Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 29

BAB XXIX.

MISI INGGRIS DI TIMUR

Kolonel Charles Henry Churchill—Sir Austen Henry Layard—“Kunci menuju Timur”—Para Konsul Eropa di Palestina—Hatti Sheerif dari Gulharch—Edaran Lord Palmerston keluaran April 1841—Mr. James Finn.

Teori misi Britania Raya di Timur dimajukan oleh para perwakilan kelas orang Inggris berbeda dalam kisah-kisah berbeda dan dari berbagai sudut pandang. Gagasan tersebut timbul dalam tingkat besar atau kecil di kalangan pemikiran Inggris tentang masalah Timur; ini adalah bara yang tak pernah padam.

Kolonel Charles Henry Churchill (1814‒1877), seorang cucu dari Adipati Marlborough kelima (1766‒1840), adalah pegawai staf falam ekspedisi Inggris ke Suriah, dan menulis salah satu karya terbaik dalam bahasa Inggris tentang Lebanon dan penduduknya. Dalam “Prakata”, ia menulis:—

“Kecerdikan inggris, yang nampak selaras untuk memimpin dan mengatur penduduk Timur, telah, lewat pengaruh yang dipadukan secara menyenangkan dari persenjataan, perdagangan dan legislasi, didirikan di kawasan bumi tersebut, sebuah wilayah kekuasaan yang bukan taklukan militer yang dapat dikonsolisasikan, yang kurang lebih dipegang dan berkelanjutan.”

“Pembangunan kemampuan dan sumber daya kekaisaran tak tertandingi di Timur, yang dipimpin oleh Inggris—dan itu tanpa pesaing atau tandingan—kemudian telah menjadi kebutuhan khusus pada kemakmuran nasional mereka, ini dapat menjadi keberadaan nasionalnya, dan harus terhimpun imperatif, walau tak ada klaim khusus atas perasaan dan simpati nasionalnya.”

“Aku tak berujar eksklusif dan maju; bagi Timur, pada bagian penting yang kini aku beri perhatian umum,—Timur, yang pantainya dibasuh oleh Laut Tengah,—Timur dari kota-kota berbahan batu dan makam-makam kolosal, dari syair sorgawi dan seni rupa besar, kekuatan pengembaraan dari Yakub (2108‒2255 a.m.) dan Ismael (b. 2034 a.m.), lira Daud dan tekanan Yesaya (fl. 3140 a.m.), iman Abraham dan kasih Immanuel,—tempat jalan misterius Allah dengan manusia dimulai, dan tempat pemenuhan waktu mereka menyertai,—Timur tersebut, yang menjadi kursi dan pusat Pemerintahan Universal!—ini juga memiliki klaim atas sikap simpati dan kewaspadaan yang nampak dari Inggris....”

Usai mendorong sisi sentimental, penulis menyerahkan catatan lain, selain penekanan yang sangat elok oleh Disraeli dan lainnya:—

“Apa yang menjadi bagian dari Inggris dapat diambil dalam komplikasi urusan temporer yang mungkin akan mewujudkan pengambilan, yang mengarahkan diplomasi yang akan dipertahankan, namun yang menjadi tuntutan genting dari kemanusiaan dan peradaban akan terakselerasi, ini harusnya, untuk alasan menonjol, terjelaskan pada setiap pemikiran Inggris, bahwa jika supremasi ketimuran Inggris diangkat, Suriah dan Mesir akan dibuat jatuh kurang lebih di bawah naungan atau pengaruhnya.”

ia kemudian berpendapat selaku pakar militer:—

“Napoleon mendeklarasikan Acre menjadi kunci Timur, dan secara sangat benar melakukan kecerdikan militernya menyanjung pengaruh tanah yang ia harus masuki, sebagai basis operasi melawan Kekaisaran India kami.... Sehingga, ia menyerukan negarawanku untuk mengadopsi doktrin politik ini, dan memakukannya pada Panji-panji Nasional:—Bahwa kala Palestina berhenti menjadi Turki, wilayah tersebut harus menjadi Inggris, atau hal lain yang membentuk bagian dari negara independen baru, yang tanpa pengadaan perjanjian wilayah, atau alat agresi militer, harus dapat mengutamakan kehormatan dan martabatnya sendiri, dan secara lebih khusus mempromosikan tujuan besar untuknya yang akan disebut keberadaan, sehingga, lewat posisi geografinya, wilayah tersebut akanterkualifikasi; bahwa penciptaan, pengembangan dan penjunjungan hubungan dagang di Timur, yang harus dirancang bersama dan menyatukan ras umat manusia beragam dalam hubungan kemanusiaan dari persaudaraan dan perdamaian....”

“... waktu itu mungkin cepat disepakati kala Suriah, alih-alih benar-benar menjadi tanah impian dan perjalanan mewah,—dari emosi yang terpendam, dan perasukan melalui sorotan perantara, akan menjadi salah satu legislasi terapan yang disuarakan, dari lembaga penyamatan, pemerintahan kuat dan komprehensif;...”

Kemudian, kembali dari analisis kondisi sejarah dan geografi negara tersebut yang ditawarkan oleh penulis adalah dakwaannya bahwa Palestina harus menjadi dan akan menjadi kursi penyelesaian besar, damai dan makmur, yang harus diatur oleh Inggris atau di bawah pengaruh Inggris, atau haris memiliki kemerdekaannya dan perkembangan normal yang dinaungi oleh Inggris. Ia menyatakan bahwa posisi tersebut akan memperkuat kekuatan Inggris; dan ia merasa secara alam bawah sadar bahwa Inggris mengupayakan dimanapun kepentingan kemanusiaan dipuncaki. Secara serupa, ia menyatakan agar persoalan dalam pandangan tersebut Inggris harus mengadopsi kebijakan paling aktif di Timur.

Otoritas lain pada politik Timur, Sir Austen Henry Layard (1817‒1894), yang penemuan dan penyelidikan di Timur menjadi kebanggaan ilmu Oriental Inggris, mengekspresikan wacananya, dalam sebuah pidato yang disampaikan dalam Dewan Rakyat, dalam perkataan yang sangat serupa:—

“Kita tak boleh lupa bahwa, walau Inggris berada pada perjalanan menuju India, Suriah dan lembah-lembah Tigris dan Efrat membentuk jalan tersebut, dan kekuatan manapun yang memegang negara-negara tersebut akan mengkomandoi India.”

Diplomasi Inggris nampak dipengaruhi oleh seluruh pengadaan tersebut.

Mr. W. Young menjadi Konsul Inggris pertama di Yerusalem, 1838. Kala kami mengetahui dari buku harian Lord Shaftesbury, pengangkatan tersebut telah membuat dampak pada perwakilan dan upayanya sendiri. Prancis dan Prusia menyusul pada 1843, dan Austria pada 1849. Konsulat Sardinia dibentuk pada 1843, naun ditiadakan pada tahun kala Austria didirikan. Konsulat Spanyol dibentuk pada 1854.

Dua Konsulat Protestan, Inggris dan Prusia, tak berbagi kesepakatan soal Tempat-tempat Suci. Hubungan mereka dengan pemerintahan lokal terbatas pada perlindungan harta benda dan warga kebangsaan mereka. Konsulat Prusia pada waktu itu hanyalah berjumlah sedikit dan berperkara sedikit kala dilirik setelahnya; sementara Inggris memiliki warganya sendiri, pemukim dan penjelajah, disamping warga Malta, India, Kanada dan Koloni Inggris lainnya, dengan orang Ionia menjadi orang yang dilindungi, dan juga sejumlah Yahudi yang dilindungi, bersama dengan harta benda penting, termasuk rumah sakit gereja, berbagai sekolah, dan pemakaman untuk dipantau.

Penting untuk dicatat bagaimana perlindungan Inggris untuk Yahudi Palestina, walau tak terkonfirmasi resmi, berkembang secara terapan. Ini adalah satu-satunya kasus dalam sejarah Yahudi menikmati perlindungan kekuatan besar tanpa menjadi warga kekuatan tersebut. Lekas kami melihat bagaimana perkembangan menonjol tersebut terjadi. Pada 1838, perintah Lord Palmerston kepada Konsul pertamanya di Yerusalem adalah untuk “memberikan perlindungan Yahudi secara umum.” Perkataan tersebut sedhana, luas dan liberal sebagaimana keadaan yang dialami oleh mereka, ditinggalkan usai peristiwa untuk mengerjakan modifikasi mereka sendiri. Namun, perintah tersbeut nampak menghimpun wajah pengakuan bahwa Yahudi adalah bangsa buatan diri mereka sendiri, dan bahwa ketergantungannya mungkin tumbuh usai hubungan mereka dengan Muslim, walaupun tak mungkin emamjukan bentuk negosiasi mendatang akan diberlakukan usai pengusiran tertunda warga Mesir dari Suriah.

Kemudian timbul kejahatan Paskah Yahudi tahun 1840 di Damaskus, yang tertuju terhadap Yahudi pada masa rezim Mesir. Beberapa bulan kemudian, bombardemen Acre dan perebutan kembali Suriah oleh Turki terjadi. Masa Mesir menguasai Suriah dari 1832 sampai 1840 berakhir. Turki dipulihkan pada akhir 1840, kala itu menjadi berpendirian lebih liberal ketimbang mereka sebelum meninggalkan negara tersebut. Pada tahun berikutnya, Sultan mengangkat Hatti Sheerif dari Gulharch, yang ditugasi menteorikan kesetaraan (namun bukan lewat cara terapan) kepada seluruh golongan rakyat.

Menghadapi keadaan Porte, pemerintah Inggris sempat terbawa akan keadaan Yahudi “siap ditetapkan, atau pihak yang dapat setelah itu memukimkan mereka sendiri di Palestina.” Ini membuktikan keberanian langsung terhadap kolonisasi Palestina oleh Yahudi, dibuat resmi oleh Pemerintah Inggris. Pada April 1841, Lord Palmerston memajukan edaran kepada para agennya di Syam dan Suriah, yang dimulai dengan menyatakan bahwa, sejauh dokumen-dokumen dapat tersedia, hukum Turki pada waktu itu sangat disukai sebagaimana yang diharapkan pada Yahudi, namun terdapat sisa kesulitan memajukan kepengurusan jujur dari hukum tersebut. Namun, Porte pada masa itu sepenuhnya berada di bawah pengaruh bermanfaat dari diplomasi Inggris telah mendeklarasikan ketentuannya bahwa hukum harus diurus dengan benar, dan menjanjikan Dubes Yang Mulia agar “ini akan menghadirkan perwakilan manapun yang membuatnya oleh Kedubes dari tindakan penekanan yang diterapkan melawan Yahudi.” Sehingga, Konsul menyelidiki dengan seksama seluruh kasus penindasan Yahudi yang dapat dicurahkan pada pengetahuannya, dan melapor kepada Kedubes, dan walau ia hanya bertindak resmi atas perantara orang-orang yang benar-benar lewat hak di bawah perlindungan Inggris, ia berada pada setiap keadaan layak untuk membuatnya dikenal pada otoritas lokal bahwa “Pemerintah Inggris merasakan peminatan dalam kesejahteraan Yahudi secara umum, dan mencemaskan bahwa mereka harus dilindungi dari penindasan.” Ia juga mengetahui tawaran Porte untuk menyoroti kasus-kasus penindasan yang dilaporkan ke Kedubes.

Pada 1842, kasus buruk terjadi di Hebrol melalui tindak kekerasan pada wilayah Shaiki Baddo dan lainnya. Pada 1847, kejadian tersebut nampak kembali terjadi kala fanatik Kristen nyaris membuast ulang kengerian yang terjadi di Rhodes dan Damaskus pada 1840. Konsul Inggris, James Finn (1806‒1872), kemudian campur tangan dan melindungi Yahudi. Pada tahun yang sama, ia kembali memutuskan untuk campur tangan atas perantara Yahudi. Akibat berbagai kejadian sejenis di Yerusalem, perintah lain dikeluarkan oleh Kemenlu, terhadap dampak apapun yang diderita oleh para Yahudi Austria, Prancis, atau Yahudi Eropa lain dari penindasan dan ketidakadilan, dan diteruskan oleh Konsulnya sendiri, Konsul Inggris menangani kasus tersebut, tanpa mengerahkan Konsul, kala penerapannya harus menghimpun beberapa alasan kuat dan layak untuk pertentangannya. Jiwa yang menaungi perintah tersebut, yang belum dihimpun, sejak 1839, Konsulat Eropa lainnya, selaras dengan aturan yang diberlakukan pada tahun tersebut, “untuk menyediakan perlindungan kepada Yahudi secara umum.”

Salah satu sikap bersyukur dari orang-orang yang diberi manfaat akan mendapati dalam sebuah pesan berbahasa Ibrani kepada Yang Mulia Ratu Victoria (1819‒1901), dikirim dari Yerusalem pada Juli 1849 (Appendix lxii).

Seperti biasa, terdapat banyak kasus kala Yahudi Palestina membutuhkan bantuan resmi Konsulat Inggris, dan sejumlah dokumen merujuk kepada contoh-contoh pada campur tangan resmi aktif dengan Pemerintah Turki dihimpun atas perantara mereka. Tanpa menciptakan keirian Pemerintah Turki, Finn, terdapat banyak cara tunggal dalam mengatur keadaan warga Yahudi Utsmaniyah, serta Yahudi di bawah perlindungan Inggris.

Pada kasus pertama yang disebutkan di atas, tak ada konsul lain yang ikut serta dalam bisnis, kecuali kala Konsul Sardinia membantu Finn dalam perbincangan pribadi yang tanpa ragu menyoal Yahudi memakai darah Kristen pada upacara Paskah Yahudi kala mereka dapat melakukannya, atau, pada tingkat apapun, yang dilakukan oleh mereka pada Abad Pertengahan.