Sejarah Internet Indonesia/IT untuk Demokrasi Pemilu 2004
Perjoeangan IT untuk Demokrasi Indonesia Pemilu 2004
sunting“Abaikan saja segala sorotan dan suara-suara sumbang yang menyoroti kerja kita semua. Pada saat rekan-rekan operator bekerja 24 jam, mereka asyik di rumah masing-masing. Pada saat rekan-rekan supervisor dan simpul dimaki dan dicaci oleh parpol, mereka asyik bercanda gurau dengan keluarga masing-masing. Pada saat rekan-rekan teknis berjibaku dengan komputer yang macet dan koneksi yang ruwet, mereka asyik menonton televisi sambil berkomentar. Mari kita laksanakan amanah yang telah diberikan kepada kita, mari kita buktikan bahwa SMK tidak dapat dipandang sebelah mata. Untuk seluruh rekan, jadikan setiap kritikan "yang membangun" sebagai sebuah pelajaran untuk bekerja lebih baik. Ini adalah momen pendidikan yang amat langka bagi kita semua.” Demikian Khalid Mustafa (khalid@bpgupg.go.id) dari LPMP Sulawesi Selatan yang termonitor di mailing list dikmenjur@yahoogroups.com pada hari Sabtu 10 April 2004 pukul 18:36.
Khalid seorang anak muda berusia 27 tahun-an guru SMK di Makassar merupakan salah satu dari 17.000 operator IT pemilu 2004 yang bekerja “rodi” untuk mensukseskan pemilu 2004. Minggu 11 April 2004, Khalid harus berkeliling ke semua kecamatan di bawah tanggung jawabnya.
Berbagai pemasalahan IT Pemilu antara lain di sebabkan (1) kurangnya sosialisasi KPU ke KPUD, KPUD ke PPK, PPK ke TPS, TPS ke KPPS tentang bagaimana KPPS mengisi form C1-IT. (2) Kelambatan pengisian form C1-IT. (3) terlalu banyak tugas PPK, akhirnya terlalu lelah untuk melakukan koreksi data. (4) pihak PPK tidak tahu sama sekali program situng. Demikian di kemukakan oleh Muhamad Kasmadi (muhkasmadi@yahoo.com) pada hari Jumat, 9 April 2004 di Internet. Jelas delay perhitungan suara terjadi karena proses perhitungan manual dari TPS ke kecamatan.
Kasmadi adalah salah seorang koordinator subsimpul IT Pemilu 2004 yang merupakan guru SMK di Solo dan aktivis jaringan informasi sekolah (JIS) yang mengkaitkan beberapa sekolah di kotanya.
Gila-nya ke 17.000 pejoeang IT ini hanya di beri honor sekedarnya untuk bekerja siang malam dalam shift 24 jam. Pengorbanan yang luar biasa bahkan sampai menggugurkan kandungan seorang ibu sukarelawan IT. Jelas, bukannya kebocoran yang terjadi di lapangan akan tetapi para pejoeang ini justru memberikan sumbangan tenaga, pikirannya bagi kesuksesan pemilu 2004, intangible yang tidak terbayarkan oleh APBN negeri ini di lengkapi hinaan, hujatan dari parpol. Tanpa ucapan terima kasih, demikiankah profil para pemimpin partai & politik Indonesia? Tidak tahu terima kasih? Memalukan.
Kunci dari kekuatan IT Indonesia menuju demokrasi di bentuk oleh mahasiswa, guru SMK maupun siswa SMK. Apa artinya? Investasi sejak tahun 2000 yang dilakukan oleh DR. Gatot HP direktur sekolah menengah kejuruan di DIKNAS dengan program revolving fund-nya untuk menyambungkan ribuan SMK di Indonesia ke Internet membuahkan hasil yang spektakuler pada hari ini. Padahal dilakukan di sela-sela sweeping 2.4 GHz yang dilakukan oleh POSTEL terhadap beberapa sekolah / universitas.
Terlepas masalah sweeping 2.4 GHz & 5.8 GHz yang memalukan oleh POSTEL, dengan memfokuskan semua sumberdaya Indonesia untuk meng-IT-kan dunia pendidikan Indonesia yang berjumlah lebih dari 50.000 sekolah di seluruh Indonesia, bukan mustahil akan menjadi sumberdaya yang bukan main untuk kemajuan Indonesia maupun pemilu 2009.
Pernahkan kita membayangkan mengkaitkan 4400 kecamatan yang tidak jelas lokasinya dimana? Kontak person-nya dimana? Tentunya kita akan berasumasi bahwa data tersebut ada di DEPDAGRI atau BPS, kenyataannya semua data di DEPDAGRI bersifat parsial dan sangat terdistribusi tidak terpusat. Akhirnya untuk pengambilan keputusan di KPU, data yang ada di DEPDAGRI menjadi percuma. Butuh waktu dua (2) bulan bagi IT KPU untuk melacak, dan di kumpulkan di server data center KPU secara terpusat.
Setelah berjuang selama satu tahun dan selesai bulan Maret 2004, pada akhirnya IT KPU memiliki data data 147 juta pemilih secara terpusat di data center KPU dilengkapi dengan 10 parameter (variable) per pemilih, termasuk sebetulnya data dari 217 juta rakyat Indonesia. Secara tidak kita sadari IT KPU telah merangkap fungsi dari SIMDAGRI maupun BPS dan dikerjakan dalam waktu yang sangat singkat. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi SIMDAGRI yang sudah mengeluarkan dana ratusan milyar.
Dengan data kecamatan yang ada maka pengiriman komputer dapat dilakukan. Rata-rata dua (2) buah komputer untuk kecamatan di Jawa, dan satu (1) buah komputer untuk di luar jawa. Bukan mustahil modal komputer ini dapat digunakan untuk e-government yang berbasis di tingkat kecamatan untuk di komandani oleh DEPDAGRI.
Komunikasi data dari tingkat kecamatan ke KPU juga ternyata membuat pusing kepala karena ternyata hanya 2578 kecamatan yang dapat dilayani oleh Virtual Private Network (VPN) dari Telkom. Sedang 1850 kecamatan harus menggunakan telepon satelit byru yang di berikan oleh Pacific Satelit Nusantara (PSN). Apa artinya? Ternyata PT. Telekomunikasi Indonesia yang secara de-facto memonopoli dunia telekomunikasi di Indonesia selama puluhan tahun hanya mampu menyambungkan 60% dari kecamatan di Indonesia ke Internet. Pertanyaannya, POSTEL, Telkom & Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) anda kemana saja? Apa hasilnya untuk meningkatkan penetrasi telepon & internet di tingkat kecamatan? Program Universal Service Obligation (USO) tampaknya salah strategi, agak aneh kalau IT KPU harus merangkap fungsi POSTEL.
Yang paling menghambat akses publik pada www.kpu.go.id adalah pengencangan ikat pinggang yang dilakukan oleh Telkom mengacu kontrak terhadap kecepatan Internet KPU menjadi hanya 1Mbps. Sialnya, kontrak kecepatan 1Mbps PT. Telekomunikasi Indonesia berpatokan pada harga komersial biasa dan bukan harga pemerintah. Memalukan memang jika kita memperhatikan kelakuan Telkom serigala berbulu domba yang tidak mempunyai sense urgensi kepentingan nasional.
Bangsa ini cukup beruntung mempunyai pejoang-pejoeang dari APJII, PSN, Kabelvision yang dalam waktu 24 jam akhirnya dapat meningkatkan bandwidth www.kpu.go.id ke Indonesia Internet Exchange (IIX) menjadi 100Mbps secara gratis! Terima kasih Heru Nugroho cs. anda semua memang patut memperoleh tanda jasa.
Yang cukup seru adalah penolakan partai terhadap hasil perhitungan IT KPU. Padahal data sampai tingkat TPS ada di IT KPU dan dapat di akses melalui Internet di http://www.kpu.go.id. Koreksi data dan cross check dari partai dapat dilakukan sampai tingkat TPS terhadap data di KPU.
Komentar pengamat IT, seperti Roy Suryo, yang kadang mengatas namakan komunitas IT seringkali membuat salah arah informasi. Padahal beberapa rekan mengatakan bahwa grand design awal dari IT KPU lebih dari 2 Trilyun untuk mengkaitkan 360 kabupaten di submit oleh beberapa pakar IT. Tampaknya grand design tersebut terlalu berlebihan sehingga akhirnya di gunakan lah para pejoeang IT oleh KPU yang berjibaku dengan dana hanya sekitar Rp. 152 Milyard mengkaitkan 4400 kecamatan.
Sialnya, para pakar & pengamat IT ini malah mengklaim bahwa test IT KPU hanya 8% yang berjalan. Belum lagi klaim akan gangguan virus dan hacker. Padahal kita semua tahu dan dapat dilihat dengan jelas di http://www.kpu.go.id bahwa H+5 sudah ada 69 juta suara yang masuk dari 300.000 TPS dari total 585.000 TPS. Jadi siapa yang asbun?
Sebagai akhir kata, pejoeang Khalid Mustafa berkata pada tanggal 10 April 2004 di Internet, “Untuk seluruh rekan, yang selama beberapa hari ini terus menerus bertarung melawan waktu dalam entri data, saya cuman mengucapkan selamat bertugas. Apabila ada yang mengkritik, tolong diberikan solusi yang tepat, jangan cuma asal bunyi. Buktikan bahwa kritikan yang diberikan adalah kritik yang membangun, dan mari sama-sama memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.”
Merdeka!!