Permainan tradisional
DAFTAR ISI
suntingBermain gasing (Wela Maka)
Bermain Lempar Batu (mae mi'a)
Menangkap kerikil (dha'o bure)
Main kelereng (mae dhara)
Permainan Engklek (mae juru)
Bermain gasing (wela maka)
Penjelasan umum
Gasing merupakan salah satu benda yang dapat berputar ketika dimainkan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Edisi kelima menjelaskan gasing adalah mainan terbuat dari kayu dan sebagainya yang diberi pasak (paku atau kayu) yang dapat dipusingkan dengan tali. Permainan gasing ini masih tetap lestari khususnya di daerah Ngada, Bajawa, Nusa Tenggara Timur. Gasing dimainkan saat akan menyongsong tradisi Reba atau acara syukuran panen yang dilaksanakan setahun sekali. Gasing yang dimainkan biasanya terbuat dari batang kayu keras dan dibuat seperti segitiga. Permainan ini menjadi permainan yang menarik pada zaman dahulu hingga sekarang, selain menguji kekuatan tubuh, permainan ini juga menguji kejelian dan ketepatan lemparan dari pemainnya.
Aturan permainan
- Pemain terdiri dari beberapa kelompok, di dalam kelompok terdiri atas 5-6 orang.
- Pemain menyiapkan tali raffia yang digunakan untuk memutar gasing masing-masing dan ujung tali diikatkan pada jari tengah tangan kanan.
- Permainan ini pada umumnya hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja.
- Tahapan permainan gasing terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pertama yang disebut esa, bagian kedua beo, bagian ketiga disebut riwe.
- Pemain mematuhi aturan yang telah disepakati bersama.
- Gasing-gasing pemainnya diberi nomor sesuai jumlah dalam satu kelompok. Misalnya satu kelompok terdiri dari enam orang maka gasing akan diberi nomor dari 1 sampai 6
- Masing-masing kelompok memilih salah seorang kapten yang bertugas untuk melancarkan permainan.
- Pemain tidak boleh melewati garis pembatas yang disiapkan saat masuk pada tahap kedua dan ketiga ketika melemparkan gasingnya.
Cara bermain
1. Tahap pertama atau esa merupakan tahapan ketika gasing diletakkan sejajar oleh kelompok lain dan kelompok lawan melemparkan gasingnya satu persatu sampai gasing tersebut tersisa satu buah saja. Jarak antara gasing yang sejajar dengan pelemparnya berjarak cukup dekat, tidak sampai setengah meter saja. Selain itu, tergantung berapa banyak pemain dalam satu kelompok maka akan berpengaruh terhadap gasing yang disejajarkan. Misalnya, dalam satu kelompok terdiri dari 6 orang maka akan ada 6 gasing yang diletakkan. Contoh permainannya, kelompok satu meletakkan gasingnya sejajar dalam keadaan tegak seperti piramida terbalik. Kelompok dua melemparkan gasingnya ke arah gasing yang sejajar tadi sampai terpental melewati garis pembatas. Jika gasing terpental namun tidak melewati garis pembatas yang jauhnya sekitar 3 meter maka gagal. Satu persatu maju meleparkan gasing miliknya ke gasing yang disejajarkan tersebut atau gasing lawan. Dalam permainan ini tali raffia dililitkan pada gasing dan ujung tali diikat juga pada jari tengah tangan kanan, usahakan harus sekencang mungkin lilitan pada gasing agar gasing mampu mementalkan gasing lawan dengan baik.
2. Tahap kedua beo. Tahapan ini merupakan tahap setelah tahap esa berhasil dilewati pemainnya. Tahap ini menyisakan satu gasing. Jika ada 6 gasing yang disejajarkan pada tahap esa maka kelompok lawan hanya mementalkan gasing yang sejajar tersebut sebanyak 5 gasing saja, sehingga tersisa satu gasing akan disimpan pada tahap kedua. Pada tahap kedua gasing diletakkan dengan jarak yang cukup jauh dari pelemparnya. Sekitar 2 meter lebih. Para pemain akan diuji kejelian dan ketelitiannya karena selain hanya satu gasing yang harus mereka lempar dan terpental melewati garis pembatas, namun gasing pelempar harus berputar ketika mengenai gasing lawan. Jika gasing yang diletakkan terpental melewati garis pembatas, namun gasing pelempar tidak berputar maka gagal.
3. Tahap ketiga riwe. Tahap ini adalah tahap akhir permainan. Tahap ini dilakukan ketika tahap kedua berhasil dilewati. Tahap ini jaraknya lebih jauh lagi. Sekitar empat atau lima meter jaraknya dari pemain. Tahap ketiga disiapkan lingkaran yang bertujuan gasing-gasing pemainnya diputarkan dalam lingkaran tersebut kemudian pemain lawan akan melempar gasing dalam lingkaran tersebut. Para pemutar gasing biasanya akan memutarkan gasingnya menggunakan tali raffia seperti dalam pada penjelasan sebelumnya. kemudian para pelempar melilitkan tali pada gasingnya dengan kencang dan berusaha mengenai gasing-gasing lawan yang berputar tersebut. Jika salah satu pemainnya berhasil mengenai gasing yang berputar tersebut. Mereka memenangkan pertandingan dengan sebutan seraka. Mereka akan melanjutkan ke raka dua. Pada tahap ini tidak harus semua pelempar mengenai gasing yang diputarkan, cukup salah satu saja atau satu kali saja.
4. Bagi kelompok yang gagal pada tahap tertentu bisa mengulangnya pada tahap tersebut tanpa mengulang dari awal. Contoh, bila kelompok satu telah melewati tahap esa dan beo dengan baik, namun gagal pada tahap riwe maka pengulangan berikutnya hanya mengulang pada tahap riwe saja tanpa mengulangnya dari esa.
5. Bagi kelompok yang terlebih dahulu berhasil sampai ke raka dua maka merekalah pemenangnya.
Referensi
sunting- Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-V tentang pengertian gasing.
- Pengamatan penulis secara langsung dan pernah bermain gasing secara langsung.
PERMAINAN LEMPAR BATU (MAE MI’A)
Penjelasan umum
Permainan ini merupakan permainan rakyat yang berasal dari Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur. Permainan ini dilaksanakan ketika menyongsong tradisi Reba, atau syukuran panen setahun sekali. Syukuran ditujukan kepada leluhur. Permainan ini melatih kekuatan kaki karena dominan yang digunakan dalam permainan ini adalah bagian kaki. Permainan ini juga menguji keseimbangan tubuh dari para pemainnya. Permainan ini masih tetap dimainkan hingga saat ini.
Aturan permainan
- Permainan ini biasanya dalam kelompok, terdiri dari 2 kelompok saja.
- Satu kelompok terdiri atas 4 orang.
- Kelompok bisa terdiri atas perempuan maupun laki-laki.
- Masing-masing orang harus memiliki batu ceper atau pipih sebesar telapak tangan tetapi harus tebal agar bisa berdiri saat ditegakkan.
- Dalam permainan memiliki tahapan yang banyak. Mulai dari batu yang diletakkan di atas paha, dijepitkan di antara lutut, dijepitkan di antara betis dan paha, disimpan di atas jemari kaki, diletakkan diantara pergelangan kaki, dan dijepitkan diantara ibu jari kaki, dan jari telunjuk kaki.
- Kaki yang digunakan biasanya kaki kanan, jika kidal boleh menggunakan kaki kiri.
Cara bermain
1. Kelompok terdiri atas dua kelompok, kelompok satu dan kelompok dua.
2. Dua kelompok tersebut harus menyepakati siapa yang terlebih dahulu bermain. Jika sudah ditentukan, maka akan ada kelompok yang bermain dan kelompok yang bertugas mengatur batunya tetap berdiri tegak.
3. Tahap awal dimulai. Pada tahap ini para pemain meletakan batu di atas paha, kemudian meloncat melepaskan batunya ke arah lawan atau ke arah batu yang ditegakkan oleh lawannya. Para pemainnya berdiri sejajar dan secara bersama-sama meloncat melemparkan batunya. Jika batu yang ditegakkan tadi berhasil direbahkan maka permainan berhasil. Namun, jika salah satu pemainnya gagal, maka pemain lainnya bisa membantu satu persatu oleh mereka yang berhasil.
4. Tahap kedua menjepit batu ceper atau pipih tersebut di antara lutut. Kemudian meloncat ke arah batu yang disejajarkan dan melepaskan jepitannya. Bila batu yang tegak berhasil ditidurkan atau tumbang, maka berhasil. Tahap ini sama dengan tahap pertama. Hanya berbeda pada peletakan batu pada bagian kaki saja.
5. Tahap ketiga batu disimpan diantara kaki dan jari kaki. Kaki yang diletakkan batu tersebut harus diangkat, seperti berdiri dengan satu kaki. Langkahnya sama seperti sebelumnya. Pemain harus meloncat ke arah batu yang disejajarkan dan harus berhasil menumbangkan batu yang ditegakkan. Jika satu pemain gagal maka boleh dibantu temannya yang lain dalam satu kelompok.
6. Tahap keempat batu diletakkan diluar kaki yaitu pada pergelangan kaki. Kaki kanan atau kaki yang diletakkan batu harus diangkat. Langkahnya sama seperti sebelumnya.
7. Tahap ketujuh batu dijepitkan diantara kedua kaki. Kaki kiri dan kanan. Langkahnya sama seperti sebelumnya.
8. Tahap kedelapan atau tahap akhir adalah batu ceper atau pipih diletakkan diantara ibu jari kaki dan jari telunjuk, kemudian dilemparkan ke arah batu yang ditegakkan oleh lawan. Kaki yang mengapit batu harus diangkat saat akan dilempar ke arah batu lawan.
9. Jika pada tahap tertentu salah satu kelompok tidak berhasil melewatinya maka akan diganti oleh kelompok yang memasang batu tadi. Namun, jika kelompok berhasil melewati semua tahap maka mereka dianggap memenangkan seraka. Lanjut ke tahap kedua atau raka dua mulai kembali dari awal.
Referensi
sunting- pengamatan penulis secara langsung ketika permaina ini dilaksanakan ketika menyongsong tradisi adat Reba.
- permainan ini pernah dimainkan sendiri oleh penulis.
Menangkap kerikil (Dha’o bure)
Pernyataan umum
Permainan ini merupakan permainan yang masih digemari hingga saat ini. Permainan ini masih digemari oleh anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar. Mereka memainkan permainan ini saat istirahat tiba atau sedang kegiatan ekstra. Kegiatan ini melatih kejelian mata dan tangan secara bersamaan.
Aturan permainan
- Permainan ini dimainkan secara individu. Boleh tiga sampai empat orang.
- Masing-masing pemain memilih kerikil sebesar kelereng sebanyak lima biji.
- Tahap-tahap dalam permainan ini dimulai dari satu-sampai lima (esa,zua, telu, wutu, lima), kemudian si'o-sa'o atau membalikkan telapak tangan, la’i koro atau telunjuk mengenai lantai, dan zoko atau sembunyi.
- Masing-masing bermain secara bertahap. Jika salah diganti. Kemudian mengulang lagi pada bagian yang masih salah.
Cara bermain
1. Masing-masing pemain duduk bersila di lantai.
2. Pemain pertama membentangkan kelima kerikilnya.
3. Pertama, ambilah satu kerikil untuk dilempar ke atas udara dengan jarak yang dekat. Ketika satu kerikil melayang di udara, dengan secepat mungkin tangan dan jemari mengambil satu kerikil yang terbentang dan menangkap kembali batu yang melayang tadi. Diselesaikan sampai semua yang dibentangkan selesai diambil. Kerikil yang sudah diambil disimpan pada tempat yang berbeda.
4. Kedua, pemain membentangkan batunya dengan berusaha agar dua kerikil berdekatan. Formasinya 2 2. Satu kumpul terdiri atas 2 kerikil. Pemain kembali mengambil satu kerikil dilemparkan ke udara, sambil kerikil melayang, jemari mengambil dua kerikil sekaligus dan menangkap kerikil yang melayang tersebut. Diambil sebanyak dua kali, karena satu kerikil yang dilayangkan, dua kerikil dalam satu pengambilan, mengulangnya kembali untuk kerikil lainnya. Tahap ini berbeda dengan tahap pertama karena tahap pertama hanya mengambil satu-satu kerikil saja, tahap ini dua biji sekaligus.
5. Ketiga, pemain membentangkan kerikil dengan formasi 3 kerikil yang berdekatan, satu kerikil agak jauh, satu kerikil dilayangkan. Jadi ketika satu kerikil dilayangkan ke udara, jemari mengambil tiga kerikil sekaligus, kemudian disisihkan. Selanjutnya mengambil satu kerikil tersisa sambil tetap fokus mengambil kerikil yang dilayangkan.
6. Keempat, pemain membentangkan kerikil dengan formasi 4 kerikil dalam satu kumpulan. Melayangkan satu kerikil dan mengambil empat kerikil secara bersamaan.
7. Tahap kelima dikenal dengan la’I koro atau mencucukkan jari telunjuk pada lantai sambil tangan tetap menggenggam kelima kerikil. 8. Tahap keenam,pemain akan melanjutkan tahap si’o-sa’o yakni memutar balikkan tangan. Posisi ini dengan menyimpan 5 kerikil di atas punggung tangan dan melayangkan di udara serta mengkapnya kembali dengan telapak tangan. Kelima kerikil tersebut harus ditangkap kembali, jangan tersisa atau terjatuh.
9. Tahap keenam, tahap sembunyi. Tahap ini pemainnya memutarkan kerikil menggunakan tangan kanan di lantai. Kemudian melemparkan beberapa kerikil ke tangan kiri. Pada posisi ini tangan pemain berada di lantai keduanya. Setelah itu pihak lawan menebak berapa kerikil dalam jemari. Jika tebakan benar maka pemain akan mengulangnya pada tahap tersebut, jika salah tebakan lawan, maka permainan tersebut dimenangkan oleh yang bersangkutan.
Referensi
sunting- permainan ini pernah dimainkan oleh penulis zaman sekolah dahulu.
Main kelereng (mae dhara)
Penjelasan singkat
Permainan ini seperti permainan kelereng pada umunya. Namun, kelereng yang digunakan berasal dari biji tumbuhan yang sangat keras dan agak berat berbentuk bulat yang biasa dikenal dengan dhara. Warnanya putih bersih. Permainan ini hampir dimainkan oleh anak-anak maupun orang tua.
Aturan main
1. Pemain biasanya terdiri atas 3 sampai 4 orang.
2. Pemain yang menyepakati garis pembatas agar saat melempar atau mengutik kelereng kakinya tidak melewati garis.
cara bermain
1. Biasanya yang terlebih dahulu mengutik kelerengnya ke depan adalah pemain yang saat dilakukan hoepilang atau suit biasanya kalah.
2. Setelah dikutik ke depan, orang kedua harus berusaha melewati kelereng orang pertama. Maksudnya jaraknya harus lebih dari orang pertama.
3. Orang dengan kelereng urutan teratas dialah orang pertama yang akan mengutikkan kelerengnya kepada lawannya. Jika kelerengnya tidak mengenai kelereng lawan maka bergantian lawanlah yang akan mengutik kelerengnya.
4. Begitu seterusnya sampai beberapa kali kelereng dikutik. Yang paling banyak dikutik dialah yang kalah.
Referensi
sunting- permainan ini pernah dimainkan oleh penulis hanya telah menggunakan kelereng yang dijual bebas di pasaran.
Permainan Engklek (mae juru)
Penjelasan umum
Permainan ini merupakan salah satu permaian yang bisa dimainkan oleh anak-anak, laki-laki atau perempuan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Engklek adalah 1. berjalan dengan satu kaki 2. permainan yag dimainkan oleh sekurang-kurangnya dua orang pemain, dilakukan dengan cara melempar gaco ke dalam kotak-kotak yang diigambar di atas tanah, lalu pemain melompati kotak demi kotak dengan satu kaki. Permainan ini dikenal dengan mae juru. Dalam permainan ini secara tidak langsung mengajarkan pemainnya untuk bisa berhitung yaitu dengan menghitung jumlah kotak yang akan dilempari dengan batu ceper atau gaco. permainan ini juga menguji keseimbangan tubuh karena saat bermain hanya menggunakan satu kaki saja.
Aturan permainan
1. Permainan ini biasanya terdiri dari tiga sampai empat orang.
2. Pemain akan menggambarkan kotak seperti persegi, sebanyak enam kotak sisi kiri tiga kotak sisi kanan tiga kotak.
3. Pada kotak kelima yang dihitung dari sebelah kiri pemain adalah tempat istirahat para pemainnya.
4. Masing-masing pemain menyiapkan gaco biasanya menggunakan pecahan keramik atau batu ceper kecil.
cara bermain
1. Pemain pertama melemparkan gaco pada kotak 1 dari arah kiri kemudian menyepak gaco tadi dengan ujung jari melewati kotak kedua, sementara posisi kaki kiri diangkat atau digantungkan. Pemain terus menyepak gaconya ke kotak ke 3, ke 4 dan 5, barulah satu kaki yang diangkat diturunkan. Kemudian, mengangkat kembali satu kaki menyepak gaco tadi ke kotak keenam.
2. Pemain akan kembali melanjutkan permainan dengan melempar gaco ke kotak kedua. Dia akan melompat melewati kotak pertama, pada kotak kedua pemain akan menyepak kembali gaco dari satu kotak ke kotak yang lain.
3. Pemain akan mengulang hal yang sama sampai semua enam kotak dilewatinya dengan menaruh gaco pada kotak-kotak tertentu yang menandakan dia telah melewati tahap demi tahap sampai pada kotak ke 6.
4. Jika sampai pada kotak ke enam ,pemain dengan santai meloncat dari kotak satu sampai kotak empat dengan satu kaki, beristirahat pada kotak keenam, dan menyepak gaco dari kotak ke 6 keluar.
5. Jika sudah melewati tahap ke enam, pemain akan berbalik arah atau membelakangi kotak yang digambar di atas tanah, kemudian melempar gaco untuk mendapatkan bintang dimana kotak yang dijatuhi batu akan menjadi rumah atau tempat istirahat dari pemainnya. Batu tersebut tidak boleh mengenai kotak kelima yang merupakan kotak untuk istirahat bagi semua pemain.
6. Batu yang disepak tidak boleh keluar kotak atau lurus dengan garis kotak. Jika terjadi maka pemain akan kalah.
Referensi
sunting- permainan ini pernah dimainkan oleh penulis zaman sekolah
- permainan ini masih dimainkan hingga saat ini, namun saat menjelang tradisi Reba Ngada.