Kumpulan Cerita Rakyat/Keong Mas
Keong Mas adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari Jawa Timur. Ada beberapa versi cerita baik dari sumber buku cetak maupun internet. Versi ini diambil dari sumber buku berikut.[1]
Deskripsi
suntingDahulu kala di sebuah tempat berdirilah kerajaan Daha yang dipimpin oleh seorang raja. Ia memiliki seorang putri bernama Dewi Galuh Candra Kirana. Tutur katanya lemah-lembut, parasnya cantik jelita. Belum lama Candra Kirana dipertunangkan dengan Raden Inu Kertapati, putra mahkota Kerajaan Kahuripan.
Inu Kertapati seorang pemuda tampan serta bijaksana. Cocok sebagai pasangan Candra Kirana. Kebanyakan orang ikut bergembira menyambut pertunangan langka tersebut. Namun, tidak demikian dengan Galuh Ajeng. Gadis yang juga berdarah biru serta mempunyai hubungan dekat dengan Candra Kirana itu merasa cemburu. Hal itu disebabkan karena ia juga bercita-cita menjadi istri dari Raden Inu Kertapati. Ia bergumam dalam hati bahwa ia harus berusaha menggagalkan pernikahan mereka. Guna mendukung rencana jahatnya tersebut, Galuh Ajeng lalu menemui seorang nenek sihir. Ia meminta agar ilmu sihirnya yang jahat dapat mencelakakan Dewi Candra Kirana. Di samping itu, Galuh Ajeng juga menyebarkan fitnah atas diri Candra Kirana.
Konon, Baginda Raja Daha terkena pengaruh ulah keji Galuh Ajeng. Hingga akhirnya ia tidak segan-segan mengusir Candra Kirana dari istana. Bahwa Candra Kirana adalah anak kandungnya sendiri, nampaknya tidak lagi menjadi pertimbangan sang Raja. Sejak itu Dewi Candra Kirana hidup terlunta-lunta. Putri yang malang itu berjalan tak tentu arah tujuannya. Hingga pada suatu saat ia tiba di sebuah pantai. Di sini, oleh karena kutukan tukang sihir jahat, sang putri lalu berubah menjadi seekor keong dengan warna cangkang keemas-emasan. Lidah ombak yang menjilat pantai, kemudian menghanyutkan keong emas tersebut ke laut.
Keong emas terbawa ombak, terombang-ambing, hingga akhirnya terdampar di sisi pantai yang lain. Sebuah pantai yang terletak tidak jauh dari sebuah desa yang dinamakan Dadapan. Di desa Dadapan tinggal seorang nenek pencari ikan. Pada suatu hari ketika si nenek melakukan pekerjaannya ia menemukan keong emas. Nenek tersebut tampak gembira dan berkata alangkah cantiknya keong temuannya itu sambil mengamati keong emas yang tergolek di atas hamparan pasir putih. Nenek tersebut berencana untuk membawanya pulang dan hendak dipeliharanya. Ia kemudian menyimpan keong aneh itu dalam sebuah tempayan.
Beberapa hari berlalu. Suatu hari, seperti biasa, Nenek Dadapan berangkat ke pantai mencari ikan. Namun agaknya hari itu nasibnya sedang sial. Ia mengeluhkan diri karena tak satupun ikan yang berhasil didapatnya. Dengan tangan hampa, Nenek Dadapan pun pulang ke gubuknya yang reyot. Sesampainya di rumah, Nenek Dadapan merasa terheran-heran. Betapa tidak? Di atas balai-balai dilihatnya aneka makanan yang lezat-lezat. Nampaknya makanan itu belum lama dimasak. Karena perutnya sangat lapar, Nenek tidak berpikir lebih lama lagi. Langsung saja disikatnya makanan itu. Baru sesudah itu si Nenek termenung memikirkan peristiwa aneh yang dialaminya. Nennek tersebut kemudian memikirkan siapa yang telah menyiapkan semua masakan tadi. Namun Nenek Dadapan tetap tidak menemukan jawabannya. Pada hari-hari berikutnya, peristiwa itu berulang terus. Tentu saja Nenek menjadi semakin penasaran. Suatu hari ia berpura-pura berangkat ke pantai. Namun, sesudah menempuh beberapa langkah dari rumahnya, ia bergegas kembali. Dengan hati-hati, Nenek lalu bersembunyi. Mengintai ke dalam. Tetapi Nenek tersebut sungguh kaget dengan apa yang disaksikannya, ketika dilihatnya ada asap mengepul dari tempayan tempat keong emas dia simpan. Ia lebih tercengang lagi pada saat dilihatnya seorang putri jelita muncul dari balik asap tadi. Kemudian sang Putri nampak berjalan ke dapur. Di situ ia menghidupkan api, menanak nasi, dan memasak lauk-pauk. Nenek mengikuti gerak-gerik putri ajaib itu dengan cermat. la tidak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi. la juga tidak tahu dari mana bahan-bahan yang dimasak itu berasal.
Lama kelamaan karena tak dapat menahan diri, Nenek pun menghambur keluar dari tempat persembunyiannya. Ia kemudian bertanya pada sosok putri tersebut. Putri itu, yang tak lain adalah Dewi Candra Kirana, menoleh terkejut. Ia kemudian memperkenalkan dirinya pada nenek tersebut. Ia juga menjelaskan kenapa dirinya menjadi seekor keong mas karena ulah saudaranya sendiri, yang merasa iri padanya. Saudaranya lalu meminta seorang tukang sihir agar mengutuk dirinya. Pengaruh kutukan ini baru akan hilang jika ia sudah bertemu dengan tunangannya.
Setelah berkata demikian, tubuh Candra Kirana berubah menjadi kecil, semakin kecil, hingga akhirnya kembali menjadi keong emas. Nenek Dadapan termenung sesaat sambil bergumam bahwa rasa iri memang menyesatkan. Rasa iri juga bisa membuat orang lain menderita. Kemudian Nenek Dadapan berdoa pada dewata, memohon supaya kutukan yang diderita Dewi Candra Kirana segera berakhir.
Sementara itu, Raden Inu Kertapati mendengar tentang nasib Dewi Galuh Candra Kirana. Tentu saja ia tidak tinggal diam. Raden Inu Kertapati lalu menemui Raja Daha guna mengusut perkara itu. Akhirnya ia dapat membuktikan perbuatan keji Galuh Ajeng. Galuh Ajeng dan tukang sihir jahat itu pun langsung dijatuhi hukuman. Kemudian Raden Inu Kertapati berangkat mencari tunangannya. Berbulan-bulan lamanya pemuda itu berkelana, hingga akhirnya ia tiba di desa Dadapan. Panas terik membuat Raden Inu Kertapati kehausan. Saat itu ia melihat sebuah gubuk. la menghampiri gubuk itu sekadar untuk meminta air minum. Pada saat itulah Raden Inu Kertapati melihat Dewi Candra Kirana.
Dilihatnya tunangannya melongok keluar pintu gubuk. "Adinda Dewi!" teriak Raden Inu Kertapati dengan rasa girang yang meluap-luap. Rasa haus dan penat tak dirasakannya lagi. Pemuda itu langsung menghambur ke arah kekasihnya! "Oh, Kakanda!" balas Candra Kirana.
Terjadilah sebuah perjumpaan yang mengharukan. Dan cinta yang suci di antara kedua insan itu serentak membatalkan kutukan nenek sihir jahat. Candra Kirana tak perlu berubah diri menjadi seekor keong lagi.
Candra Kirana lalu mengajak tunangannya masuk ke rumah. Di situ keduanya mengobrol dan menceritakan pengalaman masing-masing. Tak lama kemudian Nenek Dadapan muncul. Candra Kirana memperkenalkan Raden Inu Kertapati kepada nenek yang baik hati itu. Tentu saja Nenek ikut merasa bahagia. Raden Inu Kertapati lalu memboyong tunangannya kembali ke istana. Nenek Dadapan diajaknya pula. Tak lama sesudah itu pernikahan yang langka dilakukan. Pengantinnya ialah Raden Inu Kertapati dan Dewi Candra Kirana.