Permainan Tradisional Kabupaten Ciamis/Hompimpah
Hompimpah
sunting
Hompimpah atau hompilah adalah salah satu permainan tradisional yang bisa disebut sebagai permainan pembuka dari sekian banyak permainan. Kenapa disebut sebagai pembuka, karena biasanya hompimpah atau hompilah ini digunakan sebagai cara untuk menentukan siapa yang akan terlebih dahulu melakukan permainan. Hompimpah bukan hanya hidup di kabupaten Ciamis saja, tetapi juga hampir ada di seluruh Jawa Barat, bahkan hidup juga di wilayah di Indonesia, seperti di daerah Jawa dan Betawi, dengan penyesuaian-penyesuaian yang disesuaikan dengan daerah dan kebudayaan masing-masing. Di daerah kabupaten Ciamis sendiri, anak-anak menggunakan istilah hompimpah atau hompilah, dan hompimpa untuk wilayah Jawa dan Betawi.
Permainan hompimpah atau hompilah ini dianggap memiliki peranan penting dalam memberikan keadilan dan komitmen dalam bermain, terutama dalam permainan yang jumlahnya banyak, atau permainan yang berkelompok.
Uniknya, pada permainan hompimpah ini ada pendapat bahwa adanya makna tersirat tentang makna religius. Makna tersebut terdapat pada kalimat "Hompilah hompimpah alaihum gambréng" yang diartikan sebagai makna "dari Tuhan dan kembali ke Tuhan".[1] Belum ditemukan terkait asal bahasanya, namun makna religius ini mengisyaratkan bahwa kita hidup itu semantara dan akan kembali pada sang pencuipta.
Alat Permainan
sunting
Pada permainan ini, tidak diperlukan alat permainan berupa benda. Permainan ini cukup menggunakan nyanyian dan kekompakan dari seluruh peserta permainan.
Cara Bermain
sunting
Cara bermain hompimpah adalah dengan cara diucapkan berirama, dan tangan dari para pemain saling berdekatan, biasanya melingkar, sambil terus dibolak-balikan, hingga setelah ucap bernada tadi selesai para peserta permainan akan terlihat hasilnya antara warna telapak tangan (bagian yang putihnya) atau punggung tangan (bagian warna coklatnya). Berikut adalah ucapan berirama atau kakawihan dalam permainan hompimpah:
“Hompilah hompimpah alaihum gambréng
Sakali jadi ulah sisirikan.”
Kakawihan atau nyanyian tersebut jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah:
Hompilah hompimpah alaihum gambreng
Sekali jadi jangan saling iri
Aturan atau cara bermain pada permainan hompimpah adalah harus sigap, cepat dan kompak (serempak). Jika ada salah satu peserta permainan yang tidak kompak, misalnya gerakannya terlalu lambat sehingga dia menjadi tahu terlebih dulu lawan hasil dari lawan mainnya, maka permainan ini harus diulang, karena hal itu dianggap sebagai kecurangan.
Permainan hompimpah atau hompilah hanya bisa dilakukan jika peserta permainannya lebih dari dua orang, jika pesertanya hanya dua orang, maka untuk melakukan “undian” dalam permainan, biasanya dilakukan dengan cara suten (suit). Suten adalah permainan undian yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang saja, biasanya suten juga dilakukan jika peserta dalam permainan hompimpah tinggal tersisa dua orang. Jadi suten ini sebagai permainan pendukung dalam permainan hompimpah.
Nilai Permainan
sunting
Hompimpah atau hompilah adalah permainan yang sifatnya kesepakatan dan komitmen dalam permainan. Aturan-aturan main yang telah disepakati harus ditaati oleh seluruh peserta permainan. Jika kemudian ada salah satu yang melanggar, di anak-anak di Kabupaten Ciamis lazim menyebutnya dengan istilah licik maka dia yang melanggar itu akan mendapatkan sanksi sosial dengan cara disebut si éta mah licik yang bermakna “dia itu melanggar atau tidak sesuai aturan” atau melakukan kecurangan. Sanksi lainnya, biasanya diolok-olok atau yang lebih beratnya lagi anak yang melanggar kesepakatan tadi, tidak lagi dilibatkan dalam permainan tersebut.
Di sinilah terkandung nilai dan makna dari sebuah permainan hompimpah sebagai penentu agar berjalannya permainan dengan baik, adil dan terhindar dari segala macam kecurangan atau kelicikan. Semuanya diawali dengan hompimpah sebagai kesepakatan dan komitmen permainan. Dalam hal ini, permainan hompimpah mengajarkan anak-anak agar senantiasa berbuat kejujuran, tidak curang dalam kehidupan, berkomitmen, dan tetap memegang apa yang sudah disepakati sebelumnya.