Pecahan Rasa yang Tidak Terbatas

Pecahan Rasa yang Tidak Terbatas

Karya: Alfhsy

Pagi itu suasana tidak secerah biasanya. Langit gelap gulita. Layla membuka jendela lebar-lebar berharap sinar matahari masuk menembus kaca itu seperti biasanya. Hujan sebentar lagi tiba, padahal hari ini pertama kalinya Layla kembali ke sekolah. Dia membereskan buku-buku yang harus dia bawa untuk ke sekolah nanti. Baru pukul enam pagi tapi Layla sudah siap untuk bertemu dengan teman-teman dan ibu bapak guru. Rindu rasanya bisa kembali bercengkerama dengan penduduk sekolah. Ayah juga sedang siap-siap untuk pergi bekerja. Sebelum berangkat mereka berdua sarapan dengan lahap sepeti biasa.

“ Layla, kamu sudah bawa payung?”

Tanya ayah kepada Layla. Layla mengangguk pelan. Mulutnya penuh dengan makanan sehingga tidak bisa menjawab dengan kata. Layla sudah tidak memiliki ibu lagi. Ibu Layla telah meninggal sejak Layla masih bayi. Selama ini Layla diasuh oleh ayah Layla sendiri. Meskipun Layla tidak memiliki sosok ibu, Layla tetap tumbuh menjadi anak yang pintar dan baik hati. Layla tidak pernah mengeluh tentang hidupnya. Semua itu karena ayahnya sangat menyayanginya lebih dari siapa pun. Layla merasa bahagia memiliki ayah yang selalu mencintainya. Mereka menyelesaikan sarapannya dan bergegas masuk ke mobil.

“ ayah, Layla akan pulang telat hari ini, ada kerja kelompok di sekolah”

Layla memberi tahu ayah bahwa dirinya akan mengerjakan tugas sekolah bersama temannya di sekolah. Tugas itu sangat banyak. Layla tahu ayahnya selalu tepat waktu menjemput dirinya. Ayahnya tidak pernah membiarkan Layla menunggu lama di sekolah.

“oke, jadi apa ayah harus pulang ke rumah duluan?”

Ayah Layla biasa dipanggil dengan pak Bimo. Dia bekerja di suatu perusahaan star up di kotanya. Dia pandai mengerjakan sesuatu yang sulit. Pak Bimo selalu bisa diandalkan. Bahkan di keluarga kecilnya, pak Bimo bisa diandalkan dalam hal antar jemput putri kecilnya.

“boleh, atau ayah mau membelikanku donat dulu?”

“aku mau yang hangat ayah”

Layla sangat suka donat. Apalagi donat coklat yang berasal dari toko kue di seberang perusahaan ayahnya. Toko kue itu sangat besar. Orang-orang ramai membeli kue dan roti di sana. Semua kue dan roti bahkan donat di sana sangat lezat, dan Layla paling suka varian donat coklat. Donat itu hangat, dengan toping coklat yang meleleh. Setiap pulang bekerja, pak Bimo selalu membawakan oleh-oleh donat untuk Layla. Meskipun setiap hari, bagi Layla itu tidak membosankan. Layla sesekali mengunjungi langsung toko itu. Nama tokonya “Rose&Blanc”. Letaknya tidak jauh dari pusat kota, tepat di seberang jalan perusahaan star up besar. Rose berarti merah dan blanc berarti putih, jadi artinya merah dan putih. Namanya diambil dari bahasa prancis, karena pemiliknya berasal dari prancis. Orang-orang sering menyebutnya madam Caroline. Madam Carolline sudah tinggal di Indonesia cukup lama. Dia menikah dengan orang Indonesia 18 tahun lalu. Suaminya berasal dari sunda. Mereka tinggal di Indonesia setelah ulan tahun pernikahan mereka yang ke tiga. Madam Carolline memiliki anak laki-laki namanya Andi. Andi sudah berusia 20 tahun. Paman Andi, Layla biasa memanggilnya begitu. Paman Andi bekerja di perusahaan yang sama dengan pak Bimo. Mereka rekan kerja yang sangat akrab. Paman andi juga sangat akrab dengan Layla. Layla selalu bermain dengan paman Andi setiap berkunjung ke tempat kerja ayahnya. Layla juga sedikit-sedikit belajar bahasa prancis dengan madam Carolline saat datang ke toko. Setiap akhir pekan Layla akan bermain dan tertawa, menghabiskan waktu menemani Madam Carolline di toko. Layla selalu menyanyi dan menari bergembira bersama paman andi dan madam Carolline.

Setelah cukup lama di perjalanan , akhirnya sampai juga di SD Pelita. Sekolah Layla tidak terlalu bagus, tapi guru dan siswa di sana sangat baik. Layla sangat senang bisa bersekolah di sana. Layla memberi salam pada ayah, lalu kemudian membuka pintu mobil. di luar masih hujan deras, dan Layla masuk menggunakan payung. Setelah sampai di gerbang masuk Layla melambaikan tangannya ke arah mobil ayah. mobil ayah berbelok arah, lalu melaju pergi. Layla masuk dan melihat pak Ari satpam sekolah.

“selamat pagi pak”

Layla menyapa pak ari dengan ceria dan dibalas senyum yang lebar dari pak ari. Layla harus bergegas masuk kelas, kalau tidak air hujan akan semakin membasahi badannya.

Layla sudah masuk kelas 4 sekarang. Dia mendapat nilai terbaik tahun lalu dan menjadi juara dikelasnya. Layla dikenal merupakan anak yang ceria dan pintar. Semua teman-temannya suka kepadanya. Guru-guru pun menyayangi Layla. Layla duduk dibangku terdepan di kelas 4 ini. Dia duduk bersama sahabatnya, Sofia. Meskipun bangku Layla dekat dengan meja guru, Layla sama sekali tidak takut. Tidak seperti teman-temannya yang memilih duduk dibangku belakang Layla ingin duduk dekat dengan papan tulis. Duduk di depan akan membantunya untuk melihat dengan jelas apa yang guru terangkan. Ketika sesi tanya jawab saat kelas berlangsung, Layla akan sering dipilih karena lebih dulu kelihatan oleh guru yang mengajar. Itu kenapa Layla menjadi anak paling kritik di sekolah. Mata pelajaran favorit Layla adalah bahasa Indonesia. Dia selalu mendapat nilai yang sempurna di mata pelajaran itu.

Layla menyukai bahasa, karena bahasa adalah jiwa bangsa. Dengan mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan memupuk kecintaan layla tentang tanah air. Di masa sekarang, banyak anak-anak yang belum bisa menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang mereka pakai kebanyakan berasal dari kebiasaan yang diajarkan di lingkungan mereka. Layla tidak mau begitu. Layla ingin menjadi orang Indonesia yang baik. Mempelajari bahasa Indonesia adalah keharusan bagi Layla. Meskipun belajar bahasa asing juga penting, itu bukan berarti menjadi alasan untuk lupa bahasa sendiri.

“Layla, apa kabar?”

“bagaimana liburanmu?”

Sofia menyapanya dari pintu masuk. Sofia duduk dekat dinding satu bangku dengan Layla. Kelas mereka punya 20 bangku dan satu papan tulis. Meja guru berada di sebelah kiri dan pintu masuk berada di sebelah kanan ruang kelas. Kelas itu berwarna putih pucat. Di atas papan tulis terdapat foto presiden dan wakil presiden. Lalu terdapat lukisan burung garuda di sana. Di dinding belakang terdapat beberapa karya lukisan dari kakak kelas mereka sebelumnya. Lukisan itu bertemakan monumen-monumen megah di dunia. Ada menara eifel, candi Borobudur, tembok China dan lainnya. Sejak tadi Layla hanya memandang lukisan itu dengan takjub. “dorrr”

“Layla, kamu dengar enggak”

Layla yang sedikit terkejut, langsung menoleh dan memberi senyuman kepada Sofia. “dengar kok”

“Sof liat deh, bagus ya, ingin deh, bisa ke tempat-tempat ini, sepertinya pemandangannya bagus”

Layla berpikir pasti sangat menyenangkan bisa mengunjungi tempat-tempat indah yang ada di lukisan itu. Layla ingin sesekali bisa ke sana, melihat dunia baru. Tentu saja Layla tetap memilih candi Borobudur sebagai lukisan paling indah. Layla beberapa kali sudah mengunjungi candi Borobudur. Bahkan tempat wisata di sekitarnya juga Layla datangi. Pemandangan di sana sangat indah. Itulah mengapa Layla berpikir bahwa Indonesia sebenarnya mampu bersaing dengan banyak negara besar seperti prancis dari segi pariwisata. Layla semakin menyukai negerinya. Tidak peduli suatu saat nanti Layla ada di mana, jika Layla diizinkan tuhan untuk bisa pergi keluar negeri Layla akan tetap mencintai tanah air Indonesia.

“yang mana yang mau kamu kunjungi? Kalau aku ingin ke paris”

“menara eifel ada di kota paris, jadi aku ingin pergi ke sana” Sofia memberikan sepotong roti untuk Layla. Layla yang sudah kenyang karena sudah sarapan lalu menolak pemberian Sofia dengan lembut.

“aku sudah sarapan tadi, iya aku juga ingin pergi ke sana”

“aku memiliki kenalan namanya madam Carolline, dia orang prancis pasti rumahnya dekat dengan menara itu iya kan?”

Sofia yang menghabiskan potongan roti itu pun kaget, ternyata temannya itu punya kenalan orang bule. Sofia sangat antusias jika menyangkut orang bule. Iyah sebutan untuk mereka yang berasal dari negara lain khususnya negara-negara Eropa atau Amerika. Orang bule identik dengan rambut pirang dan warna kulit yang berbeda dibanding orang-orang Indonesia.

“ wah, siapa madam Carolline? Aku penasaran dari namanya saja sangat cantik pasti dia cantik kan?”

“tentu saja” celetuk Layla sambil membuka buku pelajarannya karena sebentar lagi kelas akan dimulai.

“kapan-kapan kenalkan aku dengannya ya, aku ingin berfoto juga dengannya” Sofia membujuk Layla, membelai rambutnya dan sedikit menyenggol pundaknya.

“iya-iya kapan-kapan ya”

Percakapan mereka berakhir ketika kelas berlangsung. Jam pertama akan diisi oleh mata pelajaran bahasa Indonesia. Ibu guru memberi tugas untuk setiap anak agar membuat sebuah cerita selama liburan mereka. Cerita paling bagus akan ditempel di mading sekolah. Anak kelas lain pun diberi tugas yang sama. Namun karena hari itu hari pertama masuk sekolah, maka tugas itu sampai lebih dulu ke anak kelas 4A, kelasnya Layla.

“tugas dikumpulkan besok ya”

Ibu guru memberi waktu selama jam pelajaran hanya untuk tugas ini. Anak-anak yang menikmati liburan untuk berjalan jalan langsung mengisi kertas mereka dengan cerita bahagia. Sedangkan Layla, meskipun dia tidak perli liburan seperti yang lain, tapi ceritanya saat bermain bersama madam Carolline adalah yang terbaik.

Suasana hari itu sangat menyenangkan bagi Layla. Layla bisa bertemu dengan teman-teman, ibu dan bapak guru, mendapatkan ilmu baru, dan bisa menuliskan cerita juga bagian tidak terlupakan bagi Layla. Hingga tepat pukul 2 siang bel pulang berbunyi. Seluruh warga sekolah bergembira. Mereka berlarian keluar kelas ambil menggendong ransel masing-masing. Layla seperti biasa akan menunggu di pos satpam. Membutuhkan paling lama 10 menit untuk menunggu ayahnya sampai.

Layla pun duduk di kursi yang tersedia di depan pos satpam. Dia sudah duduk di sana kurang lebih lima menit sampai akhirnya mobil kijang hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Itu mobil ayah Layla. Layla pun bergegas bangun dari duduknya dan berjalan cepat ke arah mobil.

“ hai cantik” Pak Bimo menyapa Layla dari jendela mobil. bertemu dengan Layla adalah obat yang paling ampuh untuk menghilangkan pusing dan penatnya dari tumpukan pekerjaan di kantor.

“hai ayah”

Layla bergegas masuk ke mobil sambil melepas ranselnya dan menaruh ranselnya di jok belakang.

“kenapa pulang cepat?”

“bukannya kamu ada kerja kelompok?”

Ketika jam istirahat tadi Layla menghubungi ayahnya agar menjemputnya tepat waktu. Rupa-rupanya tugas kelompok itu diganti menjadi tugas individu. Sehingga Layla bisa mengerjakannya di rumah saja.

“ enggak jadi ayah”

“ayah mana donatku?”

Meskipun Layla pulang cepat dia tetap menagih janji ayahnya untuk membelkannya donat coklat. Layla ingin memakannya mumpung masih hangat. Jika menunggu sampai pulang donat itu akan dingin dan coklatnya akan mengeras. Layla juga sedikit lapar sekarang.

“hem, maaf ya sepertinya lain kali ayah belikan lagi”

“hari ini tokonya tutup”

“paman andi juga tidak bekerja tadi”

Pak Bimo sedikit menyesal karena tidak bisa menepati janjinya. Dia juga heran tidak biasanya toko itu tutup apalagi di hari kerja. Beberapa rekan kerjanya juga mengeluhkan tutupnya toko, karena biasanya ketika jam makan siang para karyawan sering menghabiskan waktu istirahat mereka di toko itu. Pak Bimo juga heran kenapa paman Andi tidak masuk kerja hari ini. Ada gosip yang mengatakan mereka mendapat diskriminasi dari beberapa orang di sana. Sehingga memutuskan untuk menutup toko itu sementara hingga suasana kembali tenang.

“Yah, ayah”

“kenapa madam Carolline tidak berjualan?”

Layla yang mendengar hal itu juga mengeluh. Padahal dia sedang ingin sekali makan donat itu. Padahal setiap harinya ayah selalu membelikannya donat coklat. Tapi hari ini dia sangat ingin makan donat coklat hangat. Apalagi cuaca sedang hujan seperti ini.

“ ayah dengar madam Carolline dan anaknya mendapat diskriminasi dari tetangganya”

Layla tercengang dan sedikit tidak paham. Apa itu diskriminasi yang ayahnya maksud.

“diskriminasi itu apa ayah?”

Layla suka bahasa Indonesia. Tapi perbendaharaan kata-katanya masih sedikit. Itu kenapa dia belum paham dengan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia. Sambil menyetir dengan hati-hati pak Bimo menjelaskan apa itu diskriminasi dan dampaknya kepada korban.

Mendengar penjelasan dari ayah, Layla merasa kasihan dengan madam Carolline. Padahal madam Carolline sangat baik dan sopan. Namun dia justru mendapat banyak respon negatif di sekelilingnya hanya karena dia orang bule.

“ayah, madam Carolline pasti sangat sedih ya”

“padahal dia baik sekali pada Layla”

Pak Bimo yang melihat empati Layla untuk madam Carolline, membuat pak Bimo sangat terharu. Dia berharap Layla bisa menjadi anak yang suka mengasihi orang lain.

Tidak terasa mobil hitam itu telah sampai di tujuan. Cuaca juga sudah mulai cerah kembali. Layla dan ayah turun dari mobil dan masuk ke rumah.

Sekarang masih pukul 2 lebih 30 menit. Ayah harus kembali ke kantor untuk bekerja kembali. Terlebih paman andi sedang tidak masuk, pekerjaan ayah akan menjadi dua kali lipat. Biasanya ayah akan menitipkan Layla ke tetangga samping rumah mereka. Karena Layla sudah besar pak Bimo tidak perlu khawatir tentang keselamatan anaknya.

Namanya ibu Meli, tetangga samping rumahnya. Meskipun dititipkan Layla tetap bermain dan belajar di rumahnya sendiri. Pak Bimo menitipkan anaknya supaya jika terjadi apa-apa dengan Layla ada yang akan membantunya. Pak Bimo juga tetap ingin mengawasi putrinya itu agar tetap aman selama dia bekerja.

“ ayah harus kembali ke kantor”

“ kalau butuh apa-apa panggil saja Bu Meli ya” Pak Bimo memberikan beberapa uang saku kepada Layla. Barangkali Layla ingin makan sesuatu.

Pak Bimo pun kembali ke mobilnya, dan pergi meninggalkan rumah. Layla yang mendengar mobil ayahnya pergi merasa sedih. Dia masih memikirkan kejadian yang menimpa madam Carolline. Jika saja Layla bisa membantu madam Carolline, pasti kondisi madam Carolline akan baik-baik saja.

Layla pun langsung masuk ke kamar mengambil beberapa pakaian ganti lalu masuk ke kamar mandi. Setelah mandi Layla makan makanan yang sudah disiapkan ayah untuknya. Dia kembali ke kamarnya mencari benda berbentuk sapi di lemarinya.

“ ah ketemu “

Benda itu adalah celengan. Celengan itu sudah ada sejak Layla masih duduk di taman kanak-kanak. Pak Bimo selalu mengajarkan Layla untuk menyisakan sedikit uang jajan, dan menyimpannya di celengan sapi ini.

“ sepertinya ini sudah lumayan banyak”

Layla berlari keluar mencari batu yang sedikit besar. Batu itu dia bawa ke kamarnya. Lalu celengan sapi itu dia pecahkan dengan batu tadi. Prang... prang... prang Karena celengannya besar Layla harus memberikan tenaga lebih untuk memecahkannya. Suaranya juga cukup nyaring membuat rumah Layla terdengar berisik. Ibu Meli yang menyapu di teras rumahnya juga mendengar suara itu. Mendengar suara itu, Bu Meli langsung mengkhawatirkan Layla. Dia takut terjadi apa-apa pada Layla di dalam. Bu Meli bergegas masuk ke rumah Layla yang tidak dikunci. “ Ila... Ila... ada apa?”

Dengan wajah khawatir Bu Meli menghampiri Layla yang duduk lemas di samping eja ruang tamu.

Layla kelelahan memecahkan celengan itu. Tapi syukurlah akhirnya celengan itu pecah dan uang tabungan Layla berserakan di lantai. Layla yang menyadari Bu Meli masuk ke dalam, langsung mengambil uang-uang itu dan menyembunyikannya di balik bajunya.

“ eh Bu Mel” Layla tersenyum dengan tangannya menahan uang-uang itu agar tidak jatuh di lantai. “ enggak ada apa-apa kok Bu, Layla hanya sedang main-main”

“ini tadi enggak sengaja kesenggol terus pecah”

Layla masih mencoba membohongi Bu Meli. Melihat gelagat Layla yang mencurigakan, membuat Bu Meli memandangi Layla dengan serius. Matanya terus saja melihat Layla lama. Layla juga merasa bahwa dirinya tidak bisa terus berbohong. Tapi jika dia memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi bisa-bisa Bu Meli mengadukannya pada ayah.

“ Layla coba ibu liat, ada apa di dalam baju kamu anak?”

Bu Meli merasa Layla menyembunyikan sesuatu di balik bajunya. Layla yang merasa tidak bisa berbohong lagi kemudian mengeluarkan uang uang itu dari balik bajunya. Diletakkannya uang itu di lantai.

“ Layla memecahkan celengan Bu” “tolong jangan beri tahu ayah ya!”

Layla duduk termenung memikirkan apa yang akan terjadi jika ayahnya mengetahui celengan sapi Layla telah pecah.

“kenapa Layla melakukannya?”

“Layla bisa minta bantuan ibu, jika Layla membutuhkan sesuatu”

Bu Meli yang melihat Layla merenung juga ikut duduk dan mengusap kepala Layla lembut. Bu Meli tidak tega melihat Layla menangis atau sedih. Layla adalah anak yang baik. Dia suka membantu Bu Meli membereskan rumah jika ayah tidak ada di rumah. Bu Meli juga suka memasak makanan untuk Layla. Terkadang mereka pergi ke pusat perbelanjaan bersama.

Layla bersyukur ternyata Bu Meli tidak marah. Layla berpikir apa sebaiknya dia ceritakan saja niat baiknya. Layla ingin membantu madam Carolline. Dia ingin memberikan beberapa sembako dan obat-obatan untuk madam Carolline. Saat di mobil tadi ayahnya mendapat telepon dari teman kerjanya. Katanya madam Carolline mendapatkan penghinaan baik fisik maupun verbal. Tubuhnya penuh luka karena dipukul oleh salah satu tetangganya. Sekarang madam Carolline ada di rumah sakit. Layla ingin menjenguk madam Carolline, sekalian membawakan oleh-oleh.

“ Bu Mel, ada salah satu teman terbaik Layla”

“namanya madam Carolline”

Layla bercerita panjang lebar kepada Bu Meli, yang membuat Bu Meli menangis. Bu Meli tidak menyangka anak sekecil Layla memiliki empati yang tinggi. Bu Meli memeluk Layla dan berbisik

“ayo kita bantu madam Carolline, tapi jangan beri tahu ayah ya”

Layla tidak mau ayah tahu soal uang celengan itu. Layla sudah janji pada ayahnya kalau uang itu akan dipakai untuk liburan ke paris, tempat yang paling ingin dikunjungi oleh Layla. Bagi Layla kesehatan madam Carolline lebih penting daripada liburan itu.

“iya Bu, tolong jangan beri tahu ayah ya”

“Layla takut ayah marah”

Bu Meli tersenyum dan mengacungkan jari kelingkingnya pertanda setuju kalau dai tidak akan memberi tahu pak Bimo soal Layla.

“janji”

“ya sudah Layla siap-siap kita pergi sekarang ya”

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Ayah Layla pulang jam 5 sore. Jadi Layla harus cepat-cepat pergi, jangan sampai ayahnya tahu. Layla dan Bu Meli pergi ke pusat perbelanjaan. Mereka pergi menggunakan taksi. Karena pusat perbelanjaan letaknya lumayan jauh, Layla harus menempuh kurang lebih satu jam untuk bisa sampai.

Layla dan Bu Meli membeli beberapa buah-buahan segar seperti apel, jeruk, anggur dan pisang. Mereka juga pergi ke area bahan pangan untuk membeli beras, minyak, gula, dan beberapa bumbu instan. Mereka juga membeli roti dan susu.

“ tapi Bu Meli, uang Layla sepertinya enggak cukup untuk beli ini semua”

Layla sedari tadi menghitung dan melihat harga-harga setiap produk yang dia beli. Layla merasa uangnya tidak cukup untuk membayar semuanya.

Bu Meli yang melihat kegelisahan Layla tersenyum saja. Anak sekecil Layla memang sangat polos dan jujur.

“ enggak papa, nanti ibu bantu bayar pakai uang ibu ya” Bu Meli pun menggandeng tangan Layla berjalan ke area kasir. Mereka membayar semuanya lalu kemudian keluar.

“ Bu, nanti kalau ada uang Layla ganti ya”

“maaf merepotkan”

“enggak papa, ibu kan sekalian mau bantu juga”

Bu Meli memesan taksi online dan menunggu beberapa menit di depan pusat perbelanjaan. Sembari menunggu taksinya sampai, Layla coba mengingat lagi apa yang harus Layla beli lagi untuk madam Carolline. Ketika mata Layla memandang pertokoan di sekitar jalan, Layla menangkap bangunan kecil dengan logo khas apotek. Benar, Layla hampir saja lupa untuk membeli beberapa obat-obatan.

“ Bu, apa taksinya masih lama?”

Layla menepuk pelan tangan Bu Meli yang sedang memantau layar ponsel. Bu meli sedang fokus melihat berapa lama lagi taksinya sampai dari maps aplikasi online. Mendengar Layla bertanya, pandangan mata Bu Meli beralih ke anak perempuan itu.

“ kayaknya ada kemacetan di sana”

“mungkin kita harus tunggu 5-10 menit lagi, kenapa? Layla capek ya berdiri? Haus?”

Mendengar penjelasan Bu Meli, Layla mempunya ide. Masih ada waktu untuknya membeli beberapa obat-obatan untuk madam Carolline. “Bu Meli, Layla lupa obatnya” “itu ada apotek ayo beli obat dulu” Layla menunjuk apotek seberang jalan, sangat jelas terlihat dari tempat mereka berdiri. Bu Meli yang heran langsung kaget. “ tapi Layla, kan madam Carolline sedang di rumah sakit sekarang” “mereka juga pasti akan memberinya obat di sana” Layla berpikir lagi. Benar juga kata Bu Meli. Lagi pula Layla juga tidak tahu obat apa yang harus dibeli untuk madam Carolline. “ iya juga ya Bu, ya sudah deh enggak jadi” Beberapa menit kemudian, taksi online itu sampai juga. Mereka sudah menunggu cukup lama. Bahkan kaki Bu Meli hampir pegal-pegal karena kelamaan berdiri. Bu Meli memastikan kembali taksi itu dengan melihat nomor pelatnya. Setelah memastikan bahwa taksi itu memang taksi yang dia pesan, Bu Meli dan Layla pun masuk ke mobil. kemudian mereka bergegas menuju rumah sakit tempat madam Carolline dirawat. Sesampainya di rumah sakit Layla digandeng oleh Bu Meli menuju area administrasi. Bu Meli dan Layla tidak tahu di kamar nomor berapa madam Carolline dirawat. Bu Meli pun harus bertanya pasien yang bernama “Carolline” yang berkewarganegara-an Perancis. Madam Carolline menikah dengan pak Banu 21 tahun yang lalu. Namun mereka memutuskan untuk pindah ke Indonesia ketika pak banu sudah menuntaskan pekerjaannya di prancis. Madam Carolline yang mengetahui bahwa suaminya harus kembali ke Indonesia, memutuskan untuk ikut. Meskipun madam Carolline sudah tinggal belasan tahun di Indonesia, status kewarganegaraannya masih menjadi warga negara prancis. dia belum mendapatkan naturalisasi karena sulitnya proses naturalisasi di Indonesia. Selama ini madam Carolline tidak pernah kembali ke negara asalnya, bahkan ketika suaminya sudah meninggal. Madam Carolline tetap setia tinggal di Indonesia. Meskipun begitu, rintangan untuk WNA di Indonesia sama beratnya dengan WNI di luar negeri. Mereka harus menghadapi kesulitan ekonomi dan sosial. Terlebih lagi soal urusan perizinan menetap di Indonesia, madam Carolline harus sabar menghadapi persyaratan yang rumit. Pihak administrasi langsung mengenali siapa wanita yang Bu Meli maksud. Madam Carolline adalah satu-satunya pasien berkebangsaan asing di rumah sakit itu. Mereka pun memberi tahu bahwa madam Carolline dirawat di kamar Tulip No.12. Di rumah sakit terdapat, denah kamar, meskipun begitu Bu Meli sudah hafal isi rumah sakit itu. Bu Meli beberapa kali berkunjung ke rumah sakit itu untuk menjenguk temannya. Kamar yang dituju berada di lorong ketika dari pintu masuk. Kamar itu tepat di sebelah kanan dekat dengan Mushola. Cuaca mendung kembali, dan hari menjelang malam, lampu-lampu rumah sakit sudah bersinar terang. Hal ini mempermudah Bu Meli membaca nama kamar yang tertulis kecil di pintu masuknya.

“ ya ketemu” “ ayo Layla masuk” Layla yang kebingungan dengan banyaknya kamar di sana hanya mengikuti ke mana Bu Meli pergi. Dia takut tersesat, genggaman tangannya sangat erat hingga berkeringat. Layla melepaskan genggaman itu dan masuk ke dalam. Kamar itu berisi 2 kasur saja. Dan di sana hanya ada pasien dengan rambut pirang sedang duduk sambil disuapi seseorang. Madam Carolline yang sedang makan dengan Paman Andi kaget, ketika melihat Layla dan seorang wanita datang ke kamarnya. “Layla” Cara bicaranya hampir seperti orang Indonesia asli, tentu saja. Madam Carolline sudah terbiasa dengan aksen Indonesia. Meskipun terkadang dia masih menggunakan aksen Perancisnya. Layla melihat badan madam Carolline yang kurus, dengan jarum infus menancap di tangannya. Beberapa bagian mukanya juga di penuhi dengan luka lebam. Layla menangis dan langsung memeluk madam Carolline. “madam, maafkan Layla ya” “madam tidak apa-apa?” “kenapa madam masuk rumah sakit” “orang-orang itu jahat melakukan ini pada madam”

Air mata Layla berurai deras. Layla benar-benar menyayangi madam Carolline. Cita-citanya untuk pergi ke prancis adalah ingin mengajak madam Carolline pulang. Layla sudah menganggap madam Carolline seperti keluarganya sendiri. Paman Andi dan Bu Meli yang melihat suasana itu juga ikut sedih. Mereka tidak menyangka anak sekecil Layla sangat memiliki hati yang besar. Madam Carolline pun juga ikut menangis. Dia kemudian menenangkan Layla dan menyuruhnya duduk di samping tempat tidur. “madam, ini oleh-oleh dari Layla untuk madam” “Layla sendiri yang membelinya tadi” Bu Meli yang melihat suasana haru itu, hampir saja lupa memberikan beberapa bingkisan yang dari tadi dia tenteng. Bu Meli meletakan bingkisan itu di meja makan. Setelahnya, mereka pun berbicara mengenai kronologi penyerangan yang dilakukan tetangga madam Carolline itu. Madam Carolline sudah melaporkannya ke pihak berwajib. Dia berharap dia bisa mendapatkan keadilan. Paman Andi juga membantu ibunya itu, saat penyerangan terjadi Paman Andi sedang berada di jalan pulang. Sesampainya di rumah, dia melihat rumahnya ramai dengan orang-orang. Padahal selama mereka tinggal di sana para tetangga sekitar sangat baik pada madam Carolline dan keluarganya. Namun ternyata pelaku penyerangan adalah penduduk baru di area itu. Dia baru saja pindah ke rumah kosong yang berada tepat di belakang rumah madam Carolline. pelaku tidak suka dengan madam Carolline. Beberapa hari sebelum kejadian pelaku sering melemparkan kata-kata yang kasar kepada madam Carolline, tapi madam Carolline tidak memedulikannya. hingga akhirnya ketika madam Carolline sedang membuang sampah di luar, seseorang memukul wajahnya beberapa kali. Ketika itu terjadi beberapa tetangga yang lewat langsung menolong madam Carolline, mereka mencoba melerai dan menjauhkan pelaku dari madam Carolline. Hingga akhirnya Paman Andi sampai, dan Madam Carolline di bawanya ke rumah sakit. Mendengarkan cerita itu Bu Meli dan Layla sedih. mereka tidak menyangka ada orang sejahat itu. Mereka berharap pelakunya bisa cepat di adili. Layla juga berharap madam Carolline cepat sembuh sehingga dia bisa bermain lagi di toko dan menikmati donat coklat hangat buatan madam Carolline. Drtttt... drrrrttttt... drrrrrttttt.... Ponsel Bu Meli bergetar. Banyak pesan masuk dari pak Bimo. Pak Bimo menanyakan keberadaan anaknya. Rumahnya kosong dan terkunci. Meskipun demikian pak Bimo tidak langsung menelepon Bu Meli. Dia takut mengganggu. Melihat pesan khawatir dari pak Bimo Bu Meli langsung membalas pesan itu. “Layla dan aku sedang pergi belanja” “kami sebentar lagi pulang” Bu Meli sepertinya harus segera membawa Layla pulang. Kalau tidak pak Bimo pasti sangat khawatir. “Layla, ayah sudah pulang” “ayo pulang, besok kita main lagi kesini ya” Layla yang sedang tertawa, bermain lelucon dengan paman Andi langsung menunjukkan wajah lesu. Layla ingin tetap di sini, menjaga dan bermain dengan madam Carolline, tapi tetap saja Layla harus cepat pulang. Kalau tidak, ayah pasti khawatir. Apalagi ini sudah mau malam. Layla harus pulang karena besok harus sekolah. “iya Bu” “madam, cepat sehat ya” “Layla kangen donatnya madam” “enak tahu” Layla pun berpamitan dengan madam Carolline dan Paman Andi. Layla memeluk madam Carolline lagi lalu bersalaman. Bu Meli keluar sambil menggandeng tangan Layla. Mereka berdua pulang ke rumah dengan memesan taksi online lagi.