Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 27

BAB XXVII.

EARL OF BEACONSFIELD

Kristen dan Yahudi—Karakter Disraeli—Unsur-unsur Yahudi—Alroy—Tancred—Pertahanan hak Yahudi—Kebijakan Timur.

Perpaduan paling asli dari warga Inggris dan Yahudi adalah Benjamin Disraeli (1804‒1887), Earl of Beaconsfield (1876), yang para Zionis dapat klaim sebagai salah satu perwakilan terbesar dari pergerakan mereka. Apakah Lord Beaconsfield seorang Kristen atau seorang Yahudi? Bagi Yahudi, pertanyaan tersebut secara selaras dijawab oleh insting simpati. Lord Beaconsfield merasa para anggota rasnya sebagai Yahudi yang dirasakan pada rekan-rekan Yahudi-nya. Itu adalah pengujian, Lord Beaconsfield menganggap dirinya Yahudi baik dalam penghormatan tersebut. Namun, dalam persoalan agama, Lord Beaconsfield adalah penganut Kristen—dan seorang Zionis.

Ia berdarah Yahudi murni, dan merupakan putra sulung dari pasangan Isaac D’Israeli (1766‒1848), penulis The Curiosities of Literature (1791), The Genius of Judaism (1833), dll., dan istrinya Miriam (Maria), putri dari Naphtali (d. 1808) de Solomon Basevi asal Verona, Italia. Ia lahir di London pada Jumat, 21 Desember, 1804, dan diinisiasikan dalam perjanjian Abrahamik pada Jumat berikutnya, 26 Tebet 5565, oleh David Abarbanel Lindo (1772‒1852). Isaac D’Israeli mengakhiri hubungannya dengan sinagoge Bevis Marks pada Maret 1817. pada 31 Juli berikutnya, pada penyelidikan yang dikatakan Samuel Rogers (1763‒1855), bankir, penyair, dan kelak Perdana Menteri dibaptis di gereja paroki St. Andreas, Holborn. Dalam tindakan publiknya dan pengumumannya, ia menganggap tanpa bantahan bahwa seorang warga Inggris, yang lahir sebagai Yahudi, dapat sepenuhnya menjadi warga Inggris sebagaimana keturunan Saxon, Norman, atau Dane tinggal di kepulauan tersebut, dan berbagi kehangatan sentimen umum patriotisme yang menyatukan warga Inggris terhadap takhta kuno dan lembaga mereka.

Disraeli adalah monumen hidup kebesaran ras Yahudi, dari kemampuannya menciptakan orang-orang setara dalam keadaan mental terlunak di kalangan umat manusia. Apa yang ia pikir keturunannya dan kepercayaan adopsinya masing-masing dikumpulkan dari firman terkenal dalam salah satu tulisan awalnya: “Kristen adalah Yahudi untuk banyak orang,” sebuah kalimat yang mempersaudarakan ras setara dengan pernyataan: “Engkaulah garam dunia.” Penekanan dan ketunjolan diketahui tak terkalahkan dan menghasilkan kesuksesan luar biasa semacam itu khususnya pada Yahudi. Pengakuan paling tinggi dengan Yahudi selaras dengan pembongkaran fakta bahwa tak ada Yahudi yang diperlakukan lebih berbeda ketimbang keputusan tak terelakkan tersebut. Ini adalah warisan yang diberikan kepada mereka oleh leluhur mereka. Dengan banyak pengalaman ras berbeda terpencar di setiap penjuru dunia, tanpa rumah selama nyaris dua puluh abad, berpindah dari negara ke negara, memegang nyawa mereka di tangan mereka, dan terikat pada setiap kedaruratan, tidaklah aneh bahwa Yahudi menyimpan sumber daya besar.

Keluarga Disraeli diusir akibat penindasan Inkuisisi Spanyol, pada abad kelima belas, dan mendapatkan suaka di Italia. Dua setengah abad kemudian, Benjamin (1730‒1816) [de Isaac] Israeli dari Cento, di Ferrara, Italia, kakek dari Earl of Beaconsfield, bermukim di Inggris. Kemudian, pengalaman tersebut disetor dalam pikiran Yahudi tertentu seperti Beaconsfield mewakili lebih dari perlakuan warisan tunggal; ini adalah perpaduan dari perlakuan semacam itu. Namun, apa yang kebanyakan Yahudi padanya adalah dampaknya untuk Tanah Suci. Perasaan saleh tersebut, yang dibagikan olehnya dengan rasnya, menjadikannya kekuatan besar; ini mempengaruhi kebijakannya dan menyebabkannya untuk mengkonsolidasikan kekuatan Inggris di TImur. Ia juga teguh mendukung setiap pergerakan terhadap emansipasi Yahudi.

Sebagai tokoh sejarah, ia menempatkan penyelarasannya sendiri, dan romantisisme mewarnai sepanjang karirnya. Kelahirannya maupun agama leluhurnya maupun keturunannya sendiri mencegahnya dari pengaklukan prasangka yang aristokrasi tunjukkan pada sosok berdikari; bagi arsitokrasi Inggris menempatkan kualitas menakjubkan yang menghimpun pelestarian kekuatannya—bahwa jika sempat mengakuinya cerdik, jauh dari pertentangan atau pencegahannya, membelanya, menindaknya dan sepenuhnya merampungkannya. Dan sehingga Disraeli, alih-alih menjadi panggung masyarakat, berkembang menjadi pemimpin handal nan sukses dari aristokrasi. Sosok tersebut, yang lawannya lecehkan selaku warga asing, akhirnya memperlakukan dirinya menjadi salah satu pemenang paling terkenal Inggris.

Ini bukanlah tenaga umum dan kegigihan yang dibutuhkan Benjamin Disraeli untuk mendaki ketenaran sebagaimana yang ia lakukan. Ini adalah perjuangan berkelanjutan untuknya, dari waktu kala, ditunjang oleh mayoritas Whig dalam Parlemen, ia menyatakan bahwa hari akan datang kala mereka akan mendengarnya, sampai waktu kala Partai Konservatif besar memilihnya sebagai pemimpinnya dan ia disanjung oleh seluruh rekan senegaranya. Tanpa mewarisi kekayaan di negara tersebut—tempat kekayaan dan kelahiran selalu, jika bukannya sangat diperlukan, setidaknya kualifikasi paling penting untuk pemasukan kehidupan publik—ia dapat menerobos rintangan yang kala itu dianggap tak dapat diatasi dan dihadang oleh sepasukan kehendak tak terkalahkannya sendiri sampai posisi pada kekuatan tak tergoyahkan nampak tergabung untuk mencegahnya dari pengambilan. Sebagai ras Yahudi, ia pada dasarnya bersikap skeptis yang nampak jelas. Dengan sorotan menonjol, ia dapat menimbang laju yang dari sudut pandang Menteri Kabinet, ia dapat meraih jabatan yang ditawarkan kepadanya oleh partai Konservaitf. tak ada orang yang melihat lebih jelas ketimbang ia terhadap masa depan yang disetor untuknya. Selaku Yahudi, ia juga dikenal baik bahwa tak memungkinkan untuk menghindari perubahan Liberal yang menyertai secara perlahan di Inggris. Alih-alih mendeklarasikan perang terhadap Liberalisme yang berkompromi dengannya, dan, lewat pernyataan yang diberikan pada kesempatan baik, ia hanya mengambil sejuput wacana publik yang dituntut. Namun, penekanannya bersifat demokratis, dan pada suatu masa ditunjang pergerakan material yang mengangkat seluruh hal ke landasan terrendah, ia dapat menyelamatkan Inggris dari pelayanan berlebihan terhadap komersialisme yang menyolok, mempertaruhkan jiwanya dan mengembangkannya ke pengakuan fakta bahwa kepentingan bukanlah segalanya bagi bangsa besar.

Selaku Perdana Menteri, ia menunjukkan Eropa bahwa “Inggris adalah suatu hal yang melebihi rumah penghitungan.” Ia meraih wilayah Terusan Suez lewat penjualan saham—sebuah transaksi yang diperbantukan oleh Lord Rothschild (Appendix lviii).

Ia menempatkan Mahkota Kekaisaran India pada kepala penguasanya. Tanpa meletuskan tembakan, ia merebut wilayah Siprus (Appendix lix), dan menyebabkan persenjataan Inggris terasa di setiap benua.

Kecerdikannya, dengan banyak karakteristik pentingnya, lama dianggap sebelum kemampuannya dalam kenegarawanan internasional dan diplomasi menjadi dikenal. Namun selaku sastrawan, tak kurang sebagai negarawan, ia merupakan orang pertama dari seluruh bani rasnya (Appendix lx) dan Zionis. Pidato dan tulisannya tak pernah mengkhawatirkan keyakinan yang dianut olehnya, atau menentang leluhur yang disanjung olehnya. Yahudi tak pernah menulis dalam istilah paling mencolok dari kebesaran ras Yahudi. Tak ada Yahudi yang mendapatkan pernyataan yang lebih menonjol sampai penindasan agama yang dialami oleh orang Yahudi sepanjang seluruh penderitaan. Ia memiliki penghormatan dan kecintaan yang berakar mendalam untuk bangsa kunonya dan tanah kunonya.

Untuk memulihkan Yahudi ke tempat berhak mereka pada perkiraan dunia, ia menulis dan berbicara dan bekerja keras (Appendix lxi). Karena itu, ia mencurahkan kesempatan karirnya sendiri. Untuk hal tersebut, ai tertantang untuk menempatkan dirinya di hadapan lawan yang nyaris pada jam terakhirnya tak pernah mengampuni “kejahatan”-nya karena menjadi seorang Yahudi. Ia memegang keyakinan teguh bahwa “Allah masih berjuang demi Israel.” Tak seperti orang-orang yang mengikis bani Israel, yang pernah tergerak untuk menyatakan apa yang harus menajdi sumber penghormatan pada mereka, ia tak pernah malu akan asal usulnya: dan kala dihadapkan dengan penyarian umum, ia akan menyatakan bahwa leluhurnya telah menjadi bangsawan kala orang-orang dari arsitokrasi paling bangga di dunia masih barbar, menyuarakan ketaktertolongan soal kehutanan.

Walau ia dididik di Gereja Kristen, hatinya tak pernah berhenti untuk terpukul pada kebesaran dan perasaan penderitaan bangsa Yahudi, yang mengalirkan darahnya pada jaringannya dan menghormati nama yang disematkan padanya. Kala terjadi perjuangan untuk hak yahudi dalam persoalan yang berkaitan dengan penghormatan dan kehendak baik mereka, kala terjadi perjuangan untuk kebenaran dan kebaikan, disana kami melihat pendiriannya—seorang penakluk. Walau banyak penulis menjadikannya bisnis untuk menggambarkan sisi kelam sifat atau sejarah Yahudi, ia memakai pena hadiahnya untuk menunjukkan perlakuan karakter Yahudi dan pengaruh Yahudi di dunia.

Selaku penulis, Lord Beaconsfield secara khusus merupakan seorang Oriental. Ia membuat kisah-kisah yang menceritakan sekelompok orang dan ruang gambar London seperti hiburan Kisah 1001 Malam yang dibawakan pada St. James’. Pada orang-orang dan peristiwa-peristiwa, ia menyajikan ketakjuban dunia Timur. Kisah-kisah ketimurannya, pada pikiran kami, merupakan hal paling alami yang ditulis olehnya.

Kisah menakjubkan Alroy (1833) adalah sebuah romansa ketimuran yang terhimpun pada tradisi Yahudi tentang Para Pangeran Pembuangan—para penguasa yahudi yang terus dipilih dari kalangan keturunan Wangsa Daud (2854‒2924 a.m.) bahkan usai penyebaran mereka. Alroy adalah salah satu dari mereka, yang setelah interregnum panjang menghimpiun dirinya, lewat bantuan supranatural, bagian dari momok Salomo (ob. 2964), dan menjadikan kerajaan Ibrani di reruntuhan Kekhalifahan Bagdad yang baru. Hidupnya singkat, dan masa kekuasaannya lebih pendek. Kisahnya penuh akan keantusiasan untuk harapan Israel. Sebuah petikan kecil yang dikutip: “Semuanya bungkam: hanya pangeran Ibrani yang bertahan, di tengah-tengah pengangkatan kapten Makedonia. Kekaisaran dan dinasti berkembang dan berlalu; metropolis kebanggaan menjadi kerajaan taklukan di gurun pasir: namun Israel masih bertahan, keturunannya tetap menjadi raja paling kuno.”

A biographer of Disraeli remarks on this passage: “This (with its after-irony of ‘Alroy’s seizure by the Kourdish bandits’) may be compared with the satire in which Disraeli encountered Mr. [Charles Newdigate] Newdegate’s [M.P.] (1816‒1887) appeals to ‘prophecy’:... They have survived the Pharaohs, they have survived the Cæsars, they have survived the Antonines and Seleucidæ, and I think they will survive the arguments of the right honourable member....” Mr. Morley tells that (1838‒1918) Mr. Gladstone said that Disraeli asserted that only those nations that behaved well to the Jews prospered....

Disraeli loved the East, and particularly Palestine. Its picturesqueness, both in scenery and in history, fascinated him.

“Seperti yang kami katakan,” ujar Herbert di Venesia, “terdapat mantra di pesisir Laut Tengah yang tiada tandingan lainnya. Tak pernah ada persatuan kecintaan alami dan asosiasi sihir semacam itu! Di pesisir tersebut, seluruh peminatan kami bangkit pada masa lalu—Mesir dan Palestina, Yunani, Roma dan Kartagena, Spanyol Moor dan feodal Italia. Pesisir tersebut mendirikan kami agama kami, seni rupa kami, sastra kami dan hukum kami. Jika semua yang kami raih dari pesisir Laut Tengah terhapus dari ingatan manusia, mereka sangatlah kejam.”

Kasih besar Tancred (1847) tercantum dalam penjelasan Suriah, dan kehidupan di gunung dan gurun, yang sangat beketerkaitan. Tancred adalah pemuda kelahiran tinggi yang selaras dengan masyarakat modern, memperjuangan pemulihan keyakinan sebenarnya, dan memutuskan untuk mengunjungi tanah tentang Sang Pencipta berbincang dengan manusia, sebagai satu-satunya tempat yang sepenuhnya nampak tercerahkan atau inspirasi akan digelorakan padanya. Kisah petualangannya dituturkan dengan keindahan spiritual menakjubkan. Penulis menuntun pembacanya ke gurun, cikal bakal Arab, yang kemudian menyebar ke Timur dan Barat, dan dikenal sebagai Moor di Spanyol, sebagaimana Yahudi di Palestina. Tak ada yang dapat lebih berkepentingan ketimbang catatannya tentang perlakuan dan masyarakat, yang banyak berubah sejak masa Patriark; tak ada yang lebih sempurna ketimbang gambaran batu dan menara Yerusalem, atau hutan abu-abu Lebanon.

Sangatlah alami kala Timur harus menyoroti perhatiannya. Ia meyakini kejayaan misi kekaisaran Britania Raya, dan berminat menuju bagian bawah hatinya pada sejarah masa lampau dan kesejahteraan mendatang dari pemuliaannya dan lembaga-lembaga yang masih ada. Ia khawatir melihat pengaruh Britania Raya menjadi kuat dan keras di di Timur. Kebijakannya pada pertanyaan Timur dituturkan oleh para musuhnya kepada “insting Semitik”-nya, yang mendadak menyatakan pandangannya soal hubungan antara Turki dan seluruh warga Kristennya. Namun mereka sedikit mengetahui Beaconsfield yang menyatakan bahwa insting Semitik-nya menuntunnya menuju partialitas apapun. Apa yang memandunya adalah pembentukan mendalamnya dari kebijakan dan peminatan tertinggi Britania Raya, bekerja selaras dan seirama dengan perasaannya untuk Timur yang sebenarnya, untuk Yahudi, Semit, untuk agama Yahudi dalam idealismenya dan kecantikan ketimuran. Kondisi yang tak dapat dipisahkan dari perjuangan terapan dalam Zionsime, namun ia sepenuhnya menjadi pendukung antusiastik dari gagasan Zionis, dan ia berkarya untuk masa mendatang.