Nyanyian untuk Kamomil

Biodata Penulis sunting

Penulis merupakan penggagas Saung Kanak, sebuah komunitas yang bergerak di bidang penulisan bahan bacaan anak dan pengalihwahanaannya. Mengabdikan diri di bidang literasi, khususnya bahan bacaan anak, Rizka Amaliah aktif menulis di laman saungkanak.com dan telah menerbitkan buku kumpulan cerita anak yang berjudul “Kaki-kaki Kecil Ramadan”. Tulisan-tulisannya juga telah dimuat di berbagai media. Dua di antaranya berjudul “Paruh Rangko di Punggung Nasal” dan “Raibnya Telur-telur Toti” yang dimuat di Kompas Klasika.

Deskripsi sunting

Cerita ini ditulis berdasarkan pengalaman faktual anak-anak dalam memproses informasi dari sumber digital, khususnya video. Selain itu, dalam kisah ini juga disajikan pengalaman belajar anak dalam berbagai hal yang melibatkan ketekunan dan kegigihan.

Premis sunting

Noni tak terlalu suka bermain musik. Namun, pengalaman bercocok tanam dan sebuah informasi di youtube membuatnya giat belajar musik. Ia menanam benih bunga kamomil dan memadukannya dengan musik, hingga akhirnya mendapat kejutan menarik.

Cerita Anak sunting

NYANYIAN UNTUK KAMOMIL

Noni baru saja selesai les gitar. Ia segera berlari menuju teras samping untuk menyiram tanaman. Sebenarnya, Noni lebih suka bercocok tanam dibanding bermain musik. Gadis kecil itu terpaksa mengikuti les gitar hanya untuk tampil dalam drama musikal. Karena tak mau jadi pusat perhatian, Noni memilih memainkan musik pengiring. Dengan begitu, ia tak perlu tampil di panggung utama.


Benih yang ditanamnya belum juga muncul mengecambah. Noni tak sabar menunggu bunga-bunga bermekaran. Ia sering berbicara pada mereka.


“Kalian butuh apa? Seperti aku, bisakah kalian cepat besar? Sebesar apa?”


Ia sangat menggemari tumbuhan semenjak mengikuti kelas Pak Tarus. Guru pelajaran IPA-nya itu lebih suka mengajak anak-anak belajar di luar. Pak Tarus mengajarkan cara membuat kincir air, menanam benih, dan merawat tanaman. Di sekolah, Noni dan anak-anak lain bahkan punya pot khusus dengan nama masing-masing siswa.


“Merawat tanaman membutuhkan kesabaran,” ucap Pak Tarus pada anak-anak.


Bocah mungil berambut cokelat itu senang sekali saat benih pertama yang ditanamnya tumbuh. Itu adalah benih bunga kamomil. Saat kamomil mekar, Noni akan menghadiahkannya untuk sang ibu.


Ibu Noni sedang bekerja sebagai TKW di luar negeri. Ia senang sekali menyeduh teh bunga kamomil. Karena itulah Noni memilih benih itu untuk ditanam.


Sebenarnya, Noni tak begitu suka dengan aroma teh kamomil. Ia lebih suka melihat hidung sang ibu. Ketika menghirup aroma teh kamomil, hidung itu mengempis. Lucu sekali. Lalu, sang ibu akan tersenyum setelah melepaskan napasnya kembali.

Tak hanya di sekolah, di rumah pun Noni menanam kamomil. Ia merawat kamomil-kamomil itu dengan penuh perhatian.


“Makin banyak kalian tumbuh, makin banyak bunga yang akan mekar. Dengan begitu, Ibu akan makin lama di rumah saat pulang nanti.” Noni menyirami kecambah kamomil dengan riang.


Setiap jam istirahat, Noni selalu mendatangi Pak Tarus. Sesekali, Pak Tarus meminjaminya laptop untuk menonton video cara merawat kamomil. Noni tekun sekali. Ia bahkan mencatat tahap demi tahap yang dicontohkan dalam video.

Suatu ketika, saat menonton video, sebuah gambar menarik muncul. Gambar itu adalah keluku atau thumbnail video lain. Karena penasaran, Noni meminta izin untuk menonton video itu pada Pak Tarus. Ya, selama ini, Noni hanya menonton video yang diizinkan oleh gurunya.


“Bolehkah Noni menonton yang ini? Noni penasaran karena ada orang bermain biola di tengah tanaman.” Gadis cilik itu memohon.


“Tentu, boleh. Noni tinggal klik saja seperti yang sudah Bapak ajarkan!” Pak Tarus memang sudah mengajarkan cara menggunakan laptop untuk menonton video di kanal-kanal tertentu. Tentu saja, itu adalah kanal-kanal khusus yang bisa diakses oleh anak-anak.


“Terima kasih, Pak!”


Di dalam video itu, seorang pewara mengatakan bahwa tanaman juga suka musik. Katanya, tanaman bisa tumbuh dengan cepat. Noni tersenyum setelah menontonnya.


“Yeay, nanti sore aku akan berangkat les lebih awal.”


Untuk pertama kalinya, ia merasa bersemangat mengikuti les gitar. Noni bahkan merengek pada neneknya untuk mendapatkan les tambahan. Ia pun bisa dengan cepat menghafal beberapa lagu dan memainkan gitarnya.


Sepulang les, Noni selalu memainkan gitar dan menyanyi di teras samping rumah. Ia juga berbincang-bincang dengan kamomil dan tanaman lainnya. Gadis itu selalu berbisik, “Kalian harus mekar saat Ibu datang. Ibu akan sangat senang.”


Lama-kelamaan, kecambah kamomil tumbuh menjadi batang yang cukup gemuk. Daun-daun kecil menyembul dari beberapa sisi. Noni senang sekali. Ia makin sering menyanyi. Permainan gitarnya juga kian mahir.


Waktu pementasan pun tiba. Noni memainkan gitarnya dengan sempurna. Orang-orang berdecak kagum. Bahkan guru seninya tak menyangka, Noni bisa bermain gitar sehebat itu. Ia mendapat pujian dari semua orang. Bu Narsih bahkan memeluknya di atas panggung sebagai ungkapan kebahagiaan.


Saat dipeluk oleh sang guru, mata Noni tiba-tiba menangkap sebuah bayangan di sudut ruangan. Seseorang yang lekuk tubuhnya sangat ia kenal sedang berdiri. Orang itu bertepuk tangan dan tersenyum. Rupanya, ia adalah Ibu Noni. Gadis itu sontak berlari ke arah penonton. Ia segera melompat ke pelukan sang ibu.


“Ibu, kamomil kita sudah mekar,” bisiknya di telinga sang ibu.


Sang ibu tak berkata apa-apa. Ia hanya terus memeluk dan menciumi Noni. Aroma kamomil yang belum kering menyeruak dari saku gadis kecil itu, membuat ibunya kian erat memeluk sang buah hati.