Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 30
BAB XXX.
KEPENTINGAN DAN PEKERJAAN INGGRIS DI PALESTINA
Mr. Rogers—Mr. Finzi—Pengerjaan pertanian di Palestina di bawah naungan Konsul Inggris—W. Holman Hunt—Thomas Seddon—A New Appeal—Prof. D. Brown—Pdt. John Fry—Pdt. Capel Molyneux—Prof. C. A. Auberlen—Dr. W. Urwick—Dr. E. Henderson—Prof. Joseph A. Alexander—Dr. Patrick Fairbairn—Dr. Thomas Arnold.
“Pergerakan terbesar telah dihasilkan kepada Yahudi dari perlindungan tak langsung tersebut, dan sebagai dampak alami Yahudi dari segala jenis terus dinyatakan kepada Konsulat Inggris sepanjang waktu untuk pergerakan kala terdesak, dan mereka menerima segala jenis pertolongan yang benar-benar dapat diberikan pada mereka. Mereka tak lagi ditindas, yang dikenal di bawah perlindungan Inggris.... Yahudi Rusia, yang kini sejak 1850 menjadi warga Inggris, menikmati, khsusunya di Safed dan Tiberias, sebuah peralihan terhadap mereka yang telah lama menjadi warga asing, dan Konsulat juga mengaitkan mereka dengan Mr. [Edward Thomas] Rogers (1830(1)‒1884), Wakil konsul baru di Haifa, disamping yang dimiliki oleh mereka dari tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana Agen Konsuler Inggris, di Acre, Mr. Finzi, yang merupakan orang Yahudi.”
Konsul Inggris juga memulai karya derma yang nampak pada permulaan percobaan dalam pertanian Yahudi.
“Sebuah petak lahan berukuran sekitar delapan sampai dua belas hektar Inggris telah dijual pada 1852, yang sepanjang uang dapat disediakan untuk menyuplai upah beberapa orang miskin yang dirancang untuk bekerja. Tanah tersebut dihimpun di bawah nama ‘Penanaman Industrial untuk pengerjaan Yahudi dari Yerusalem,’ dan ia pada waktu tertentu ditempatkan di bawah keamanan tiga pihak.
“Rancangan tersebut tak terlalu menatur koloni pedesaan petani pada tempatt ersebut, sebagaimana mengupayakan pekerjaan harian pada pemukim kota, kembali dari pekerjaan setiap sore ke keluarga mereka.
“Ini selalu dirancang agar cabang pekerjaan pertanian Yahudi lainnya, yang dapat dibawa ke tempat lain di sekitarnya, harus dikaitkan dengan lemabag tersebut di bawah nama umum ‘Penanaman Industrial.’
“Kami tak terlalu optimis untuk mengharapkan hewan-hewan pucat, dilemahkan oleh kelaparan dan penaykit, untuk menunjukkan para pekerja petani tersehat di desa-desa, namun setidaknya mereka dapa t dengan jelas menghimpun bebatuan dari tanah di kerancang, mereka dapat membantu pembangunan tembok penutup kering dengan naungan beberapa petani; mereka dapat membawa air dari tampungan, dan mereka dapat belajar untuk melakukan hal lainnya.
“Tugas-tugas tersebut akan menguntungkan dan siap. Setelah tugas semacam itu disiapkan oleh mereka dari 1850 sampai 1853 dengan mempekerjakan banyak yahudi miskin sebagai dana kecil pada pengeluaran mereka yang diperkenankan. Kini pada 1854, mereka mengajukan kepada para teman di Inggris, dan tempat lain, untuk mengirimkan kami alat pemulihan sejumlah besar penderitaan di sekitaran mereka, lewat cara pengerjaan di udara terbuka. Pengajuan tersebut ditanggap dan dana dikirim dari Inggris, dari India, dan juga satu atau dua kontribusi dari Amerika. Pada bulan April, uang telahd atang, dan mereka dapat memerintahkan orang-orang untuk bekerja.... Catatan diberikan kepada Yahudi agar pekerjaan di lahan dapat menghasilkan upah atas dasar yang disebutkan di atas; nama Arab yang disematkan di kalangan petani, dari para bekas pemiliknya, adalah Ker’m el Khaleel—ladang anggur teman—yakni Abraham (1948‒2123 a.m.), yang merupakan epitet Abraham yang selalu dikenal. Nama landasannya bersifat atraktif, dan dampak pengumuman memenuhi pengharapan terbaik kami.”
“Pengedepanan dalam perubahan pekerjaan adalah Yahudi Polandia yang bertugas dalam Pasukan Rusia.” “Gagasan pengerjaan di udara terbuka untuk roti harian mengambil akar di kalangan Yahudi di Yerusalem—harapan menanam dan pemanfaatan lahan Tanah Terjanji mereka sendiri berjalan baik. Tujuan tersebut tak lagi hilang dari penglihatan. Yahudi sendiri yang menempatkan mereka.”
Sir Moses Montefiore adalah salah satu Yahudi pertama yang memegang tujuan tersebut. Pada kunjungan keduanya ke Yerusalem, ia disambut oleh Kolonel Gawler, Kristen Zionis taat. Setelah kunjungan tersebut, tekanan pergi pada pikiran publik bahwa Yahudi, yang terpinggirkan, memiliki, setidaknya di Inggris, perwakilan kuat, walau penyambutan mereka dapat membuat diri mereka sendiri terdengar di Eropa.
Pada masa yang sama, kepentingan Inggris di Palestina berkembang di segala arah. Pada 1849, English Literary Society didirikan oleh Konsul, untuk penyelidikan seluruh bahan kepentingan sastra dan ilmiah di Tanah Suci. Para seniman Inggris juga menjadi seniman Eropa pertama yang memulai karya serius di Palestina. Dua seniman Inggris, yakni William Holman Hunt, O.M. (1827‒1910) dan Thomas Seddon (1821‒1856), datang untuk singgah di Kota Suci pada 1852, dalam rangka mengkaji peristiwa Alkitab dan adat Timur. Hunt adalah pelukis pertama yang berniat menggambarkan warna sebenarnya dari pegunungan Moab. Ia memulai di Yerusalem dengan gambar besarnya “Kambing Hitam di Kehidupan Liar.” Seddon memasang tenda di antara pohon-pohon delima di kawasan Yerusalem, dan gambarnya “Olivet dan Siloam,” yang kini berada di South Kensington Museum Gallery, diambil dari tempat tersebut.
Dalam sastra Inggris, kami mendapati karya lain yang dibuat oleh penulis politik anonim pada 1856 dalam nada moral, yang pada saat yang sama merupakan pujian tinggi terhadap agama Yahudi.
“Demi keadilan pada orang yang sempat diangkat Allah sebagai ‘Pewaris-Nya,’ ... sebuah penjelasan sederhana terbuka pada kami—pada segala bangsa. Mari kita mendorong Porte untuk memperkenankan fasilitas Yahudi untuk kembali ke tanah mereka sendiri; mengangkat Palestina sebagai tempat pengungsian bagi mereka, dari anarki dan dera yang mereka derita, namun mereka tak berbagi....
“Jika sekutu bersungguh-sungguh dalam pekerjaan mereka terhadap Porte, dan mata mereka membuka kepentingan dan keselamatannya sendiri; jika Kristen benar-benar percaya Allah yang Adil dan Suci, dan Alkitaba dalah Firman-Nya; jika Muslim merasa bahwa Allah itu besar, yang mengangkat mereka menjadi penjaga tempat sucinya melawan masa itu, sementara saudara tua mereka berada di pengasingan;... Jika kemudian, kami katakan, integritas dalam kepercayaan dan penugasan memiliki tempat pada seluruh pihak terkait; persoalan pengungsi untuk Yahudi—hanya disebutkan menyertainya....
“Warga Inggris, marilah kita setidaknya menjadi benar pada posisi integritas dan sorotan para bapak kita, dalam naungan Allah, untuk mengawali kita; kebenaran pada misi keyakinan kami, ... ditujukan lagi untuk membasuh tangan kita dari pemberontakan besar ini melawan Penghakiman dan Kebaikan—perdmaaian dunia dan perjuangan umat manusia—dan melakukan sebuah tindakan adil pada bangsa yang umat manusia miliki seluruh hak tinggi mereka dan peradaban yang baik.”
Propaganda Kristen untuk Pemulihan Israel membuat pergerakan lebih lanjut. Bahkan orang-orang yang merasa tak terkait dengan hubungan perstiwa waktu dengan prediksi tertentu siap menerima bahwa peristiwa tersebut didatangkan sebagai suatu hal yang lebih memutuskan dalam sejarah ketimbang hal apapun yang dialami sejak Reformasi. “Dengan penekanan luar semacam itu, pemberlakuan risahan tentang persoalan nubuat kemudian meluaskan seluruh landasan;...”
“Apa yang sangat mengejutkan kami adalah, bahwa upacara ibadah, sangat mirip mozaik seremonial, harus dikembalikan oleh kehendak ilahi,... Kala kami membaca seluruh penjelasan ekonomi Lewi;... Kami hanya dapat menjawab:—Ini adalah kesenangan ilahi.” Namun, satu keilahian bukanlah satu-satunya pendahulu Rabbi Hirsch Kalischer dalam gagasan ini; terdapat orang lain yang meyakininya. Pdt. Capel Molyneux (1804‒1877) mengumumkan soal pemulihan pengurbanan mozaik, dan menjelaskan kebutuhannya dari sudut pandang Kristen. Wacana paling penting dan mengherankan adalah bahwa sosok Protestan Swiss, Carl August Auberlen (1824‒1864) dari Basle:—“Israel kembali berada pada puncak seluruh kemanusiaan.... Dalam Perjanjian Lama, seluruh kehidupan kebangsaan Yahudi bersifat keagamaan; namun hanya dalam perilaku hukum luar ... di kerajaan milennial, seluruh lingkup kehidupan akan benar-benar di-Kristenisasi dari dalam ke luar. Dari sudut pandang tersebut, ini takkan bertentangan dengan pernyataan bahwa hukum seremonial Mozaik berkaitan dengan kalangan imamat Israel—hukum sipil untuk kalangan rajawinya. Gereja Non-Yahudi tak dapat mengadopsi hukum moral; dalam hal seperti pengaruh tunggalnya lewat firman yang bekerja dari dalam, dengan menyerahkan ranah nubuat. Namun kala ranah kerajaan dan imamat harus dibangkitkan, kemudian ... hukum seremonial dan sipil Musa juga mengembangkan kedalaman spiritualnya dalam ibadah Ilahi dan dalam konstitusi kerajaan millenial,” dll. Dalam sebuah firman, Yahudi dipulihkan, dan dihidupkan seturut hukum mereka, yang, sebagaimana profesor handal yakini, akan “mengembangkan kedalaman spiritual,” sebuah gagasan yang akan diterima Yahudi paling ortodoks, dan bahkan lebih konservatif ketimbang beberapa Talmudis, yang menyatakan bahwa pendahuluan upacara Mizvoth akan ditiadakan pada masa Mesianik.
Ketonjolan pernyataan tersebut memicu pertentangan yang dituturkan oleh Pdt. Dr. William Urwick (1791‒1868) (yang tua), Pdt. Dr. Ebenezer Henderson (1784‒1858), Profesor Joseph Addison Alexander (1809‒1860), Pdt. Patrick Fairbairn (1805‒1874), Dr. Thomas Arnold (1795‒1842), Head Master of Rugby, dan banyak perwakilan yang disebut Spiritual school, yang sangat menentang penekanan Yudaisasi tersebut. Mereka mendorong untuk merombak pernyataan datar Alkitab menjadi penglihatan udara, dan menjelaskan seluruh nama (Israel, Yerusalem, dll) dengan cara aneh. Sehingga, ini ditujukan kepada Kristen “spiritual” dan bukan kepada Yahudi alami yang menyematkan nama Israel, sebagaimana Romawi dan Yunani sendiri menjanjikan Pemulihan ke Tanah Suci di buat, dan bukan “benih Abraham.” Pada kenyataannya, para Spiritualis jauh dari konsisten. Contohnya, mereka akan menspiritualisasi Israel yang diberkati, dan menerima dalam esensi harfiah soal Israel yang dikutuk. Kemunculan dari pengartian firman harfiah tersebut selalu dijadikan sumber kekeliruan dan kesalahan, sebagaimana firma yang selalu dipetik secara harfiah kala mereka sepakat dengan teori-teori tertentu, secara alegori kala mereka tak melakukannya—sebuah proses yang dibuat kepada Alkitab untuk menuturkan beberapa hal yang diterima setiap orang. aSebagai aturan, para penafsir Spiritualistik memakai Alkitab untuk mendapatkan dukungan dari pandangan mereka sendiri, alih-alih dipandu oleh standar Firman soal apakah mereka benar atau salah. Kala mereka mendapati apa yang mereka inginkan, Alkitab bersifat datar, kala mereka tak melakukannya, itu sulit; dan mereka memiliki sumbe rdaya untuk menjelani apa yang disebut “menspiritualisasikan” Firman, sebuah istilah yang diberlakukan, namun banyak tak dikerapkan—akan memicu perancangan yang jauh lebih selaras dari prosesnya.
Dalam sastra eksgetik Yahudi, terdapat sebuah aturan khusus: tak ada ayat Alkitab yang harus dijelaskan berbeda dari pengartian harfiahnya. UKarena itu menambahkan apa yang sosok Joseph Mede (1586‒1638) tuturkan pada subyek yang sama dari sudut pandang Kristen: “Aku tak dapat terdorong untuk memajukan impor sebenarnya dan lazim dari bahasa kitab suci, entah perintah penjelasan itu sendiri, maupun mewujudkan ketonjolan alegori, maupun kebutuhan dan sifat hal-hal yang dituturkan untuk melakukannya. Karena hal tersebut menghilangkan seluruh jejak pernyataan Ilahi, dan sebagai gantinya meyakini kitab sucinya sendiri dengan khayalannya sendiri.”