Permainan Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta/Ancak-ancak alis

Ancak-ancak alis

sunting

Permainan Ancak-ancak alis dilatarbelakangi oleh proses dalam pertanian di pedesaan. Permainan ini dimainkan dengan menggunakan lagu atau tembang serta dialog yang di dalamnya memuat istilah-istilah dunia pertanian, seperti istilah di tahap menanam, pengolahan, dan panen. Misalnya istilah nggaru yang berarti meratakan tanah, mluku yang berarti membajak tanah, dan sebagainya [1]. Permainan ini dimainkan secara bersama-sama dengan jumlah yang banyak. Semakin banyak pesertanya semakin seru permainannya. Adapun syair lagu yang dinyanyikan sebagai berikut:

"Ancak-ancak alis, si alis kebo janggitan, anak-anak kebo dhungkul, Si dhungkul bangbang teyo, tiga rendeng, enceng-enceng gogo beluk, unine paling cerepluk, ula sawa, ula dumung, gedhene sak lumbung bandhung, sawahira lagi apa?" [2]

Cara Bermain

sunting

Untuk bermain Ancak-ancak alis, mula-mula dipilih dua orang pemain untuk berperan menjadi pintu gapura atau disebut dengan lawang seketheng [1] Dua pemain ini merentangkan kedua tangan kedepan dengan saling menghadapkan telapak tangan membentuk seperti gerbang. Sementara itu, pemain yang tersisa berperan sebagai petani. Mereka berbaris lurus seperti kereta,  dengan memegang pinggang atau baju teman di depannya. Mereka berjalan berputar mengitari pemain yang berperan sebagai gerbang secara bergantian sehingga seperti membentuk angka delapan. Bersamaan dengan itu, pemain yang menjadi pintu  gapura mereka menyanyikan lagu Ancak-ancak Alis. Ketika barisan itu tiba di dekat gerbang, mereka berhenti dan terjadilah dialog. Petani paling depan berkata, “Dhok, Dhok, dhok, Njaluk pintu!”

Pintu gerbang akan bertanya, “arep menyang ngendi?” (hendak pergi ke mana?)

Lalu dijawab, “menyang sawah” (ke sawah)

Pintu gerbang bertanya lagi, “Sawahe lagi apa?”

Dijawab petani, “Lagi mluku” (Sedang membajak)

Pintu gerbang mempersilahkan, “mlebua” (masuklah).

Maka barisan petani masuk melewati gerbang terowongan yang dibentuk oleh tangan dua pemain yang berperan sebagai pintu gerbang. Barisan petani kemudian mengitari salah satu pintu kemudian berhenti lagi di depan gerbang, dan terjadilah dialog selanjutnya, dimana petani menjawab pertanyaan gerbang dengan istilah-istilah yang berkaitan dengan proses pertanian, antara lain lagi nyebar (sedang menebar), lagi tandur (sedang menanam), lagi nglilir (tanaman mulai menghijau), lagi ijo (tanaman sedang menghijau), lagi matun ( sedang menyiangi), lagi tuwa (padi sudah tua), dan sebagainya.  

 
Ilustrasi bermain Ancak-ancak Alis

Demikian lagu diulang-ulang dan dialog berlangsung hingga jawaban tiba di tahap lagi diwiwit. Setelah itu, barisan masuk dan kemudian dialog terakhir terjadi dengan petani menjawab “menyang pasar” ( mau ke pasar). Kemudia gerbang dibuka dan mereka masuk. Sesaat barisan tersebut berputar putar sambil menyanyikan tembang menyang pasar, sebagai berikut: Menyang pasar Kadipaten, Jeh-olehe jadah manten, menyang pasar Ki Jodog, Jeh-olehe Cina bidhug.

Di saat bersamaan pemain pintu gerbang berdiskusi untuk menentukan kesepakatan untuk memilih sebuah benda, misalnya A memilih garu dan B memilih  luku, atau A memilih Pisang dan B memilih Salak. Pilihan tersebut nantinya akan dipilih oleh pemain yang memerankan petani, sehingga mereka akan menjadi anak semang dari salah satu pemain yang menjadi pintu gerbang.

Setelah disepakati, kedua pemain kembali membentuk gerbang dan menyanyikan Ancak-ancak alis. Barisan petani kembali berbaris dengan dialog sebagai berikut.

Petani berkata, “Dhok, Dhok, dhok, Njaluk pintu!”

Pintu gerban bertanya, “ Saka ngendi?” (dari mana”)

Dijawab, “Saka pasar”

Pintu gerbang berkata, “oleh-olehe”

Kemudian, pemain gerbang menangkap salah satu petani dan menanyai si petani agar memilih salah satu dari pilihan yang disepakati sebelumnya. Dalam hal ini, petani tidak tahu pilihan dari masing-masing pemeran pintu gerbang. Misalnya si petani menyebut pisang, maka ia akan menjadi anak semang dari si A, dan kemudian ia harus keluar dari barisan untuk kemudian berdiri di belakang si A. Setiap peserta yang berperan sebagai petani memilih, hingga tidak bersisa lagi. Pemenang dalam permainan ditentukan dari siapa yang paling banyak anak semangnya.

Dalam permainan ini, anak-anak diajarkan untuk mengenali proses pertanian yang panjang sehingga dapat lebih menghargai makanan yang tersaji di meja. Selain itu, permainan ini bermanfaat untuk menumbuhkan kemampuan interpersonal.

Referensi

sunting
  1. 1,0 1,1 Permainan tradisional [sumber elektronis] : ancak-ancak alis (perpusnas.go.id)[1]
  2. Pembinaan nilai budaya melalui permainan rakyat daerah istimewa yogyakarta.pdf (kemdikbud.go.id)[2]