektif dan efisien. Dalam Konsideran Menimbang Raperpres ini sama sekali tidak mempertimbangkan kebutuhan kelembagaan dalam hal ini Otorita Transportasi Jabodetabek. Sedangkan Raperpres ini akan mengatur tentang kelembagaan transportasi Jabodetabek.
 
SARAN:
Konsideran Menimbang:
Baris 29 ⟶ 30:
 
# Ketidakjelasan fungsi OTJ tersebut, tercermin dari salah satu fungsi yang disebutkan dalam Pasal 4 huruf e, yang menyebutkan bahwa OTJ menyelenggarakan fungsi penataan ruang yang berorientasi angkutan umum massal. Pertanyaannya: apakah OTJ menyelenggarakan fungsi penataan ruang? Bagaimana dengan rencana tata ruang wilayah masing-masing Daerah terkait (RTRW Provinsi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi)? Apakah dalam hal ini nantinya fungsi OTJ mengatur tata ruang masing-masing Daerah Jabodetabek?
 
 
SARAN:
Seperti saran pada Nomor 3 fungsi OTJ dalam Pasal 4 perlu dikaitkan dengan fungsi koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, termasuk dalam hal ini terkait penataan ruang.
Baris 34 ⟶ 37:
# Dalam Pasal 5 ayat (1) diatur bahwa “Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi OTJ, Pemerintah melimpahkan kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain di bidang transportasi yang diperlukan kepada OTJ”. Demikian pula pada ayat (2): “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OTJ menerima pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas, kemudahan dan kewenangan lain di bidang transportasi yang diperlukan OTJ dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Kota Depok, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang”.
Pelimpahan kewenangan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) tersebut tidak jelas. Hal ini dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan kewenangan Pemda.
 
 
SARAN:
Pelimpahan kewenangan harus dirinci dalam Perpres ini. Sehingga menjadi jelas antara kewenangan Pemda dan kewenangan OTJ.
 
# Dalam Pasal 33 tentang Tim Koordinasi; dalam tim koordinasi tidak terdapat Kementerian BUMN. Seharusnya dalam Tim Koordinasi dimasukan Kementerian BUMN, karena Kementerian ini membawahi BUMN back bone transportasi Jabodetabek, yaitu PT. KAI, dan BUMN-BUMN lain yang mungkin akan terkait dengan pengadaan atau pembangunan Sarana Prasarana Transportasi Jabodetabek.
 
SARAN:
Dalam Tim Koordinasi dimasukan Kementerian BUMN.