Terapi Moral: Sejarah Melepaskan Jiwa dari Kekangan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 59:
''Terapi moral'' membawa konsekuensi yang sangat luas pada kesehatan jiwa. Seiring dengan industrialisasi, asilum bertambah jumlahnya dan ukuran bangunan-bangunannya diperbesar. Terkait dengan hal ini adalah pengembangan sistem pengelolaannya, sehingga memungkinkan para pasien rawat-inap untuk dikumpulkan dalam jumlah banyak. Pada akhir abad ke-19 dan memasuki abad ke-20, asilum-asilum semacam ini, yang pada umumnya berada di luar kota, telah menjadi sangat menurun kualitas perawatannya; ruangan-ruangannya yang penuh-sesak dengan para pasien menjadi permasalahan yang umum ditemui di banyak asilum. Sebagai contoh data, pada tahun 1827 rata-rata jumlah penghuni setiap asilum di Inggris Raya (Britania) adalah 166 orang, yang bertambah menjadi 1.221 orang pada tahun 1930. Prinsip-prinsip dari ''terapi moral'' menjadi seringkali terabaikan dan teknik-teknik pengobatan yang semula manusiawi menjadi jatuh kualitasnya menjadi hanya sebuah lembaga tanpa pertimbangan pikiran serta hanya menjalankan rutinitas belaka, dengan struktur di dalamnya yang otoriter alih-alih bersikap ramah terhadap para pasien.
Pertimbangan mengenai pembiayaan secara cepat menggantikan idealisme. Asilum/
Tercatat secara baik dalam sejarah bahwa hanya ada kegiatan terapeutik yang sangat sedikit, obat lebih dianggap sebagai hanya menjalankan kepentingan administratif saja serta hanya untuk menangani gejala-gejala yang sifatnya fisik saja, alih-alih sebuah terapi untuk gangguan kejiwaan. Harapan akan munculnya ''terapi moral'' dan suasana yang bersifat kekeluargaan telah terhancurkan sama sekali karena kondisi-kondisi yang demikian.
|