Muhammad/Perang Badar
Kehidupan di Madinah semakin stabil. Perekonomian berjalan lancar. Muhammad perlu menjaga ketenangan tersebut. Maka ia pun membangun kekuatan tempur. Beberapa ekspedisi militer dilakukan. Diantaranya dengan mengirim ekspedisi ke wilayah Ish, tepi Laut Merah yang dikomandani Hamzah. Pasukan ini nyaris bentrok dengan pasukan Abu Jahal. Pasukan Ubaidah bin Harith yang dikirim ke Wadi Rabigh - Hijaz-berpapasan dengan tentara Abu Sofyan. Pasukan Saad bin Abi Waqash pun berpatroli ke Hijaz.
Pada hari kedelapan bulan Ramadhan, tahun kedua hijriah, pasukan Muslim bergerak. Setiap tiga atau empat orang menggunakan satu unta, naik bergantian. Tanpa kecuali Muhammad yang bergantian dengan Ali serta Marthad bin Marthad. Rombongan berjumlah 305 orang. Mereka terdiri dari 83 muhajirin, 61 orang Aus, yang lain orang Khazraj. Pimpinan kota Madinah diserahkan pada Abu Lubaba, sedang imam masjid pada Amr bin Ummu Maktum.
Siasat segera dibangun. Mulai dari posisi pasukan hingga mengukur kekuatan lawan. Muhammad semula menetapkan posisi di suatu tempat. Sahabatnya, Hubab, bertanya apakah posisi itu merupakan petunjuk dari Allah? Setelah dijawab "bukan", Hubab menyarankan suatu strategi. Yakni memilih posisi di ujung depan, sehingga sumur-sumur berada di belakangnya. Dengan demikian, kaum Qurais berperang tanpa akses air. Sedangkan muslim punya banyak cadangan air.
Serentak pertempuran berlangsung di semua lini. Bilal bin Rabah menewaskan bekas tuannya, Umayya. Abu Jahal tewas di tangan Mu'adh. Perang berkecamuk persis pada tanggal 17 di tengah terik bulan Ramadhan. Qurais kalah besar. Beberapa orang ditawan. Rasul memerintahkan eksekusi langsung pada dua orang yang dikenal sangat sering menjelek-jelekkan Islam, Nadzr bin Harith dan Uqba anak Abi Muait. Sempat terjadi perdebatan di kalangan muslim. Abu Bakar yang dikenal lemah lembut, meminta agar tawanan ditahan secara wajar sampai kaum Qurais -sesuai tradisi masa itu-menebusnya. Umar yang tegas minta agar semua tawanan dibunuh. Rasul memutuskan yang pertama.
Mereka yang berasal dari keluarga kaya, harus membayar mahal tebusan. Sedangkan yang miskin dapat dibebaskan tanpa membayar apapun. Zainab -putri Muhammad yang tinggal di Mekah-membebaskan suaminya, Zaid bin Haritsa dengan cincin peninggalan Khadijah. Zaid dibebaskan namun diminta menceraikan Zainab. Suatu saat Zaid kembali ditawan muslim di Madinah, ia lalu masuk Islam dan kembali menikah dengan Zainab.
Suasana di Mekah sangat muram. Abu Lahab, sepulang perang, kemudiam demam sampai ia meninggal. Namun Hindun bin Uthba -istri Abu Sufyan-justru menggalang kembali kekuatan. Ia bersumpah akan membalas dendam kematian ayah, paman serta saudara di perang itu. Ia buktikan sumpahnya dalam Perang Uhud.
Adapun di Madinah, di saat Rasul dan pasukannya pergi ke Badar, ketegangan mencuat antara Muslim dengan Yahudi. Seorang Yahudi, Ka'ab diketahui memprovokasi kalangannya agar mengganggu para perempuan muslim. Puncaknya adalah ketika Yahudi mengait baju perempuan Muslim hingga kainnya tersingkap. Mereka ramai-ramai menertawakan perempuan itu. Seorang muslim mencabut pedangnya dan membunuh laki-laki Yahudi itu. Ia kemudian juga dibunuh. Ka'ab kemudian dibunuh oleh orang-orang Islam. Demikian juga dua orang Yahudi yang selalu mengata-ngatai Islam, Abu Afak dan Ashma.
Setelah Rasul kembali ke Madinah, Yahudi Bani Qainuqa pembuat onar dan melanggar kesepakatan damai itu mereka kucilkan. Kabilah tersebut kemudian pindah ke Adhriat -ke arah Yerusalem. Untuk sementara, kehidupan Madinah kembali tenang.