Kumpulan Cerita Rakyat/Bawang Merah dan Bawang Putih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cahyo (WMID) (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Bawang Merah dan Bawang Putih''' adalah cerita rakyat yang ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, seperti Riau dan Bali. == Sinopsis == Alkisah di sebuah kampu...'
Tag: perubahan_terbaru
 
Cahyo (WMID) (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: perubahan_terbaru VisualEditor
Baris 2:
 
== Sinopsis ==
Ada seorang janda hidup bersama dua orang putrinya yang bernama Bawang Merah dan Bawang Putih. Janda tersebut merupakan ibu tiri bagi Bawang Putih dan ibu kandung bagi Bawang Merah. Suami sang janda tersebut sudah meninggal dan merupakan ayah kandung Bawang Putih. Mereka bertiga tinggal di rumah peninggalan ayah Bawang Putih.
Alkisah di sebuah kampung, hiduplah seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih telah lama meninggal dunia. Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat dan perangai yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Bawang Putih adalah gadis sederhana yang rendah hati, tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara Bawang Merah adalah seorang gadis yang malas, sombong, suka bermewah-mewah, tamak dan pendengki. Sifat buruk Bawang Merah kian menjadi-jadi akibat ibunya selalu memanjakannya. Sang janda selalu memenuhi semua permintaan dan tuntutan Bawang Merah. Selain itu semua pekerjaan di rumah selalu dilimpahkan kepada Bawang Putih. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah, hampir semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bawang Putih seorang diri, sementara Bawang Merah dan Ibu Tiri selalu berdandan dan bermalas-malasan. Jika mereka memerlukan sesuatu, tinggal menyuruh-nyuruh Bawang Putih.
 
Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat yang bertolak belakang. Bawang Merah memiliki sifat pemalas dan serakah begitupun ibunya, sedangkan Bawang Putih memiliki sifat rajin dan sederhana. Bawang Merah selalu dimanja ibunya. Sebaliknya, Bawang Putih selalu diperintah mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga tetapi ia tidak pernah menolak atau mengeluh.
Bawang Putih tak pernah sekalipun mengeluhkan nasib buruknya. Ia selalu siap sedia melayani sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya dengan senang hati. Pada suatu hari Bawang Putih tengah mengerjakan pekerjaan rumah mencuci pakaian milik Ibu Tiri dan Saudari Tirinya. Akan tetapi Bawang Putih tak menyadari bahwa sehelai kain milik Ibu Tirinya telah hanyut terbawa arus sungai. Ketika Bawang Putih menyadarinya, ia sangat sedih dan takut bila diketahui hilangnya kain itu, maka ia akan dimarahi dan disalahkan oleh Ibu Tirinya. Bukan mustahil bahwa Bawang Putih akan dihukum bahkan diusir dari rumahnya.
 
Pada suatu hari, Bawang Putih sedang mencuci baju mereka di sungai. Tiba-tiba, sehelai kain milik ibunya hanyut. Karena takut dimarahi sang ibu, Bawang Putih mencari kain yang hayut dengan menyusuri sungai dan menanyai setiap orang yang ia temui. Sayangnya, tidak seorang pun melihat kain tersebut.
Khawatir kehilangan kain tersebut, Bawang Putih dengan gigih dan tekun tetap mencarinya sambil berjalan menyusuri sepanjang sungai yang berarus deras itu. Tiap kali bertemu seseorang di sungai ia selalu menanyakan apakah mereka melihat kain tersebut. Sayang sekali tak seorangpun yang melihat di mana kain hanyut itu berada. Hingga pada akhirnya Bawang Putih tiba di bagian sungai yang mengalir ke dalam gua. Ia sangat terkejut ketika mengetahui ada seorang nenek tua yang tinggal di dalam gua tersebut. Bawang Putih menanyai nenek tua itu mengenai keberadaan kain Ibu Tirinya. Nenek tua itu mengetahui di mana kain itu berada, akan tetapi ia mengajukan syarat bahwa Bawang Putih harus membantu pekerjaan sang nenek tua. Karena telah terbiasa bekerja keras, dengan senang hati Bawang Putih menyanggupi untuk membantu sang nenek merapikan dan membersihkan gua tersebut. Nenek tua itu sangat puas dengan hasil pekerjaan Bawang Putih. Pada sore harinya Bawang Putih berpamitan kepada sang nenek. Sang nenek itu kemudian mengembalikan kain milik Ibu Tiri Bawang Putih yang hanyut di sungai, seraya menawarkan kepada Bawang Putih dua buah labu sebagai hadiah atas pekerjaannya. Dua buah labu itu berbeda ukuran, satu besar dan yang lainnya kecil. Karena Bawang Putih tidak serakah dan tamak, ia memilih labu yang lebih kecil.
 
Bawang Putih sampai di ujung sungai yang menuju sebuah mulut gua. Di dalam gua, tinggal seorang nenek. Ia mengetahui kain tersebut. Sang nenek meminta Bawang Putih membantunya membersihkan gua tersebut apabila Bawang Putih ingin memperoleh kembali kain ibunya. Bawang Putih menyanggupi dan mereka membersihkan gua.
Ketika kembali ke rumah, sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya amat marah karena Bawang Putih terlambat pulang. Bawang Putih pun menceritakan apa yang telah terjadi. Ibu Tiri yang tetap marah karena Bawang Putih hanya membawa sebutir labu kecil, ia kemudian merebutnya dan membanting buah itu ke tanah. "Prak..." pecahlah labu itu, akan tetapi terjadi suatu keajaiban, di dalam labu itu terdapat perhiasan emas, intan, dan permata. Mereka semua terkejut dibuatnya. Akan tetapi karena Ibu Tiri dan Bawang Merah adalah orang yang tamak, mereka tetap memarahi Bawang Putih karena membawa labu yang lebih kecil. Jika saja Bawang Putih memilih buah yang lebih besar, tentu akan lebih banyak lagi emas, intan, dan permata yang mereka dapatkan.
 
Setelah selesai membersihkan gua, sang nenek memberikan kain yang hanyut tadi kepada Bawang Putih. Selain itu, sang nenek menawarkan labu kecil atau besar kepada Bawang Putih. Bawang Putih memilih labu yang kecil dan membawanya pulang.
Karena sifat serakah dan tamak, Bawang Merah berusaha mengikuti apa yang dilakukan Bawang Putih. Dengan sengaja ia menghanyutkan kain milik ibunya, kemudian berjalan mengikuti arus sungai dan menanyai orang-orang yang ia temui. Akhirnya Bawang Merah tiba di gua tempat nenek itu tinggal. Tidak seperti Bawang Putih, Bawang Merah yang malas menolak membantu nenek itu. Ia bahkan dengan sombongnya memerintahkan nenek tua itu untuk menyerahkan labu besar itu. Maka nenek tua itu pun memberikan labu besar itu kepada Bawang Merah. Dengan riang dan gembira Bawang Merah membawa pulang labu besar pemberian nenek tua itu. Telah terbayang dalam benaknya betapa banyak perhiasan, intan, dan permata yang akan ia miliki. Sang Ibu Tiri pun dengan gembira menyambut kepulangan putri kesayangannya itu. Tak sabar lagi mereka berdua memecahkan labu besar itu. Akan tetapi apakah yang terjadi? Bukannya perhiasan yang didapat, dari dalam labu itu keluar berbagai macam ular dan hewan berbisa. Mereka berdua lari ketakutan. Baik Ibu Tiri maupun Bawang Merah akhirnya menyadari sifat buruk dan ketamakan mereka. Mereka menyesali bahwa selama ini telah berbuat buruk kepada Bawang Putih dan memohon maaf pada Bawang Putih. Bawang Putih yang baik hati pun memaafkan mereka berdua.
 
Sesampainya di rumah, sang ibu memarahi Bawang Putih karena pulang terlambat. Saking marahnya sang ibu, labu kecil yang dibawa Bawang Putih dipecahkannya. Namun, mereka terkejut karena isi labu tersebut ternyata perhiasan-perhiasan. Bawang Putih menceritakan pada mereka apa yang terjadi di sungai dan membuat ibunya makin geram karena memilih labu yang kecil.
 
Bawang Merah mencoba melakukan hal yang sama seperti Bawang Putih untuk mendapatkan labu yang besar. Ia pura-pura menghanyutkan kain di sungai, pura-pura menanyai orang-orang di sepanjang sungai, dan sampai ke mulut gua tempat sang nenek tinggal. Sang nenek meminta Bawang Merah membantunya membersihkan gua apabila ingin mendapatkan kembali kainnya. Namun, Bawang Merah menolak dan langsung meminta labu yang besar. Sang nenek pun memberikannya.
 
Bawang Merah pulang dengan membawa labu yang besar. Ia disambut ibunya dan labu pun mereka pecahkan. Saat labu pecah, keluar ular-ular dari dalamnya. Mereka bedua ketakutan dan akhirnya sadar diri akan keserakahannya. Mereka bedua akhirnya minta maaf kepada Bawang Putih.