Muhammad: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alagos (bicara | kontrib)
Alagos (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 31:
=== Bersama Khadijah ===
Muhammad digambarkan sebagai seorang berperawakan sedang. Tidak kecil dan tidak besar. Rambutnya hitam berombak dengan cambang lebar. Matanya hitam, roman mukanya seperti selalu merenung. Ia gemar pula berhumor, namun tak pernah sampai tertawa terbahak yang membuat gerahamnya tampak. Ia juga tak pernah meledak marah. Kemarahannya hanya terlihat pada raut muka yang serius serta keringat kecilnya di dahi. Muhammad inilah yang dipertimbangkan Khadijah sebagai suaminya.
 
Khadijah lalu menyampaikan keinginan menikah tersebut pada Muhammad, melalui Nufaisa -sahabatnya. Muhammad sempat gamang. Ia tidak punya apa-apa untuk menikah. Namun kedua belah pihak keluarga mendukung mereka. Dengan mas kawin 20 unta, Muhammad menikahi Khadijah. Paman Khadijah, Umar bin Asad menjadi wali lantaran Khuwailid telah meninggal sebelum Perang Fijar. Muhammad kemudian tinggal di rumah Khadijah.
 
Baris 50 ⟶ 51:
===Awal Dakwah===
Muhammad tertidur pulas. Saat itu, Khadijah keluar rumah menemui misannya, Waraqah bin Naufal, seorang pemeluk Nasrani yang saleh. Diceritakannya peristiwa yang dialami Muhammad di Gua Hira. Waraqah membesarkan hati Khadijah. Ia meyakini peristiwa itu adalah pengangkatan Muhammad sebagai Rasul. Sementara itu, dalam tidurnya, Muhammad kembali menggigil. Jibril datang menyampaikan wahyu berikutnya. "Wahai yang berselimut.! Bangunlah dan sampaikan peringatan. Agungkan Tuhanmu, sucikan pakaianmu, dan hindarkan darimu dosa. Janganlah kau memberi karena ingin menerima lebih banyak. Demi Tuhanmu, tabahkan hatimu."
 
Di antara para sahabat itu adalah Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talha bin Ubaidillah juga Zubair bin Awwam. Melalui Abu Bakar, Saad bin Abi Waqas -keluarga Muhammad dari garis Aminah-juga memeluk Islam. Demikian pula Bilal, seorang asal Ethiopia yang menjadi budak Ummayah.
 
Saat itu, warga Mekah tidak banyak mempersoalkannya. Mereka menganggap Muhammad tak lebih dari seorang pendeta biasa sebagaimana Waraqah. Perselisihan baru muncul tiga tahun setelah masa kenabian. Allah memerintahkan Muhammad untuk tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam beragama dengan menyeru keluarga terdekat. [http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/26 ASY SYU'ARAA' (PARA PENYAIR) 26: 214-216]. Muhammad kemudian mengundang keluarga dekatnya, Bani Hasyim untuk makan di rumahnya, lalu mengajak mereka menyembah Allah. Namun Abu Thalib menghentikan pembicaraan itu.
 
Setelah Muhammad secara terbuka mengritik patung-patung sembahan di sekitar Ka'bah, mereka mendesak Abu Thalib untuk tidak melindungi Muhammad. Sepuluh orang ditugasi membawa misi tersebut. Mereka adalah Abu Sufyan bin Harb, Uthbah dan Syaibah bin Rabi'ah, Nubaih dan Munabbih bin Hajjaj, Ash bin Wail, Walid bin Mughirah, Abu Bakhtarif, Jawad bin Muthalib serta Abu Jahal bin Hisyam.
Muhammad kukuh pada sikapnya. "Paman, demi Allah, sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku Setelah Muhammad secara terbuka mengritik patung-patung sembahan di sekitar Ka'bah, mereka mendesak Abu Thalib untuk tidak melindungi Muhammad. Sepuluh orang ditugasi membawa misi tersebut. Mereka adalah Abu Sufyan bin Harb, Uthbah dan Syaibah bin Rabi'ah, Nubaih dan Munabbih bin Hajjaj, Ash bin Wail, Walid bin Mughirah, Abu Bakhtarif, Jawad bin Muthalib serta Abu Jahal bin Hisyam.
Baris 57 ⟶ 61:
=== Siksaan Demi Siksaan ===
Abu Thalib enggan menyerahkan Muhammad. Ketegangan di Mekah pun kian sengit. Saad bin Abu Waqas telah dipukuli Abu Jahal dan kawan-kawan. Bilal telah dipaksa oleh tuannya, Umayah, untuk meninggalkan Islam. Ia dicambuki dan diikat telentang di tengah terik padang pasir dengan batu besar menindih perut dan dadanya.
 
Muhammad tak luput dari gangguan. Abu Jahal melemparinya dengan isi perut kambing yang baru disembelih. Istri Abu Jahal, ikut melemparkan kotoran binatang ke depan rumah Muhammad. Abu Jahal terus memaki-maki dan mengganggu Muhammad. Ini didengar oleh Hamzah -paman yang juga saudara susu Muhammad. Sepulang dari berburu, ia segera menemui Abu Jahal yang berada di Ka'bah dan menghantamkan busurnya. Hamzah kemudian menemui Muhammad dan menyatakan masuk Islam. Keberadaan Hamzah -yang secara fisik dianggap jagoan-membuat gentar musuh-musuh Muhammad.
 
Kaum Qurais lalu minta Uthba bin Rabi'ah , seorang yang disegani di sana, membujuk Muhammad. Ia menawarkan apapun yang Muhammad hendak minta asalkan bersedia kembali pada tradisi. Muhammad menyambut Uthba' dengan membacakan surat As-Sajadah (Surat 32). Bacaan yang justru membuat Uthba' terpesona.
 
Gangguan terhadap pengikut Muhammad kian mengeras. Bahkan ada yang disiksa sampai meninggal meskipun tak ada riwayat yang menyebut pasti nama mereka yang telah mati syahid. Untuk melindungi pengikutnya, Muhammad menyarankan sebagian mereka pindah ke Habsyi -Mesir. Raja Najasyi (Negus) dikenal sebagai seorang Nasrani yang bijak. Sebelas laki-laki dan empat perempuan berangkat dengan berpencar. Menyangka keadaan telah aman, mereka pun pulang. Namun tekanan yang tak kunjung henti, membuat kaum muslimin kembali Hijrah ke Habsyi. Pada gelombang kedua ini, sebanyak 80 laki-laki -tanpa perempuan dan anak-anak-yang berhijrah. Mereka terus tinggal di sana sampai Muhammad hijrah ke Yatsrib atau Madinah.
 
Kaum Qurais Mekah mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabia menemui Raja Najasyi. Keduanya minta agar pendatang dari Mekah itu diusir. Sebelum mengambil keputusan, raja meminta orang-orang Islam menjelaskan sikapnya. Dengan penjelasan yang sangat baik, Ja'far bin Abu Thalib berhasil meyakinkan pandangannya. Ja'far juga mengutip ayat-ayat Surat Maryam yang membuat Raja Najasyi semakin percaya pada mereka. Ia berjanji akan tetap melindungi orang-orang Islam. "Antara agama Anda dan agama kami tidak lebih dari garis ini," kata Najasyi sambil menggoreskan tongkat di tanah.
 
Di Mekah satu peristiwa terjadi. Muhammad, Hamzah, Abu Bakar, Ali dan beberapa sahabat tengah berkumpul di rumah Arqam, dekat bukit Shafa. Umar bin Khattab -seorang temperamental dan tukang berkelahi di lingkungan Qurais- menuju ke sana. Ia menghunus pedang dan mengaku hendak membunuh Muhammad. Nu'aim bin Abdullah yang berpapasan dengan Umar mengatakan bahwa Bani Abdul Manaf akan menuntut balas bila Muhammad sampai tewas. Mengapa Umar tak mengurus keluarganya sendiri? Ketika itu, Fatimah adik Umar beserta suaminya, Said bin Zaid telah masuk Islam.
 
Umar lalu berbalik, dan menerjang rumah Fatimah. Ia memukul muka Said hingga berdarah. Sedangkan Fatimah tengah membaca Quran. Namun timbul rasa ibanya pada Said. Ayat-ayat Quran yang dibaca Fatimah menyentuh hatinya. Maka Umar bergegas menemui Muhammad dan mengucap "syahadat". Sejak itu, Umar bersama Hamzah menjadi pilar yang melindungi Muhammad dari musuh-musuhnya.
 
==Perjalanan Malam ke Baitul Maqdis==
Muhammad terus berdakwah. Khadijah dengan sabar terus mendorong suaminya itu sampai harta keluarga mereka habis. Tekanan semakin keras. Selama tiga tahun kaum Qurais mengucilkan orang-orang Islam. Mereka hanya dapat tinggal di celah-celah batu pebukitan dengan bergantung makan pada rumput-rumput kering.
 
Seorang Qurais, Hisyam bin Amir bersimpati pada keadaan orang-orang Islam itu. Ia menghubungi Zuhair dari Bani Makhzum, Muth'im dan Bani Naufal serta Abu Bakhtari dan Zam'a dari Bani Asad untuk menghentikan pengucilan itu. Ia ingatkan betapa buruk kelaparan yang diderita Muhammad dan pengikutnya, sedangkan saudara-saudara lainnya hidup berkelimpahan.
 
Mereka lalu datang ke Ka'bah. Di dinding Ka'bah dicantumkan piagam pengucilan itu. Pengucilan tidak berlaku lagi bila piagam tersebut dirobek. Setelah mengelilingi Ka'bah tujuh kali, Hisyam mengumumkan rencana perobekan piagam. Abu Jahal menentangnya. Namun sebagian besar orang Qurais mendukung Hisyam. Ketika Hisyam hendak merobek piagam itu -demikian menurut riwayat-rayap telah menggerogoti piagam itu hingga tinggal bagian atasnya yang bertulis "Atas nama-Mu ya Allah".
 
Tak lama setelah peristiwa itu, Muhammad mengalami musibah besar. Abu Thalib -paman yang telah memeliharanya sejak kecil serta terus melindunginya sebagai rasul-wafat. Hanya beberapa bulan kemudian, Khadijah yang menjadi sandaran hati Muhammad -orang yang paling setia menghibur dan menemani di masa yang paling sulit sekalipun-menyusul wafat. Muhammad sangat berduka. Sedangkan orang-orang Qurais makin gencar mengganggunya.
 
Sekitar tahun 621 Masehi, terjadilah peristiwa Isra' Mi'raj. Muhammad tengah menginap di rumah keluarga sepupunya, Hindun binti Abu Thalib. Menurut Hindun, malam hari selesai salat terakhir, semua anggota keluarga tidur. Demikian pula Muhammad. Pagi harinya, mereka salat bersama. Usai salat itulah Muhammad berkata: "Ummi Hani (panggilan Hindun), saya salat akhir malam bersama kalian seperti yang kalian lihat di sini. Lalu saya ke Baitul Maqdis (Yerusalem) dan salat di sana, sekarang saya salat siang bersama-sama seperti yang kalian lihat."
 
Muhammad saat itu berusia 51 tahun. Perjalanan ke Baitul Maqdis serta Sidratul Muntaha itu kian mengobarkan semangat perjuangannya untuk menyeru seluruh umat manusia ke Jalan Allah. Apalagi, ia telah melihat sinar terang bagi Islam telah mulai terlihat di Yatsrib.
 
==Secercah Sinar di Aqabah==
Muhammad memiliki darah Yatsrib. Kakeknya, Abdul Muthalib, adalah putra perempuan Khazraj paling disegani, Salma. Di saat Muhammad dimusuhi masyarakatnya sendiri di Mekah, orang-orang Yatsrib tengah mencari figur pemimpin yang dapat menyatukan mereka. Muhammad adalah figur yang memenuhi harapan itu.
 
Proses pencarian pemimpin itu berlatar pada kemelut yang menimpa bangsa Arab di Yatsrib, yang terbagi atas kabilah Khazraj dan Aus. Berbeda dengan masyarakat Mekah yang cenderung kasar dan berprofesi dari pedagang hingga perampok, orang-orang Yatsrib umumnya adalah petani yang santun dan lembut hati. Namun mereka baru mengalami tragedi memilukan, yakni pertempuran antara bani Khazraj dan Aus yang berpuncak pada insiden Buth'ah.
 
Pertikaian hanya akan membuat kerusakan bersama. Itu keyakinan mereka. Kedua kabilah itu lalu bertekad membangun kehidupan baru. Beberapa orang Yatsrib telah mengenal Muhammad saat mereka berziarah, serta saat mencari persekutuan dengan Mekah. Seorang pemuda Yatsrib, Iyas bin Mu'adh, bahkan telah masuk Islam. Di saat masyarakatnya berembug mencari pemimpin itu, pemuka Yatsrib yang tengah berziarah ke Mekah bertemu dengan Muhammad. Ia, Suwaid bin Shamit, malah masuk Islam setelah Muhammad memperdengarkan ayat-ayat Quran.
Pada musim ziarah di bulan suci tahun berikutnya, 12 orang utusan warga Yatsrib pun menemui Muhammad. Mereka bertemu di bukit Aqaba pada hari Tasriq -hari setelah Idul Adha- setelah menempuh perjalanan secara sembunyi-sembunyi. Mereka kemudian berikrar yang disebut sebagai ikrar Aqaba pertama.
 
Isi ikrar itu adalah pernyataan untuk hanya menyembah Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah baik di depan maupun belakang, tidak menolak berbuat baik. Siapa yang mematuhi semua itu akan memperoleh pahala surga, jika ada yang menyalahinya maka persoalannya diserahkan pada Tuhan. Tuhan berkuasa untuk menyiksa serta berkuasa mengampuni segala dosa.
Pada 622 Masehi, rombongan kedua warga Yatsrib tiba menemui Muhammad. Mereka sebanyak 73 orang laki-laki dan dua perempuan. Setelah saling mengucap janji setia, Muhammad meminta mereka memilih 12 wakil. Dua belas orang itu yang mengucap ikrar di tengah gelap malam di celah bukit Aqaba.
 
Persekutuan telah diikat. Muhammad telah membuat langkah strategis: bersumpah setia dengan warga Yatsrib. Jika terjadi sesuatu pada Muhammad, kini bukan saja keluarga Hasyim yang akan membela. Orang-orang Yatsrib yang juga mempunyai ikatan darah dengan Muhammad akan pula bertindak. Apalagi orang-orang Yatsrib itu telah memeluk Islam.
Drama Hijrah
 
Haekal melukiskan kisah ini sebagai "kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman".
 
Yatsrib atau Madinah sudah pasti menjadi masa depan Muhammad dan pengikutnya. Puluhan muslimin telah menyelinap pergi ke sana. Kaum Qurais tak terlalu peduli. Perhatian mereka pada Muhammad yang masih di Mekah yang tak akan mereka biarkan lolos. Padahal Muhammad telah siap untuk pergi. Abu Bakar telah menyiapkan dua unta baginya dan bagi Muhammad. Unta itu dipelihara Abdullah bin Uraiqiz.
Sampai pada harinya, perintah Allah untuk hijrah pun turun. Muhammad memberi tahu Abu Bakar. Para pemuda Qurais juga semakin ketat memata-matai rumah Muhammad. Mereka sesekali mengintip ke dalam rumah, melihat Muhammad berbaring di tempat tidurnya. Namun Muhammad meminta Ali mengenakan mantel hijaunya dari Hadramaut serta tidur di dipannya. Kaum Qurais tenang. Mereka pikir Muhammad masih tidur. Ketika esok harinya mendobrak pintu rumah Rasul, mereka hanya mendapati Ali yang mengaku tak tahu menahu tentang keberadaan Muhammad.
Baris 88 ⟶ 109:
 
Dua pekan kemudian, Muhammad tiba di Quba -desa perkebunan kurma di luar kota Yatsrib. Ia tinggal di sana selama empat hari dan membangun masjid sederhana. Di sana pula Muhammad bertemu kembali dengan Ali yang berjalan kaki ke Yatsrib. Mereka kemudian berjalan bersama menuju kota, dan disambut sangat meriah oleh warga Yatsrib dengan bacaan salawat. Orang-orang Arab -baik yang Islam maupun penyembah berhala-serta orang-orang Yahudi tumpah ruah untuk melihat sosok Muhammad yang banyak diperbincangkan.
 
Orang-orang berebut menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal Rasul. Tapi Muhammad menyebut bahwa ia akan tinggal di mana untanya berhenti sendiri. Sampai ke sebuah tempat penjemuran korma, unta itu berlutut. Muhammad menanyatakn tempat itu milik siapa. Ma'adh bin Afra menjawab, rumah itu milik Sahal dan Suhail -dua orang yatim dari Banu Najjar.
Setelah dibeli, rumah itu pun dibangun menjadi masjid. Hanya sebagian dari ruangan masjid itu yang beratap. Di sanalah orang-orang miskin --dari berbagai tempat yang datang menemui Muhammad untuk memeluk Islam-- kemudian ditampung. Muhammad membangun rumah kecil bagi keluarganya di sisi masjid itu. Semasa pembangunan rumah itu, Rasul tinggal di rumah keluarga Abu Ayyub Khalid bin Zaid. Sekarang masjid yang dibangun Rasulullah itu menjadi masjid Nabawi yang teduh di Madinah. Sedangkan rumah tinggalnya menjadi tempat makam Rasul yang kini berada di dalam masjid Nabawi.
 
Pada usia 53 tahun -setelah 13 tahun masa kerasulannya serta membangun pondasi keislaman-Muhammad membuat langkah besar itu: hijrah. Langkah berbahaya namun mengantarkannya menjadi pemimpin utuh. Pemimpin keagamaan, kemasyarakatan juga politik. Peristiwa pada tahun 623 Masehi itu sekaligus mengajarkan keharusan umat Islam untuk berani menempuh langkah besar untuk mencari lingkungan atau lahan baru yang memungkinkan benih kebenaran dan kebajikan tumbuh lebih subur.
 
Baris 96 ⟶ 120:
Tak mudah bagi Rasulullah menjalani hari-hari pertamanya di Madinah. Berbagai masalah telah menghadang. Para pengikutnya asal Mekah, muhajirin, tak mempunyai makanan, apalagi pekerjaan. Antara Muhajirin dan Anshar dapat bersaing berebut hati Muhammad. Kaum Khazraj dan Aus masih mungkin bertikai lagi. Musuh setiap saat dapat menyerang. Baik kaum Qurais di Mekah, maupun Yahudi tetangga mereka sendiri.
Di saat begitu pelik, Rasulullah mencetuskan gagasan. Sebuah gagasan cemerlang menurut ilmu strategi lantaran memenuhi kriteria "sangat sederhana" dan "sangat mudah dilaksanakan". Yakni mempersaudarakan satu orang dengan satu orang lainnya, tanpa peduli asal-usul Mekah atau Madinah serta dari keluarga manapun. Cara seperti itu sekarang dipakai dalam pelatihan atau 'training' yang dikembangkan masyarakat Barat. Mereka menggunakan istilah 'buddy system'. Setiap dua orang saling "menjaga" dengan cara membantu dan mengingatkan masing-masing.
 
Satu riwayat menjelaskan pola persaudaraan itu. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang Anshar -warga asli Madinah- Sa'ad bin Rabi'. Sa'ad menawarkan separuh hartanya, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sana, ia berdagang mentega dan keju sehingga sukses besar. Kisah lain menyebutkan bahwa Abdurrahman juga dipinjami uang. Dengan uang itu ia membeli sebidang tanah di samping pasar yang telah ada.
 
Saat itu, pasar yang ada adalah milik seorang Yahudi dengan konsep serupa mal sekarang. Pedagang boleh berjualan di pasar itu dengan menyewa tempat pada pemilik tanah. Abdurrahman lalu membuat pengumuman bahwa siapa saja boleh berdagang di tanahnya tanpa harus menyewa. Hanya bila untung, pedagang menyisihkan sebagian uang ("fee" atau "bagi hasil") bagi Abdurrahman selaku pemilik tanah. Bila tidak ada keuntungan mereka tak perlu membayar apapun.
 
Muhammad lalu membangun budi pekerti atau akhlak masyarakat. Ia percaya, itulah pondasi untuk membangun masyarakat. Ia tekankan pentingnya semua orang untuk berlaku santun dan saling menghormati. Ia tunjukkan keutamaan manusia untuk bekerja dan bukan meminta-minta. Ia tegaskan "tangan di atas (memberi) lebih baik dari tangan di bawah (menerima)." Juga keharusan untuk membantu tetangga atau orang kesusahan tanpa melihat suku maupun agama. Muhammad bahkan melarang pengikutnya untuk menghormati dirinya secara berlebihan. Ia tak mau dihormati berlebihan seperti penghormatan yang diberikan pada Nabi Isa.
 
Baris 106 ⟶ 132:
 
Hubungan harmonis Muslim-Yahudi tersebut menarik perhatian kalangan Nasrani. Saat itu, di kancah global, Nasrani mengusai peta politik melalui dominasi Kerajaan Romawi. Rombongan kaum Nasrani dari Najjran -yang disebut menggunakan "60 kendaraan"-pun berkunjung ke Madinah. Maka terjadilah dialog antar agama yang langsung melibatkan Rasulullah.
 
Saat itu Muslim dan Yahudi sama-sama menghadap Baitul Maqdis-Yerusalem, dalam beribadah. Allah kemudian menurunkan wahyu agar Umat Islam beralih untuk menghadapkan wajah ke Ka'bah di Mekah. Wahyu tersebut turun saat Muhammad tengah salat dhuhur berjamaah di rumah seorang janda tua. Muhammad dan beberapa sahabat datang untuk menghibur perempuan yang baru ditingal mati keluarganya itu. Konon, Muhammad hendak pulang sebelum dhuhur. Namun perempuan itu menahannya, meminta Muhammad untuk menunggu makan siang yang tengah disiapkannya.
 
Baris 139 ⟶ 166:
 
Muhammad dan masyarakat Muslim tak tahu rencana itu. Sampai kemudian Muhammad menerima surat dari pamannya yang masih kafir, Abbas bin Abdul Muthalib, yang membocorkan rencana tersebut. Orang dari Ghifar yang menjadi kurir Abbas menemui Muhammad di Masjid Quba. Ubay bin Ka'b diminta Muhammad membaca surat itu. Mereka kemudian kembali Madinah, membahas ancaman Qurais. Anas dan Mu'nis anak Fudzala yang diminta menyelidiki keadaan, melaporkan bahwa musuh telah berada di sekitar Uhud, pinggiran kota Madinah.
 
Hari itu hari Jumat. Muhammad mengimami salat Jumat, kemudian kembali ke kamarnya. Abu Bakar dan Umar menyusul masuk, membantu Muhammad mengenakan sorban dan baju besinya. Rasulullah saat itu berusia sekitar 58 tahun. Ia memimpin sendiri pasukannya yang berkekuatan 700-an orang. Mereka segera menuju bukit Uhud. Sebanyak 50 orang ditugasi Muhammad untuk menjadi pemanah. Mereka harus menempati posisi di lereng bukit, tanpa boleh pergi, kecuali diperintahkan Muhammad.
 
Baris 146 ⟶ 174:
 
Hindun memimpin barisan perempuan yang membawa tambur dan bersorak-sorai menyemangati kaum Qurais. Mereka meneriakkan syair-syarir. Antara lain, yang dikutip Haekal, "Kamu maju, kami peluk dan kami hamparkan kasur yang empuk; atau kamu mundur kita berpisah. Berpisah tanpa cinta."
 
Keputusan Abu Dudjana keliru. Hindun ternyata mengorganisasikan para budak, termasuk Wahsyi -budaknya asal Ethiopia. Bila berhasil membunuh Hamzah yang telah menewaskan ayah Hindun di Perang Badar, mereka akan dimerdekakan dari perbudakan. Wahsyi berhasil menghunjamkan tombaknya menembus perut bagian bawah. Tombak terus menancap sampai paman Nabi itu wafat. Konon, Hindun kemudian membelah dada Hamzah dan memakan jantung korban.
 
Bayang-bayang Perang Badar seperti kembali terlihat, pagi itu. Kaum Qurais mulai kalang-kabut meninggalkan arena. Orang-orang Islam mengejar-kejar mereka. Namun kemudian mereka tergoda oleh harta jarahan. Mereka segera berebut harta yang ditinggalkan orang-orang Qurais. Para pemanah di puncak-puncak bukit pun berlarian mengejar barang jarahan. Abdullah bin Juzair mengingatkan mereka untuk tidak meninggalkan pos, namun mereka tak peduli.
 
Baris 177 ⟶ 207:
 
Selama enam hari, parit tersebut diselesaikan. Rumah-rumah di sisi parit dikosongkan. Para perempuan dan anak-anak diungsikan ke belakang. Batu-batu ditumpuk untuk senjata melawan musuh yang nekat melompati parit itu. Dengan demikian posisi Muslim di Madinah cukup aman. Di sebelah kanan terlindung gunung batu yang terjal, di depan terdapat parit besar yang akan membuat terperosok pasukan berkuda apalagi unta, di kiri terdapat bukit Sal. Di bukit inilah Muhammad bermarkas yang ditandai dengan keberadaan tenda merah miliknya.
 
Sudah berhari-hari mereka mengepung. Tak ada perkembangan berarti. Ka'ab bin Akhtab --Yahudi penyusun rencana perang itu-lalu membujuk dua pihak. Yakni agar Qurais dan Ghatafan untuk tidak pulang. Ia minta waktu 10 hari lagi buat meyakinkan Yahudi Quraiza agar mengkhianati perjanjiannya dengan Muslimin. Warga Quraiza sempat ragu. Namun mereka pun memanfaatkan kesempatan. Yakni menuntut Muhammad agar memanggil kembali Yahudi Bani Qainuqa dan Bani Nadzir yang telah diusir dari Madinah. Yahudi Quraiza bahkan menghentikan pasokan makanan pada kaum muslimin.
 
Baris 195 ⟶ 226:
 
Perjalanan berlangsung lancar hingga mendekati Mekah. Di Hudaibiya, unta Muhammad yang diberinya nama Al-Qashwa, pun berhenti dan berlutut. Muhammad memutuskan rombongan untuk beristirahat di situ. Pihak Qurais yang telah mendengar kabar perjalanan tersebut menjadi bingung bukan kepalang. Menyerang rombongan Muhammad berarti melanggar kesepakatan adat. Hal demikian akan membuat Qurais dimusuhi oleh semua golongan Arab. Apalagi mereka tahu, Muhammad datang untuk menunaikan ibadah dan bukan berperang. Namun mereka juga khawatir bila Muhammad tiba-tiba menyerang Mekah.
 
Qurais pun menyiapkan pasukan tempur di bawah pimpinan Khalid bin Walid yang saat itu masih kafir. Khalid adalah petempur muda yang sangat disegani kawan maupun lawan. Karena kecerdikannya, umat Islam mengalami kekalahan di Perang Uhud. Selain itu, mereka juga mengirim utusan menemui Muhammad untuk mengetahui maksud sebenarnya rombongan tersebut. Sebaliknya, Muhammad juga mengirim Usman bin Affan untuk menemui Abu Sofyan di Mekah. Usman menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah ke ka'bah, lalu kembali ke Madinah.
 
Baris 200 ⟶ 232:
 
Demikian pula tentang isi perjanjian. Di antaranya adalah bahwa saat itu umat Islam harus kembali ke Madinah. Mereka diizinkan untuk berziarah pada tahun depan. Selain itu, jika akan orang-orang Mekah lari ke Madinah (untuk masuk Islam), pihak Muhammad harus menolaknya sehinga yang bersangkutan kembali ke Mekah. Sebaliknya, bila ada orang Madinah yang lari untuk bergabung dengan Qurais di Mekah, orang-orang Qurais tidak berkewajiban mengembalikannya. Perjanjian tersebut mengikat seluruh warga Mekah dan Madinah. Juga mengikat Bani Bakar yang berpihak pada kubu Mekah, serta Bani Khuza'a yang berpihak pada kubu Madinah.
 
Muhammad tampak mengalah dalam perjanjian itu. Hal demikian membuat gusar kaum muslimin lainnya. Umar yang paling tidak sabar. Ia menemui Abu Bakar. "Abu Bakar, bukankah dia Rasulullah. Bukankah kita ini Muslimin? Mengapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?". Umar bahkan menyampaikan itu langsung pada Muhammad. Muhammad dengan sabar mendengarkan Umar. Namun ia kemudian menutup pembicaraan dengan kalimat: "Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya tak akan melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya." Rombongan kemudian kembali Madinah. Muhammad memang mengalah dalam perjanjian Hudaibiya itu. Tapi sebenarnya, ia baru memperoleh kemenangan besar. Untuk pertama kalinya kaum Qurais mengakui keberadaan Islam secara resmi, dan mereka juga tak dapat lagi menolak umat Islam untuk berkunjung ke ka'bah tahun depannya. Muhammad telah mengalihkan bentuk perjuangannya dari perjuangan bersenjata ke perjuangan politik.