Petualangan Alta
Pengantar
suntingPenulis bernama lengkap Praza Gumilang Kembaren, berusia 20 tahun dan sedang menempuh program sarjana di Institut Teknologi Sumatra dalam program studi Sains Atmosfer dan Keplanetan. Berasal dari Langkat, Sumatera Utara.
Premis
suntingAlta dan teman-temannya (Bella dan Hamal) tertarik untuk mengamati gerhana matahari yang akan terjadi di daerahnya, mereka pun melakukan persiapan pengamatan seperti membuat proyeksi lubang jarum dan sebagainya, mereka sempat ragu untuk melihat gerhana dikarenakan cerita dari Pak Sinistra. Mereka meyakinkan diri akhirnya memberanikan diri dan dapat melihat gerhana matahari dengan baik.
Lakon
suntingLokasi
suntingDesa Antarya
Cerita Pendek
suntingHari Pertama Sekolah
suntingPagi itu hujan sangat deras mengguyur Desa Antarya, ayam tidak berkokok dan hawa dingin membuatku tidak ingin melakukan apa-apa selain hanya melanjutkan tidur berbalutkan hangatnya selimut. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki Ibu menuju kamarku.
“Alta, bangun, hari sudah siang!! ” teriak kecil Ibu membangunkanku.
“Ntar terlambat sekolah lho!!” Sambung Ibuku.
“Baik Bu, Alta bangun.” Jawab ku. Aku tersadar hari ini adalah hari pertama sekolah. Jam menunjukkan pukul 06.30, satu jam sebelum kelas dimulai. Aku bergegas merapikan tempat tidur lalu menuju kamar mandi untuk bersiap ke sekolah. Selesai itu aku langsung menuju dapur untuk sarapan dan tak lupa Ibu menyiapkan jas hujan serta bekal untukku. Setelahnya, Aku langsung pamit dengan Ibu.
“Alta berangkat Bu.” Aku bergegas menuju sekolah agar tidak terlambat.
Sesampainya di kelas aku melihat tidak banyak teman yang datang, hanya beberapa teman ditambah Bella dan Hamal, aku menyapa sambil menuju ke arah mereka.
“Hai Bella, Hamal, apa kabar” tanyaku.
“Alhamdulillah baik” jawab Hamal.
“Aku juga baik”, sambung Bella.
Kami pun berbincang mengenai liburan kami masing-masing sembari menunggu Pak Hadar, guru Ilmu Pengetahuan Alam sekaligus salah satu guru favoritku. Berkat beliau juga aku menjadi suka tentang sains. Beliau memiliki gaya mengajar yang unik sekaligus interaktif. Tak lama kami berbincang, Pak Hadar memasuki kelas dan langsung menyapa kami.
“Selamat pagi semua, selamat datang kembali ke sekolah" Sapa Pak Hadar.
"Gimana liburannya ?" Tanya Pak Hadar.
"Seru Pak" jawab kami serentak.
"Baiklah, berarti masih pada semangat buat belajar ya, hari ini kita akan belajar mengenal Tata Surya dan fenomenanya” jelas Pak Hadar.
“Wah pelajaran kesukaanku” gumamku.
Tata surya menyimpan begitu banyak misteri yang belum terungkap, seperti ada apa di Mars, Jupiter dan Saturnus. Setelah membahas beberapa materi mengenai Tata Surya, Pak Hadar mulai membahas pembelajaran mengenai gerhana.
“Baiklah, selanjutnya adalah bahasan tentang fenomena alam gerhana. Gerhana ialah peristiwa alam yang diakibatkan adanya konfigurasi garis lurus Matahari dan sistem Bumi-Bulan. Gerhana dibagi menjadi dua, yakni gerhana Matahari dan gerhana Bulan.” Jelas Pak Hadar
"Saat gerhana Matahari, piringan matahari akan ditutupi oleh bulan, sehingga intensitas sinar matahari yang masuk ke Bumi akan berkurang. Nah, Gerhana Matahari dibagi menjadi gerhana matahari total dan gerhana matahari cincin." Ujar Pak Hadar
"Kemudian ada gerhana bulan, gerhana bulan terjadi jika Bulan melewati bayang-bayang Bumi, gerhana bulan dibagi menjadi gerhana bulan total, parsial dan penumbral, gerhana total akan menyebabkan wajah bulan akan menjadi merah, baik Gerhana Bulan atau Matahari keduanya merupakan fenomena alam yang langka, sehingga fenomena ini sangat dinanti kehadirannya" Tambah Pak Hadar
“Oh iya, tahu ngga kalau akan ada peristiwa gerhana matahari total, gerhananya bisa kita lihat dari desa kita, jadi akan ada malam di waktu siang.” Jelas Pak Hadar.
Aku heran dan kebingungan, “Bagaimana mungkin ada malam di waktu siang, kan sinar Matahari terang banget di waktu siang, kalau matahari ketutup awan karena berawan juga ngga begitu gelap” pikirku. Kemudian aku bertanya,
“Pak, Alta mau tanya, maksudnya akan ada malam di waktu siang apa ya Pak?”, tanyaku.
“Jadi ketika seluruh piringan matahari tertutup oleh bulan, cahaya matahari yang masuk akan menurun drastis, sehingga langit akan gelap dan seolah-olah seperti waktu malam” Jawab Pak Hadar.
“Oh iya ada satu hal yang harus kalian ingat, jangan sekali-kali melihat gerhana matahari tanpa alat bantu ya, karena hal tersebut sangat berbahaya. Kalian bisa menggunakan kacamata gerhana atau membuat proyeksi lubang jarum" tambah Pak Hadar.
"Baiklah, demikian penyampaian materi dari saya, sampai jumpa pekan depan ya!" Tutup Pak Hadar.
Pelajaran hari ini benar benar menarik, sekaligus membuat penasaran dengan penjelasan Pak Hadar “akan ada malam di waktu siang,” kalimat itu membuatku semakin tidak sabar untuk mengamati gerhana.
Seusai kelas, aku dipanggil Bella dan Hamal.
“Kamu tertarik ngga mengamati gerhana, kami merencanakan pengamatan gerhana, kayanya seru tuh, ngga sabarrr!” Tanya Bella.
“Yuk, aku juga" jawabku penuh antusias.
“Oke, kalau gitu ntar sore kita kumpul di tempat biasa ya, biar aku bawa perlengkapan buat proyektor nya” Jelas Hamal.
RumPan
suntingSorenya, kami bertemu di RumPan (Rumah Impian : tempat kami biasa bermain, berkumpul dan belajar). Aku melihat Hamal sudah menunggu kami.
"Wah cepat banget Hamal" ujar Bella
"Iya nih" sambung ku
“Jadi kita mau buat apa untuk pengamatan gerhana nanti?” Tanya ku.
“Tadi Pak Hadar bilang kalau kita bisa membuat proyeksi lubang jarum” Jawab Hamal.
"Sekalian aku udah bawa alat dan bahannya nih" Sambung Hamal.
"Wah, keren-keren" ujar ku.
"Oh iya, tadi aku cerita sama ayah kalau akan ada gerhana sama tentang pengamatan kita, terus ayahku beliin kita kacamata gerhana dari temannya." Bella memberitahu.
"Wah, bagus dong, jadi lebih aman dan mudah" Jawab Hamal.
"Yaudah kita mulai aja bikin alatnya, aku sama Bella buat proyeksi lubang jarumnya ya." Sahut ku
“Oke” jawab Hamal. Kami pun memulai membuat proyeksi lubang jarum, disaat kami membuatnya Hamal kembali mencari informasi tentang gerhana.
“Oh iya, tadi aku sempat baca kalau Gerhana besok akan dimulai pukul 08.08, puncak gerhananya pukul 10.44 dan berakhir pukul 12.16, berarti kita harus pagi-pagi banget bangun.” Jelas Hamal
“Oh iya rencananya kita mau ngamat dimana?” Tanya Bella
"Kalau menurut aku di bukit belakang desa aja , kan medan pandangnya lebih luas" Jawab ku.
"Iya setuju" tambah Hamal
"Oke berarti besok kita kesana ya." Sahut ku
Tak terasa hari mau gelap, kami telah menyelesaikan proyeksi lubang jarum kami.
“Yaudah kita beres-beres yuk, hari sudah mulai gelap“ ujarku.
“Biar proyeksi lubang jarumnya aku aja yang bawa, aku jamin aman deh” Jelas Bella
“Oke” jawab Hamal.
Saat kami bersiap untuk balik, tiba tiba Pak Sinistra menyapa kami.
"Wah kok masih pada disini, kan udah mau gelap" Tanya Pak Sinistra
"Hehe, iya Pak, baru selesai buat alat" Jawab Bella
"Emang lagi pada buat apa?" Tanya Pak Sinistra
"Proyeksi lubang jarum pak, untuk melihat gerhana matahari" Jawab ku
"Kalian mau melihat gerhana?" Tanya Pak Sinistra dengan nada keheranan
"Iya Pak" jawab kami
Pak Sinistra duduk diantara kami sembari menceritakan suatu hal
"Kalian yakin mau melihat gerhana?" Pak Sinistra kembali bertanya
"Mmm, iya Pak" jawab kami ragu-ragu.
"Kalau Alta boleh tau kenapa ya Pak?"
"Jadi dulu di desa ini pernah terjadi gerhana, waktu itu bapak masih seumur kalian, banyak warga desa yang takut akan datangnya gerhana, karena warga percaya kalau gerhana menimbulkan bencana. Terus masyarakat desa biasanya akan membuat bunyi bunyian, menutup pintu, ventilasi dan mengurung diri mereka" Pak Sinistra bercerita kepada kami.
"Dulu bapak juga pengen liat gerhana, tapi dilarang," sambung Pak Sinistra.
"Emang kenapa pak" tanyaku.
"Ya mereka percaya kalau melihat gerhana itu menyebabkan kebutaan", jawab Pak Sinistra
“Wah begitu ya Pak”, ternyata apa yang disampaikan Pak Sinistra berbeda jauh dengan Pak Hadar, "kekaguman" akan fenomena gerhana berubah menjadi "kengerian". Setelah bercerita Pak Sinistra pamit pulang melanjutkan perjalanan.
"Bapak duluan ya" ujar pak Sinistra.
"Baik Pak, kami juga mau pulang" sahut kami.
Rintik kecil mengiringi kepulangan kami. Kami masih membahas tentang apa yang diceritakan oleh Pak Sinistra, dipenuhi dengan rasa ragu akan gerhana sampai sampai aku mengurungkan niat buat melihat gerhana. Sepanjang perjalanan kami memikirkan cerita dari Pak Sinistra.
“Hmm, dipikir-pikir benar juga kata Pak Sinistra, kayanya emang bahaya ya kalau ngamat gerhana” ujar Bella
“Aku sempat ragu dengan cerita pak Sinistra, tapi menurut buku yang sudah ku baca melihat gerhana itu tidak berbahaya kok, asalkan kita menggunakan alat pengaman seperti kacamata gerhana, jadi harusnya sih kita bisa melanjutkan rencana kita, toh juga udah setengah jalan, kan ?” jelas Hamal untuk meyakinkan aku dan Bella.
Awalnya aku enggan untuk melanjutkan pengamatan gerhana kami dikarenakan cerita dari Pak Sinistra, namun benar juga kata Hamal, kami sudah setengah jalan untuk persiapan pengamatan gerhana, ditambah dengan rasa penasaran ku yang masih kuat akan gerhana dan juga kata-kata Pak Hadar. Aku kembali meyakinkan diri untuk melanjutkan pengamatan gerhana kami, aku tidak mau kalah dengan Hamal yang bersemangat ingin melihat gerhana.
“Oke kalau gitu, kita berkumpul di bukit belakang desa besok, sekaligus memutuskan langkah kita selanjutnya. Sampai jumpa besok yaaa..” kata ku sembari pamit dan berpisah jalan dengan Hamal dan Bella.
“Iyaa, sampai jumpa besok yaa” sahut Bella dan Hamal.
Hari Pengamatan
suntingAlarm ku berbunyi, jam menunjukkan pukul 6.15, aku melihat pengingat kalau hari ini adalah hari gerhana. Aku segera bangkit dari tidur dan melihat cuaca diluar.
"Wah langitnya cerah" Gumam ku. Akhir akhir ini desaku diguyur hujan, aku melihat prakiraan cuaca untuk memastikan cuaca hari ini cerah.
"Wah syukur hari ini kemungkinan besar cuaca cerah, aku bersiap siap untuk menemui Hamal dan Bella.
Kami bertemu di bukit belakang desa
"Hai selamat pagi, siap untuk melihat gerhana?" Tanyaku
"Siap!!!" Jawab Bella dan Hamal
Mentari pagi dengan anggunnya muncul di cakrawala, burung-burung bernyanyi, embun embun pagi masih di peristirahatannya, kabut tipis menyelimuti desaku. Gerhana baru akan dimulai pukul 08:08.
Oke sekarang kita siapin alatnya, proyeksi lubang jarum, dan kacamata gerhana. "Kira-kira dimana tempat yang cocok nih" Tanya Bella
"Kayanya di bawah pohon itu oke deh, kan matahari nya masih rendah" Jawab Hamal.
Kamipun menyiapkan alat serta perlengkapan pengamatan, kursi portabel juga tak lupa aku bawa, sedikit bekal dan camilan juga.
"Oke alat-alat nya sudah siap" Ujar Bella
Waktu menunjukkan pukul 08.10, artinya gerhana sudah dimulai 2 menit yang lalu, dengan proyeksi lubang jarum yang kami buat aku mencoba melihat matahari sejenak untuk memastikan gerhana telah dimulai.
“Wah matahari nya mulai tercuil” ujar ku.
“Iya!” Sambung Bella.
“Masih ada waktu dua jam sebelum totalitas, yuk makan dulu, aku bawa camilan nih” Sambung Hamal
“Yuk, aku juga bawa camilan” ujar ku
“Aku juga” Bella menimpali.
Sembari mengamati gerhana, kamipun memakan camilan, sesekali kami melihat bayangan matahari di proyektor kami. Kami bercengkrama setidaknya selama satu jam sebelum Hamal mengingatkan bahwa gerhana udah mencapai 50%.
“Alta, Bella, gerhananya udah 50%”. Benar saja, kami melihat matahari seperti sabit bulan, piringan matahari kini telah ditutupi oleh setengah wajah bulan. Kami mengenakan kacamata gerhana dan melihat ke arah matahari, terlihat jelas perubahan saat awal pengamatan dengan kondisi sekarang.
“Wah, jelas ya gerhananya, jadi matahari sabit”
“Iya bener”
Dari catatan yang Hamal buat, ada waktu 30 menit sebelum totalitas dimulai, kami menyaksikan bayang-bayang pepohonan mulai berubah menjadi bentuk sabit.
“Liat deh bayang-bayang sekitar, bentuknya sabit juga kan” ujarku
“Iya, prinsip terbentuknya sama kaya proyektor kita” jawab Hamal
“Bener” sahut ku.
Kamipun terus mengamati gerhana sambil membahas pelajaran tata surya yang disampaikan Pak Hadar. Ketertutupan gerhana sudah mencapai 90%, langit mulai gelap, suasana yang belum pernah aku rasakan, suhu perlahan menurun, bayang-bayang gerhana mulai hilang.
“Sekarang ada 10 menit sebelum totalitas, liat deh” Jelas Hamal.
Satu persatu misteri tentang gerhana mulai terungkap, kami menyaksikan gerhana tanpa ingin terlewat sedikitpun, sinar matahari kian meredup.
"Ini 1 menit sebelum totalitas, yuk kita hitung" ujar ku
Kami menghitung hingga detik-detik totalitas hingga
"Lima, empat, tiga, dua, satu."
Totalitas pun terjadi
Kami melepas kacamata gerhana, kami terdiam, tidak ada kata-kata yang keluar dari kami, matahari kini diganti oleh sang bulan. Kami melihat sekeliling, merasakan aura yang tak pernah terasakan sebelumnya, bayang-bayang gerhana hilang, hawa dingin ditambah keheningan begitu terasa.
“Keren banget” gumamku.
Perlahan kami melihat bintang-bintang mulai bermunculan. Hewan-hewan di sekeliling kami bertingkah aneh, burung-burung menjadi diam.
"Ternyata bener ya apa yang dikatakan Pak Hadar, langitnya seperti malam" ujar Bella.
"Iya" sahutku
Kami pun menghitung bintang yang tampak di langit, sambil tak henti-hentinya merasakan kekaguman dan takjub akan fenomena gerhana ini.
"Oh iya, karena totalitasnya tinggal 1 menit lagi, lebih baik kita pakai kembali kacamata gerhananya" ujar Hamal.
"Oke" sahut aku dan Bella.
Kamipun mengenakan kembali kacamata gerhana, sambil menunggu akhir totalitas.
Tiba-tiba, cahaya terang nan silau terpancar, menandakan mentari kembali menguasai langit, bulan menyudahi perjumpaannya dengan matahari, kini suasana kembali seperti biasanya, rasa kagum kini berganti rasa sedih.
"Oke gerhana sudah selesai" ujar Hamal.
"Yah, sedih jadinya deh" sahut Bella.
"Iya bener, tapi bersyukur bisa melihat fenomena langka ini." Sambung ku.
Gerhana kini telah berakhir, menurut informasi yang Hamal dapat, gerhana matahari baru akan terjadi sekitar 67 tahun lagi, Setidaknya kami sudah mengamati gerhana dan membuktikan kalau akan ada malam di waktu siang seperti yang sudah dijelaskan Pak Hadar.
---TAMAT---