• Ari
  • Rahmat
  • Ibu
  • Ayah
  • Bayu

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Isi Cerita Pendek Anak

sunting

Berbeda dengan hari sebelumnya, kali ini Ari harus bangun lebih awal. Memulai rutinitasnya kembali setelah libur panjang sekolah. Memasuki semester baru, Ari merasa gembira dapat bertemu kembali dengan teman-temannya.

"Ari, mari sarapan dulu, nak". Panggil sang Ibu dari meja makan.

"Baik Bu, sebentar lagi ya. Ari sedang menyiapkan peralatan sekolah". Jawab Ari dari dalam kamar

"Iya, nak. Jangan sampai ada yang tertinggal, ya".

Setelah menikmati sarapan pagi, Ari bersama Ayahnya berangkat menuju sekolah. Hari ini pertama kalinya ia memasuki SMP dan menginjakkan kaki di kelas VII. Ari memilih untuk duduk di bangku kedua dari depan. Beberapa murid mulai terlihat memasuki ruang kelas, sembari saling menyapa. Ada yang saling kenal karena teman semasa SD, ada pula anak-anak baru di dalam kelasnya.

"Ari, kamu liburan kemana aja?". Sapa Rahman sekaligus sahabat Ari, yang ternyata mereka ditakdirkan kembali untuk sekelas.

"Aku pergi liburan ke rumah nenek, ada danau besar lo di dekat rumahnya".

"Wah, seru dong. Kamu berenang? Yaah, aku liburan kali ini cuma di rumah saja". Jawab Rahmat sedikit lesu.

"Oh, ayolah. Liburan tidak harus pergi jalan-jalan, kupikir bersantai di rumah tidak terlalu buruk bukan? hehe". Jawab Ari sembari menenangkan sahabatnya agar  tidak terlalu sedih.

"Yah, kurasa begitu. Ayahku membelikan mainan baru lo, lato-lato. Aku sangat handal memainkannya haha".

"Tak perlu diragukan lagi kurasa, haha". Mereka terlihat tertawa bersama.

"Eh, coba lihat ke belakang deh. Cepetan, itu lo". Pungkas Rahmat sambil menepuk pundak Ari.

Ari memalingkan tubuhnya ke belakang, terlihat beberapa siswa mengejek salah satu murid yang memakai seragam putih dengan warna yang terlihat sedikit kusam. Sepertinya, itu baju semasa SD yang dikenakannya sekarang. Wajah anak itu tertunduk menahan tangis, Ari dapat melihatnya dengan jelas dari bangkunya.

"Wah, mereka kurang kerjaan sekali kurasa". sahut Rahman ketika melihat tingkah anak-anak iseng itu.

"Bukankah seharusnya kita merelainya?". Ari menimbali sautan Rahman dengan pertanyaan.

"Gak usah ikut campur, mending kita diam aja".

"Aku nggak bisa deh, kalau cuma diam doang man. Lu, beneran gak mau nolongin? Ini gak lucu loh, itu anak sampe mau nangis".

"Yaudah deh, ayok." tungkas Rahman sembari berdiri.

Ari siap berdiri sebelum tiba-tiba kelas mendadak hening, ketika seorang perempuan memasuki ruang kelas yang anak-anak yakini adalah guru mereka. Kelas dimulai, semua berjalan dengan kondusif, anak-anak memperkenalkan diri mereka masing-masing. Namun, Ari masih merasa khawatir dengan anak laki-laki tersebut, ia baru saja mengetahui namanya ketika sesi perkenalan berlangsung, Bayu panggilannya. Hari ini mereka pulang lebih awal sebelum jam istirahat.


- -


"Ari, kesini sebentar. Ibu mau tanya". Panggil sang Ibu yang kini berada di kamar Ari.

Ari terlihat kaget ketika menemui Ibunya sedang duduk sambil memegang tas sekolahnya. Ari berdiri di depan pintu dengan gugup, terlihat jari-jari kakinya bergoyang bertautan. Ibu Ari terlihat menghela nafas, sebelum berbicara. Iya yakin anaknya ini menyembunyikan sesuatu, karena terlihat gugup.

"Baju Ari kenapa ada di dalam tas? Memang ada kegiatan apa sampai harus bawa baju cadangan?"

"Ibu seharusnya jangan buka-buka tas Ari". Elak Ari ketika menjawab pertanyaan sang Ibu.

"Ibukan cuma mengecek perlengkapan sekolahmu Ari, memang apa yang dipermasalahkan disini? Ibu nggak ngapa-ngapain Lo".

"It…ituu, besok ada kegiatan. Jadi disuruh bawa dua baju".

"Yaudah, kalau ada kegiatan di sekolah. Gitu kan enak Ari bilang ke Ibu".

Mendengar jawaban sang Ibu, Ari semakin merasa bersalah telah berbohong kepada Ibunya. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara.

"Maaf, Ari sebenarnya nggak ada kegiatan apa-apa. Ari cuma mau ngasih baju Ari ke teman Ari di kelas. Dia diejek terus, gara-gara bajunya jelek sendiri di kelas. Nggak kayak anak-anak lain bajunya baru semua".

Ibu Ari terdiam sebentar setelah mendengar jawaban anaknya. Ia memandang wajah Ari, sebelum kemudian berbicara.

"Sini-sini duduk sebelah Ibu", jawab Ibu Ari sembari menepuk-nepuk kasur tepat di sebelahnya.

Ari melangkah maju, lalu duduk disamping sang Ibu. Ia masih tertunduk, menunggu Ibunya berbicara.

"Ari anak pintar, Ibu bangga sama kamu yang peduli dengan teman-teman Ari. Tapi, Ari harusnya bilang Ibu dulu, kalau Ibu nggak tau terus cari-cari baju Ari gimana? Kalau Ari jujur dan terus terang sama Ibu kan enak".

"Iya Bu, Ari minta maaf". Jawab Ari dengan nada menyesal.

Ibu Ari memeluk anaknya, lalu mengelus-elus pelan pundak sang anak.

"Besok bawa aja temen Ari ke rumah, nanti kita beli baju baru saja untuk teman Ari, gimana?".

"Beneran Bu? Wah, terima kasih Bu" Ari menjawab dengan antusias.

"Nanti Ibu bilang ke Ayah, ya. Yaudah, lain kali kalau ada apa-apa Ari cerita sama Ibu, jangan bohong kayak tadi". Jawab Ibu Ari sembari tersenyum.

"Siap Captain!", Jawab Ari sembari mengangkat tangannya hormat.

Sang Ibu memandang anaknya sambil tertawa, Ari pun ikut tertawa bahagia.

"Eh, tapi Rahman harus ikut ya Bu hehe". Timpal Ari.

"Iyaa, ya boleh. Kamu itu nggak pernah lupa sama Rahman ya". Jawab sang ibu sembari tertawa mengingat anaknya ini sangat menempel dengan sahabatnya itu.

Semenjak itu, Bayu tak pernah lagi diejek oleh anak-anak yang lain dan mereka bertiga menjadi sahabat. Ari, Rahman dan Bayu menjadi sahabat baik di sekolah.