Joko si Penjual Jamu Cilik

Sinopsis

sunting

Joko adalah seorang penjual jamu cilik. Dia duduk di kelas 5 SD Karangwaru. Joko membantu ibunya yang penjual jamu dengan ikut menjajakan jamu di sekolahnya. Joko pandai  menjelaskan  komposisi dan aneka manfaat dari jamu yang dijual pada teman-temannya. Joko juga sering memberi bonus dongeng pada para pembelinya. Dia adalah seorang pendongeng ulung. Kali ini Joko mendongeng tentang Asal Mula Aksara Jawa. Teman-temannya mendapatkan inspirasi dari  dongeng dan jamunya  yaitu mereka menjadi memahami serta  mencintai budaya lokal Indonesia.

  1. Ibu Joko
  2. Joko
  3. Doni
  4. Danang
  5. Bimo
  6. Mira
  7. Pak Budi

Lokasi

sunting
  1. Rumah Joko
  2. SD Karangwaru

Cerita Pendek

sunting

Berangkat Sekolah

sunting

Kropyak..Kropyak…

“Ibu, Joko berangkat dulu!” Joko melambai pada ibunya sambil menenteng tas pandan berisi botol-botol jamu.

“Hati-hati di jalan, ya, Nak,” sahut ibunya. Ibu juga membawa botol-botol jamu. Dia menaikkan bakul berisi botol jamu di gendongannya.

Setiap pagi Joko dan ibunya berangkat untuk berjualan jamu. Ibunya menjual jamu keliling, sedang Joko berjualan jamu di sekolah. Joko senang dan tidak malu berjualan jamu demi membantu ibunya. Mereka hanya tinggal berdua. Bapak Joko  sudah wafat 2 tahun lalu karena sakit.

Joko  harus bergegas, karena hari ini hari senin ada upacara sekolah.

“Joko cepat!” seru Danang.

“Bukankah hari ini kamu menjadi komandan upacara?”

“Iya, siap!” sahut Joko riang.

Di lapangan teman-temannya sudah mulai membentuk barisan. Joko segera menempatkan diri di tengah lapangan. Dia bersiap menunaikan tugasnya sebagai komandan upacara.

“Hormaat…Graak!”

Semua mengikuti aba-aba Joko, menghormat pada bendera yang sedang dikibarkan. Joko memimpin upacara  dengan gagah. Joko duduk di kelas 5 SD  Karangwaru. Walaupun berasal dari keluarga tidak mampu, tapi Joko berprestasi. Dia selalu menjadi juara kelas dan sering menjadi petugas upacara.

Pelajaran Bahasa Jawa

sunting

“Sekarang pelajaran Bahasa Jawa,” kata Pak Budi, guru wali kelas mereka.

“Siapa yang hapal huruf lengkap Aksara Jawa?” tanya Pak Budi .

“Saya, Pak!” Joko mengacungkan tangan.

“Coba Joko sebutkan dengan urut dan lengkap!” perintah Pak Budi.

“Hana Caraka-Data Sawala-Padha Jayanya-Maga Bathanga,”

Joko menyebutkan huruf Aksara Jawa dengan lengkap.

“Sekarang, siapa yang bisa menulis kalimat: Aku tuku Jamu,” Pak Budi memberi tugas.

“Danang, ayo maju ke depan!” perintah Pak Budi.

“Baik,Pak.”

Danang adalah teman sebangku Joko. Dia maju ke depan dan menuliskan huruf-huruf aksara jawa di papan tulis.

Pak Budi mengerenyitkan dahinya.

“Kok panjang, coba kamu baca itu bunyinya apa?”

“Aku tuku jamu beras kencure  Joko!” seru Danang lantang.

Ternyata Danang menambahi sendiri kata-katanya, dia memang kadang suka usil. Teman-temannya tertawa. Pak Budi juga ikut tertawa.

“Iya, Jamu Beras Kencurnya  Joko memang paling enak,” Pak Budi mengacungkan jempolnya. Joko jadi bangga. Dia ikut membantu ibunya meracik jamu-jamu yang dijual.

“Bapak juga ingin beli Jamu Beras kencurmu, Joko. Nanti bawakan segelas ke ruang guru, ya,” pesan Pak Budi.

“Baik, Pak, siap,” sahut Joko riang.

Kebetulan saat itu bel istirahat berbunyi. Joko bergegas mengantarakan pesanan Jamu Beras Kencur Pak Budi. Setelah itu sambil membawa tas jamunya dia pergi ke bawah Pohon Akasia di halaman sekolah.

Jualan Jamu

sunting
 
Joko menjual jamu kepada teman-temannya


“Segeran..segeran..ayo beli jamu..,” seru Joko. Dia mulai menggelar dagangannya.  Teman-temannya lalu mengerubungi Joko.

“Joko, Beras Kencur dibuat dari apa dan apa manfaatnya?” tanya Danang.

“Jamu Beras Kencur itu dibuat dari beras, kencur dan gula jawa. Kalau minum jamu ini badan menjadi hangat, mencegah flu, batuk , pusing dan badan menjadi segar bugar!” Joko memberi penjelasan dengan semangat.

“Kalau Jamu Kunyit Asam  bagaimana, Joko?” Mira ikut bertanya. Dia sangat menggemari jamu kunyit asam.

“Jamu Kunyit Asam dibuat dari kunyit, asam dan gula jawa. Jamu ini bisa menyembuhkan Sariawan, mengusir bermacam bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Untuk anak perempuan dapat juga menyembuhkan sakit perut saat Menstruasi dan membuat badan menjadi singset dan langsing,” Joko berkata sambil bergaya lucu seperti peragawati untuk menggambarkan badan wanita singset. Teman-temannya menjadi tertawa melihat gaya Joko.

 
Jamu dan bahan-bahannya

“Aku mau Wedang Uwuh saja, Joko. Bapakku kalau habis menarik angkot paling suka minum Wedang Uwuh,”celetuk Bimo yang bapaknya adalah sopir angkot.

“Iya, Wedang Uwuh juga banyak khasiatnya,”jawab Joko.

“Wedang Uwuh terbuat dari Secang, Cengkeh, Kapulaga dan Jahe. Wedang ini bermanfaat untuk menghangatkan badan dan meningkatkan kekebalan tubuh,” Joko dengan semangat menjelaskan manfaat dari jamu-jamu yang dijualnya.


Beli Jamu Bonus Dongeng Asal Mula Aksara Jawa

sunting

“Joko, beli jamu bonus dongeng, kan?” celetuk Doni.

“Iya, siap!” sahut Joko sambil tertawa. Sudah menjadi kebiasaan Joko, saat melayani pembelian jamu, dia akan mendongeng. Joko adalah pendongeng ulung, teman-temannya sangat senang mendengar dongengnya. Mereka juga tertib. Saat membeli jamu, mereka membawa gelas sendiri. Di sekolah ini memang dibiasakan membawa peralatan  sendiri kalau membeli minuman. Dengan demikian mengurangi penggunaan sampah gelas plastik minuman.

“Mau dongeng apa, si Kancil lagi?” Minggu lalu teman-temannya paling senang kalau Joko mendongeng tentang kisah kecerdikan Kancil.

“Dongeng Kancil sudah bosan, ah,” celetuk Rina.

“Hmm..dongeng apa ya…,” Joko berpikir sambil melayani teman-temannya membeli jamu.

“Sudah tahu dongeng asal mula terbentuknya aksara jawa, belum?” tanya Joko.

“Wah, iya, dongeng itu saja!” Danang menyahut gembira.

“Baiklah, aku akan bercerita tentang asal mula aksara jawa,” Joko pernah mendengar dongeng ini dari Bapaknya. Dahulu sebelum wafat, Bapaknya senang mendongeng padanya sebelum tidur.

“Alkisah ada Raja Ajisaka  yang sakti dari Kerajaan Bumi Mijeti. Raja Ajisaka ini mempunyai dua orang prajurit kepercayaan yaitu Sembada dan Dora,” Joko mulai bercerita.

“Pada suatu hari Raja Ajisaka mendengar ada seorang raja yang sangat kejam bernama Dewata Cengkar dari kerajaan Medhang Kamulan. Dia punya kegemaran suka makan daging manusia. Rakyatnya sendiri diwajibkan menyetor upeti daging manusia setiap hari.”

“Wah, ngeri dan jahat  sekali. Harus ada yang melawan raja seperti itu!”celetuk Doni.

“Iya, oleh karena itu  Raja Ajisaka bermaksud melawan Raja Dewata Cengkar. Ia berangkat dengan mengajak salah seorang prajuritnya yaitu Dora. Adapun Sembada diberi tugas untuk menjaga keris pusakanya. Dia berpesan, keris itu tidak boleh diserahkan kecuali apabila dia sendiri yang mengambilnya. Pertempuran sengit lalu terjadi antara Raja Ajisaka dan Raja Dewata Cengkar,” Joko mendongeng dengan gaya yang menarik. Teman-temannya dengan serius mendengarkan.

“Terus, Raja Ajisaka dan Dewata Cengkar yang menang siapa?” tanya Danang penasaran.

“Pasti Raja Ajisaka!” tebak Doni semangat.

“Iya, benar! Raja Dewata Cengkar berhasil dikalahkan oleh Raja Ajisaka. Raja Dewata cengkar  lalu lari ke laut dan berubah wujud menjadi seekor buaya putih. Walaupun sudah berubah wujud menjadi buaya, tapi kesaktiannya masih ada. Buaya itu suka menenggelamkan perahu yang berlayar di laut. Orang-orang menjadi ketakutan berlayar di laut.  Banyak yang memburu buaya putih itu. Tapi tidak ada senjata yang mampu membunuhnya.”

“Wah, kalau tidak dibunuh, orang-orang tidak dapat melaut, dong. Apa tindakan Raja Ajisaka?” Agus bertanya ingin tahu.

“Raja Ajisaka tahu bahwa yang dapat membubuh buaya putih itu hanya keris pusakanya. Dia lalu mengutus Dora  untuk pergi ke Bumi Mijeti mengambil kerisnya,”ucap Joko.

“Menurut kalian, apakah akhirnya Dora  dapat membawa keris itu kepada Raja Ajisaka ?” Joko  menyelipkan pertanyaan pada pendengarnya. Dia memandang berkeliling, pada muka-muka temannya yang penasaran pada kelanjutan ceritanya.

“ Iyalah, keris itu harus dibawa untuk membunuh Raja yang kejam!” cetus Mira.

“Tapi yang datang mengambil  kok Dora, bukan Raja Ajisaka. Jangan-jangan Sembada tidak mau menyerahkan kerisnya,” Danang berkata cermat.

“Nah itu dia masalahnya,” sahut Joko.

“Ini pula yang menjadi awal terciptanya sejarah aksara Jawa. Sembada  malah mencurigai Dora  bermaksud menguasai keris sakti itu untuk dimilikinya sendiri. Dia tidak percaya ketika Dora  mengatakan bahwa dia menerima pesan dari Raja Ajisaka. Sementara Sembada  tetap teguh pada pesan Raja Ajisaka yang pertama kali, bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapun, kecuali Raja Ajisaka sendiri yang mengambilnya. Keduanya sama-sama teguh pada pesan yang diterimanya.”

Anak-anak  mendengarkan dengan penuh perhatian. Dongeng  ini sudah memasuki babak ketegangan. Mereka seakan dapat membayangkan pertengkaran yang seru antara Sembada dan Dora.

“Akhirnya Sembada dan Dora berkelahi. Mereka adalah dua orang prajurit yang sama-sama tangguh. Keduanya lalu saling membunuh dengan kerisnya, dan mati bersamaan.”

“Kenapa begitu ?” celetuk Mira. Dia terlihat sedih. Mira sangat menyayangkan kenapa sebuah kesalahpahaman kecil dapat berujung pada kematian.

“ Iya memang sangat disayangkan kematian mereka,” kata Joko  dengan ekspresi ikut sedih.

“Raja Ajisaka lama menunggu, tapi keris pusakanya tidak kunjung datang.  Akhirnya Raka Ajisaka memutuskan untuk datang  sendiri ke Bumi Mijeti. Raja Ajisaka terkejut melihat 2 prajurit kepercayaannya meninggal secara bersamaan.  Raja Ajisaka lalu menyadari kesalahannya. Dua orang prajuritnya itu pasti sama-sama setia dan teguh dengan amanah yang diembannya. Untuk mengenang jasa dua orang prajuritnya yang setia, Raja Ajisaka lalu menciptakan baris-baris puisi yang menjadi dasar pembentukan aksara jawa.”

“Jadi Maga Bathanga itu artinya Sembada dan Dora yang mati bersama-sama, ya,” Bimo magut-magut.

“ Iya, coba cermati lagi,” tukas Joko.

 
Huruf Jawa

“Hana Caraka = ada  prajurit

Data Sawala= pada  berperang

Padha Jayanya= sama saktinya

Maga Bathanga= Sama-sama mati.”

“Keren juga ya, Raja Ajisaka, peristiwa pertempuran prajuritnya bisa jadi aksara jawa,” celoteh Danang.

“Iya, itulah, kita harus selalu menghargai budaya nenek moyang yang adiluhung,” kata Joko bijak.

"Iya, aku akan belajar lagi huruf-huruf aksara jawa, karena itu peninggalan nenek moyang kita,"ucap Mira semangat.

"Beli jamu Joko juga, jamu kan juga budaya peninggalan nenek moyang yang sangat bermanfaat," celetuk Doni.

"Pastinya...!" Teman-teman Joko menyahut bersamaan sambil tertawa.

Teng..teng…

Lonceng sudah berbunyi, tanda istirahat sudah berakhir.

“Yuk, masuk kelas.”

Teman-temannya berlarian memasuki kelas.

Joko mengemasi dagangannya. Dia senang dagangannya habis dan teman-teman senang dengan dongengnya. Besok dia akan menyiapkan jamu dan dongeng spesial  lain lagi untuk teman-temannya.

TAMAT