Sinopsis

sunting

Tiro melihat berita di televisi tentang penemuan fosil dinosaurus. Bersama dengan temannya, Megi, mereka mencoba memulai misi pencarian fosil di belakang rumah mereka.

  1. Tiro
  2. Megi
  3. Ibu Tiro

Lokasi

sunting

Rumah Tiro

Cerita

sunting

Berita Hari Ini

sunting

“Beralih ke berita selanjutnya, Pemirsa, sekelompok paleontolog asal Inggris, berhasil menemukan species dinosaurus di daerah Bavaria, Jerman. Fosil tersebut ditemukan di dalam batuan kapur dan diprediksi berusia lebih dari 150 juta tahun yang lalu.”

Tiro menengadahkan kepala ke arah televisi seketika mendengar reporter menyampaikan berita. Berita tentang penemuan fosil itu mengalihkan pikirannya dari setumpukan buku yang sedang ia kerjakan.

Tiro melihat liputan yang sedang disajikan, menampilkan sekelompok ilmuwan sedang menggali batuan kapur yang ukurannya lebih besar dari lemari baju yang ia miliki. Mata Tiro terfokus pada peralatan yang ilmuwan tersebut gunakan, beberapa alat-alat sederhana untuk menghancurkan batuan dan menggali tanah. Adapun beberapa lainnya tidak familiar bagi Tiro, semacam alat elektronik yang mungkin untuk mendeteksi keberadaan fosil? entahlah Tiro tidak yakin.

Sambil terus menyaksikan dengan fokus liputan berdurasi dua menit tersebut, jarum jam pun menunjukkan pukul 9 malam lewat 15 menit. Tiro menutup buku tugasnya yang sisa seperempat jalan untuk bisa selesai. Ia berniat menyelesaikan sisanya di pagi hari nanti sebelum berangkat ke sekolah. Ia pun bergegas membereskannya dan pergi tidur.

Sepulang sekolah, Tiro kembali ke rumah bersama Megi, tetangganya. Jarak dari rumah ke sekolahnya kurang dari 2 km, sehingga Tiro dan Megi pergi ke sekolah bersama menggunakan sepeda masing-masing.

Sepanjang perjalanan pulang, Tiro menceritakan tentang liputan penemuan fosil dinosaurus yang ia simak kemarin. Dengan mata berbinar, Tiro mendeskripsikan setiap detil fosil yang ditemukan ilmuwan.

“Betulan deh, Meg. Fosilnya keren banget, besar!” seru Tiro bersemangat.

“Wah, asyik deh kalau kita bisa lihat langsung ya, Ro!” sahut Megi penasaran.

Tiro menarik keempat jari tangan kanannya, menekan rem, dan memberhentikan sepedanya.

“Eh, Meg. Bisa ga ya, kita temukan fosil di belakang rumah?” Tiro menyeru dengan ujung bibirnya yang terangkat.

“Lah, kan tadi kamu bilang, peralatannya itu canggih banget. Di mana kita bisa dapat itu?” tanya Megi.

“Engga pakai alat seperti itu juga bisa kali, Meg. Kita pakai aja sekop sama cangkul yang ada di rumah,” jawab Tiro mencoba meyakinkan Megi.

“Hm.. boleh deh, yuk kita coba. Besok pagi, aku langsung ke rumah kamu saja ya, Ro,” kata Megi

Tiro mengacungkan jempolnya tanda setuju. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan pulang mereka ke rumah.

Menggali Lebih Dalam

sunting

Keesokan harinya, Hari Sabtu, Ayah Tiro membuka garasi dan memanaskan mobil yang akan digunakannya. Ayah dan Ibu Tiro bersiap untuk pergi menuju sebuah pertemuan yang sudah dijadwalkan sebelumnya.

Tiro menyalami kedua orang tuanya sebelum kemudian mobil tersebut melesat menuju gerbang depan kompleks.

Tak lama, Megi datang dengan kaos merah dan celana pendek. Di tangannya, ia menjinjing sarung tangan, sekop, dan satu kresek makanan ringan. Megi kemudian masuk ke dalam rumah Tiro dan menuju taman belakang rumah.

Taman belakang rumah Tiro tidak begitu besar. Ukurannya sebesar setengah lapangan badminton. Di sisi kiri, masih berupa tanah dan rerumputan liar, sementara di sisi kanan taman sudah ditanami berbagai jenis tumbuhan hias, hobi Ibu Tiro.

Tiro mengisi penuh teko dengan air mineral dan membawanya dengan dua gelas di tangan kirinya. Tiro menghampiri Megi yang sedang memasang sarung tangan dan menyimpan bawaannya di meja taman. Tiro segera mengikuti persiapan yang Megi lakukan dan bersiap menuju tempat penggalian.

Tiro menandai lokasi yang akan digali dengan batu, agar tidak terlalu banyak bagian taman yang rusak. Ia mulai menggali dengan semangat, bergantian dengan Megi.

“Kalau kita temukan fosil, kita akan diliput TV juga ga ya, Meg?. Hahaha,” canda Tiro diiringi tawa.

“Bisa viral kita, Ro! Tidak pakai alat canggih, masih kelas 5 SD pula. Bisa-bisa kita dipanggil Pak Presiden,” khayal Megi.

Mereka terus menggali sampai matahari sudah berada tepat di atas mereka.

Mereka kelelahan dan segera menepi. Teko yang diisi Tiro sudah kosong, begitu pula dengan makanan ringan yang dibawa Megi.

“Makan dulu yu, Meg. Aku goreng dulu telur sama naget dari kulkas, kita istirahat di dalam rumahku!” ajak Tiro yang langsung disambut dengan anggukan Megi.

Dua piring nasi bersama dengan telur dan naget sudah tersaji di hadapan kedua. Mereka langsung melahap isi piring dan seketika habis tidak bersisa. Energi mereka sudah terisi penuh. Disimpannya piring makan dan mereka langsung kembali ke taman untuk melanjutkan misi penggalian.

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, mereka sudah kelelahan. Terlihat tanah yang digali sudah cukup dalam, lebih dari 3 meter. Namun, mereka belum menemukan tanda-tanda keberadaan fosil yang mereka cari.

“Sedalam apa lagi sih kita harus cari, Ro. Cape juga,” Megi mulai frustasi.

Belum sempat Tiro membalas ucapan Megi, ujung sekop yang dipegangnya mengenai sesuatu yang cukup keras. Tangannya berhenti bergerak beberapa detik, kemudian mengangkat sekop yang dipegangnya.

Diturunkannya isi sekop yang didominasi tanah dan bebatuan kecil. Tiro mengaduk isi sekop mencari sesuatu.

Dengan dahi yang mengerut, tangan Tiro mengambil sebuah benda memanjang berukuran tidak lebih dari 5 cm. Tiro membersihkan tanah dari benda tersebut dan menyelidiki apa sebenarnya benda itu.

“Wah, itu tulang, Ro! Kita berhasil!” seru Megi, seketika raut mukanya berubah.

“Benar, Meg! Sepertinya jari bagian tangan deh ya. Kita harus simpan dulu. Aku cari dulu wadahnya ya!” sahut Tiro tidak kalah bersemangat. Megi meraih potongan tulang tersebut dan memegang dengan kedua tangannya hati-hati.

Tak lama berselang, Tiro datang berlari dengan wadah kotak makan plastik yang berukuran kecil. Kemudian disimpannya tulang itu dan ditutup rapat. Meskipun lelah, mereka memasang wajah puas dan bangga. Mereka pun kembali ke dalam rumah dan beristirahat.

Sebuah Pembuktian

sunting

Di pagi harinya, Ibu Tiro tercengang mendapati tamannya yang berantakan, setelah ditinggal seharian kemarin. Tanah berceceran di mana-mana hingga ke dalam teras rumah hingga peralatan berkebun berantakan tidak pada tempatnya. Belum sempat Ibu Tiro menghela napas, matanya menemukan sebuah lubang yang cukup dalam. Segera Ibu Tiro berteriak memanggil anak semata wayangnya.

Tiro berlari tergopoh-gopoh bangun dari tempat tidur, setengah sadar menemui ibunya. Ia menguap dihadapan ibunya, “Ada apa bu?”

“Ada tragedi apa sih kemarin, Ro, sampai taman ibu berantakan seperti ini?” tanya Ibu Tiro sambil mengambil beberapa perkakas taman yang berantakan. Seketika rasa kantuk Tiro menghilang, bergantian dengan rasa semangatnya yang menggebu-gebu. Tanpa menjawab pertanyaan ibunya, Tiro berlari kembali ke kamarnya.

Ibu Tiro terheran melihat sikap anaknya yang tak biasa. Ibu Tiro berniat membuka mulut, kembali memanggil anaknya. Namun, Tiro sudah kembali.

Sambil tersenyum girang, Tiro menyodorkan sebuah kotak makan ke hadapan ibunya. Ibu Tiro mengambil kotak makan yang terasa sangat ringan itu, namun ada benda yang menggelinding di dalam sana. Dibukanya kotak makan itu, dan terlihat sebuah benda yang panjangnya kurang lebih sepanjang telunjuk. Sambil mengernyit heran, Ibu Tiro bertanya, “Tulang apa ini, Tiro?”

“Dinosaurus!” seru Tiro dengan mata melebar dan bibir yang tertarik ke atas.

Tanpa bersuara, Ibu Tiro memandang bergantian kotak makan yang dipegangnya, anak semata wayangnya, dan tamannya yang berantakan. Akhirnya, Ibu Tiro melepaskan napasnya yang berat.

Tiro mengekori Ibunya yang berjalan ke arah dapur. Ibu Tiro menyimpan kotak makan yang sedari tadi dipegangnya. Kemudian, Ibu Tiro mengambil sebuah baskom lebar, tepung terigu, dan beberapa keping coklat kecil.

“Ibu mau buat sarapan?” tanya Tiro. Ibu Tiro tersenyum.

“Tiro tahu, kapan dinosaurus hidup di bumi?” tanya Ibu Tiro memancing keingintahuan Tiro.

“Hm, lebih dari satu juta tahun lalu?” Tiro menjawab pertanyaan Ibunya dengan tidak yakin.

“Tepatnya, kurang lebih dua ratus juta tahun yang lalu, Ro,” Jelas Ibu Tiro diiringi kepala Tiro yang mengangguk.

Ibu Tiro meletakkan baskom di meja dapur, dengan gerakan, Ibu Tiro menyuruh anaknya duduk di kursi dapur. Ibu Tiro menuangkan tepung terigu ke dalam baskom. “Misalnya ini adalah bumi pada zaman dinosaurus,” kata Ibu Tiro memulai penjelasannya.

“Lalu, mereka mati dan menyisakan tulang belulang,” Ibu Tiro menaruh coklat keping di permukaan tepung.

“Kira-kira apa yang terjadi selanjutnya?”

Tiro berpikir sejenak, “Hm, mungkin akan terkena panas atau hujan juga, Bu?”

“Betul, keadaan bumi dahulu kurang lebih sama, ada angin dan hujan.” Ibu Tiro menepuk tangannya sekali, menyebabkan tepung terbang menutupi keping coklat. “Misalnya, tadi baru ada angin berhembus sekali. Kira-kira kalau sudah dua ratus juta tahun yang lalu, dimana ya letak tulang ini?” tanya Ibu Tiro.

“Wah pasti sudah sangat dalam di tanah bu!” seru Tiro mencoba meneruskan tepukan yang menyebabkan keping coklat semakin terkubur.

Ibu Tiro tersenyum. “Sekarang, coba Tiro tutup mata.” Tiro menurut dan segera menutup mata menggunakan kedua tangannya.

Segera Ibu Tiro memutarkan baskom ke arah yang berlainan, sehingga posisi coklat berubah.

“Nah, sekarang Tiro boleh buka mata. Misalnya, Tiro akan coba menggali fosil, menggunakan satu jari telunjuk saja. Kira-kira Tiro akan menggali dimana?”

Tiro segera menunjuk bagian terakhir tempat coklat itu berada dan menggalinya dengan satu jari saja. Dia tak menemukan apapun.

“Nah, tidak semudah itu ya kita menemukan fosil, apalagi kita tidak tahu dimana dinosaurus itu mati, Tiro. Makanya, para ilmuwan melakukan penelitian dan memanfaatkan alat-alat yang canggih supaya pencarian mereka lebih efektif.”

Mendengar penjelasan Ibunya, Tiro mengangguk tanda paham. “Kalau begitu, tulang apa dong yang Tiro temukan, Bu?” tanya Tiro penasaran.

“Nanti kita coba bandingkan ya dengan tulang ayam atau tulang ikan. Nanti Ibu masak deh besok-besok,” sahut Ibu Tiro.

“Asyik, dibuat bumbu asam manis ya, Bu. Kesukaan Tiro!” kata Tiro semangat.

“Tapi sekarang Tiro sarapan apa bu? Perut Tiro lapar nih,” lanjut Tiro dengan nada memelas.

“Iya, Ibu buat pancake dulu ya pakai terigu ini,” balas Ibu Tiro diiringi tawa.

"Asyik!" teriak Tiro kegirangan.

"Tapi.. Bereskan dulu taman ibu, mau sampai kapan dibiarkan berlubang seperti itu, nanti ada yang jatuh kesana kan berbahaya," pesan Ibu Tiro mengingatkan.

"Siap! Nanti deh ya bu setelah sarapan, lemas nih," balas Tiro sambil bersandar di kursi.

Ibu Tiro menggelengkan kepalanya sambil tertawa melihat tingkah anaknya.