Electric-Man/11: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '{{Electric-Man}} Sekitar pukul 9.30 WIB Roselina, Roy, Ricky, dan teman-teman yang lainnya sudah sarapan dan berencana akan berangkat ke kota. Roy kembali tidak tenan...'
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Electric-Man}}
Seketika itu juga ruang sistem keamanan dipenuhi para opsir yang menjaga hotel. Dan Kapten Rian menunjukkan sebuah bungkusan serta memberi penjelasan.
Sekitar pukul 9.30 WIB Roselina, Roy, Ricky, dan teman-teman yang lainnya sudah sarapan dan berencana akan berangkat ke kota.
 
“Oke, para anak buahku...! Ini ada bungkusan berisi duit sebesar seratus juta lebih yang diberikan oleh Letnan Parto kepada kita atas ucapan terima kasihnya kepada kita yang telah menyelamatkan nyawa pada waktu operasi penyelidikan sindikat penyelundupan. Masing-masing dapat empat juta...”, jelas Pak Kapten.
Roy kembali tidak tenang akan kepergian Mario begitu saja, dan Roselina semakin merasa aneh setelah Mario pergi tanpa pemberitahuan.
 
“Empat juta...??? Horee....”, merasa heran dan bersorak-sorak dengan girang. Maklum saja, gaji mereka tidak ada sampai segitu.
“Ladys and gentlemen, we go on now....”, peritah Roy sebagai ketua rombongan kepada rombongannya.
 
Pak Kapten mulai membagi-bagi uang tersebut sementara Parto melangkah pela-pelan menuju Komputer sistem keamanan dengan pura-pura mendekati operator dan menyalami komputer.
Mereka pun menuju bus yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan bus tersebut merupakan bus yang mereka pakai kemarin.
 
“Thanks, Letnan...”, ucap salah satu opsir polisi yang menjadi operator.
Setelah mereka masuk, bus melaju dengan dengan santai ke tujuannya. Di dalam, semua rombongan penuh keceriaan, apalagi Ricky yang duduk di samping Roselina. Ia merasa berhasil menguasai orang yang dia cintai.
“Sama-sama...”, balas Parto berpura-pura senyum.
 
Di saat operator lengah dan yang lainnya sibuk dengan menghitung-hitung uang, Parto langsung menekan beberapa tombol khusus tanpa diketahui. Dia berhasil melumpuhkan sistem keamanan dengan dengan cara tetap menampilkan gambar luar dan dalam hotel pada monitor, namun itu hanya gambar mati.
Di tempat lain, mobil gerombolan Rojan Gan’k telah berada di lokasi yang sedikit agak jauh dari Diamond Tapanuli Hotel. Sengaja diparkir agak jauh agar tidak dicurigai dan diketahui oleh para tim Keamanan dari Kepolisian yang sedang berjaga-jaga di sekitar Diamond Tapanuli Hotel tersebut.
 
Parto mangambil seluler-nya dari saku kiri celananya, lalu segera meng-SMS Jarot : Sistem Keamanan Lumpuh...! Segera Menyerang. Tapi, ia bingung menekan tombol OKE.
Semua gerombolon telah siap untuk menyerang yang telah lengkap dengan persenjataan dan alat komunikasi. Tanpa basa-basi, Jarot sang Ketua geng memerintahkan Parto untuk beraksi terlebih dahulu.
 
Sebenarnya Parto tidak berniat untuk melakukan hal itu dan tidak tega melihat orang-orang hotel dianiaya. Ternyata Parto masih memiliki hati yang baik dan mau menolong orang. Ia bingung, ibarat sebuah malakama yang diperhadapkan di antara dua pilihan yang harus dipilihnya. Ia ingin menyelamatkan nyawa orang, namun ia juga harus membalas jasa-jasa Jarot terhadapnya. Akhirnya....
“To, segera kamu selesaikan para penjaga yang ada di sekitar hotel”, perintahnya.
 
“Tuhan, maafkan aku....”, terpaksa Parto menekan tombol OKE, dan SMS pun terkirim.
“Oke, bos...”, balasnya sambil membuka pintu samping kiri untuk keluar dari mobil.
 
Seluler Jarot bergetar tanpa suara, dan ia melihat pesan masuk serta langsung memberikan perintah.
“Tunggu dulu, kamu harus ingat mematikan kamera sistem keamanan...”, perintah Jarot kembali.
 
“Rogan, pimpin serangan....”, perintahnya
“Oke, bos...”, lalu Parto segera keluar dan pergi mendekati hotel serta tidak lupa memakai tanda pengenal kepolisian pada jas di dada kirinya.
 
“Oke bos....”, jawabnya. “Oke, ayo semua bergerak”.
Setiba di depan pintu, ia langsung diberi hormat oleh para opsir polisi yang menjaga pintu hotel. Dan ia membalas penghormatan mereka.
 
Tepat pada pukul 10.00 WIB, para gerombolan keluar dari mobil dan berlari-lari menuju Hotel.
 
Orang-orang sekitar tidak terkejut, tapi terkagum-kagum. Mereka tidak curiga karena gaya mereka mirip dengan pasukan polisi khusus.
“Eh, kalian semua...”, panggil Parto.
 
Di saat Rogan masuk pintu tiba-tiba alram berbunyi. Rogan tiba-tiba terkejut. Dia segera mencari tahu siapa yang melakukan itu. Ternyata seorang satpam yang akan siap-siap menembak karena curiga melihat kedatangan dan tampang mereka. Sebab setahu dia bahwa polisi yang ditugaskan di hotel tidaklah berperalatan sangat lengkap.
“Siap Letnan..”.
 
Di saat sang satpam ingin menembak, namun ia lebih dahulu ditembak Rogan sebanyak tiga kali.
“Tolong datang ke ruang sistem keamanan...”.
 
“Dor...!!! Dor...!!! Dor...!!!”
“Ngapain Letnan...”.
 
“Akhh...”, sang Satpam tersungkur bersimbah darah di dada dan kepalanya.
“Ada sedikit tips dari aku...”.
 
Suara Alram membuat para polisi yang ada di dalam hotel terkejut. Termasuk juga para tamu. Apalagi suara tembakan membuat orang-orang di dalam hotel panik seketika dan berlari kucar-kacir mencari tempat berlindung.
“Tapi kami harus berjaga-jaga di sini, Letnan...”.
 
Kapten Rian, Letnan Dido dan yang lainnya segera menuju lokasi kejadian penembakan. Parto juga bergerak ke tempat. Ia heran. Koq bisa alaram bunyi. Ia tidak sempat menyelediki hal tersebut karena memang tidak sampai kepikirannya.
“Kalian ga’ mau, ya sudah...”, Parto pura-pura buka pintu hotel untuk masuk.
 
Di saat para polisi melihat mereka, langsung para gerombolan itu menembaki para polisi tersebut. Susana semakin memanas dan hampir semua benda-benda yang ada di dalam ruangan hancur berantakan. Orang-orang yang masih ada di lokasi hanya bisa merunduk dan berteriak histeris.
“Eh, tunggu Letnan...”.
 
“Hei..., kalian cepat cari tempat perlindungan...”, teriak Dido kepada mereka yang berada di tengah-tengah lokasi kejadian.
“Good, panggil teman-teman kalian..., dan suruh datang ke ruang sistem keamanan, oke...”, perintahnya lalu masuk ke hotel.
 
Suasana kembali hening, melihat ada kejadian yang tidak beres, sang ketua, Jarot langsung bergerak menuju hotel dengan mengeluarkan Pistolnya dari balik baju.
“Oke, Letnan...”.
 
Sambil merunduk, dia mendekati tempat perlindungan Rogan.
 
“Koq kalian menembak tanpa kuperintahkan...”, tanya Jarot.
Letnan Parto, anggota Satuan Intel Polisi Wilayah Kota Tarutung menuju lift dan segera ke ruang khusus sistem keamanan.
 
“Maaf bos, tiba-tiba satpam menekan tombol aalram...dan akan menembak kami. Ya terpaksa aku tembak...”, jelas Rogan dengan merunduk.
Parto mengetuk pintu ruang sistem keamanan. Pintu dibuka lalu Parto masuk.
 
Letnan Dido mulai panas, lalu ditembaknya ke arah gerombolan tersebut sekalipun tidak kena. Dia mencoba menggertak dengan cara menembak.
“Pagi semuanya...”, sapanya.
 
Jarot segera mencari siasat untuk menyerang. Dia menyuruh Janus dan lainnya menyerang lewat pintu belakang hotel.
“Pagi...”, balas para opsir tim sistem keamanan.
 
“Nus..., kamu lewat dari belakang”, perintahnya. “Bawa temanmu...”.
“Eh, Pak Kapten Rian..., maaf saya terlambat...”, ucapnya pada Pak Kapten Rian.
 
“Oke bos..., hei kalian berlima ikut aku...”, segera mememinta teman-temannya ikut dia.
“Ga’ apa-apa, tapi ngomong-ngomong koq kamu panggil para anak buahku masuk ke hotel. Aku lihat di kamera...”, balas Pak Kapten sambil bertanya dengan penasaran.
 
Janus dan teman-temannya, namun hal itu terlihat oleh Parto dan membiarkan mereka masuk lewat tangga luar yang ada di belakang hotel.
“O...itu...”, Parto langsung mengambil sebuah bungkusan yang tidak begitu besar dari kantong kiri jasnya.
 
“Eh, Parto...”, kata Janus. “Kamu koq di situ aja, bantu kami dong...”. Ajaknya sambil berlari menuju belakang Letnan Dido dan teman-temannya.
“Apa itu...”, tanya Pak Kapten Rian.
 
Para polisi itu hampir terkepung dan beberapa anggota polisi terkena tembakan dari belakang tanpa diduga.
“Ini, ada sedikit hadiah berupa uang untuk bapak dan kawan di sini...”, jawabnya.
 
Ternyata sifat kemanusiaan Parto masih ada, dia tidak tega melihat rekan-rekannya mati konyol.
“Untuk apa, dan dari mana duit itu...”, tanyanya kembali.
 
Kapten Rian sudah tidak punya tempat perlindungan, dan Rogan telah bersiap-siap untuk menembak Rian dengan Magazine-nya, begitu juga dengan teman-teman yang lainnya.
“Begini, aku sangat bersyukur atas bantuan bapak dan kawan-kawan. Duit ini saya dapat ketika saya mengikuti pemutaran undian rekening nasabah di Medan. Jadi saya dapat mobil Mitsubishi type Land Cruiser seharga lima ratus juta rupiah lebih, lalu saya jual...”, jelasnya secara detil.
 
Untuk menjaga dan melindungi diri, Kapten Rian hanya bisa menembakkan senjatanya ke arah Janus dan teman-temannya.
“Wah, koq kamu jual....”, kata Pak Kapten.
 
Janus dan beberapa temannya terkena peluru panas. Janus dan yang lainnya terjatuh, namun kembali bangkit berdiri. Kapten Rian terkejut.
“Ya saya jual, kan saya sudah mobil Misubishi Land Cruiser dan juga sudah punya Mobil Nissan. Mubazir saya punya mobil banyak. Apalagi aku sangat ingin berterima kasih sama rekan-rekan dan bapak”, jelasnya kembali.
 
“Emang,“Ha...? apaMereka yangpake telahrompi kamianti perbuatpeluru...”, tanya Letnan Didogumamnya.
 
Dido dan yang lain mencoba untuk melindung Rian, namun tak bisa karena mereka juga harus berusaha untuk melindungi diri dari tembakan para anak buah Jarot.
“Masih ingat ga’ waktu kita mengadakan operasi penyelidikan sindikat penyelundupan perempuan di wilayah perbatasan Tapanuli Utara dengan Tapanuli Tengah yang akan di bawa ke Singapura...”, tanya Parto.
 
Setelah bangkit berdiri, Janus dan yang lainnya mengacungkan senjatanya ke arah Kapten Rian. Dan siap untuk menembak. Melihat kejadian tersebut, Parto segera berlari untuk melindungi Kapten Rian dengan memeluk tubuhnya sembari membelakangi mereka yang mereka. Peluru pun dimuntahkan....!
“Iya, aku ingat..., emang kenapa...”, tanya Letnan Dido kembali.
 
“Dor...! Dor..! Dor...!”
“Waktu itu aku terlalu ambisius maju ke depan tanpa mendengar perintah Pak Kapten, ya...aku malah tertembak...! Kalau ga’ ada kalian, wah aku sudah mati...”, jelas Parto.
 
“Dor...! Dor...! Dor...!”
“O..., karena itu kamu bawa duit ini...! Koq malah repot-repot...”, Pak Kapten merasa terharu atas perbuatan Parto.
 
“Dor...!”
Memang ada sedikit hubungannya dengan uang yang dibawa Parto terhadap kebaikan mereka kepada Parto di samping sebagai alat untuk melumpuhkan sistem keamanan hotel, yang pada waktu operasi pertamanya di wilayah Tapanuli Utara ia tertembak karena terlalu ambisius. Sebenarnya pada operasi itu ia ingin membalaskan dendam ayah angkatnya, si Jarot, yang telah membunuh beberapa anak buah Jarot demi memperebutkan wilayah kekuasaan.
 
“Akh....”.
“To, kamu ga’ usah repot-repot..., sesama teman harus saling tolong-menolong apalagi dalam tugas...”, jelas Dido sedikit agak menolak karena menganggap Parto sebagai sahabat.
 
“Gedebugh....!!!”
“Aku mohon, terimalah pemberianku...! Aku ikhlas koq...! Habis aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk kalian. Hanya ini yang bisa saya lakukan”, kata Parto sedikit memohon.
 
Parto berhasil melindungi Kapten Rian, meski ia memeluknya sampai terjatuh. Namun naas bagi Letnan Parto. Punggungnya telah berlumuran darah oleh beberapa besi panas yang telah menembus tubuhnya. Tak pelak, ia akhirnya tersungkur namun masih tetap memeluk tubuh sang kapten.
“Baiklah, aku terima...”, jawab Dido.
 
Kapten Rian terkejut, dan segera berteriak. Ia tidak perduli dengan yang lain.
“Aku juga...”, sambung Kapten Rian.
 
“Parto, kau tidak boleh mati...”, ucapnya dengan mata berair.
Sebelum Parto memberikan bungkusan tersebut, pintu diketuk dari luar ruangan.
 
“Letnan....”, teriak Letnan Dido seraya meraya menuju Kapten Rian untuk menghindari tembakan.
“Masuk...”, kata Pak Kapten.
 
Tidak hanya Letnan Dido dan teman-temannya yang terkejut, tapi Janus dan yang lainnya ikut terkejut.
“Lapor...! Kami diperintahkan Letnan Parto datang ke sini...”, salah satu polisi penjaga pintu melapor kepada Kapten Rian setelah mereka masuk.
 
Sebenarnya Janus dan teman-temannya tidak panik, namun terkejut setelah punggung Parto berlumuran darah.
“Oke, sini semuanya...”, Parto langsung memanggil mereka.
 
“Hahh, setahuku si Parto tadi pake rompi anti peluru”, gumamnya perasaan. “Tapi tubuhnya koq berlumuran darah...! Ide apalagi ini...”, semakin gusar.
“Nih Bungkusan berisi duit sebesar seratus juta lebih... aku berikan kepada Pak kapten Rian agar dibagi rata ke semua anggota Polisi yang ada di sekitar Hotel...”, Parto memberikan penjelasan.
 
Sementara waktu hening seketika....
“Eh, tolong panggil pak, para sniper dan yang lainnya yang belum ada di ruang ini...”, tiba-tiba ia teringat para sniper yang ada di lantai hotel paling teratas. Sebab itu juga bisa mengagalkan rencana mereka.
 
“Koq harus, kan bisa nanti atau besok aku kasi...”, Kapten Rian heran dengan permintaan Parto. “Kita, kan lagi situasi pengamanan...di dalam hotel ini banyak para tamu-tamu negara....”.
 
“Aku tau pak! Tapi, apa salahnya dipanggil...kan, hanya sebentarnya...! Ntar, nanti kelupaan...”, jawab Parto tidak kalah.
 
“Iya juga ya...”, Kapten Rian membenarkan Parto. “Oke, semua tim unit, tolong datang segera datang ke ruang sistem keamananan...”, Perintahnya melalui HT.
 
[[kategori:Electric-Man]]