Habis Gelap Terbitlah Terang/Surat-surat dalam tahun 1900: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
hgtt |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 10:
}}
==12 Januari 1900 (I)
Pergi ke Eropa. Itulah suatu cita-cita saya, yang akan tinggal sampai hari mautku. Sekiranya saya dapat memperkecil tubuhku sampai
Nah, lihatlah betapa gila dan bodoh saya. Semata-mata perbuatan bodoh, bukan, yang saya suratkan di atas ini. Tetapi
Baris 35 ⟶ 32:
hébatnya. Sepohon randu yang besar baru-baru ini ditumbangkan pula oléh angin. Pohon itu berdiri ditepi jalan besar.
Waktu ia tumbang itu dua orang perempuan yang
lalu disitu ditimpanya. Keduanya luluh lantak dibawah po
hon kayu itu. Sehari-harian dan semalam-malaman itu tidak
lain yang kami dengar hanyalah bunyi laut yang menderuderu dan mengaum-aum. Di Klein-Scheveningen badai
Baris 72 ⟶ 67:
kadang-kadanp ada kelaparan, yang ditanggungkan oléh anak
negeri, tetapi hal itu bukannya kesalahan kepala-kepala negeri.
Kepala-kepala negeri tentulah tidak dapat menanggung, bila hari lama tidak hujan-hujan, yang sangat berguna untuk sawah-sawah "orang kecil.” Meréka itupun tidak sanggup menolakkan air yang amat banyak, yang diturunkan oléh langit
Baris 110 ⟶ 104:
dan pada musim hujan semuanya terapung-apung di atas
air. Bukan, Stella, Pemerintah ada menjaga baik-baik untuk
keselamatan anak negeri Jawa. Tetapi, aduh, Pemerintah terlampau banyak menyuruh meréka itu membayar uang bia[...].
Bukan, Stella, anak negeri tiadalah lagi dengan sengaja dirampas oléh kepala-kepala negeri. Bila seperti itu sekali-sekali kejadian, maka kepala negeri yang bersalah itu diperhentikan, atau diturunkan pangkatnya. Tetapi yang masih terjadi, lebih baik dikatakan, yang masih bercabul ialah kejahatan ini: "Menerima persembahan dan pemberian, yang menurut pendapatan saya, sama keji dengan merampas harta benda orang kecil," sebagai tersebut dalam Max Havelaar. Tetapi saya tidak boléh menyalahi meréka itu, sungguhpun saya ketahui kejadian hal itu, tetapi saya patut pula menimbang peri keadaan orang yang bersalah itu. Pertama-tama sekali bangsa Bumiputera memandang pekerjaan mempersembahkan suatu pemberian kepada orang yang lebih tinggi,' seperti suatu kehormatan dan kemuliaan baginya. Menerima persembahan itu dilarang oléh Pemerintah pada orang-orang yang berpangkat. Tetapi kepala-kepala negeri yang lebih rendah mendapat gaji sedikit, sehingga kadang-kadang mendatangkan kehéranan, yang meréka itu dapat hidup dengan gaji yang kecil itu. umpamanya, seorang jurutulis kampung, yang menjadi bungkuk karena menulis setiap hari sepanjang waktu, bergaji tiada tepermanai banyaknya, yaitu ƒ 25 sebulan. Dengan wang itu ia wajib hidup dengan anak bininya, dengan wang itu ia membayar séwa rumah, membeli pakaian yang sederhana dan dengan wang itulah ia memperlihatkan kemegahannya, supaya kehormatannya dimata orang yang lebih rendah jangan kurang. (Saya harap, jangan engkau menyalahi meréka itu amat sangat, karena keadaan yang achir itu; lebih baik kasihanilah meréka itu, karena ia masih anak-anak yang besar, dan begitulah kebanyakan bangsaku itu). Bila kepada jurutulis kampung yang seperti itu dipersembahkan sesisir pisang atau yang sebagainya oléh seorang-orang kampung, maka pertama kali tiadalah diterimanya, kedua kalipun tiada diambilnya, tetapi ketiga kali dua hatinya menolak persembahan itu dan keempat kalinya diterimanyalah persembahan itu dengan tiada bimbang. Karena menurut pikirannya, tidaklah salah, bila ia berbuat yang sedemikian; barang itu bukan dimintanya, tetapi diberikan kepadanya; tentulah ia gila dikatakan orang, bila pemberian itu ditolaknya, apalagi pemberian itu boléh dipergunakannya. Memberi persembahan itu bukannya tanda kehormatan saja, tetapi juga seperti suatu pagar untuk si pemberi, bila ia bésok atau lusa dapat kesusahan dengan kepala negeri. umpamanya bila ia ditangkap oléh wedana, karena ia membuat kesalahan sedikit. Dalam hal itu diharapnya pertolongan sahabatnya, jurutulis kampung
itu. Gaji pegawai-pegawai negeri sungguh tidak cukup.
Seorang asistén wedana kelas dua bergaji delapan puluh
lima rupiah sebulan. Dengan delapan puluh lima
harus ia menggaji seorang jurutulis. wedana itu tidak diberi jurutulis oléh Pemerintah, sungguhpun ia banyak dapat kerja tulis menulis sama
banyak dengan wedana-wedana, jaksa-jaksa dan lain-lain).
Baris 126 ⟶ 119:
pula dibelinya; tambahan pula ia harus membelanjai rumah
tangganya. Akhirya ia harus menerima kemendur-kemendur,
regén dan kadang-kadang asistén residén, bila meréka itu
datang ke dalam jajahannya untuk mengerjakan barang sesuatu hal. Dan kalau asistén wedana jauh tinggal dari kota, maka tuan-tuan yang tersebut tadi tinggal dipesenggerahan.
Dengan hal yang demikian, asistén wedana merasa mendapat
suatu kehormatan yang tinggi, karena ia boléh menyediakan
makanan orang besar-besar itu. cerutu, air Belanda,
bermacam-macam minuman keras dan makanan dalam kaléng. Saya dapat mensahkan kepadamu, yang semuanya itu berharga
mahal dan sekalian itu suatu belanja yang banyak bagi
asistén wedana yang begitu. Engkau mengerti, yang ia tidak mau menyediakan barang² yang ada padanya untuk jamunya yang tinggi itu. Segala sedap-sedapan itu haruslah semuanya dijemput
tetapi si penjamu memandang suatu kewajiban akan
barang itu tidak ada padanya. Dalam afdeeling bapa beruntung tidak kejadian seperti itu. jikalau bapa' pergi komisi dan
iapun harus bermalam di tempat lain, maka selalu ia membawa makanan untuk dirinya sendiri. Kemendur dan asistén
Baris 140 ⟶ 138:
air téh yang diminum tuan-tuan itu pada asistén wedana,
tiadalah menjadikan ia miskin. Kalau kejadian pembunuhan
atau pencurian dalam jajahan asistén wedana itu, wajiblah
ia mencari keterangan yang sesungguhnya dalam perkara itu, karena itu suatu kewajiban baginya. Akan menyelidiki
orang yang bersalah haruslah ia banyak mengeluarkan wang
Baris 147 ⟶ 146:
uang yang wajib ada untuk mencari keterangan sesuatu
perkara yang gelap. Dapatkah ia menerima uang itu kembali
dari Pemerintah, untuk mencari keterangan kehendak
Pemerintah itu? Mengucap syukurlah saya bila benar begitu. Oléh sebab tiada demikian halnya maka banyak pegawai-
harus dibuat oléh pegawai-pegawai, yang tiada bergaji cukup dan tiada beribu bapa' dan bersanak saudara, yang boléh
menolong mereka itu dengan wang? Anak negeri senantiasa
Baris 160 ⟶ 157:
Saya tahu kesusahan kepala-kepala negeri dan saya tahu
akan kesukaan dan kedukaan anak negeri. Apa akan diperbuat
Pemerintah sekarang? Pemerintah hendak mengadakan perubahan dalam hal pemerintahan negeri. Pegawai-pegawai
Bumiputera hendak disusuti, untuk keuntungan..........
pegawai-pegawai bangsa Eropa. Oléh karena kesusutan itu
adalah wang tersimpan setahun ƒ 164800. Wang itu akan
diberikan untuk pegawai-pegawai bangsa Eropa, dalam
pemerintahan negeri, karena pegawai-pegawai bangsa Eropa itu diberi gaji seperti anak tiri, pada hal pegawai-pegawai bangsa
Eropa dalam golongan lain diberi gaji seperti anak kandung.
Tetapi, mengapa Pemerintah merugikan pegawai-pegawai
Bumiputera akan memperbaiki kesalahan-kesalahan itu? Betul akan pengganti kesusutan yang di atas itu, pegawai-pegawai
Bumiputera yang bergaji sedikit ditambah gajinya dan
asisten wedana mendapat jurutulis dari Pemerintah. Tetapi apakah artinya perubahan sedikit itu, jika diperbandingkan dengan penghapusan pangkat-pangkat yang tinggi itu? Dan lagi belum ada kenyataannya, yang pangkat-pangkat itu tiada berguna.
Karena peraturan Pemerintah itu banyak orang bersungut. Peraturan untuk perubahan itu dikabulkan oléh majelis persidangan kedua di tanah Belanda dan bulan Juli
j.a.d. dijalankan perubahan pemerintahan negeri itu. Hampir
sekalian residén-residén melawani peraturan itu, tetapi
Gubernur jenderal mengehendaki begitu. Meskipun kehendak itu dilawani oléh residén-residén, maka perubahan itu
dimajukan juga. Saya berharap, yang Pemerintah nanti tidak akan memetik buah kelat dari perbuatannya itu.
Sekarang tengtang hal anak negeri, terutama keadaan
penduduk tanah Jawa. Bangsa Jawa itu boléh disamakan anak yang telah besar. Apa yang telah dibuat oléh untuk kemajuan anak negeri? untuk anak² orang berbangsa dalam negeri diadakan Sekolah Ménak, Sekolah Raja
dan Sekolah Dokter Jawa. Dan sekolah Bumiputera untuk
sekalian orang ada terdapat dalam tiap-tiap distrik sebuah
saja. Sekolah Bumiputera dibagi atas dua jenis oléh Pemerintah;
yaitu: Sekolah kelas satu, yang didapatinya hanya pada ibu-ibu negeri saja; disekolah itu diajarkan pengajaran,
yang seperti pengajaran dalam sekolah Bumiputera sebelum
ia terbagi dua, tetapi dalam sekolah kelas dua anak-anak
diajari hanya menulis dan membaca bahasa Jawa dan berhitung
dahulu; apa sebabnya, tidak tahulah saya. Menurut pertimbangan
saya Pemerintah menyangka, bila anak negeri mempelajari itu, maka ia tidak mau lagi mengerjakan tanah. Tentang hal pengajaran bapa' telah mempersembahkan
sepucuk surat nota kepada Pemerintah. O, Stella, saya
suka engkau dapat membaca surat itu. Engkau harus tahu yang sebagian besar dari pada orang-orang berbangsa sangat
berbesar hati karena perbuatan Pemerintah itu. Bangsawan
bangsa Jawa makin lama makin mundur tenaganya.
di Hindia dan di tanah Belanda dan beberapa orang Jawa yang berbangsa suka menolong bangsawan itu dan mau
memajukan meréka itu. Dengan hati kurang senang dipandang oléh bangsawan itu anak-anak orang kebanyakan memajukan
dirinya dan karena pengetahuan, kepandaian dan kerajinannya
iapun disamakan duduknya oléh Pemerintah dengan anak-anak
bangsawan. Anak-anak orang kebanyakan memasuki Belanda dan disitu ia menunjukkan, yang ia didalam segala hal dapat berlumba-lumba dengan anak-anak orang
berbangsa tinggi. Sekalian orang bangsawan suka alam ini untuknya saja; pangkat yang tinggi-tinggi dalam negeri dalam tangannya saja dan ia sendiri hendak berkepandaian dan
berbudi pekerti seperti bangsa Eropa. Pemerintah menolong dan membantu meréka itu, lebih-lebih karena Pemerintah sendiri
mendapat untung dalam hal itu. Pada tahun 1895 ia telah
memberi perintah, bunyinya: "Anak-anak Bumiputera
(ber'umur dari 6 sampai 7 tahun) tidak boléh diterima masuk sekolah Belanda kalau anak itu belum tahu bercakap bahasa
Belanda atau kalau tidak seizin Gubernur jenderal.”
Bagaimana anak-anak Bumiputera yang ber'umur 6 atau 7 akan belajar bahasa Belanda? Akan boléh begitu hanyalah bila anak itu mempunyai seorang pengasuh bangsa Tambahan lagi, biarpun ada waktu untuk mempelajari bahasa Belanda itu, anak Bumiputera itu wajib mengetahui bahasanya lebih dulu, sebelum ia belajar bahasa Belanda; dan haruslah ia tahu menulis dan membaca dalam
bahasa Jawa lebih dulu. Hanyalah regén-regén yang memohonkan
permintaan, supaya anak cucunya boléh dimasukkan kesekolah Belanda. Kepala-kepala yang lebih rendah takut yang
permintaannya tidak akan dikabulkan, oléh karena itu tiadalah
dimintanya. Pongahkah bapaku sebab ia menunjukkan
kepada Pemerintah hal yang sesungguh-sungguhnya terjadi, yaitu anak-anak orang Afrika dan Ambon segera dimasukkan
kesekolah Belanda dengan tiada mengerti bahasa Belanda
sepatah kata juapun? Stella, waktu saya masih sekolah, saya
sendiri tahu betul, bahasa banyak anak-anak Belanda sendiri
yang sama banyak kepandaiannya dalam bahasa Belanda dengan
saya, waktu saya mula-mula sekolah.
Bapa mengatakan dalam notanya itu: "Pemerintah tidak cakap
menyediakan nasi untuk segala orang Jawa akan dimakannya, tetapi Pemerintah sanggup memberi ra'jat upaya akan mencari suatu tempat dan di tempat itu didapati makanan,
maka upaya itu ialah "pengajaran”. Memberi anak negeri pengajaran yang baik samalah keadaannya seperti Pemerintah
memberikan sebuah suluh ketangannya. Dengan suluh itu
Baris 230 ⟶ 259:
Tidak, Stella, tidak usahlah saya panjangkan perkara itu lagi,
barangkali bésok atau lusa dapat saya mengirimkan nota bapaku
itu kepadamu, dan disitu dapatlah kaulihat, bagaimana hal keadaan anak negeri pada masa sekarang. Bapa akan
bekerja dengan keras, hendak memajukan anak negeri dan sayapun hendak bekerja bersama-sama dengan dia.
Baris 240 ⟶ 271:
tinggi dengan bangsa Eropa. Hak yang kami tagih untuk diri
kami sendiri itu harus kami berikan pula kepada siapa yang
memintanya. Mengalangi kemajuan anak negeri samalah
mengucapkan perdamaian bagi seluruh dunia, pada hal ia menganiaya dan menginjak anak ra'jatnya sendiri. Itu namanya menyukat dengan dua buah gantang, bukan? Bangsa Eropa
sakit hati melihat sipat-sipat bangsa Jawa, ump. sipat-sipat
Baris 249 ⟶ 282:
kejahatan itu? Mengapa tidak tuan unjukkan tangan tuan
akan memajukan saudara tuan yang hitam itu? Percayalah
kepadaku, yang kejahatan itu dapat dihapuskan. Buangkanlah
dari otaknya selimut kebodohan itu, bukakan matanya, nanti dapat tuan lihat, bahwa padanya ada sipat-sipat yang lain
didapati lain dari pada kesukaan hendak berbuat jahat yang
asalnya sebagian besar oléh karena kebodohan dan kekurangan pengetahuan.
jauh-jauh contoh itu dan engkaupun demikian, Stella.
Disini dimukamu sendiri kaudengar buah pikiran, yang
masuk bilangan bangsa kulit hitam yang dihinakan itu. Apa yang dapat disalahkannya tentang hal kami dan tingkah laku
kami? Kenalkah meréka itu kepada kami?
Meréka itu tidak mengenal kami, sebagai kami tidak mengenal
mereka itu. jikalau engkau suka mengetahui hal itu, lihatlah
surat bulanan Neerlandia nomor bulan October. Di sebuah pidato saudara saya pada suatu persidangan tentang bahasa dan 'ilmu kitab Belanda di kota Gent, di tanah
Belgia. Professor Kern membawa dia kesitu dan memintanya
Baris 269 ⟶ 304:
dengan perasaan saya dan kami semua.
Engkau bertanya kepadaku: "Banyakkah kekuasaan bapamu?”
Apakah yang sebenarnya kekuasaan? Bapa betul ada mempunyai kehormatan yang besar; tetapi kekuasaan itu
hanya ada pada bangsa yang memerintah. Saudara saya berkata
Baris 276 ⟶ 312:
sungguhpun bukan untuk kesukaan hatimu, tentu akan
kesukaan bagiku. Orang-orang Belandla mentertawakan dan
mengéjékkan kebodohan kami, tetapi bila kami mencoba hendak
memajukan diri sendiri, maka iapun memandang kami seperti musuhnya. Alangkah banyak dukacita saya dulu,
waktu saya masih dalam sekolah. Guru-guru dan kawan-kawan
saya sesekolahpun memandang kami seperti musuhnya. Tetapi, tetapi bukan sekalian guru-guru dan murid-murid
yang membencii kami. Banyak pula yang mengenal kami dan
Baris 293 ⟶ 331:
yang ternama dan mulia di rumah meréka itu. Ia seorang anak
muda yang beradab dan sopan, yang tahu akan adat sopan
santun serta peramah. Tiap-tiap orang bercakap bahasa
Belanda dengan dia, dalam bahasa itu iapun dengan mudah dan baik mengeluarkan pikirannya. Baru-baru keluar dari
dunia yang tersebut di atas, datanglah ia kerumah orang tuanya.
Disitu menurut pikirannya tidak lain yang lebih baik akan dibuatnya, lain dari pada pergi menghadap orang besar-besar
dinegerinya.
Waktu ia berhadapan dengan residén, yang bercakap dengan
dia, sahabat saya itu membuat suatu kesalahan. Bagaimanakah
ia seorang-orang Jawa, berani mencoba, menjawab tuan besar itu dengan bahasa Belanda? Itulah kesalahannya
itu. Bésoknya ia dapat surat angkatan untuk menjadi
jurutulis kemendur digunung-gunung. Disitulah si
anak muda itu tinggal memenungkan "dosanya itu” dan
melupakan segala 'ilmu yang dahulu dikumpulkannya dalam sekolah. Beberapa tahun kemudian datang kesitu seorang
kemendur baru, yang sebenarnya aspiran kemendur, yang
akan mencukupkan sengsaranya sampai melimpah-limpah.
Kepalanya yang baru itu seorang dari pada kawannya masa disekolah dulu dan si kepala itu bukanlah seorang ternama karena ketajaman otaknya. Si anak muda tadi, yang dahulu selalu nomor satu dalam segala hal, wajiblah jongkok di
tanah kepada kawannya yang bodoh dulu itu dan iapun mesti bercakap bahasa Jawa tinggi dengan dia, sedang tuan itu
dengan bahasa Melayu tangsi menjawabnya. Dapatlah engkau
Baris 315 ⟶ 360:
yang sangat dihinakan itu? Betapalah banyak kekuatan hati
yang tersembunyi dalam perbendaharaan si muda itu, akan
menahan segala azab dan ancaman selama itu. Tetapi
tidak dapatlah ia menanggungkan lagi; ia berangkat ke Betawi dan mohon permintaan hendak menghadap permintaan itu dikabulkan. Keputusan permintaannya itu ia dikirim ketanah Priangan dengan perintah akan mempelajari hal perusahaan bertanam padi. Disitu ia
berbuat suatu kebaktian, oléh karena ia menerjemahkan surat-surat tentang perusahaan tanam-tanaman dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Jawa dan Sunda. Karena itu
ia dapat anugerah dari Pemerintah dua tiga ratus rupiah.
Pada Sekolah Kemendur di Betawi terbuka pangkat seorang
guru untuk bahasa Jawa. Guru bahasa Jawa disekolah itu
pulang kenegeri Belanda. Banyak sahabat-sahabatnya, bangsa Eropa yang suka kepada bangsa Jawa, mencari daya upaya, supaya ia diangkat kesekolah itu jadi
guru bahasa Jawa, tetapi daya upaya itu tiadalah berhasil. Tidakkah pikiran yang amat gila, seorang Bumiputera mengajar bangsa Eropa, apalagi bangsa Eropa bakal jadi pegawai-pegawai Pemerintahan negeri? Buang saja
permintaan yang gila itu. Saya mau bertanya: Siapa yang lebih pandai mengajarkan bahasa Jawa lain dari pada orang Jawa
sejati? Si muda itupun kembali kenegerinya; dan sementara
itu datang ketempatnya seorang residén yang lain, lalu si
muda kulit hitam yang cerdik dan pandai itu diangkat
kesudahannya menjadi asistén wedana. Bukannya sia-sia saja ia dibuang ketempat yang jauh tadi itu, karena bangsa Eropa, wajib berjongkok di tanah pada meréka itu
dan dekat meréka itu tidak boléh sekali-kali orang
bertutur bahasa Belanda. Sekarang orang lain yang
bahasa Jawa terbuka, maka pangkat itu diserahkanlah
bagi sementara kepada si muda itu.
Stella, saya kenal seorang asistén-residén yang bercakap bahasa Melayu dengan seorang regén, sungguhpun ia tahu bahasa regén itu tahu betul bertutur bahasa Belanda. Lagi pula tiap-tiap orang berbincang-bincang dengan kepala negeri itu dalam bahasa Belanda, hanyalah asistén-residén itu saja yang tidak suka. Saudara-saudara saya laki-laki bercakap bahasa Jawa tinggi kepada orang-orang di atasnya, meréka itu menyahut dalam bahasa Belanda atau Melayu. yang menyahut dalam bahasa Belanda itu, orang-orang yang bersahabat dengan kami dan beberapa orang di antaranya meminta kepada saudara-saudaraku, supaya ia memakai bahasa Belanda dengan meréka itu, tetapi saudara-saudaraku tidak mau dan bapapun tidaklah mengizinkan itu. Bapa dan anak-anaknya lebih tahu, apa yang lebih baik baginya tentang hal itu. Pegawai-pegawai bangsa Eropa pada pemerintahan negeri yang menyangkakan dirinya diawan tinggi itu, takut sekali rupan ya kehormatannya akan hilang, sebab itu sebentar-sebentar meréka itu mengingatkan kehormatan itu. Saya tidaklah mempedulikan ancaman meréka itu. Sebenarnya saya selalu suka tertawa melihat kelakuan meréka itu hendak memeliharakan kehormatannya itu terhadap kepada kami, bangsa Jawa. Dengan beberapa pegawai pemerintahan negeri bangsa Eropa yang bersahabat dengan saya selalu saya memperbincangkan perkara itu. Perkataan saya itu tidaklah dibantahinya dan tidak pula diiakannya, sungguhpun saya tahu betul, bahasa dalam hatinya ia membenarkan perkataanku itu. Menyembunyikan kebenaran itu tentulah untuk ke hormatannya pula. Mengertikah engkau sekarang, apa sebabnya saya kadang-kadang tidak dapat menahani gelak saya? Suatu keriangan melihat bagaimana tuan-tuan besar itu mencari daya upaya hendak meninggikan kehormatannya itu ke pada kami.
Baris 338 ⟶ 399:
O, junjungan, tahukah tuan betapa orang banyak, yang sekarang menghindarkan payung bagus itu dengan hormatnya, mentertawakan engkau nanti dibelakangmu? Bagaimanakah timbanganmu, Stella, tentang kelakuan kepala2 negeri
bangsa Eropa, yang banyak, ya, amat banyak suka menyuruh mencium kaki atau lututnya kepada kepala2 negeri bang sa Bumiputera? Mencium kaki suatu tanda kehormatan yang tertinggi padia bangsa Jawa kepada ibu bapa dan kaum keluarga yang lebih tua atau kepada kepala2 negeri kami sendiri. Kepada bangsa asing, hanya kami lakukan dia dengan hati yang enggan, bila ia wajib dilakukan. ya, bangsa Eropa yang demikian menjadikan tertawa sekali, jika meréka itu menagih kehormatan itu dari pada kami; karena yang berhak akan kehormatan itu, hanyalah kepala-kepala negeri Bumiputera saja. Kalau residén-residén dan ass.-ass. residén menamakan dirinya "kangjeng" sudahlah layaknya, tetapi jika mandur2 kebun dan jambatan dan bésok barangkali setasiun chef menyuruh bujangnya memanggilkan "kangjeng" kepadanya, bukankah pekerjaan yang sebodoh-bodohnya itu? Tahukah orang-orang itu arti kata "kangjeng?" Meréka itu menagih kepada orang-orang dibawahnya kehormatan, yang diberikan anak negeri kepada kepala-kepalanya sendiri saja.
Baris 350 ⟶ 409:
Tetapi cobalah, hal bangsa kulit putih; akan menahani kemajuan zaman sekarang tentu tuan-tuan tidak akan sanggup. Saya amat sangat menyayangi orang Belanda dan banyaklah terima kasih saya kepada meréka itu atas sesuatu yang keér.akannya telah saya rasai. Banyak, ya, amat banyak di antara meréka itu boléh kami namakan sahabat karib kami,
tetapi banyak, ya, sangat banyak pula orang Belanda, yang memandang kami seperti musuhnya. Hal itu tidak lain sebabnya melainkan karena kami mencoba berlumba-lumba kepadang kemajuan dan kebaikan budi pekerti dengan dia. Dengan jalan yang kasar diperlihatkannya kepada kami: "saya orang Eropa, kamu orang Jawa", maksudnya: "saya orang memerintah, kamu orang terperintah."
Baris 363 ⟶ 420:
Sekarang ada sebuah ceritera lagi, yang kejadian di tanah Priangan. Pada suatu malam regén anu menerima jamu dikabupaténnya. jamu itu ialah seorang partikulir dan residén di tempat itu. Tiada berapa lamanya datang seorang aspiran kemendur ke dalam perkumpulan itu. Anak regén itu seorang murid H. B. S., yang sedang di rumah karena waktu témpoh. Anak itu berjalan dipendopo. Tatkala dilihatnya, bukan bapanya saja duduk, maka iapun hendak menjauhkan dirinya, tetapi residén melihat daa memanggil dia datang
kepadanya. Tuan besar itu menyahuti tabik anak muda itu dengan suka hati, dan lama dan ramah bercakap-cakap dengan dia. Tatkala percakapan itu telah habis, maka anak muda itu datang kepada aspiran kemendur itu dan memberi tabik dengan hormat. Tuan kecil itu menimbang tidak perlu, akan menjawab tabik hormat itu, hanyalah dianggukkannya kepalanya sedikit dan matanya dengan pemandangan yang menghmakan mengamat-amati anak muda itu dari puncak kepala sampai kekakinya serta merungutkan kata ini dari mulutnya: "Tabee. Anak muda itu menjadi pucat, dan bibirnya bergerak-gerak dan tangannya ditinjukannya.
Beberapa lamanya kemudian dari pada itu diceriterakannya kepada orang partikulir, yang duduk bersama-sama pada waktu hal itu terjadi: "Saya suka sekali kepada orang Belanda, tuan, banyak sahabat kenalan saya orang Belanda, sahabat-sahabat karib, tebapi "tabee" aspiran itu sekali-kali tidakdapat saya lupakan, hal itu menggorés hati saya."
O, Stella, saya sudah kerap kali menujukan pemandangan saya pada segala hal keadaan dalam dunia kehidupan di tanah Hindia; dengan tiada sengaja terlihat oléh saya di belakang-belakang dunia pegawai-pegawai itu lubuk<sup>2</sup> yang amat dalam. O, Stella, melihat sekalian itu saja telah boléh memusingkan kepalamu. O. Allah. Alangkah banyak perbuatan yang jahat dan ngeri didunia ini! Ada residén-residén dan asistén-asistén residén yang jauh kurang baik lagi dari pada tuan Slymering dalam Max Havelaar. Tidak, saya tidak suka menjadikan surat saya ini sepucuk surat kejahatan.
O, sekarang saya mengerti, mengapa orang Belandla tidak suka. kami bangsa Jawa menjadi maju. Apabila si Jawa telah berpengetahuan, tentulah ia tidak akan mengia dan mengaminkan saja lagi akan barang sesuatu yang dipikulkan orang yang lebih tinggi di atas bahunya.
Lihatlah, sekarang surat chabar Belanda "Locomotief", surat chabar yang terutama di Hindia, telah memasukkan karang-karangan, yang ditulis oléh anak Bumiputera dalamnya. Dalam karang-karangan itu dibukakannya buah pikirannya, yang telah bertahun-tahun bercabul didalam hati pegawai-pegawai anak negeri, sungguhpun bukan pada segala pegawai-pegawai, tetapi pada sebagian besar dari pegawai-pegawai
anak negeri itu. Buah pikiran itu dulu selalu didiamkan saja. Bukannya pegawai-pegawai yang berpangkat tinggi saja didalam negeri, sedangkan pegawai-pegawai yang lebih rendahpun sekarang membukakan suaranya pula. Surat chabar hari-hari menamakan hal itu suatu tanda yang baik dan menyorakkan keadaan itu amat sangat. Bagaimana pikiran pegawai-pegawai Eropa tentang hal itu, tiadalah saya
Seperti dinegerimu bangsa perempuan bergerak meminta disamakan haknya dengan laki-laki, demikian pula bangsaku hendak memerdehékakan dirinya. Sebagai dinegerimu perempuan dan gadis-gadis selalu dirintangi oléh meréka, yang berzaman-zaman telah menjadi tuannya, demikian pula bangsa Jawa dalam pergerakannya diganggu oléh bangsa yang lebih tinggi.
Pergerakan bangsa Jawa itu baharu mulai. Beruntung benar orang-orang ternama dan terpandang memperhatikan pe'kara kami. Tentulah pergerakan itu akan menjadi peperangan yang hébat, orang yang memperperang-perangkannya bukannya akan berlawan dengan musuhnya saja, tetapi ia akan berjuang pula dengan kebodohan bangsanya sendiri, yaitu orang yang diperperangkannya itu. jikalau peperangan si laki-laki sangat hébatnya, maka perempuan-perempuanpun tentulah akan terbangun. Aduhai bangsaku laki-laki, betapakah banyak kerjamu nanti.
Beruntung sekali rasanya kami hidup pada zaman sekarang. Perubahan dari zaman kuno kepada zaman kaum
muda. Belum selang berapa hari ini saya membaca: "janganlah engkau cela, hai orang tua-tua, barang sesuatu yang baru. Pikirkanlah bahasa barang yang tua sekarang, dulu muda juga." (Kata-kata itu saya sebutkan dari kepala saya saja). Alangkah panjang surat ini, Stella; kuharap, surat ini jangan terlampau memayahkan engkau, oléh karena membaca dia. Dan maafkan saya, bila ada dalam surat ini kata-kata saya yang menyedihkan hatimu, saya tulis sekalian itu oléh karena kegembiraan saya.
Stella, maafkan, yang semata-mata lupa, kepada siapa saya sekarang menulis surat. Pada dirimu saya dapati seorang yang sepikiran dengan saya. Kepadaku telah kaukatakan, yang saya tidak lain dari pada seorang saudara sepikiran bagimu. Dan
Kitab Carthold Meryan telah dijanjikan kepada saya, tetapi sampai sekarang belumlah juga datang, boléh jadi si penayual kitab-kitab itu harus memesan lebih dulu kenegeri Belanda.
Tetapi selang beberapa hari ini saya membaca kitab "Moderne Vrouwen", yang diterjemahkan dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Belanda oléh Jeanette van Riemsdyk. Dengan kecéwa saya letakkan kitab itu kembali. Banyak surat-surat chabar mengatakan kitab itu suatu kitab yang bagus sekali dan ceriteranya didalam segala hal jauh lebih tinggi dari pada hikayat Hilda van Suylenburg, serta iapun sebuah hikayat
yang sempurna yang tidak kecelaan dan kekurangannya.
Tetapi menurut pikiranku, kitab H. v. S. masih selalu ratee dan sekalian kitab-kitab yang telah tercétak tentang kemerdekaan perempuan. Biarlah saya nantikan dahulu mengeluarkan bandingan saya perihal kitab "Moderne Vrouwen," tetapi sepanjang pendapatan saya kitab itu tidak menghidupkan dan menggembirakan hati seperti kitab H. v. S.
Percayakah engkau bahasa saya tidak berhenti-henti membaca kitab H.v. S. sehingga tammat? Saya tutup diriku dalam bilik kami, saya lupakan sekalian pekerjaan saya, saya tidakdapat menjauhkan kitab itu dari tangan saya. Kitab itu menarik saya amat sangat.
Sayang, yang kitab peringatan saya telah hilang. Saya hendak menyuruh baca kepadamu, sebuah karangan yang baru-baru ini saya baca. Ia itu sebuah karangan dalam bahasa Inggeris, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan bernama "Het dul der Vrouwenbeweging" = "Maksud gerakan perempuan-perempuan". Saya tidak tahu betul lagi karangan itu dimuatkan, entah dalam surat chabar de "Gids", entahkan dalam surat chabar "Wetenschappeliyke bladen". Dan lagi harus engkau baca, bila engkau belum membaca karangan "Wayang-Wong" dikarangkan oléh Martine Tonnet dalam surat chabar de "Gids" nomor bulan November.
[[File:Ilustrasi rimba bambu kandang kerbau depok 67.jpg|thumb|center|500px|Rimba bambu dengan kandang kerbau dekat Depok.]]
nyonya tahu, bagaimana ingin kami hendak pergi ke Eropa. Karena tanah Eropa tidak dapat kami capai, maka kamipun bersenang hatilah, belajar disini saja. Tahun yang lalu kami telah berbesar hati akan pergi ke Betawi, meskipun kenang-kenangan kami tatkala itu telah terbang ke Eropa. Kami minta kepada Pemerintah Hindia, supaya kami dikirim ketanah Eropa atas tanggungan Pemerintah. Apabila permintaan itu diperkenankan, maka Rukmini akan belajar untuk perkara gambar menggambar dan membuat patung, supaya kemudian ia dapat mengajari bangsanya, akan menghidupkan kepandaian Bumiputera kembali tentang perkara itu; kepandaian itu salah suatu mata pencaharian untuk anak negeri. Kleince, adikku pergi kesekolah perkara rumah tangga; ia nanti akan mengajar segala perempuan yang menjadi ibu dan perempuan rumah, dan mengajarkan harga wang dan kehématan serta kebajikan, yang berguna untuk bangsa Jawa yang lalai, sia-sia dan yang suka kebagusan dan keindahan itu. Dan saya untuk jadi pengajar, akan menunjuki perempuan-perempuan yang akan menjadi ibu itu, pengertian kata cinta dan adil, serta 'ilmu yang lain-lain, yaitu kata-kata yang telah ditunjukkan bangsa Eropa kepada kami. Pemerintah suka mema'murkan tanah Jawa, hendak
Pemerintah hendak memajukan bangsa Jawa. Akan memulai pekerjaan itu dipaksa orang-orang bangsawan Jawa mempelajari bahasa Belanda dulu. Karena sekarang, bila Pemerintah hendak mengangkat seseorang, maka Pemerintah menilik kepandaian meréka itu. Tetapi kepandaian saja cukupkah untuk menjabat suatu pangkat?
Siapakah yang terutama dapat mengerjakan perbuatan yang achir itu, ialah pula yang banyak menolong meninggikan kadar kelakuan manusia? Orang yang sanggup mengerjakannya ialah perempuan. Karena si ibulah, yang memberikan pendidikan yang pertama-tama sekali kepada manusia. di atas pangkuan si ibu, anaknya manusia yang kecil itu mulai belajar merasa, berpikir dan berkata. Pendidikan yang bermula-mula sekali adalah baktinya untuk se'umur hidup. Sebuah kelakuan yang tidak baik, yang wajib dihilangkan dari bangsa Jawa ialah kesombongan. Hal itu banyak akan menolong keselamatan bangsa Jawa. Akan menghapuskan itu hanyalah pendidikan budi pekerti yang baik.
Baris 420 ⟶ 469:
pergi kesitu; nyonya, bantulah maksud kami ini.
sekolah Gubernemén. Kalau tidak dapat, kami coba mendirikan sekolah partikulir dengan wang loterai dan lain-lain.
Bila maksud kami telah sampai, dapatlah pula akal pendirikan sekolah itu. Sekarang yang amat mengalangi kami akan pergi ke Eropa itu, hal keadaan kami di rumah; izin yang akan diberi bapa, lebih besar dari izin yang dikabulkan raja. O, bila kami boléh mendapat izin itu?
Wah, nyonya, sakit, ya, sengsara yang amat besar yang dii asai, bila oiang seorang gadis Jawa dan mempunyai perasaan yang halus. Kasihan nasib ibu bapa yang mempunyai anak seperti kami. Kami berharap akan meminta pada Allah, supaya 'umur usia orang tua kami dipanjangkannya dan meréka itu nanti akan beriang hati karena kami, meskipun kami tiada berjalan dibawah payung keemasan.
Hai sahabat kami, tolonglah kami, supaya kami berangkat dari negeri Jawa, pergi bekerja untuk menyampaikan cita-cita dan kenang-kenangan kami. Déwasa inilah mula keadilan dan achir kelaliman, yang telah beribu-ribu melukai hati perempuan dan gadis-gadis. Akan pembéla itu saya akan mempelajari bahasa Belanda sebaik-baiknya dan sesempurna-sempuraanya, supaya saya dapat bekerja dengan bahasa itu, dan dapat saya pergunakan menurut kesukaan saya. Dengan pénaku boléh saya coba mengambil hati orang yang dapat membantu dan bersama-sama dengan dia akan memperbaiki untung nasib bangsa perempuan Jawa. Tentu nyonya akan berkata kepada kami bila membaca surat ini: "Hai anak-anak gila dan malang. Engkau dengan kedua adikmu hendak menggoyangkan gudang adat yang besar itukah, mau engkau merobohkannya?"
"Ya, nyonya," jawabku, "kami hendak menggoyang gudang adat itu dengan segala kekuatan kami; biarpun sebuah batu saja yang jatuh, kamipun berbesar hati. Karena dengan cara begitu, tiadalah kami hidup sia-sia didunia ini. Sebelum kami memulai pekerjaan itu, kami coba dulu mencari pertolongan seorang laki-laki Jawa yang terpelajar sekali. Kami hendak berhubung dengan bangsa kami laki-laki yang terpelajar dan suka akan kemajuan; dan dengan hal yang demikian hendak mencahari persahabatan dengan meréka itu dan kemudian meminta pertolongannya. Kami tidak hendak berlawan dengan laki-laki, tetapi hanya berhadapan dengan orang kaum kuno, yang berpikiran bodoh, beradat yang tidak baik lagi untuk tanah Jawa zaman sekarang dan yang akan datang. Sekarang telah ada orang yang lain, yang bersama-sama dengan kami menjadi si penebas jalan setiap hari sepanjang waktu, dan dimana-mana akan menanggung kesusahan dan
kesengsaraan. Amat bagus, bila seseorang ada mempunyai
cita-cita dan kemauan hati. Namakanlah kami gila, bodoh dan apapun juga nyonya suka menamakan kami; kamipun tiadalah akan berubah; karena kemauan itu telah masuk dalam darah daging kami.
Nénék sayapun seorang si penebas jalan pula dulu. Setengah abad yang lalu ia telah memberi anaknya laki-laki perempuan pendidikan cara Eropa. Kami tidak berhak akan menjadi bodoh dan akan menjadi orang tidak berharga sedikit jua. Orang bangsawan itu ada kewajibannya. Demikian pula bangsawan yang tertinggi harus maju kemuka.
Sekarang kami belum dapat berhubung dengan laki-laki bangsa Bumiputera yang berhaluan kemajuan. jika kami buat pekerjaan itu, dengan segera orang tentu membencanakan kami, karena persahabatan antara perempuan-perempuan yang tidak bersuami dengan laki-laki suatu pekerjaan yang tidak pernah kejadian; biarpun si laki-laki sudah atau belum kawin sekalipun.
Nanti, apabila kebébasan telah kami peroléh, niscayalah pekerjaan itu kami lakukan. Saudara saya laki-laki kenal kepada meréka itu oléh karena berkirim-kiriman surat atau sebab bertemu sendiri. Kami tahu bahwa ada laki<sup>2</sup> yang menghargai perempuan yang pandai berpikir dan bersopan santun. Saya mendengar seorang Bumiputera berpangkat tinggi mengatakan, bahwa perempuan yang terpelajar dan tahu adat sopan santun suatu pertolongan dan bantuan yang besar bagi lakinya.
Kami merasa diri kami celaka, sungguh celaka, karena kebenaran yang sesungguh-sungguhnya itu mengancam hendak menghapuskan cita-cita kami. Budi yang tawar itu menyuruh membuang dan menguburkan mimpi dan cita-cita itu, karena cita-cita yang seperti itu tidak berguna dalam dunia kami Bumiputera..........................................
Dan tiba-tiba bertemulah nyonya dengan kami............. tidak sanggup kami rasanya mengeluarkan dengan kata-kata, apa yang bercabul dalam hati kami. Perkataan yang semanis-manisnya dan setulus-tulusnya tidak dapat menggambarkan perasaan hati kami itu.
Ketahuilah, nyonya yang berbudi, bahasa selama hidup kami, kedua nama tuan itu selalu akan tinggal pada kenangkenangan kami dengan banyak terima kasih.
Kami ucapkan terima kasih kepada' Allah, karena Allah telah menggerakkan nyonya pergi kepada kami dan kamipun mendapati nyonya seorang pengasih dan penyayang. Dua, tiga hari y.l. kami belum sedikit juga tahu kepadla nyonya dan sekarang kami mencintai nyonya sebagai kami telah se'umur hidup berkenalan dengan nyonya. Alangkah ganjil dan ajaibnya percintaan itu. Ia tidak mau dipaksa dan tidak mau terikat
dimana juapun; ia datang tidak dipanggil dan tidak disangka-sangka. Dengan sepatah kata saja ia mengikat dua kalbu, yang permulaannya tidak berkenalan, dengan tali tambatan yang erat dan kuat dan ialah memandang dengan pemandangan yang terus pada hati kedua belah pihak meréka itu!
Alangkah amat lazat, amat berbahagia rasianya mengetahui, bahwa perasaan dan kenang-kenangan, yang terasa oléh kita dan yang kita cintai terdapat pula pada orang lain. Itulah suatu tali yang tidak kelihatan, tetapi yang kukuh, yang terentang dari suatu hati kehati yang lain dan itulah akhirya yang membawa kita berhampiran, yang menyebabkan pergaulan yang bertahun-tahun.
O! kami suka bersorak-sorak karena kegirangan dan mau bernyanyikan lagu-lagu pujian dan terima kasih bersama-sama dengan burung-burung di atas pokok kayu kepada Tuhan sarwa sekalian alam, dan dengan si penyanyi yang bersayap itu bersorak-sorak terbang kelangit kepada Tuhan yang esa mengucap terima kasih atas kehidupan yang bagus dan indah ini. Biarpun hidup itu banyak pula kecelaannya, tetapi iapun indah dan bagus dan dalam kecelaannya itu barulah terang kelihatan kebaikan dan kebagusannya itu. Allah selalu bermaksud yang baik kepada kita. Hidup diberikan kepada kita sebagai rahmat dan bukan seperti beban. Kita manusia sendiri membuat hidup itu menjadi tonggak gantungan.
Kebaikan dan rahmat Allah pada kita itu yang terbaik kita rasai dan ketahui, bila kita memandang kemuliaan alamnya. Di Klein Scheveningen kami acap kali tidak puas merasai bahagia kami. Sekalian yang kami pandang disitu bernapaskan rahmat Tuhan, kesentosaan dan keselamatan. Rasanya hidup kami seolah-olah bertukar, yaitu semakin lama, semakin bagus.
O! alangkah besar kekuasaan dan kebesaran bangsawan pikiran dan bangsawan, yang setiap masa dan ketika sanggup mendatangkan perubahan dalam hidup manusia.
"
Bahasa itu bahasa mata yang suci dan terpilih dan ialah cermin kalbu manusia! Dan jika nyonya dapat melihat saya pada petang, waktu kertas yang lima helai yang harum dan sedap baunya gementar ditanganku dan air mata yang panas jatuh berlinang-linang dipipiku, maka akan mengertilah nyonya, apa yang terasa dihatiku, sungguhpun tidak sepatah kata juapun nyonya dengar dari mulutku.
Apa yang tidak dapat oléh mulut mengatakan dan oléh péna menuliskan, dapatlah nyonya melihat pada mataku, yang basah oléh air mata menéngok keatas seperti mencari seorang di antara bidadari disitu, yang akan turun kebawah, akan membujuk hati kami yang pilu dan berdukacita oléh karena kesengsaraan, yang banyak didunia ini dan dialah yang akan membujuk kami sebagai didalam surga nanti.
Kami hanya anak-anak manusia biasa saja, yakni orang berbudi buruk dan baik sebagai berjuta-juta orang yang lain. Boléh jadi pada masa ini lebih banyak yang baik dari
Nanti, jikalau kami keluar dari rumah orang tua kami yang baik dan sentosa itu, dan sudah berdiri sendiri dalam penghidupan yang luas ini, serta tidak kami rasai lagi lengan orang tua kami yang lemah lembut memangku kami akan melindungkan kami, kalau badai kehidupan datang menyerang menggoda kami. jika tangan yang pengasih tiada lagi membimbing dan memegang kami, supaya kaki kami jangan jatuh tergelincir dalam kehidupan....................Pada déwasa itulah baru kami akan menyatakan, siapa kami!
Saya minta pada Allah, supaya kami jangan akan mempertinggi pula gunung kecéwaan, yang telah menyusahkan kehidupan nyonya. Oléh sebab itu kami minta pada nyonya amat sangat, supaya nyonya jangan menyangkakan kami orang yang semanis dan semolék itu juga. Karena pekerjaan itu tidak dapat tidak akhirya mengecéwakan nyonya dan kalau demikian tentulah hal itu akan mendukacitakan kami.
Dengan perlahan-lahan saya hendak menceriterakan kepada nyonya berdikit-dikit peri hal keadaan kami yang sebenar-benarnya, supaya nyonya dapat mengetahui tingkah laku kami, supaya nyonya, karena baik hati nyonya, jangan memandang kami bersipat-sipat baik, karena sipat yang demikian tidak adalah pada kami.
Kami masih muda, kami lagi boléh hidup, 'biar nanti kita lihat, apa yang dapat kami perbuat. nyonya menulis kepada saya: "Saya menaruh kasihan kepada perempuan-perempuan, nasibnya menarik hati saya, ia masih dihina dan dianiaya didalam kebanyakan negeri-negeri dibumi ini dalam abad "kemajuan" seperti sekarang. Dengan suka dan setia saya menegaki dan melindungi meréka itu."
Saya mohon banyak terima kasih kepada nyonya atas tutur kata nyonya yang manis dan pengasih itu. Dalam kata-kata yang di atas itu nyata kepada kami, bahasa nyonya menyayangi sesama manusia dan dapat merasai penanggungan berjutayuta perempuan, yang telah berzaman-zaman 'dianiaya oléh sesamanya manusia, yaitu si laki-laki.
Syukur! Mengucap syukur banyak-banyak kepada Allah, karena ada rupanya orang yang berhati dan pikiran yang mulia, yang menaruh kasih kepada nasib perempuan-perempuan Bumiputera yang duka itu. Orang-orang itulah hendak menerangi dunia perempuan yang gelap dan muram itu.
Perempuan-perempuan Bumiputera telah padalah disiksa dan si gadis-gadis muda remaja itu telah banyaklah penanggungannya. Hai saudara perempuan bangsa kulit putih, yang berhati pengasih dan penyayang, unjukkanlah tanganmu kepada kami, dengan pemandanganmu yang luas, otakmu yang tajam dan hélakanlah kami dari pada lumpur kesukaran dan kesakitan ini. Kelobaan si laki-lakilah yang memasukkan
dan menahani kami kelumpur yang celaka itu. Tolong kami memerangi dajal kelobaan si laki-laki yang ganas, yang telah beratus-ratus tahun menyiksa dan menginjaki kami itu, dan yang menyangka perbuatannya itu perbuatan yang biasa dan tiadalah ia memikirkan bahasa perbuatannya itu lalim adanya.
Serta ia dengan sabar memandang perbuatannya itu sebagai hak yang patut bagi si laki-laki, atau seperti suatu pusaka akan kedukaan si perempuan.
Sungguhpun saya masih muda, saya tidak pekak dan buta, sehingga saya telah banyak mendengar dan melihat, ya, barangkali telah terlampau banyak penglihatan dan pendengaran, yang menyakiti kalbuku, dan menyuruh saya melawan dengan gagah kepada adat-adat kuno yang buruk itu, yang menjadi suatu la'nat kepada perempuan-perempuan dan anak-anak!
Dengan putus asa dan berdukacita amat sangat, saya perpulaskan tangan saya memikirkan diri sendiri, seorang yang tidak berdaya akan berhadapan dengan suatu kejahatan yang amat besar itu. Kejahatan yang dilindungi oléh agama Islam dan dihidupi oléh kebodohan perempuan yang jadi kurban kejahatan itu!
Aduh, bila kukenangkan untung nasibku yang akan memaksa saya............menjalani aturan 'hidup yang bernama permaduan, kelaliman yang bengis itu: "Saya tidak mau!" teriak lidah saya dengan kerasnya, dan hati sayapun mengulang teriak itu beribu-ribu kali.............Kemauan! adakah kita manusia mempunyai kemauan?
Semenjak hari lahir kita sampai kepada hari maut, kita mesti............mesti, tidak boléh tidak.
Hai, hidup, alangkah banyak keajaiban dan masaalah yang sukar-sukar dalam dirimu!
Kami menyangka, yang kami telah mengenal engkau dan keadaanmu, tetapi sebenar-benarnya kami tidak tahu peri halmu sedikit juga! Kami menyangka mempunyai kemauan, 'suatu kemauan yang 'keras sebagai besi dan kami sangka diri kami kuat dan sanggup memindahkan gunung............
Boléhkah saya menceriterakan kepada nyonya suatu ceritera, yang tidak menarik dan menyukakan hati, melainkan menjemukan, panjang dan berulang-ulang, dan memaksa nyonya berhati sabar ? Lebih dulu saya minta kepada nyonya, supaya nyonya memberi maaf saya, bila ceritera itu nanti membosankan nyonya dan menghabiskan waktu. Saya berani menceriterakan itu kepada nyonya, karena nyonya telah menulis kepada saya: "Tulislah surat kepada saya sebanyak-banyak dan sepanjang-panjang engkau dapat membuatnya."
Ah, kalau nyonya ketahui lebih dulu, yang kebaikan nyonya itu akan dirusakkan, tentulah tutur kata yang merdu di atas itu tidak akan nyonya keluarkan.
ceritera itu suatu hikayat tiga orang perempuan bangsa kulit hitam; anak orang sebelah Timur, dinegeri yang amat panas. Ketiga anak itu lahir dengan bermata buta, kemudian, sesudah matanya diobati, dapatlah meréka itu melihat, sekarang dapat ia merasa dan mengucap kemolékan dan kemuliaan dunia. Setelah mata meréka itu telah biasa pada cuaca dan kebagusan dan mencintai matahari, yang menerangi seluruh alam dan tempat sekelilingnya yang bagus itu, maka datanglah perasaan pada dirinya, bahwa kain penutup matanya akan terikat kembali dan meréka itupun ditolakkan kembali ketempat yang gelap, tempat asal datangnya, yaitu tempat segala kaum keluarga dan nénék moyang meréka itu dipeliharakan!
Orang mempersalah kitab-kitab yang penuh dengan "perkataan sia-sia," yang datang dari tanah sebelah Barat, tanah yang jauh itu masuk ketengah-tengah negeri, tempat yang suci dan damai dipesisir tanah Jawa yang hijau itu. Disitulah tinggal ketiga anak perempuan yang tersebut tadi; ketiganya itu bersaudara. Ketiga saudara itu tidak suka dan tidak mau memikul dibahunya beban yang biasa dipikul oléh nénék moyangnya yang perempuan dengan sabar dan kesukaan: Sekarang beban itu tergantung dan terbanting diudara, setiap saat'ia boléh jatuh di atas bahu orang yang tidak menyukainya itu.
Perkataan orang yang mempersalah kitab-kitab itu tiadalah sekaliannya benar. Bukan kitab-kitab saja yang menyuruh dia melawan, dan menyuruh ketiga anak itu membencii hal keadaan dinegerinya, yang sejak dulu kala telah terdiri dan yang jadi suatu la'nat kepada segala manusia yang bernama perempuan atau gadis!
Kehendak kepada kebébasan, kemerdékaan, dan mau tegak sendiri, bukannya kehendak masa sekarang.
Tetapi kehendak itu telah ada waktu meréka itu masih kecil, sebelum ia mengetahui "kemerdékaan", dan waktu kitab-kitab dan surat-surat yang berisi tentang hal itu belum ada dalam capaian meréka itu, waktu itupun kehendak yang tersebut telah ada dalam kalbu seorang dari ketiga saudara itu; keadaan yang dilihatnya dan didengamja sehari-hari membangunkan kehendak itu padanya.
Pada waktu bermain-main disekolah Belanda dinegeri kecil Jepara, dibawah pohon baru yang berdaun kuning, yang terdiri dalam pekarangan sekolah, duduklah bertumpuk-tumpuk anak-anak perempuan kecil dan besar di atas rumput yang sebagai pennadani hijau rupanya dan lembut rasanya. Waktu itu hari sangat panasnya dan seorangpun tidak suka hendak bermain-main.
Déwasa itu berkata anak perempuan bangsa kulit 'hitam yang di atas itu; bukan saja karena kulitnya hitam, tetapi pada pikirannyapun tampaklah, bahasa ia seorang anak Bumiputera, katanya: "coba, Letsy, berceritera sedikit atau bacakan apa-apa kepadaku!" Seorang anak perempuan bangsa kulit putih, yang besar dan duduk bersandar dipokok kayu membaca sebuah kitab kecil menéngok pada si anak tadi dan menyahut, katanya: "Ah, tidak, saya harus menghafalkan pengajaran bahasa Perancis."
"Di rumah dapat kamu menghafalkan itu, karena kita tidak ada kerja. Sekolah untuk bésok", kata anak kulit hitam tadi lagi.
"Betul, tetapi kalau saya tiada mempelajari bahasa Perancis baik-baik, tidak boléhlah saya dua tahun pergi kenegeri Belanda. Saya ingin hendak pergi belajar kesekolah guru perempuan, barangkali saya di tempatkan disini, jika demikian saya tidak duduk dibangku lagi, melainkan dikursi dimuka kelas.
Tetapi, Ni, coba ceriterakan kepadaku; mau jadi apa engkau nanti? Hal itu belum pernah kauceriterakan kepadaku," tanya anak Belanda itu. Kedua mata si kulit hitam yang besar itu memandang kepada yang bertanya dengan hérannya.
"Nah, ceriterakanlah", kata si Belanda lagi. Anak Jawa itu pun menggéléngkan kepalanya serta berkata dengan ringkas: "'ndak tahu". Ia betul-betul tidak tahu, ia belum pernah memikirkan hal itu, ia masih amat kecil masih melompat-lompat. Pertanyaan sahabatnya bangsa kulit putih itu termakan dalam hatinya. tidak dapat ia melupakannya dan selalu mendesus ditelinganya perkataan: "Mau menjadi apa engkau nanti?"
Dimenung-menungkannya sehingga kepalanya menjadi sakit. Pada hari itu ia beberapa kali mendapat hukuman menulis disekolah, ia menjadi bingung, dan memberi jawab yang bodoh bila orang bertanya barang sesuatu kepadanya dan membuat kesalahan yang bodoh sekali dalam kerjanya. Tentu sajalah begitu, karena pikiran dan otaknya tidak pada pengajaran; pikirannya selalu pada 'kata-kata yang didengarnya waktu bermain-main tadi. yang mula-mula dibuatnya, setiba ia di rumah, ialah pergi kepada bapanya, akan 'menceriterakan pertanyaan yang tergorés dihatinya itu: "Hendak menjadi apa saya nanti?"
Si bapa tiada berkata apa-apa, melainkan ia tertawa saja dan memijit pipi si anak itu. Tetapi dengan cara demikian tidaklah si anak itu bersenang hati dan selalu merengut menantikan jawab. Kakaknya laki-laki lalu disitu, mendengar pertanyaan si anak itu, telinga si anak yang tajam itu mendengar jawab ini: "Akan menjadi apa anak-anak perempuan? Tentulah menjadi raden ayu!" Si anak itu bersenang hati dan berlari dengan kesukaan. "Raden ayu," diulangnya kerap kali dalam hatinya. Apa itu "radèn ayu?" Pikiran yang baru itu tidak dapat pula dilupakannya, selalu pikirannya pada kedua patah kata "radèn ayu" itu saja.
Ia wajib menjadi itu pula. Ia menéngok kiri kanan, ia melihat dan beramah-ramahan dengan kebanyakan radèn ayu.
Sejak itu selalu diperhatikannya beberapa radèn ayu dan dipelajarinya kehidupan meréka itu.
Apa yang dapat diketahui si anak itu dari pada kehidupan perempuan-perempuan itu, menimbulkan kedurhakaan dalam hatinya kepada kata "radèn ayu", kepada adat yang telah berzaman-zaman dijunjung-junjung bangsanya itu: "Anak-anak perempuan wajib kawin, wajib menjadi milik seorang laki-laki dengan tiada boléh bertanyakan, apa, siapa dan bagaimana 'si laki-laki itu!"
Beberapa lama kemudian dari pada itu si anak perempuan tadi telah ber'umur dua belas setengah tahun dan waktupun datanglah, ia akan meninggalkan kehidupan anak-anak yang selalu manja itu; bangku sekolah, bangku yang sangat disukainya haruslah ditinggalkannya dan iapun harus bercerai dengan sahabat kenalannya bangsa Eropa, sungguhpun ia suka amat 'bermain-main dan bercampur gaul dengan meréka itu. 'umurnya telah cukuplah akan tinggal di rumah, akan menyerahkan dirinya kepada sekalian
adat-adat tanah airnya; adat-adat yang menyuruh anak-anak gadis tinggal di rumah, menyuruh hidup berchalwat yang amat sangat dalam dunia yang sunyi sampai datang seorang laki-laki, yang dijadikan Allah untuk tiap-tiap anak gadis menagihnya akan membawanya kerumahnya.
Apakah yang tidak ada pada kepala si anak itu dan tidak timbul dalam hatinya, tatkala ia kesudahan sekali menempuh jalan
dari sekolah pergi kerumah. Matanya yang hitam itu diliputi oléh air mata, dadanya yang ramping menjadi kembang kempis dengan hébatnya. Bibirnya yang kecil itu bergerak-gerak akan menahani sedan-sedannya. Ia tahu betul bahwa ''segala'' sesuatu yang dicintainya telah tertutup baginya, sebagai pintu sekolah. Perceraian dengan guru yang menyayanginya, yang berkata manis dan merdu padanya, waktu ia akan berangkat itu, perceraian dengan kawan-kawannya, yang berjabat tangan dengan dia dengan mencucurkan air mata, dan perceraian dengan tempat duduknya, tempat yang telah banyak memberi kesukaan kepadanya, semuanya mendukakan dia tiada berhingga; tetapi kedukaan itu tiadalah sebesar kesedihan hatinya karena hendak berhenti belajar. Ia sangat suka dan cinta akan belajar dan ia tahu, bahasa lain dari pada pelajaran disekolah rendah tiada tepermanai banyaknya lagi yang akan diketahui dan dipelajari orang. Ia agak loba akan kehormatan, tentang "kepandaian", ia tidak suka tertinggal di belakang kawan-kawannya bangsa Eropa, yang berangkat ke Eropa itu dan tidak mau tercécér pada kakak-kakaknya, yang memasuki sekolah menengah (H. B. S.).
Disembahnya bapanya, meminta, supaya ia dikirim ke Semarang bersama-sama dengan anak laki-laki memasuki sekolah menengah dan ia berjanji akan belajar dengan serajin-rajinnya, dan orang tuanya tidak lah akan bersusah hati padanya. Ia berlutut dimuka bapanya, tangannya yang tersimpul terletak di atas lulut bapa' itu, dan matanya yang besar dan seperti mata bonéka itu terbukalah menentang si bapa' dengan penuh keinginan dan pengharapan, serta dengan hati berdebardebar dinantinya jawab si bapa' itu. Dengan kasih sayang, si bapa mengurut-urut kepala si anak yang hitam itu, dan rambut yang kusut pada dahi si anak dihindarkan oléh si bapa' dengan jarinya dari dahi itu, semuanya itu kejadian dengan lemah lembut, tetapi dari mulut si bapa' berbunyilah perkataan "tidak!" Ia tidak boléh belajar ke Semarang. Ia melompat, ia tahu, arti kata "tidak," yang keluar dari mulut bapaknya. Ia berlari kebiliknya, menyuruk kebawah tempat tidur akan menyembunyikan dirinya, supaya jangan kelihatan oléh orang lain. Ia mau sendiri saja, dengan kedukaan, yang menjadikan ia tersedu-sedu keras, sedu yang tidak dapat disabarkan. Pada suatu ketika guru bertanya, kalau-kalau ia suka pergi kenegeri Belanda bersama-sama dengan Letsy, anak guru itu, sahabatnya akan meianjutkan pengajaran. Dengan gemar dan mata yang bercahaya-cahaya didengarnya perkataan guru itu: "Bagaimana, maukah engkau?"
"Jangan tanyakan pada saya, saya suka? Tanyakan saja: "saya boléh?" jawab si anak itu waktu itu dengan suara
yang lembut, yang keluar dari bibir yang gementar itu.
Tatkala ia dibawah tempat tidur itu, ia berpikir, yang guru itu seorang baik, dan guru itu bermaksud baik dengan dia.
Sebentar lagi si anak itu berpikir lain pula: Orang asing seperti dia, yang tidak tahu adat-adat Bumiputera, tidak tahulah akan kekejaman, bertanyakan pertanyaan yang sedemikian kepada si anak itu.
Menghadapkan makanan yang énak dan lazat, yang melaparkan si anak itu melihatnya, tetapi si anak tadi tidak dapat dan tidak boléh mengecap makanan itu.
Si anak itu anak perempuan yang gila. Ia tidak tahu, bahasa maksud orang tuanya yang baik itu, menyuruh ia pergi kesekolah, ''bukannya'' hendak membuat pikirannya menjadi huru-hara. Ia pergi kesekolah lain tidak melainkan akan belajar bahasa Belanda dan adat-adat Belanda, tentulah ia kemudian
akan terhinaar dari kesengsaraan yang banyak itu.
Tetapi anak 'kecil dan bodoh itu bukanlah membuat dirinya sendiri sengsara, ia tidak dapat menolong, yang Allah memberinya hati yang demikian, hati itu memandang segala pengajaran yang bagus dikatakan bahasa Belanda padanya.
Anak yang malang! Dalam kalbunya pikiran bangsa Barat berarak dengan tempik soraknya, tetapi kaki tangannya terikat pada adat-adat bangsa Timur. Kaki dan tangannya itu masih lemah dan lembut, untuk memutus mematahkan ikatan dan belenggu, yang mengikatnya itu. Dan kemudian bila ia merasa dirinya kuat akan memecahkan belenggu dan ikatan itu dengan sekali renggut, waktu itulah...........tetapi janganlah kita terlampau hendak lekas, karena hal itu belumlah kejadian.
Pintu sekolah dibelakangnya telah tertutup dan rumah orang tuanya suka dan riang menerima dia.........Rumah itu besar, pekarangannya luas sekali, tetapi dinding yang mengelilingi pekarangan itu tinggi dan tebal. Tempat yang empat segi dan tertutup itulah yang akan datang menjadi dunia dan alamnya.
Bagaimana 'sekalipun luas dan bagus serta penuh kesenangan sebuah sangkar, maka ia tinggal S A N G K A R juga pada pemandangan burung yang dikurung dalamnya!
Telah lalu! hari mudanya yang manja itu telah lalu! sekalian keriangan yang dikecapnya pada masa kecilnya, telah lalu. Tetapi dirasanya dirinya masih anak-anak, sebenarnyapun ia masih anak-anak; tetapi adat negerin ya membilang dia dengan segera masuk bilangan seorang yang telah sampai 'umur. Padanya tidak ada sérokan yang lébar yang tidak dapat dilompatinya, dan tidak ada pohon tinggi yang tidak dipanjatnya dan iapun tidak
pernah berjalan, melainkan selalu melompat-lompat sebagai anak kuda yang man ja ditengah padang; sekarang ia harus jadi pendiam dan sopan seperti layaknya pada anak-anak gadis orang bangsawan tinggi.
[[File:Murid sekolah dasar jepara 80.jpg|thumb|center|800px|SEKOLAH RENDAH DI JEPARA.]]
Pada mata bangsa Jawa, anak gadis dinamakan sebuah permata dari 'segala gadis-gadis, bila ia pendiam dan tidak bergerak seperti bonéka, berkata ketika perlu saja dengan suara yang halus, sehingga semutpun tidak dapat mendengar, berjalan haruslah selangkah dua sebagai siput, tertawa jangan kedengaran dan bibirpun selalu tertutup, tidak senonoh lakunya bila giginya kelihatan sedang tertawa, jika kelihatan maka dikatakan rupanya seperti "luak" atau musang.
Baris 624 ⟶ 636:
jikalau sekiranya ban tal dan guling tahu bertutur, pastilah ia akan dapat berceritera banyak; dan tentu ia akan menceriterakan kesengsaraan seorang anak kecil, yang dari semalam kesemalam mencucurkan air mata yang amat sedih!
Si anak itu tidak dapat menyabarkan dirinya! Dalam
dengan tiada berhenti-hentinya beratus-ratus pikiran yang huru-hara. Ia merasa dirinya di tempat yang sunyi senyap, sungguhpun ia dikelilingi beberapa orang yang selalu hari bersama-sama diam dan hidup dengan dia. Betul ia bersaudara dengan meréka itu, dan setiap hari bersama-sama dengan dia, tetapi perasaannya dan pendapatannya berlainan sekali dengan perasaan dan pendapatan meréka itu dan rupanya keadaan itu akan tinggal demikian.'
Baris 648 ⟶ 657:
59
Dalam pada itu hidupnyapun tiada terlampau sunyi senyap benar. Karena dalam antara keluarganya adalah juga dua orang yang menyayanginya, sebagai ia menyayangi meréka itu, yang mencintainya seperti yang dicita-citanya sendiri, yaitu dengan kesayangan dan percintaan yang sungguh dan suci.
Baris 659 ⟶ 668:
Bapanya tidak selalu dekatnya, karena bapa' itu banyak kerjanya, ketempat ia bekerja itu tidak boléh si Ni datang, karena ia tidak boléh keluar dari dalam biliknya yang tertutup itu dan
kakaknya yang dicmtainya itu hanya beberapa kali boléh datang kerumah, karena ia bersekolah di Semarang. yang tetap tinggal di rumah ialah kakaknya yang sulung, sebab sekolahnya telah tammat;,ia telah mendapat pangkat dinegerinya dan diam bersama-sama dengan orang tuanya. Kediamannya bersama-sama dengan orang tuanya itu tiadalah meriangkan hati si Ni melainkan kebalikannya yakni mendukacitakannya.
Baris 673 ⟶ 680:
Mula-mula ia héran, kemudian jadi marah ia, tatkala dilihatnya adiknya perempuan, yang setengah lusin tahun lebih muda dari padanya itu, berani menyanggah "kemauannya". Ia berjanji kepada dirinya, bahwa anak yang tidak beradat itu harus, ya, mesti ditidaklukkannya. Pada pemandangannya sekalian yang diperbuat si Ni salah. Bila Ni bersalah sedikit saja dimarahinyalah dengan keras. Hampir setiap hari si kakak dan si adik berselisih, si kakak dengan muka asam dan tutur kata yang kasar, menyakiti hati si adik sampai berlumur darah, dan si adik dengan bibir yang bergerak-gerak dan suara yang gementar membéla dengan perkasa hak miliknya, yang hendak
diinjak oléh si kakak itu. Si adik tegak sendiri melawan kelaliman kakaknya itu, kakaknya yang nanti akan melindunginya, bila celaka datang atasnya, yakni bila orang tuanya tidak ada
lagi, sebelum ia dibawa kerumahnya oléh seorang laki-laki yang
dijadikan Allah untuknya!!!
Baris 689 ⟶ 694:
Bila Ni mendengar itu, matanya berapi-api, dengan marah
ditinjukannya tangannya dan dikatupkannya bibirnya akan menahani kemarahannya yang tidak berhingga-hingga itu. "Sekali-kali bukan begitu," teriaknya dalam hatinya. "Tidak, tidak, kamipun manusia juga sebagai laki-laki itu. Berilah aku menunjukkan, bahwa kamipun orang juga. Bukalah belengguku! dan izinkan saya, tentu saya tunjukkan,
yang sayapun seorang manusia, manusia yang sama dengan seorang laki-laki." lapun berpusing-pusing menarik dan merenggutkan.rantai itu amat sangat kuatnya, rantai itu mengikat kaki tangannya dengan seerat-eratnya. Rantai itu tidak dapat diputuskannya melainkan kaki dan tangannya yang luka karena itu!
Baris 705 ⟶ 708:
Tidak seorang jua, yang menunjukkan kepada Ni, kemdahan dan kemuliaan hidup diluar kejahatan dan kekejiannya itu. Adat-adat Bumiputera mengharuskan, supaya anak dan orang tua jangan «terlalu beramah-ramahan. Mereka itu boléh dan dapat 'juga berjinak-jinakan dan beramah-ramahan, tetapi berjinak-jinakan yang sungguh-sungguh seperti pada kebanyakan bangsa Eropa antara anak dan orang tuanya, tidak boléh jadi. Ni mencinta dan menyayangi
bapanya dan iapun tiadalah akan membuat barang sesuatunya dengan tiada sepengetahuan orang tuanya; sungguhpun tidak dapatlah ia membukakan sekalian yang tersembunyi dalam hati nuraninya kepada meréka itu. Keras dan kasar berdiri adat-adat kuno bangsa Jawa itu menceraikan si bapa dari si anak.
Baris 720 ⟶ 721:
Tiap-tiap kata yang tidak diketahuinya, dituliskannya dalam
kitab peringatannya, supaya nanti bila kakak kesayangannya ada di rumah, boléh ia bertanyakan arti kata-kata itu kepadanya. Si kakak itu setia sekali kepadanya dan dengan segala suka hati menolong adiknya.
Baris 735 ⟶ 734:
Tidakkah bundanya tatkala dulu bersusah payah pula karenanya? Awan yang meliputi hati Nipun hilang dan kalbunya gembira lagi akan mencinta menyayangi perempuan, yang melahirkan dia kedunia ini! Pada tahun yang pertama adikpun séhat dan walafiat dan kemudian dari pada itu ia menjadi sakit-sakit, dan tiga tahun lamanya ia tidak pernah senang, yang
sebenar-benarnya seolah-olah ia berperang yang hébat hendak mempertahankan nyawanya.
Baris 764 ⟶ 761:
maka saudara-saudaranya perempuan dan Nipun boléh pergi
bersama-sama dan pada .suatu hari orang tuanya membawa
saudaranya perempuan yang sulung dan Ni sendiri pergi kepada bapak mudanya yang tinggal dinegeri lain.
Baris 782 ⟶ 773:
Telah setengah tahun datang adiknya, Bemi mengawani Ni dalam penjara itu. Bemi beruntung, karena ketika Ni ber'umur sebagai Bemi, ia telah lama dikurungkan di belakang dinding yang tebal dan tinggi itu, tetapi Bemi waktu ber'umur sedemikian masih bébas melompat kian kemari dan boléh berjalan-jalan membuat barang yang lain-lain yang dahulu tidak boléh dibuat Ni. Bemi telah ber'umur empat belas setengah tahun, baru harus tinggal di rumah. Déwasa itu Ni telah ber'umur enam belas tahun, saudaranya perempuan
yang tertua telah dipersuamikan. Perkawinan itu mendatangkan perubahan dalam hidup Ni. Ia mengajar kenal adik-adiknya yang sebelum dari waktu itu disangkakannya seperti orang asing saja. Dengan adik-adiknya itu ia hidup berjinakjinakan. Saudaranya perempuan yang tertua itu tidak ada lagi yang akan memperceraikan meréka itu. Ni menjadi saudara yang tertua dalam rumah, tetapi ia tidak suka dituakan seperti kedua kakaknya laki-laki dan pe,rempuan itu...ia mau disayangi, tidak ditakuti. Kebébasan dan kesamaan dimintanya pada
dirinya sendiri. Tiadakah ia memberi kebébasan dan kesamaan kepada orang yang lain-lain? Pergaulan dengan adik-adiknya haruslah bébas dan tidak dipaksa, dibuangnya segala barang sesuatu yang menyangkuti dan menahani kebébasan dan kesamaan itu.
Dengan adik-adiknya, Bemi dan Wi, yang sudah wajib pula tinggal di rumah, ia mendapat bilik saudaranya yang tua itu......... Dibilik itu datang tiga orang machluk yang mula-mulanya tiada berkenalan satu dengan yang lain, disitulah meréka itu sama-sama bertemu dan berkumpul menjadi satu. Serta di tempat itulah permulaan ceritera anak tiga bersaudara itu.
Héran benar, kekasih kami yang jauh dari kami, apalah sebabnya maka tidak dapat kami mimpikan, sedang ia selalu dalam kenang-kenangan kami dan selalu kami perbincangkan!
Baris 802 ⟶ 791:
berjumpa lagi dengan kami, anak-anak nyonya, bila kelak nyonya telah meninggalkan kami. Sekarang kami rasa sukacita kami menjadi susut. Makin lama makin kami ketahui, bahwa kami sekarang tidaklah seperti dahulu lagi. Pengetahuan dan keinsafan itulah menjadi suatu benda yang mendukakan hati kami.
0, hidup! apakah yang telah engkau perbuat atas anak-anak perempuan mama Mies, dan apakah jadinya anak-anak gadis itu sekarang? Kemanakah perginya kegembiraan kami yang amat besar itu? Karena kegembiraan yang tidak dapat
Tiap-tiapnya, yang selama mi kami indahkan dan menggirangkan hati kami, semuanya sekarang telah meninggalkan kami. Wahai, ma' Mies, dapatkah tuan memikirkan, bahasa tidak adalah orang yang lebih celaka dari pada orang yang tidak tentu tujuan maksud hidupnya?
Baris 817 ⟶ 803:
Kami seolah-olah tidak bekerja sedikit juga. Dan jikalau ada apa-apa yang perlu kami perbuat, maka kami kerjakanlah keperluan itu seperti mesin saja. Apakah kiranya yang kurang bagi kami? Sakit kamipun tidak. Boléh jadikah agaknya sekalian itu disebabkan oléh kesengsaraan yang telah kami tanggungkan dahulu ? O! Kesedihan hati! Kesakitan itu sungguh kadang-kadang tidak dapat ditahani! Akan penolak bahaya itu wajiblah kami hendaknya menaruh barang sesuatu, terutama ialah suatu pekerjaan tetap, yang menarik hati kami semata-mata, yakni pekerjaan yang tidak sempat membiarkan diri untuk memikirkan kesengsaraan, meskipun
barang sekejap mata sekalipun! Itulah suatu upaya yang baik, yang akan dapat membangunkan pikiran kami yang telah
tertidur itu, dan yang sanggup mengembalikan kemauan hati kami yang telah melayang itu. Dalam bekerja, disitulah tersembunyi upaya itu. Kenang-kenangan kepada beringin sangat-sangat akan mendapat kerja yang kasihi, itulah yang mendukakan hati kami benar. Kami sangat beriba hati, bila kami merasa yang badan sendiri berhati mau dab kuat akan bekerja, tetapi oléh karena untung malang, kemauan dan kesukaan itu tidak dapat dilangsungkan !
Baris 828 ⟶ 812:
Baik tidakja perbuatan kami tidak tahulah kami, tetapi kami tidak dapat dan tidak suka menurut kehendak suara yang lain, lain dari pada suara hati kami sendiri. Sesuatu cita-cita kami yang besar sekali, yakni hendak mengasihi orang dan dalam hal itu mencoba, supaya mendapat kasih sayang orang, yang dapat kami harapkan akan mempertinggi pikiran kami. Bulan Juni yang lalu, ketika kami di rumah tuan Sythoff, bertanyalah tuan residén itu kepada anak nyonya yang sulung ini, kalau-kalau si anak itu telah tahu, bahasa Directeur van Onderwiys ada mencari seorang guru kepala perempuan untuk sebuah sekolah gadis, yang bakal didirikan. Sebelum anak nyonya ini menjawab, tuan residén memutar tanya itu kepada bapa: "Sudahkah tuan ceriterakan hal itu kepada anak-anak tuan,
regén?" Dan setelah mendapat jawab, ia bertanya lagi kepada anak nyonya ini: "Sukakah engkau menjadi guru kepala sekolah itu?" Si anak tiada berkata apa-apa melainkan dibuangnya mukanya ketempat lain, supaya bapa dan residén yang duduk berhadapan dekat kami, tidak dapat melihat mata si anak, yang telah siap dengan segala gambar cita-cita yang tersembunyi dihatinya itu. Ia tiada berjanji akan mendiamkan kehendak dan cita-citanya itu, tetapi ia tidak tahu, bahwa bapanya tidak suka, yang si anak memperbincangkan hal itu dengan orang lain. Dalam segala hal harus nama bapa' dipeliharakan, dan percakapan yang tersebut di atas ini ialah sebagai suatu mimpi, yang menakuti dan mengerikan bapa.......
Baris 838 ⟶ 820:
Adalah anak sulung nyonya ini menaruh sangka, yang bapa'
berniat hendak mengatakan barang sesuatunya padaku, tetapi
bapa' enggan hatinya mengatakan itu, karena hal itu pastilah akan menyedihkan hati si anak. Dapatkah ma' memikirkan betapa beraitnya hal itu, sehingga dapat menyedihkan hati bapa serta anaknya itu?
Baris 847 ⟶ 827:
jalan surga dan naraka pada manusia. Mencintai dan menghormati bapak, itulah suatu keperluan dalam hidup bagi kami. [Jan cmtanya itulah pula bagian yang besar dari pada bahagia kami. Kalau hidup kami tiada dengan kecintaannya, tentulah hidup kami selalu gelap. Sebab itulah maka bahagia itu dengan sukacita kami menerima dari tangannya. bahagia yang tidak datang dari bapa sendiri, kami pandang tidaklan sebagai bahagia yang menyelamatkan kami. Lebih jauh kamipun percaya pula, bahwa hidup dengan tiada mempunyai kasih cinta bapa', tidak pennahlah kami akan hidup selamatcian hidup beserta dengan kasih cintanya, tidak pemahlah akan membawa kami sama sekali kepada hidup melarat.
==23 Augustus 1900 (I)==
Stella, percayalah engkau kepadaku, jikalau cita-cita saya
Baris 861 ⟶ 838:
akan kukerjakan. Saya suka..........saya mesti......... terdengarkah oléhmu kataku itu? Bagaimanakah saya akan
menang, jika saya tidak pergi berperang menuntutnya? Bagaimana saya akan mendapat, kalau saya tidak mencari? dengan tidak berperang tidak adalah kemenangan. Saya suka berperang Stella, sebab saya mau mendapat kebébasan. tidak gentar saya akan bertentangan dengan keberatan dan kesusalian. Menurut perasaanku diriku sama kukuh akan
menurut kebébasan; tetapi adalah suatu hal yang amat kutakuti, yakni bapa' saya. O, Stella! telah kerap kali saya
ceriterakan kepadamu yang saya cinta dan sayang kepada bapaku. tidak tahulah saya entah adalah kiranya keberanian dalam diriku hendak memajukan kemauanku itu, bilamana saya ketahui, yang saya kelak dengan keberanian itu akan merusakkan hatinya yang cinta dan sayang padaku itu.
Baris 870 ⟶ 845:
Maukah engkau mendengarkan kataku? Perjalanan hidup anak-anak perempuan Jawa telah ditentu dan dihinggakan, serta dengan kukuh lagi dibatasi oléh adat yang kuno. Kami tidak bolch mempunyai cita-cita hati. cita-cita yang boléh saya mimpikan ialah: bésok atau lusa saya akan menjadi isteri yang kesekian dari seorang laki-laki. Saya mau menentang keras meréka itu, yang dapat menidakkan bicara itu. jikalau dipikirkan dan dibandingkan hal keadaan Hindia dan Eropa, tentulah engkau akan membenarkan, bahwa tingkah laku lakilaki disitu tiadalah sedikit juga lebih baik dari pada lakilaki disini, dan perempuan-perempuan disitu sama menang gung nasib celaka seperti perempuan-perempuan disini. Hanyalah ini saja perbédaannya: kebanyakan perempuan-perempuan disana bersuami dengan seorang laki-laki, yang bekal diturutnya menumpang bersarpa-sama dikapal perkawinan, yang berhaluan bébas; tetapi perempuan-perempuan disini tiada menaruh kebébasan yang demikian, melainkan ia dikawinkan saja, karena menurut kemauan orang tuanya atau walinya. Meréka itu kawin dengan laki-laki yang disetujui oléh pikiran orang tua atau .wali itu, yang memandang bahwa si lakilaki itu orang baik dan patut. Dalam agama Islam mengawinkan orang tiadalah dengan izin si perempuan, ya, tidaklah dihadapannya kejadian hal itu. Boléh saja umpamanya: Bapa datang hari ini kerumah dan berkata kepadaku: "Ni, engkau
telah dikawinkan dengan si Anu." Sekarang saya wajib menurutkan suamiku itu. Boléh juga tidak saya turutkan,
tetapi hal itu memberi si laki- itu berhak boléh merantai saya
Baris 878 ⟶ 851:
an dan damai itu, jikalau undang-undang untuk kami perempuan masih berlaku sebagai upaya, yang telah saya uraikan kepadamu di atas ini. tidak patutkah saya membencii dan menghinakan perkawinan yang sedemikian itu, sebab si perempuan dengan hal yang sedemikian terang dianiayanya?
Tetapi masing-masing perempuan. Islam yang bersuamipun tahulah, bahwa tiadalah ia seorang saja yang berhak menjadi
isteii si laki-laki itu. Bésok atau lusa boléhlah lagi suaminya
Baris 886 ⟶ 859:
Boléhkah keadaan yang demikian itu dibiarkan saja, Stella?
Meréka itu telah biasa memakaikan keadaan yang demikian, sehingga rupanya tiadalah dirasainya kesengsaraan itu lagi, tetapi sungguhpun demikian, yang sebenaniya banyak juga perempuan-perempuan -yang menanggungkan kesakitan itu dengan diam-diam. Hampir sekalian perempuan yang saya kenal disini semuanya menyumpahi hak si laki-laki yang menganiaya itu. Tetapi dengan sumpah itu siaja tidaklah akan menolong melainkan sekalian itu wajiblah diperangi benar-benar.
Baris 892 ⟶ 864:
Hai perempuan-perempuan dan gadis-gadis! Bangunlah engkau, marilah kita bersungguh-sungguh dan bekerja bersama-sama untuk mendatangkan perubahan dalam hal menolak bahaya yang telah menular selama itu.
Saya suka beranak laki-laki dan perempuan yang akan dipelihara dan diberi pendidikan seperti kehendak hatiku. Mulamula saya hendak menghapuskan adat-adat kuno, yang memandang anak.laki-laki lebih tinggi darajatnya dari pada anak perempuan. Saya tidak héran melihat kelobaan si laki2, bila saya ingat bagaimana si laki-laki itu masa kecilnya, dilebihi pemeliharaannya dari pada anak perempuan, saudaranya. Waktu kecil si laki-laki telah diajar menghinakan anak perempuan. Bukankah kerap sekali saya dengar si polan berkata kepada anaknya yang laki-laki, bila si anak itu terjatuh dan menangis: "cis, anak laki2 menangis sebagai anak perempuan!" Saya akan mengajar anak-anak saya memandang anak laki-laki dan perempuan sama rata, dan memberi meréka itote pendidikan yang sama benar, menurutkan kekuatan otaknya masingmasing. umpamanya, saya tidak akan menyuruh seorang anak perempuan belajar, jika ia tidak suka dan tidak mempunyai
otak untuk belajar, biarpun maksud saya hendak menjadikan si anak itu seorang perempuan muda; tetapi haknya akan saya kurangkan dari pada hak saudaranya yang laki2 sekali-kali tidak! Dan sayapun akan berichtiar menyuruh meruntuhkan dinding yang membatasi si laki-laki dan si perempuan itu. Saya mengaku bahasa, jika dinding itu telah runtuh, adalah kebaikannya, lebih2 kepada si laki2. Saya tidak dapat dan tidak akan percaya, bahasa laki2 yang berpengetahuan dan bersopan santun, dengan sengaja akan menyisihkan
Sekalian itu boléhlah hilang lenyap, bila pergaulan laki-laki dan perempuan boléh bébas, yakni seperti pergaulan yang telah biasa bagi anak-anak yang telah ber'umur.
Baris 902 ⟶ 873:
Engkau berkata: "Kita anak-anak perempuan sanggup membuat anak laki-laki selalu menurut jalan yang baik, tetapi sayang amat sedikit benar kita mengetahui jalan hidup meréka itu/' Pada waktunya tentulah sekaliannya akan berubah, tetapi dalam itu kami harus bekerja keras, dan kalau tiada demikian, waktu itupun tiadalah pula akan datang. Kami disini, di tanah Jawa, sekarang baru berdiri dimuka pintu perubahan itu. Harus pulakah kami menempuh sekalian jalan-jalan yang engkau sekalian telah arungi, supaya sampailah pula kami kepada waktu yang dipakai oléh bangsa Eropa dalam zaman ini?
Tetapi saya tidak sepakat dengan pikiran meréka itu. Isinya
itu tiadalah berlebih-lebihan. Betul, banyak hal keadaan yang
tiada sesuai dengan kitab "Het Jongece" itu, tetapi dinegeri
saya ini adalah saya ketahui hal-hal yang seperti itu. Demikianlah halnya seorang anak tuan asistén-residén disini umpamanya telah menjelma menjadi "het jongece" dalam kitab tuan Borel itu. Pada suatu kali ia berkata kepada Kardinah: "Ma' muda, saya suka benar kepada anak perempuan-perempuan, karena anak-anak itu pandai tertawa gelak-gelak, .dan meréka berlainan betul dengan anak-anak laki-laki; anak-anak perempuan manis dan lemah lembut kelakuannya." yang mengatakan seperti itu ialah seorang anak yang ber'umur lima tahun. cobalah pikir oléhmu, dirabanya dan diamat-amatinya tangan Kardinah, kemudian ia berkata lagi: "Ma' muda, apakah sebabnya maka anak-anak perempuan lemah lembut?" Kemudian dirabanya tangannya sendiri dan sudah itu berkata pulala: "Sungguhpun saya masih kecil, tetapi saya laki-laki, sebab itulah saya kasar." O, anak itu seorang anak yang sangat
hitam dan ikal. Sebelum ia datang kemari ia telah melihat gambar kami pada seorang sahabat kenalan kami di Surabaya. Ibunya menceriterakan kepadanya, bahasa dinegeri, kemana ia hendak pergi, adalah tinggal disana ma'-ma' yang penyayang. Anak itu berpikir, bahwa .ia harus kawin dan bertanya: "Bundaku! haruskah saya kawin dengan ketiganya, atau dlengan salah satu dari pada meréka itu?"
Baris 922 ⟶ 892:
Alangkah énaknya perasaan disini waktu pagi-pagi; sebab hari masih sejuk dan pemandanganpun amat bagus. Kami pergilah berjalan-jalan keliling kebun, yang penuh berisi dengan bunga-bungaan yang harum dan sedap baunya. Berjalan-jalan pagi-pagi dikebun itu suatu kesedapan yang sebenar-benarnya. Kebun kami yang kami buat dan tanami sendiri, sekarang telah mulai berbunga. Betapa bagusnya, bila engkau dapat sama-sama berjalan-jalan dengan .kami
dalam kebun itu; sukakah engkau pada bunga-bungaan dan
pohon-pohonan? Ma' berkebun sayur-sayuran dan berkebun bunga ros. Kebun kami letaknya dimuka bilik kami. Bila malam purnama, maka pemandangan disana seperti pemandangan didusun-dusun, yang sangat menarik hati. Saudara-saudara saya yang perempuan membawa kecapinya keluar, dan duduk di antara pokok-pokok yang rendah, sambil memetik kecapinya dengan lagu yang merdu. Sesudah berlagu-lagu itu baharulah kami bersuka-suka, berbincang-bincang dan tertawa.
..........................................................................
Baris 955 ⟶ 924:
O, Stella, mataku menjadi bercahaya-cahaya, telingaku menjadi tajam dan kalbuku berdebar-debar, karena keriangan tatkala mendengar sekalian itu. Tentulah akan datang suatu cahaya, yang akan menerangi dunia perempuan lagi, yang gelap .gulita dan celaka itu. Waktu tuan Directeur itu bercakap-cakap dengan bapak, maka nyonyapun berbincang-bincang dengan kami. Alangkah besar hati kami mendengarkan tuturnya!
orang mengajarnya bébas sedikit, teruslah ia dimasukkan orang ke dalam penjara, dan seteliah ia diajar orang terbang, lalu ia dimasukkan orang dalam sangkar. Tidak mungkin perempuan yang sebenarnya terpelajar, mustahillah akan merasa senang dalam dunia bangsa Bumiputera, kalau sekiranya dunia ini masih tinggal seperti sekarang ini. Sampai sekarang hanyalah sebuah saja jalan yang terbuka yang boléh ditempuh oléh anak² perempuan Bumiputera untuk masuk ke dalam hidup bersama-sama yakni "kawin." Bagaimana caranya perkawinan dalam dunia Bumiputera, tentulah nyonya telah tahu. nyonya telah sekian lama di tanah
Jawa. Kami merasa beruntung, yang suanyi nyonya akan
Baris 962 ⟶ 931:
"Hai suamiku, adakah kaudengar katanya itu?" tanya nyonya itu kepada suaminya dengan bersukacita. "Si gadis ini meminta sekolah yang berpengajaran bermacam-macam 'ilmu pekerjaan untuk anak-anak perempuan bangsa Bumiputera."
Dengan héran tuan Directeur itu bertanya kepadaku: "Betulkah Radèn Ajeng meminta sekolah yang demikian? Bagaimanakah kemauan tuan? cobalah ceritakan kepadaku, hendak jadi apakah tuan?, dokter?" Saya merasai ketika itu segala mata terhadap kepadaku, lebih-lebih mata orang tuaku serasa membakar mukaku, maka sayapun lalu menundukkan kepala. Dalam telingaku mendengung-dengung dan mendesir-desir sebagai suramu, Stella, yang mengatakan kepadaku: "Kartini, beranikan dirimu, jangan gentar!"
Stella, Stella, janganlah kiranya engkau lepaskan saya, genggamlah tanganku dalam tanganmu dan bimbinglah saya! Dari engkaulah datangnya kekuatan yang memberanikan hatiku, janganlah engkau biarkan saja saya seorang diri! Bila sampai kiranya maksudku, maka kejadian itu ialah oléh karena kerjamulah, wahai kekasihku! nyonya itu lama memperbicangkan ini dan itu dengan saya, yaitu memperbicangkan perkara yang telah acap kali kita berdua memperkatakannya, "perkara perempuan."
Baris 978 ⟶ 946:
pergi ke Betawi: "Tetapi tinggal disana tentulah di rumah ibunya, bukan, nyonya?" Maksud bapak mengatakan "dia" yaitu saya sendiri. tidak tahulah saya akan maksud perkataan itu, entah main-main saja, entah sebenar-benarnya?
Ketika akan bercerai, nyonya itu berkata kepadaku: "jangan takut2, selalu berani dan percaya. Keadaan yang hina itu tidak boléh lebih lama dibiarkan begitu saja, sekalian itu wajib dan patut akan diperangai. jangan cemas." Stella, sedang bermimpikah atau sedang bangunkah saya? Adakah sungguh2 akan datang perubahan bagi kami? Boléhkah kami berharap, yang mimpi kami itu dapat disampaikan dengan sebenarnya? Banyak lagi yang saya dengar. Banyak lagi nyonya Directeur menceriterakan kepadaku; tetapi saya tidak berani menceriterakannya kepadamu. Karena sekalian hal itu masih jauh tempatnya, tetapi cahayanya dan sinarnya telah sampailah kemukaku. Nanti, nanti, Stella, kekasihku, kalau keadaan itu telah ada dalam tanganku dan telah kupegang teguh2,
Baris 999 ⟶ 967:
asa tentulah pertolonganmu yang 'umum itu akan memimpinku, ajakan dan bujukanmu itu akan menguatkan hatiku, sekiranya saya merasa yang saya tidak berdaya lagi. Stella bila saya pernah-pernah dapat membuat barang sesuatu untuk saudara-saudara saya dipulau Jawa, tentulah keadaan itu semata-mata oléh karena pertolonganmu.
Saya telah menceriterakan kepadamu, bahasa nyonya Ter Horst telah berjanji kepadaku, yang saya boléh mengarang dalam surat kabarnya, untuk pembéla untung nasib
Bantu serta kuatkanlah saya ini, wahai sahabatku! Kirimlah surat panjang-panjang kepadaku, Stella! Saya belajar karang-mengarang itu dengan mengarangkan barang sesuatu, yang biasa kejadian pada hidup kami sendiri. Sebuah dari pada karanganku telah keluar dalam surat chabar "Echo." Nama samaran yang saya pilih, ialah "tiga saudara", karena kami bertiga menjadi satu. Tetapi dengan segera diketahui orang siapa "tiga saudara" itu. Dalam surat kabar Hindia "Locomotief" adalah suatu pujian tentang karangan itu. Hal itu menggaduh hatiku. Sedianya saya lebih suka yang
Baris 1.006 ⟶ 973:
telah didirikan untuk bangsa Bumiputera. ucapkanlah selamat kepadaku, karena surat bulanan yang sedemikian telah terbit. Saya berharap, banyaklah hendaknya keselamatan "bahasa Belanda" untuk bangsaku, untuk kami bangsa Bumiputera. Surat bulanan yang baharu itu haluannya seperti s.b. Lelie! Bunga Belanda, yang telah menébarkan baunya dan kebagusannya sampai ketanah Hindia, tanah yang sejauh itu! Sekarang surat kabar "Echo," bertukar dengan "Nederlandsche Taal"! Engkau tentu boléh ma'lum, bahasa
saya sekarang telah menulis sepucuk surat, dengan bergirang hati, kepada juru kabar dan orang yang mendirikan surat kabar itu (Directeur sekolah Ménak di Probolinggo) dan mengabarkan yang saya mau mengarang dalam surat kabarnya. Baru sebentar ini orang datang membawa balasan surat itu kepadaku. Dalam surat itu ia memberi pokok-pokok yang
disukainya, yang akan, saya karangkan. Stella, cobalah engkau ketahui apa yang mula-mula saya baca dalam surat bulanan itum yaitu: "Pengajaran Bumiputera untuk anak-anak perempuan,” kemudian "Adat² Bumiputera,” dan akhirya "Kepandaian bangsa Jawa.” Tentulah engkau akan berkata kepadaku: "Kartini, janganlah engkau mengatakan engkau tidak pandai dan tidak cakap, tetapi katakanlah: "saya suka.” Sayapun suka, Stella, saya suka dan mau sekali mencobanya. Saya berharap amat sangat yang engkau akan menghargai kekuatanku, biarlah jangan berlebih-lebihan. Kalau demikian tentulah saya akan bekerja dengan sebaik-baiknya. yang hendak saya ceriterakan sekarang lagi, ialah bahasa kami bertiga telah mulai mempelajari bahasa Perancis dengan memakai kitab-kitab pelajaran karangan Servaas de Bruiyn. Telah kami tammatkan tiga empat buah kitab itu, dan sekarang kami hendak meminta kepadamu, supaya engkau mengatakan kepada kami nama-nama kitab pembacaan dalam bahasa Perancis yang mudah-mudah yang akan kami baca-baca periangkan hati. Bapak telah memberi izin kami boléh belajar lagi bahasa jérman, tetapi bila pelajaran bahasa Perancis kami habiskan, kemudian kami berharap akan memulai pula mempelajari bahasa Inggeris. Tetapi pikiran kami bahasa jérman kemudian sekalilah. bila kami masih hidup juga. Sekarang kami mencoba membaca surat-surat kabar bergambar dalam bahasa Perancis, tetapi membaca dan mengerti itu dua macam, bukan? Mula-mula sekali kami telah membuat salinan yang segila-gilanya, tetapi sukurlah, makin lama adalah makin bertambah baik. Masih banyak harapan kami. Rukmini adalah berceritera pada suatu hari yang ia bermimpi dalam bahasa Perancis, ia bersama-sama dengan Chateaubriand di Louisiana, suatu tanah ajaib, yang diceriterakan oléh Chateubriand itu. Bahasa Perancis banyak bersamaan dengan bahasa kami, tentang susunan kata-kata dan hurufnya sama benar dengan bahasa kami. Sahabat baharu kami, nyonya Directeur, berkata kepada suaminya: "Saya suka belajar bahasa², wahai suamiku, betapalah suka hatiku kalau sekiranya saya sendiri dapat mengajarkan bahasa-bahasa itu kepada si gadis itu!” Kemarin saya telah mendapat sepucuk surat yang 20 halaman panjangnya. Alangkah manis isi surat itu. Ia berkata, bahasa menurut perkataannya, ia akan bercakap-cakap lagi dengan kami nanti sekali lagi, dan iapun percaya yang perasaan itu akan terjadi. Sayapun bersama-sama berharap demikian. "Bertanyalah pada waktu yang akan datang!" kata suratnya kepadaku. Dan sayapun percaya sungguh, sekiranya engkau dan nyonya itu ada selalu disisiku. Suratnya selalu membuat saya menjadi kemalu-maluan seperti suratmu juga, engkau dan nyonya itu selalu berpikir baik untuk hal keadaanku. O, moga² janganlah hendaknya saya akan mengecéwakan meréka itu, yang sekian mudahnya telah mempercayai saya! Perasaan itu datangnya dari hati kecilku, sebagai suatu doa dalam waktu yang sunyi dan baik. Sungguhpun begitu, Stella, mémanglah kita ini penuh dengan lingkungan teka-teki dan rahsia, apalagi manusia tiada berhati tetap. Hal itu bukanlah menunjukkan manusia berpekerti buruk. Bahwasanya amat banyak hal keadaan yang boléh mendatangi hidupnya itu. Adalah hal itu yang menjadikan seorang berani dan ada pula menjadikan seorang penakut. janganlah lekas disalahi
seseorang yang rupanya telah membuat kelakuan yang hina, sebelum engkau ketahui sebab-sebabnya.
Baris 1.020 ⟶ 983:
merasa saja kesakitan yang amat sangat itu dalam hatiku. Sekarang darahku telah pulang kembali seperti semula dan boléhlah berpikir sebagai biasa.
Kasihan bapaku yang dicinta itu, ia telah banyak benar menanggung dukacita, sebab hidupnya selalu membawa kecéwa yang menyakitkan hatinya. Stella, bapaku tidak ada lain yang disayanginya lain dari pada anak-anaknya, kami semuanya buah hatinya dan penglipur dukanya. Saya dalam hal itu sangat mencintai kebébasan. O, itulah yang berguna untuk hidupku dan untuk hidup saudara-saudaraku perempuan. Saya sungguh suka sekali menolong adik-adikku dan maulah saya menjadi kurban masing² meréka itu, bila kurban itu mendatangkan kebaikan untuknya. Saya pandang keadaan yang seperti itu sebagai suatu kewajiban yang berbahagia. Tetapi dari pada ketiga saudara itu, bapakkulah yang lebih saya cintai dan saya sayangi dan badankupun terserahlah
berpikiran yang tetap, benarlah itu, tidak dapat saya ubah lagi.
Sebab bila bapak tidak mau, yang saya akan mengurbankan diriku, betapa sekalipun ratap tangis dalam hatiku, mestilah saya
Baris 1.032 ⟶ 992:
Kasih sayang itu mémanglah tiada akan hilang, saya tidak percaya ia akan lenyap sama sekali, perbuatanku itu tentulah merusakkan hatinya. Dari perbuatan orang lain barangkali dapat ia menahan kecéwa itu, tetapi dari saya tentulah akan melukai hatinya, karena ia lebih menyayangi dan mengasihi saya dari pada orang yang lain. Kepada bapaku, cinta dan sayangku bukan buatan! Stella, alangkah ajaibnya halku ini? Seorangpun boléh dikatakan tidak pernah menggoda dan mendukacitakan saya, tetapi saya selalu ada berpenanggungan. O! perasaan yang dalam, itulah penanggunganku,
tetapi tidak lain lagi kehendakku ialah penanggungan itu. Meskipun penanggungan itu melukai hatiku, tetapi iapun kadang-kadang memberi bahagia yang tidak ada hingganya kepadaku. Betapa besarnya bahagia itu tidak dapatlah pula dikira-kirakan oléh jauhari dan bijaksana.
Saya bertanya kepada bapak: "Sekarang kalau kami tidak boléh pergi kenegeri Belanda, boléhkah saya pergi ke Betawi belajar 'ilmu dokter?" Bapak menjawab dengan ringkas dan baik: "Anakku wajib, tidak boléh melupakan yang engkau anak Jawa dan sekarang belum boléh anak perempuan menurut jalan itu ............ boléh jadi 20 tahun lagi keadaan itu akan bertukar, ............ tetapi sekarang belumlah boléh ............atau kalau diturut juga tentulah engkau akan mendapat k e s o e s a h a n, ............ karena dalam hal ini tentulah engkau anak perempuan pertama-tama sekali." Bapaku tentulah tidak dapat menentukan hal itu dengan sekejap mata. Bapakku tentulah lebih dahulu akan memikirkannya pand yang lébar dan bermusyawarat dengan orangorang lain. Itulah suatu tanda yang menyatakan, bahasa bapa semata-mata tidak menolak buah pikiranku? dan bapapun tahu juga yang saya setiap masa dan ketika selalu hendak jadi bébas, merdéka dengan tegak sendiri, ia pun tahu juga yang saya tidaklah akan beruntung dalam hidup perkawinan seperti adat yang lazim sekarang. Setelah itu saya bertanya lagi: "Tetapi apabila sekolah anak perempuan Bumiputera yang akan dibuat oléh tuan Mr. Abendanon itu sampai terdiri, boléhkah saya menjadi guru disitu?"
Baris 1.047 ⟶ 1.006:
Bapapun membenarkan hal itu, dan meluluskan kehendakku. O, ma', alangkah beruntung saya sekarang ini, tidak pernahlah saya sangka-sangka hal itu dengan mudahnya saja dapat diperkenankan oléh bapa. Sepatah juapun tidak ada kata-kata yang keras, pedih dan tajam dari bapa, meskipun telah banyaklah yang terpikir diotakku karena hendak menyampaikan maksud ini ............. biarlah, saya terima sukurlah sekalian itu dengan hati yang ichlas. Tetapi bapa berlaku dalam hal itu nyatalah benar-benar dengan lemah lembut dan dengan kasih sayang.
O, sekali-kali tidak adalah sedikit jua salah sangka-sangkaku
Baris 1.059 ⟶ 1.017:
Sekarang tinggallah lagi suatu angan-anganku, dapatlah kelak didirikan sekolah anak perempuan itu, tetapi dalam hal itu saya putus asa. Beberapa tanda-tanda telah membayang, menyatakan bagaimana susah orang-orang' yang berpangkat tinggi, hendak mempertinggi kedudukan dunia bangsa Bumiputera dan hendak memancarkan cahaya ke dalam alam perempuan bangsa Bumiputera dan hendak mengeluarkan
perempuan-perempuan itu dari keadaan yang penuh berlumur dengan kesengsaraan. Biarlah orang-orang yang berpangkat tinggi seperti itu sekarang masih belum banyak didapati.
Baris 1.075 ⟶ 1.031:
Saya ketahui sekali itu, dan saya rasa kasih sayangnya yang tiada berhingga itu, sebab itulah saya menjadi manja dan berbahagia benar!
Sejak kami kembali dari Betawi, adalah perasaan kami sekarang, seolah-olah kami pulang kerumah, hanyalah akan melepaskan lelah dan pergi berjabat tangan saja, setelah itu hendak terbang kembali ............ Kemana????? Saya sekarang hendak merasai benar-benar kesedapan tinggal di rumah, karena dimana juapun dialam ini tiadalah sebaik tinggal dirumah orang tua sendiri, dan hal itulah yang telah menimbulkan terima kasih dalam hatiku, apabila ésok atau lusa saya meninggalkan rumah orang tuaku; pergi itu
Baris 1.082 ⟶ 1.037:
Dahulu saya belajar adalah dengan mudah............. saya tidak pernah tercécér di belakang............. tetapi antara dahulu
dengan sekarang telah amat lama. Sekalian yang telah saya pelayari disekolah perubel, saya telah lupa. Waktu 'umurku dua belas setengah tahun, tatkala itulah saya meninggalkan sekolah itu. Tetapi kalau m a o e, hampir semuanya boléh dapat, bukan, ma'? Dalam segala hal saya akan mengusahakan diri dan akan bekerja keras. Doakanlah saya oléh tuan kedua. Moga-moga hatiku tetap selalu, cukup dengan kemauan dan keberanian yang hidup, hai kekasihku! Sekarang semuanya dengan tulus dan ichlas telah saya ceriterakan kepada tuan, o, ma'ku! Bagaimana pikiran tuan ke
dua tentang sekalian hal itu? Katakanlah dengan terang kepadaku buah pikiran tuan kedua, saya
Saya menulis surat dengan kepercayaan sesungguh-sungguhnya, bahasa tidak adalah orang yang lain, yang lebih mengindahkan hal keadaanku, hanyalah tuan kedua. Hal itu berhubung kuat dengan nasibku piada waktu yang akan datang. Lain dari itu sayapun tahu juga, bahasa saya setiap waktu boléh datang kepada tuan kedua, akan meminta nasihat, pertolongan dan pergi melipurkan hati. Oléh karena itulah kelak saya akan datang kerap kali kepada tuan.
==7 October 1900 (VIII)==
Saya menanti waktuku dengan sabar. Apabila waktu itu datang kelak, disitulah nanti orang akan melihat, yang saya bukanlah suatu benda yang tidak ada bernyawa, tetapi ialah sebenarnya seorang manusia, yang berotak dan berhati, ada berpikiran dan ada berperasaan.
Baris 1.104 ⟶ 1.058:
"Tetapi engkau telah tahu, bahasa segala permulaan itu sukar adanya, tahukah engkau lagi bahwa tiap-tiap oiang yang bermula membuat sesuatu pekerjaan, amat susah untung nasibnya? Kecelaan, kecéwa, datang berganti-ganti dan banyaklah pula penggodaan yang akan menimpanya, tahukah engkau sekaliannya itu?" kata ibu.
"ya, tahu keadaan itu! Hal-hal yang sedemikian bukan kemarin dan sekarang saja telah terkandung dalam
[[File:Alun alun jepara 118.jpg|thumb|center|800px|ALUN-ALUN DI JEPARA.]]
Apakah kebaikannya kepadamu? Adakah ia mencukupi nafsumu? Dapatkah ia menjadikan engkau beruntung?" sahut ibu pula.
Baris 1.116 ⟶ 1.068:
Sungguh ajaib sekali, karena waktu saya mengeluarkan kata-kata itu, saya tidak sedikit juga merasa takut atau ngeri dan gentar, melainkan hatiku ketika itu betul-betul berani dan sabar, sayang hatiku yang bodoh dan gila ini menyebabkan pula dalam hal itu kepiluan yang amat sangat.
Saya suka belajar untuk menjadi guru, hendak mendapat dua buah diploma yaitu diploma guru bantu dan diploma guru kepala dan dalam itu hendak saya pelajari lagi perkara keséhatan tubuh, barut-membarut orang luka dan menjaga orang sakit.
Dan kemudian sekali baharulah kehendak saya belajar untuk memperoléh diploma yakni diploma bahasa, bahasaku sendiri. Dan setelah kami tammat belajar, maka kami berdua akan mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan kepala-kepala negeri. Saya terlalu suka belajar dinegeri Belanda, karena tanah Belandalah yang sanggup melengkapkan saya
..............................................................
Telah kerap kali selama hidupku, saya merasai bahwa lalunya kehendak hati itu kebiasaan bersama-sama dengan kelukaan hati.
Rupa-rupa kejadian dalam waktu-waktu yang lalu telah menyatakan, yang kita manusia hanya memikirkan, dan Allah jualah yang menjadikan. Sekaliannya itu hendaknya menjadi kiasan bagi kita manusia, yang tidak luas pemandangan, yakni kiasan, supaya manusia itu jangan terlampau berbesar hati sekali mempercayai dirinya sendiri saja, mengirakan bahasa kita betul-betul mempunyai "
Mémang adalah suatu
Hanyalah
O, ma', kami tidak dapat mengatakan kepada tuan betapa girang dan terima kasih kami, karena kami telah berkenalan dengan nyonya van Kol.
"Orang yang sebaik-baiknya dan sebagus-bagusnya, ialah machluk yang lemah dan murah hatinya," kata nyonya itu...
Dan kami tambah lagi: "Manusia itu bersifat fana!" jangan harap kepada manusia!............ Bukantah tidak salah sekalian itu saya katakan kepada nyonya, karena tempat kami berharap ialah manusia?........... kami mencari kekuatanpun pada manusia juga............ Segala kejadian-kejadian yang kami rasai dalam hidup kami pada tahun-tahun yang achir ini, menyatakan kepada kami betapa kami telah menempuh jalan yang sesat.
Kami banyak mengucap terima kasih kepada Nellie van Kol, karena ia telah menunjukkan kepada kami jalan yang sebenar-benarnya kepadang kebébasan.
Dalam beberapa hari ini adalah sesuatu yang tidak menyenangkan hatiku, yang menjadikan kami putus asa, sebelum perubahan Allah datang.
Tetapi sekarang kami pegang teguh-teguh tangan perubahan itu, dan kepadanya kami tentangkan benar-benar mata kami, dengan tiada menoléh-noléh kekiri dan kekanan. Ia tentulah akan mengemudikan kami pula......... menimbang hal keadaan kami dengan kasih sayang.......... Waktu itulah waktu yang gelap akan menjadi terang, dan angin ribut akan menjadi angin yang lemah lembut.
Sekalian yang mengelilingi kami tinggallah seperti sediakala, tetapi bagi kami tidaklah rasanya dia seperti dahulu lagi. Perubahan yang sebenarnya telah ada dihati kami, perubahan itu menyinari sekaliannya, dengan cahaya yang terang. Damai dan sentosa timbullah dihati kami.......... Ma', kami sekarang beruntung dan berbahagia.
Bahagia itu bukanlah dengan bergila-gila dan bersorak-sorai, tetapi ialah dengan damai, sabar dan insaf.
Bukan kepalang suka hati kami hendak memperbincangkan hal itu sekaliannya dengan nyonya. Tuan van Kol........telah mengirimkan kepada kami secarik kecil koyakan surat isterinya dan tersebutlah dalamnya "tetapi sekali-kali janganlah mau mengangkat diri! karena segala kemuliaan semata-mata ialah rahmat Allah!" Sesuailah dengan yang telah acap kali dikatakan ibu kepada kami. Peringatan itu amat berguna kepada kami, sebab semenjak kecil kami selalu hidup didunia dengan manja dan penuh pujian.
Kepada kami, terutama kepada kami berguna amat peringatan itu untuk menjauhkan kami dari penyakit mengangkat diri itu, karena ialah suatu gosong tempat kapal terdampar dan berbahaya, bila nyawa manusia berpulang; kerahmatu'llah!
Kami selalu mendoa meminta kodrat dan kekuatan, supaya dapatlah kami dengan sempurna menanggung suka dan duka. Lebih-lebih untuk kesukaan hati, karena dalam suka itu biasanya adalah penggodaan yang besar. Kebanyakan kapal-kapal yang bermuat dengan hidup anak-anak muda berubah haluannya, bila saja angin ribut kesukaan telah datang menghambusnya, dan pada waktu itulah pula ia kerap kali segera tenggelam! Alangkah sombongnya perkataanku, bukan. Bila nyonya bertemu dengan saya nanti, hélakanlah telingaku.
Betapalah gerangan perasaan kita kedua belah pihak, bila kita nanti dapat bertemu lagi! Saya tahu rasanya apa yang mula-mula akan nyonya katakan kepadaku: "Hai 'nak, alangkah gemuknya engkau sekarang!" Saya menjawab dengan berbisik kepada nyonya: "Dimukaku rupanya saya telah menjadi tua, tetapi dihatiku adalah tertulis dengan huruf emas, kata: cinta, yang senantiasa tinggal tetap, selalu muda."
==1 November 1900 (VIII)==
Kabar baik!
O, saya amat beruntung dan berbahagia! dan saya tahu untuk menjadi guru! ucapkanlah kepadaku selamat! Peluklah saya dalam kenang-kenangan nyonya, pandanglah bahagia yang bercahaya-cahaya yang keluar dari mataku! Saya telah bercakap dengan bapak dan berceritera kepadanya, apa yang telah nyonya minta kepadaku dahulu, ketika nyonya masih tinggal disini! Bapakpun suka memperkenankan hal itu! Suka sekali mengabulkannya! Sekarang boléhlah saya duduk dibangku sekolah, supaya nanti saya boléh lagi berdiri dimuka bangku itu, bila telah ada berhak memperbuat demikian.
Boléh dan mau! mau dan boléh! tidak ada yang sebagus susunan kedua kata itu! dan dengan kata "cakap" sempurnalah dia menjadi tiga sejoli!
Mau artinya cakap, bukan?
O, saya boléh! saya boléh, saya boléh pergi belajar yang tuan kedua akan beriang hati mendengarkan untung bahagiaku itu.
Sekarang betullah saya belum menjadi apa-apa, tetapi nanti boléh saya menjadi barang sesuatunya, sungguh senang sekali! "Berharaplah, percayalah dan hendaklah berani!"
Ketiga kata-kata itu, yakni kata-kata nyonya yang selalu saya kenang-kenangkan, dan selalu kata-kata itu setia mengiringkan saya, ketika saya tadi pergi menghadap bapak dan bercakap dengan dia.
Saya amat sabar dan riang sedikit waktu itu, sungguh pun lebih dahulu saya telah merasa, yang percakapan itu akan baik kesudahannya. Bapak menyukai benar pikiranku,
hendak menjadi guru disekolah untuk anak-anak perempuan itu. Alangkah lemah lembut bapak berkata ketika itu dengan saya! O, tiadalah saya salah sangka akan dia, yang ia menyanyangi anaknya dan mengerti benar-benar akan kehendak si anak itu.
Dahulu saya telah berdiri ditepi tebing yang amat curam, dan telah menéngok kelurah yang dalam, dengan gelap gulitanya! Sekalian itu waktunya telah terlampau! cinta kasih sayang telah melompatkan saya keseberang lurah yang dalam itu.
Maulah rasanya saya memeluk dunia ini, karena kesukaan hati yang sebenar-benarnya itu.
Izin dan berkat dari bapak itu telah saya junjung tinggi, dan itulah sebabnya maka segala aral besar-besar yang melintang jalan hidupku yang akan datang, sekarang telah hilang dan hapus.
==2 November 1900 (II)==
Suatu rahsia yang penting sekali hendak kubisikkan kepada nyonya, kekasihku yang dicinta, saya berharap sangat dan percaya, yang rahsia ini sedikit hari lagi tidak akan menjadi rahasia lagi! O, saya sangat beruntung! Peluklah saya dengan kedua belah tangan, dan rengkuhlah mukaku kehati nyonya, ciumlah kepalaku dan ucapkan selamat kepadaku, o kekasihku! Bukanlah kenang-kenangan yang hampa dan tidaklah mimpi yang kosong yang saya kejar itu, dengarlah oléhmu, ma', saya telah m e m b é b a s k a n diriku dan boléh t e g a k s e n d i r i! Saya boléh menjabat pekerjaan! Sejak kemarin saya merasa diriku seakan-akan tidak hidup lagi, tetap, rasanya tempatku jauh dari rumah yakni dalam surga bahagia dan rahmat!
Saya boléh! Saya boléh! Saya boléh! telah beribu-ribu kali saya ulangi kata itu dan selalu hendak saya ulangi lagi'
O sekalian anggotaku turut beriang hati, bersuka raya, hal itu tentu dapat nyonya ma'lumkan, bukan, ma'? nyonyalah yang mengenal saya sampai ke dalam hati kecilku, dan nyonyapun tahu pula bahasa belum lama antaranya angin ribut telah melanggar hatiku, ketika itu betullah dia menjadi suatu kesengsaraan bagiku yang telah saya perangi dengan hebat. Tetapi semuanya itu adalah mendatangkan kebaikan bagiku, peperangan yang hébat dalam hatiku itu telah menguatkan saya!
O, ma', jikalau perkara di Betawi dan di Mojowarno telah selesai, tentulah akan mulai peperangan yang hébat bagiku. Kedua tempat itu menghéla hatiku; pihak yang satu karena
dekat pada nyonya, dan dapat bersama-sama dengan saudaraku, yang tentu akan datang ke Mojowarno, bila kabar yang kami terima nanti tentang halku, kabar baik.................. disana negeri kecil, jauh dari riuh rendah seperti di kota, dan jauh dari asung fitnah manusia dan diam ditengah-tengah meréka, yang berhati suci dan bersih, yang hidup dalam udara yang suci, sambil berkasih-kasihan sesamanya manusia........dan pihak yang satu lagi...........? "Barang suatu dengan mudah dan kemalasan boléh didapat, tidak adalah yang lama boléh berharga dan lama boléh memberi sukacita untuk kita," kata nyonya Abendanon. Tetapi tidak usahlah saya pecahkan kepalaku untuk pemilihan itu. Perlahan-lahan dan dengan sabar boléhlah juga kita sampai ketempat yang kita tujui, apalagi pekerjaan yang gopoh-gapah biasanya melambatkan. Biarlah saya dengar saja suara, yang dibisikkan oléh kalbuku, dan apa-apa kata suara itu akan saya bandinglah dengan pikiran yang keluar dari otakku. Baikkah dilakukan sedemikian, ma'?
|