Romawi Kuno/Sejarah/Dinasti Julius-Claudius
Semua orang lelah dengan pertempuran dan pertikaian. Dan orang-orang takut terhadap Octavianus. Jadi ketika Octavianus terus berkuasa seolah-olah dia adalah raja, tidak ada yang berani melakukan protes. Dia menyuruh rakyat memanggilnya dengan sebutan Augustus ("Yang Baik") dan bukan Octavianus. Augustus sama seperti pamannya, Julius Caesar, yang juga ingin menguasai Romawi, tapi Augustus lebih pintar dalam meraih keinginannya.
Augustus tidak menyebut dirinya sebagai diktator, melainkan Warga Negara Pertama. Dia tidak membubarkan Senat; dia memaksa Senat melaksanakan keinginannya. Dia membuat dirinya berhak memilih Tribunus, sehingga dia dapat memveto keputusan Senat yang tidak dia sukai. Rakyat tahu bahwa Augustus sedang berusaha mengambil alih kekuasaan Senat, namun karena saat itu terjadi masa damai dan Augustus tidak menyatakan secara langsung bahwa dia sedang merebut kekuasaan, akhirnya orang-orang menerimanya saja.
Augustus hidup cukup lama, yaitu hingga tahun 14 M. Ketika dia meninggal, hampir tidak ada orang yang dapat mengingat masa-masa sebelum dia berkuasa, atau yang mereka ingat adalah pertikaian dan pertumpahan darah. Menantunya, Tiberius, meneruskan sebagai Warga Negara Pertama (mereka memiliki kekuasaan layaknya seorang kaisar namun mereka tidak menyebut diri mereka begitu). Tiberius bukanlah penguasa yang baik, dia menghabiskan banyak waktunya untuk berenang dan berpesta. Dia menyuruh para asistennya untuk melakukan tugasnya. Namun rakyat merasa bahwa itu lebih baik daripada perang saudara.
Tiberius meninggal pada tahun 37 M, dan Gaius, putra dari keponakannya, yang sering disebut Caligula, meneruskan tahtanya. Awalnya Caligula memerintah dengan tidak terlalu buruk, tapi nampaknya dia menderita penyakit mental. Setelah beberapa waktu dia mulai melakukan hal-hal tak wajar seperti berusaha menjadikan kudanya Senator, dan berusaha menikahi saudarinya sendiri. Pada tahun 41 M rakyat merasa bahwa dia sudah sangat keterlaluan sehingga akhirnya para pengawalnya membunuhnya.
Setelah Caligula dibunuh, pamannya Claudius menjadi penguasa. Dia memerintah dengan baik. Pada masa kekuasaannya, Romawi berhasil menaklukan Britania dan menjadikannya provinsi Romawi. Namun istrinya, Agripinnya, meracuninya dengan jamur beracun hingga Cladius meninggal.
Pada tahun 54 M, putra tiri Cladius, Nero, naik tahta. Nero baru berusia 16 tahun, dan ibunya Agrippina benar-benar memanfaatkan dirinya untuk mengendalikan Romawi, karena perempuan tidak berhak menjadi Tribunus atau Senator. Nero dikendalikan hingga pertengahan usia 20 tahun. Ketika itu dia merasa bahwa dia lebih baik berkuasa sendiri. Dia pun membunuh ibunya.
Nero terkenal karena pada masa pemerintahannya terjadi Kebakaran Besar di Roma pada tahun 64 M. Rakyat menyalahkannya atas peristiwa itu sehingga dia butuh kambing hitam. Dia kemudian menuduh kaum Kristen sebagai pelaku pembakaran dan menghukum mati mereka. Santo Petrus dan Santo Paulus adalah sebagian korbannya.
Setelah membunuh Agrippina, Nero menjadi tidak disukai oleh Senat, dan pada tahun 68 M gubernur Suriah, Galba, memberontak melawannya dan membawa pasukan ke Roma. Ketika sadar bahwa dia sudah kalah, Nero pun bunuh diri. Dia adalah penguasa terakhir dari keluarga Julius Caesar dan Augustus.