Kumpulan Cerita Rakyat/Rigi ba Ana'a

Disuatu desa ada dua orang yang bersaudara, dan berencana untuk merantau. Merekapun berbincang bagaimana caranya untuk pergi ke luar pulau mereka itu, dan akhirnya mereka menumpang sebuah kapal rute dari sebuah pulau atau kampung mereka ke seberang. Kapal di Bahasa Nias disebut Owo/Nowo (ukurannya lebih besar dari perahu). Ketika mereka di perjalanan dan posisi sudah di tengah lautan luas, dan tiba-tiba datang angin badai yang begitu dahsyat, yang membuat perahu mereka itu tidak bisa dikendalikan lagi dan mengakibatkan perahu mereka menghantam karang dekat pulau kecil. Seluruh penumpang kapal itu tenggelam tak bisa diselamatkan tetapi ada dua orang yang bersaudara selamat karena kemampuan renang mereka yang sangat membantu. Tenaga sudah terkuras, dan mereka sampai di pantai dengan selamat. Dan yang paling besar yang bernama Osama berkata kepada adiknya yang bernama Ali : "He, Ali. Di keadaan yang sangat kritis ini marilah kita bersyukur, karena kita sudah bisa sampai di pantai ini." Masih ngos-ngosan, adiknya si Ali menurut saja. Dan Osama mengajak mereka mengucap syukur dengan memuji Tuhan. Seusai mereka memuji dan mengucap syukur kepada Tuhan, mereka sepakat untuk bergerak mencari siapa tau ada penghuni di pulau ini. Sudah mulai kecapean mereka berjalan, namun tidak seorangpun yang bertemu dengan meraka. Sesekali suara burung yang menghiasi perjalanan mereka, seakan sahut-sahutan dengan hempasan air laut yang sesekali memecah keheningan dan menghantam karang-karang dekat pantai. Haripun sudah malam, dan tidak ada pilihan untuk segera beristirahat, karena apabila mereka meneruskan perjalanan, juga tidak ada jaminan atau harapan bakal ketemu siapa-siapa. Malam itu mereka beralaskan bumi dan beratapkan langit.

Karena perjalanan yang sangat melelahkan, rasanya semalaman mereka tidak bisa membedakan sedang tidur di tanah atau dirumah. Mereka masuk dalam keheningan malam hingga pagi besoknya merekapun bangun. Osama bangun lebih awal, dan dia membangunkan adeknya, sambil berkata kepada Ali adeknya,"Ali, ayo kita ke pantai, siapa tau ada kapal yang melintas." Di bawah fajar pagi yang begitu cerah di pagi itu, mereka menelusuri pantai dan sejauh mereka berjalan tak satupun kapal yang lewat. Tapi mereka mendekat kapal yang karam kemarinnya untuk memastikan apakah barang-barang mereka masih ada atau tidak. Dan sungguh mengagetkan mereka, ada beberapa barang yang masih nyangkut antara lain : satu peti kayu, satu periuk dari tulang, satu peti kue, satu gulung kain layar dan kayu kapal. Dan mereka sangat senang mendapatkan barang-barang tersebut artinya bisa bertahan hidup. Dengan kerja sama yang baik kakak beradik itu, Osama dan Ali membentangkan kain layar kapal tersebut, mereka jadikan atap pondok darurat tempat mereka berteduh. Dan di pondok itu semua barang-barang tadi, mereka simpan.

Si Ali bergegas mencoba membuka peti kayu itu, dan ternyata isinya adalah pakaian dan beberapa alat-alat, dan juga ada satu ikat yang berisi emas, sepuluh ribu kalau di uangkan di rupiah kala itu. Dan di ikatan emas tersebut ada tulisan begini :“Khö Dua Edua wa Zono, banua Negafatana.” artinya tulisan tersebut adalah nama seseorang yang bernama Dua Edua wa Zono yang berasal dari kampung Negafatana. Dan begitu pertama sekali si Ali melihat ikatan emas itu dan dia sangat senang dan memberi tahu sama kakaknya bahwa mereka sudah punya emas. Namun, si Osama tidak begitu menanggapi kata adiknya, malah dia menjelaskan kepada adiknya kalau pemilik emas itu adalah kakek Dua Edua wa Zono, bila nanti kita bisa pulang ke kampung maka itu bisa berguna tapi ketika kita bertahan di pulau ini dan tidak bisa pulang, apalah arti emas tersebut, emas tidak bisa di belanjakan dan juga tidak bisa di makan, lalu kakaknya memperlihatkan satu karung dan dia bilang sama adiknya kalau isi karung yang dipegangnya itu jauh lebih bermanfaat bagi mereka dibanding emas. Dan Osama kakaknya, memperlihatkan isi karung itu adalah Jagung. Dan kakaknya mengajak adiknya untuk menanam jagung itu di sekitar pondok dimana mereka berteduh dengan tujuan agar mereka tidak mati kelaparan. Dan saat itu, si Ali adiknya sangat patut dan taat sama kakaknya dan akhirnya merekapun menanam jagung. Ketika makanan lain sudah mulai habis, dan jagung yang mereka tanam, tak terasa juga sudah mulai bisa di panen, mereka pun mengambilnya dengan membakar untuk makanan, dan kira-kira setahun lebih mereka hanya memakan jagung siang dan malam. Dan sesekali juga mereka berupaya memancing ikan sedapatnya. Dan setelah setahun, tiba-tiba adalah kapal yang melintasi dekat pulau dimana mereka terdampar, merekapun ikut dan sepakat berlabuh di kampung Negafatana. Begitu mereka sampai di daerah tersebut dan mereka berjuang untuk mencari keberadaan kakek Dua Edua wa Zono pemilik peti emas dari kapal yang terdampar setahun yang lalu. Begitu ketemu dan dia memeriksa peti tersebut dan semua utuh, bahkan surat didalamnya dan letaknya tidak ada perubahan sama sekali. Dan si Dua Edua wa Zono, langsung mengatakan kepada kedua adik beradik itu, kalau mereka adalah orang-orang baik dan jujur. Dan izinkan saya memberi upah bekerja disini, tiga ratus rupiah masing-masing kalian perbulan, lanjutnya kepada si Osama dan Ali, pekerjaannya sangat sederhana, hanya menjaga atau mengawasi orang kerja. Osama dan Ali menerima tawaran pekerjaan tersebut, dan mereka saling membutuhkan. Si Dua Edua wa Zono sangat simpati kepada mereka. Dan dalam perjalanan waktu, sesekali si Ali ngomong sama kakaknya tentang penemuan emas itu, Ali menyayangkan mengapa di kembalikan, kalau saja mereka tahan, kan emas mereka banyak. Tapi Osama berkata, "kalau saja kita tidak menemukan Jagung itu, mungkin saja kita sudah mati." Sangat bermanfaat bagi siapapun yang harganya mahal seperti emas, tetapi jagung itu juga berharga memberi kita hidup, Akhirnya adiknya pun memahami betapa baiknya setiap proses dalam hidup. Tidak ada yang kebetulan.[1]

Referensi

sunting
  1. KabarNias.Com (20 Juli 2015)."Rigi ba Ana’a", diakses 8 Nopember 2020