Nga "Bubur" It
DATA PENULIS
suntingPenulis aelr94 adalah karyawan swasta yang berdomisili di Kota Bandung. Penulis memiliki hobi menulis sedari kecil. Mulai dari Jurnal harian, cerita pendek, dan novel pendek yang biasa diupload pada blog dan digital platform lainnya. Cerpen Nga"Bubur"It adalah karya ringan yang mengingatkan penulis pada kesehariannya ketika kecil. Penulis berharap karya ini dapat menjadi bagian dari hiburan yang ringan untuk para pembaca.
SINOPSIS
suntingNgabuburit adalah satu aktivitas yang identik dengan bulan Ramadhan, dimana kegiatan yang dilakukan bisa berupa rekreasi, jalan-jalan santai, olahraga, ataupun beribadah untuk menunggu waktu maghrib. Satu hal yang pasti di Indonesia ini ngabuburit merupakan kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang terlepas dari agama, suku-budaya, ataupun usia. Kisah kali ini akan menceritakan tentang dua kakak beradik dan petualangan nga "bubur" it mereka.
TOKOH / KARAKTER
suntingAldi
Anak laki-laki 12 tahun yang sedang senang-senangnya bermain bersama teman-temannya dan lebih senang untuk main di luar dibandingkan menghabiskan waktu bersama Adiknya
Alif
Adik laki-laki Aldi yang berusia 5 tahun, anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi tapi sedikit cengeng dan manja
CERITA PENDEK
sunting“Aku pulang dulu ya , Di..”
Aldi sedikit kecewa ketika Bayu, teman sekelasnya izin untuk pulang duluan setelah bersepeda keliling komplek. Maghrib masih sekitar 1 jam lagi, akan terasa lama kalau menunggu di rumah.
“Ok, Bay..”
Bayu menganggukkan kepalanya sambil mengayuh sepedanya dan pergi meninggalkan Aldi yang sebenarnya juga merasa Lelah dan haus. Maklum ini masih minggu-minggu awal puasa.
“Bang Aldi!!”
Dari kejauhan Aldi melihat Alif menggowes sepeda roda tiganya sambil meneriakkan Namanya. Alif adalah adik Aldi yang baru berumur 5 tahun. Mereka terpaut usia 7 tahun.
“Ngapain kesini?”
Aldi sebenarnya sudah tidak terlalu suka menghabiskan waktu dengan Alif, karena adiknya itu masih kecil, percakapan dan hobi mereka sudah cukup jauh berbeda. Alif masih suka menggambar, menonton kartun tiap hari, membaca buku cerita, dan masih sering menangis. Sementara Aldi lebih suka menghabiskan waktu di luar, bermain sepak bola, layangan, atau bersepeda keliling komplek seperti saat ini.
“Beliin…hmm.. Bang pegangin dulu sepedanya, aku mau turun.”
Tepat seperti yang Aldi kira, Alif datang kesini memang hanya bikin repot saja. Tapi bagaimana pun dia peduli dan sayang sama Alif seperti kakak pada umumnya. Makanya ia membantu Alif turun dari sepedanya dengan menggendongnya.
Alif menyodorkan uang 20 ribuan kepadanya, dan tampak bingung dengan apa yang harusnya dia katakan.
“Beliin apa?”
“Bubur!”
Aldi mengambil uang tadi dari tangan Alif dan tidak berpikir Panjang sebelum memasukkannya ke kantong celananya.
“Yaudah abang beli dulu, kamu pulang aja, ntar dicari ibu..”
“Kata ibu aku suruh ikut sama Abang..”
Alif menggiring sepedanya dan menarik kaus Aldi supaya dia tidak pergi meninggalkannya. Sedikit menyebalkan memang tapi Aldi tidak ada pilihan lain. Dia sedikit khawatir juga kalau Alif diam-diam mengikutinya dan nanti malah nyasar.
“Kamu duluan.”
Dan akhirnya Aldi mengalah, Alif mengendarai sepeda roda tiganya dan Aldi menjaganya dibelakang. Mereka berpapasan dengan beberapa orang teman dan tetangga yang sepertinya juga baru selesai berbelanja di pasar kaget yang ada di lapangan komplek. Pasar yang memang hanya buka selama bulan Ramadhan di sore hari.
Aldi menggandeng tangan Alif sambil berjalan di kerumunan orang yang memenuhi hampir semua lapak penjual dari mulai gorengan, masakan rumahan, snack, bahkan ada yang berjualan baju. Situasi cukup ramai karena sekarang sudah hampir waktu maghrib.
“Di, mau kemana?”
Di tengah kerumunan, ia kembali bertemu dengan Bayu yang berjalan bersama ibunya. Sepertinya mereka baru selesai berbelanja snack dan makanan ringan.
“Aku mau beli bubur.”
Aldi menarik tangan Alif karena ia cukup merepotkan dengan keingintahuannya. Beberapa kali dia berhenti tiba-tiba untuk melihat penjual yang menjajakan buku-buku gambar.
“Bubur? Oh disana ada, tapi rame banget.”
Bayu dan Ibunya menunjuk ke salah satu arah dan Aldi pun menganggukkan kepalanya seraya mengucap terima kasih. Ibunya Bayu memberikan 2 kue coklat untuk Aldi dan Alif sebelum mereka pulang.
“Bang..bukain.”
“Ntar dulu, kita cari tukang jualannya dulu..”
Untungnya Alif tidak merengek lebih jauh. Mereka berjalan kurang lebih 2-3 menit sebelum akhirnya menemukan tukang bubur. Cukup ramai dan ada 3 antrian yang harus dilayani sebelum mereka.
Aldi akhirnya berdiri di depan gerobak bubur dan melihat tangan kecil Alif merogoh saku bajunya, ekspresinya perlahan berubah menjadi kaget serta bingung ketika ia gagal menemukan kue coklat dari ibunya Bayu. Aldi akhirnya menyadari yang terjadi ketika mata Alif mulai sedikit berkaca-kaca dan bibirnya mulai bergetar. Beberapa detik lagi Alif pasti akan menangis.
“Stop! Jangan nangis.”
Ia berjongkok dan mengusap air mata Alif dan sedikit berbicara dengan nada tinggi untuk membuat Alif paham bahwa dia tidak mau melihatnya menangis.
“Nih punya Abang.”
Aldi menyodorkan wafer coklat miliknya dan Alif menerimanya dengan semangat. Aldi sudah terbiasa untuk mengalah, walaupun terkadang dia merasa ada hal-hal yang dia tidak suka dari menjadi seorang Kakak, namun mengalah bukan hal yang sulit.
“Makan nya nanti, orang-orang pada puasa ..”
Alif menuruti perkataan Aldi dan kembali memasukkan coklat ke sakunya, kali ini ia memasukkannya cukup dalam supaya tidak jatuh lagi. Aldi sedikit tertawa melihat tingkah laku Alif yang menurutnya sedikit berbeda dengan kelakukan dirinya sewaktu masih kecil dulu.
“Bang, kok buburnya pake kerupuk sih?”
Ketika tinggal satu antrian yang ada di depan mereka, Alif tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang sedikit aneh.
“Emang kenapa?”
“Ini Buburnya asin?”
“Ya iya lah, Bubur ayam kan asin.”
“Hmm…kayaknya Abang salah deh..”
Alif memejamkan matanya dan menarik nafas Panjang sebelum memberikan isyarat untuk Aldi mendekatinya karena ia ingin membisikkan sesuatu.
“Tadi kata ibu, Gulanya jangan terlalu banyak.”
Aldi sedikit bingung awalnya, namun akhirnya paham ketika ia sadar kalau tidak mungkin ibu minta beli Bubur ayam untuk buka puasa. Kurang kenyang kalau buka puasa makan bubur.
“Berati buburnya manis, ya kan?”
Alif bertanya dengan kepolosannya dan hampir saja Aldi ingin membentaknya karena kesal, tapi dia berhasil menahannya karena ketika berpuasa kita harus bisa menahan haus, lapar, nafsu, dan amarah.
“Sini jelasin ke abang ibu suruh beli bubur yang gimana..”
Aldi menarik tangan alif keluar dari antrian dan mulai meminta penjelasan tentang tugas yang ia terima dari Ibu. Mereka terduduk di pinggir lapangan sambil melihat lalu-lalang orang.
“Gulanya sedikit kata ibu, terus belinya 2 porsi..”
Bubur manis yang bisa dibeli seharga 20 ribu 2 porsi. Aldi melihat ke sekeliling dan Bubur manis yang dimaksud oleh Alif bisa apa saja. Tepat di depan dia duduk ada gerobak penjual Bubur kacang hijau, satu porsi harganya 6000, apa ini yang dimaksud Ibu..
“Bubur kacang bukan?”
Alif tidak menjawab dan Aldi kembali menemukan gerobak bubur manis lainnya tidak jauh dari tempat ia duduk.
“Bubur Sumsum?”
“Tadi Ibu kasih liat aku gambarnya dari hp, warnanya kayak putih gitu Bang..”
Aldi kembali melihat ke sekelilingnya, dan penjelasan Alif sungguh tidak membantu. Bubur sumsum jelas putih, bubur kacang pun putih jika tertutup santan.
“Terus Ibu bilang apa lagi?”
“Kata Ibu..hmmm…minta plastik dobel takut bocor..”
Alif sepertinya sangat serius untuk mengingat kembali apa yang Ibu katakan tapi penjelasannya tetap membuat Aldi bingung.
“Bubur Ketan hitam?”
Aldi menunjuk ke gerobak lainnya, bubur yang ibu maksud pasti berat, kalau dia minta plastik dobel. Bubur ketan masuk akal, kalau tertutup santan warnanya pun putih, harganya 6500 per porsi.
“Lif..”
“Bentar bang, Alif lagi inget-inget dulu..lagian kan aku lagi puasa jadi harus pelan-pelan ngingetnya..”
Alif berbicara seperti menahan tangis, sepertinya dia pun jadi ikut panik dan stress karena lupa dengan apa yang Ibu bilang dan pertanyaan tanpa henti dari Aldi. Padahal Alif sudah makan siang tadi jam 12, dia baru bisa puasa setengah hari.
Waktu sudah hampir maghrib, banyak orang yang sudah mulai meninggalkan lokasi pasar. Aldi pun merasa waktu sudah semakin sore. Langit sudah semakin gelap dan beberapa orang sudah mulai berangkat ke masjid untuk solat berjamaah.
“Bang..terus..”
“Gimana, Lif?”
“Aku inget..Ibu bilang..disatuin aja semuanya..”
Bubur manis yang disatuin aja semuanya? Aldi merasa perutnya semakin lapar karena menebak-nebak apa yang sebenarnya dimaksud Ibu.
“De, mau beli ? Sedikit lagi habis nih dagangan Abang.”
Ketika masih sibuk memikirkan dan mencari jawaban dari teka-teki yang aneh ini. Seorang pedagang menghampiri Aldi dan Alif dengan gerobaknya yang memang terlihat sudah hampir kosong.
“Jual apa Bang?”
Alif langsung berdiri dan menghampiri pedagang tadi, dia memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
“Bubur Kampiun. Nih ada kolak ubi, conde, ketan, bubur sumsum..”
“Dicampur semua, Bang?”
Aldi yang dari tadi mendengarkan penjelasan dari pedagang tersebut langsung bangun dari duduknya dan tiba-tiba bersemangat karena ia merasa telah memecahkan teka-teki yang dibuat Alif dan Ibunya. Bubur manis, pake gula, berat, dan macam-macam makanan disatukan.. Bubur Kampiun.
“Iya dong, 1 porsi 14 ribu.”
Rasa semangat tadi tiba-tiba hilang ketika Aldi menyadari uang yang diberikan ibunya kurang. Mungkin ibunya belum tahu kalau harga bubur nya naik.
“Kalau beil 2 Abang diskon, jadi 10 ribu deh ngehabisin nih biar Abang bisa buka puasa di rumah.”
Aldi melompat kegirangan ketika si pedagang tadi menawarkan potongan harga untuk bubur kampiun yang dia jual.
“Bungkus , Bang dua..”
Aldi dan Alif akhirnya bisa pulang sambil membawa 2 porsi bubur kampiun. Alif mengendarai sepedanya dan Aldi berjalan disampingnya sambil menuntun sepeda miliknya. Alif pun ikut senang dan sepertinya sudah tidak terbebani lagi karena dia berjalan sambil menyanyikan lagu tema kartun favoritnya.
“Aldi ! Alif!”
Dari kejauhan terlihat Ibu yang berlari kecil dari teras rumah menuju ke arah mereka. Raut wajahnya sedikit khawatir.
“Kok lama banget? “
Ia menggendong Alif dan menarik sepeda roda tiganya untuk masuk ke rumah.
“Ini bu belanjaannya.”
Aldi menyodorkan kantor plastik hitam yang berisi bubur kampiun ke Ibu.
“Makasih, ya.”
Ibu mengucapkan terimakasih sambil mengelus pundak Aldi dan menurunkan Alif dari gendongannya.
Aldi baru masuk ke rumah dan berjalan menuju dapur ketika ia melihat berbagai macam makanan yang sangat-sangat familiar.
“Ibu masak Bubur Kampiun, requestnya Ayah..itu loh bubur yang ada…”
“Kok ibu masak?”
Ibu nampak kaget ketika aldi mengajukan pertanyaan dengan serius dan matanya seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Maksudnya?”
“Aku kan beli..”
Aldi dengan buru-buru mengeluarkan 2 bungkus bubur kampiun yang ia beli tadi. Ibu awalnya terlihat kesal, tapi ketika ia juga melihat Aldi kebingungan Ibu mulai tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
“Alif!!”
Ibu langsung memanggil Alif yang menghampiri mereka secepat kilat karena ia kira adzan maghrib sudah berkumandang.
“ Tadi Ibu suruh apa ke kamu?”
Alif tiba-tiba memegang tangan Aldi karena ibu bertanya dengan nada yang sedikit tinggi. Sepertinya dia khawatir akan dimarahi.
“Be..li Bubur, ya kan Bang?”
Aldi mengangkat bahunya karena ia pun jadi tidak yakin dengan tugas yang Ibu berikan. Ibu menarik nafas panjang sebelum tertawa terbahak-bahak dan memeluk Alif dengan gemas. Aldi yang masih tidak mengerti hanya ikut tertawa dan bertanya-tanya tentang apa maksud Ibu.
“Kalian ini..”
Suara ibu berubah menjadi sangat lembut sambil mengusap-ngusap tangan Alif dan Aldi yang masih berdiri kebingungan. Ia tertawa lagi sebelum memasukkan kembali bubur kampiun yang Aldi beli ke kantongnya.
“Ibu nyuruh beli Es Campur.”
Aldi langsung melirik tajam kearah Alif karena bubur dan es campur itu benar-benar berbeda.
“Es..Campur nya.. Pak Subur, yang di RT sebelah itu..”
Ibu benar-benar tidak sanggup melanjutkan kalimatnya dan kembali tertawa sambil sedikit menangis. Aldi yang dari tadi bingung pun akhirnya mulai mengerti. Alif salah mengingat informasi yang diberikan Ibu. Ia pun ikut tertawa dan merasa kalau kesalahan Alif benar-benar konyol dan aneh.
“Kenapa sih pada ketawa?”
Alif yang masih belum spenuhnya paham, mendorong Aldi dan meminta penjelasan tentang kenapa Ibu dan Aldi tertawa terbahak-bahak. Dan seperti kebiasaan anak kecil seumur Alif, ketika dia bingung dan merasa menjadi objek yang di tertawakan Ia akan menangis.
“Kok nangis?”
Ibu menarik Alif dan memangkunya sambil berusaha untuk menghentikan tangisannya. Aldi hanya melihat wajah Alif yang sudah merah dan basah karena air mata. Ibu pun menarik tangannya dan kini ia berada di pelukan Ibu bersama dengan Alif yang akhirnya berhenti menangis. Ia sudah cukup lama tidak dipeluk Ibu apalagi berdua dengan Alif seperti ini karena menurutnya dia sudah terlalu besar dan dewasa untuk menerima hal-hal seperti ini. Tapi ketika ia mengalaminya lagi ternyata hal seperti ini cukup menyenangkan. Aldi merasa beruntung.
“Kamu kalau disuruh Ibu, kerjain sendiri.. jangan bawa-bawa Abang ya.”
Alif mulai menangis lagi ketika Aldi mengejeknya. Ibu sedikit menepuk punggungnya menyuruhnya untuk berhenti mengganggu Alif. Ia pun berhenti dan kembali memandang wajah Alif yang semakin merah. Ia tidak sabar untuk menceritakan kejadian hari ini pada Bayu di sekolah.