Kumpulan Cerita Rakyat/Si Pahit Lidah

Si Pahit Lidah merupakan cerita rakyat yang terkenal di Sumatra Selatan, Jambi, dan Bengkulu. Terdapat dua versi yang berbeda mengenai alur dari cerita Si Pahit Lidah. Ada yang mengatakan kisah ini bercerita mengenai konflik antara si Pahit Lidah dengan adik iparnya, Aria Tebing. Versi lainnya bercerita tentang adu kesaktian antara si Pahit Lidah dengan Si Mata Empat.

Sinopsis

sunting

Versi kesatu

sunting

Di sebuah kerajaan tersebutlah seorang pangeran bernama Serunting. Ia adalah anak dari keturunan raksasa, yang tersohor kesaktiannya. Suatu ketika ia hendak menikahi seorang gadis desa bernama Sitti dan mengajaknya hidup di Istana. Namun Gadis desa tersebut memiliki adik laki-laki bernama Aria Tebing. Ia tidak tega jika harus meninggalkan adiknya sendirian di desa. Akhirnya Pangeran Serunting hendak membawanya untuk hidup di istana.

Tawaran tersebut ia tolak, karena Aria Tebing lebih memilih tinggal di desa  yang bebas dan tidak banyak aturan seperti di istana. Hingga pada keputusan Sitti dan Aria Tebing bersedia membagi tanah warisan milik orang tuanya. Untuk menghindari perselisihan, mereka membuat pembatas di ladang tersebut dengan sebuah kayu.

Beberapa hari kemudian kayu tersebut menumbuhkan jamur cendawan. Namun jamur yang tumbuh di sisi kebun milik Sitti, yang juga milik Pangeran Serunting hanya jamur biasa, sementara jamur yang tumbuh di sisi kebun milik Aria Tebing adalah jamur emas. Ia kemudian menjualnya dan menjadi kaya raya.

Karena merasa iri, Pangeran Serunting membuat siasat dan segera menemui Aria Tebing di ladang. Ia mengklaim bahwa Aria Tebing telah membalikkan kayu tersebut sehingga jamur emas tumbuh di sisi kebunnya. Merasa tidak bersalah dan telah meminta maaf, Aria Tebing tiba-tiba ditantang oleh kakak iparnya sendiri. Namun Aria Tebing menyadari bahwa ia akan kalah sebab kesaktian Pangeran Serunting.

Ia akhirnya meminta waktu selama dua hari untuk berpikir. Aria Tebing secara sembunyi-sembunyi menemui kakanya, Sitti, untuk memberitahukan rahasia kekuatan Pangeran Serunting. Singkat cerita, kakanya memberitahu kelemahan Pangeran Serunting, dengan syarat Aria Tebing tidak boleh sampai membunuhnya.

Tiba pada waktu yang ditentukan, Mereka berdua berkelahi, disaat Aria Tebing semakin terdesak, ia kemudian melancarkan serangan yang mengarah pada kelemahan Pangeran Serunting. Pangeran Serunting dengan segera terluka parah. Merasa malu dan kalah ia pergi jauh dari desa untuk mengasingkan diri.

Sampai di suatu tempat, Pangeran Serunting bertemu dengan Sang Hyang Mahameru yang hendak memberikannya kekuatan. Setelah ia bertapa selama dua tahun lamanya, Pangeran Serunting berhasil mendapat kekuatan bahwa setiap ucapan yang keluar darinya akan menjadi kutukan. Ia kemudian berniat untuk membalaskan dendamnya kepada Aria Tebing. Ia mencoba kesaktiannya pada sebuah bambu yang seketika berubah menjadi batu setelah ia ucapkan. Maka dari itu ia dikenal dengan julukan Si Pahit Lidah.

Dalam perjalanan pulangnya, Si Pahit Lidah mendapati sebuah bukit yang gersang, kemudian dengan kekuatannya  ia ubah menjadi hutan belantara, ia juga mengabulkan permintaan sepasang lansia yang ingin memiliki anak. Selama perjalanannya menuju istana, Si Pahit Lidah telah melakukan banyak perbuatan baik. Hingga ia tiba di istana, dendamnya tersebut telah tertutupi dengan kebaikan yang ia lakukan. Pada akhirnya ia meminta maaf kepada Aria Tebing dan Sitti, istrinya.

Versi kedua

sunting

Di suatu negeri bernama Banding Agung terdapat dua pendekar sakti yang terkenal akan kehebatan dan kekuatannya sehingga mereka disegani oleh musush-musuhnya. Mereka adalah Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat, bahkan diantara keduanya memiliki persaingan yang sengit untuk mendapatkan pengakuan jawara.

Namun Si Mata Empat dalam hatinya mengakui akan kehebatan kutukan Lidah Si Pahit Lidah. Ia terus memikirkan siasat agar dapat menang ketika melawan Si Pahit Lidah sewaktu-waktu. Si Mata Empat kemudian menantang Si Pahit Lidah untuk menunjukkan kehebatannya. Akhirnya, karena ingin membuktikan siapa yang benar-benar lebih hebat di antara mereka berdua, mereka sepakat untuk bertemu dan mengadu kekuatan masing-masing.

Tibalah pada hari yang ditentukan, di pinggir Danau Ranau ketika matahari hendak tenggelam. Mata Empat memulai dengan taktik yang licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Bagi yang dapat menghindar lemparan bunga dan buah aren tersebut adalah pemenangnya dan diakui sebagai jawara sakti. Namun Si Pahit Lidah tidak mengetahui bahwa ini hanyalah permainan licik dari Si Mata Empat.

Kemudian keduanya melakukan undian dengan aturan yang telah mereka sepakati. Si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, Si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya. Setelah berada di atas pohon aren yang ada di tepi danau tersebut. Dengan tenangnya ia menelungkup di bawah pohon dan segera memotong buah aren kearah Si Pahit Lidah. Kehebatan Si Mata Empat adalah ia bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. Mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya Si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut. Si Pahit Lidah pun membalasnya dengan buah aren yang lebih besar, tetapi Si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut dengan mudah.

Saat giliran terakhir, dengan sisa tenaganya Si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang kedua. Namun dengan kemampuan yang dimilikinya, Si Mata Empat dapat menghindar dengan cepat. Dengan perasaan kecewa Si Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran Si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga Si Mata Empat memanjat dan Si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon tersebut.

Dengan mudah Si Mata Empat menjatuhkan buah aren tepat di atas kepala Si Pahit Lidah. Si Pahit Lidah tak bisa mengetahui hal itu. Ia tak dapat mengelaknya. Akhirnya Si Pahit Lidah berteriak kesakitan. Buah aren yang besar dan berat tersebut mengenai tubuh Si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika secara mengenaskan.

Si Mata Empat senang, dan merasa puas. Ia berhasil membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari Si Pahit Lidah. Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan Si Pahit Lidah. Hanya karena penasaran, ia masukkan jarinya ke dalam mulut Si Pahit Lidah yang sudah mati, kemudian ia rasakan jarinya sendiri yang sudah terkena liur di Pahit Lidah. Ia mengakui rasa yang sangat pahit tersebut, namun Si Mata Empat tidak mengetahui bahwa itu adalah racun mematikan. Ia seketika mengerang kesakitan memegangi tenggorokannya  hingga ia tewas begitu saja akibat keangkuhan dan kesombongannya.

Pranala luar

sunting