Serunya Bermain di Sawah

SERUNYA BERMAIN DI SAWAH Cerpen Dian

Dodo berjalan mengendap tanpa menimbulkan suara, lalu dia berlari setelah mendapatkan sandalnya. Dodo terus berlari sambil menenteng kedua sandal. Ketika sampai di halaman masjid, dia berhenti karena merasa aman. Di sana sudah ada empat temannya, yaitu; Dino, Diki, Rafi, dan Niko. Mereka sudah membuat janji untuk pergi ke sawah siang hari. Matahari terasa menyengat di jam setengah satu siang. Saat terik, suhunya bisa mencapai lebih dari 31⁰. Cukup panas, makanya orang-orang memilih tidur di jam siang. Namun, kelima anak tersebut lebih suka bermain. Apalagi saat panen raya usai, banyak Ceplukan tumbuh liar di sawah. Ceplukan adalah nama sejenis buah kecil. Buah ini juga dikenal dengan nama latin Physalis angulata. Berbekal kantong plastik, Dodo dan temannya berlari menuju sawah. Mereka tertawa gembira karena sudah tidak sabar ingin memetik Buah Ceplukan. “Itu! Di sana ada banyak, ayo ke sana!” teriak Dodo. Empat teman lainnya pun berlari mengikuti petunjuk Dodo. Sebelum melanjutkan pencarian Ceplukan, mereka istirahat sebentar. Diki membagi Ceplukan miliknya, dan mereka memakannya bersama. Saat masak, Ceplukan terasa manis. Buah yang di dalamnya terdapat biji-biji kecil itu, selain enak juga bermanfaat bagi tubuh. Salah satunya, menjaga kesehatan tulang. Puas menikmati Ceplukan, Dodo dan teman-teman masih terus berkeliling sawah mencari buah kecil itu. Saking asyiknya memetik Ceplukan, Dodo dan teman-teman sampai berjalan cukup jauh dari rumahnya. “Do, sepertinya Ceplukan kita sudah banyak, nih. Ayo pulang.” Niko menimbang-nimbang berat Ceplukan dengan jemarinya. Akan tetapi, ternyata mereka masih belum puas mencari Ceplukan. Jumlahnya memang sudah banyak, kalau dimakan sendiri juga tidak akan habis, tetapi mereka masih senang memetik buah kecil tersebut. Bagi mereka, bermain di sawah sambil mencari Ceplukan sangat seru. “Bagaimana kalau kita mencari Jamur Jerami? Lihat, jerami-jerami sisa panen sudah mulai membusuk, pasti banyak jamur di dalamnya.” Diki tertawa riang. Dodo, Rafi, Dino, dan Niko setuju dengan ide dari Diki. Mereka berlari lagi menuju gundukan jerami kering. Jerami yang dibiarkan cukup lama, dalamnya akan membusuk dan banyak ditumbuhi jamur. Jamur Jerami biasanya dikenal dengan nama Jamur Merang, atau dalam bahasa latin disebut Volvariella volvacea. Besarnya seukuran jari, dan berwarna putih. Dodo dan Niko mengorek-ngorek gundukan jerami yang sama, sedangkan ketiga temannya mencari di tumpukan jerami masing-masing. Saat menemukan banyak jamur rasanya sudah seperti mendapat harta karun. Mereka akan mencari jamur sebanyak-banyaknya agar bisa dimasak oleh ibu di rumah. Siang itu panas matahari menyengat kulit, tetapi anak-anak tersebut masih betah melanjutkan pencariannya. Di sawah sangat sepi, bahkan tidak tampak seorang pun berada di sana. Memang siang hari adalah waktu yang tepat untuk mencari Jamur Merang, sebab mereka tidak perlu berebut dengan banyak orang. Dodo, Dino, Diki, Rafi, dan Niko terus berkeliling. Ketika menemukan tumpukan jerami yang sudah dibakar, mereka tetap mengoreknya. Karena panas, keringat Diki membasahi wajah. Diki langsung mengusapnya dengan tangan kotor. Setelah itu, dia diejek habis-habisan oleh teman-temannya. “Kenapa?” tanya Diki. “Ha-ha-ha, wajah kamu hitam semua.” Dodo malah mengusap wajah Diki menggunakan jerami bakar. Bukannya bersih, wajah Diki jadi semakin menghitam. Kesal dengan kelakuan Dodo, Diki membalasnya. Bukan hanya Dodo yang Diki beri jerami bakar itu, empat teman lainnya juga dia coret-coret wajahnya. Mereka saling membalas, kejar-kejaran, dan tertawa riang gembira. Setelah merasa lelah, mereka berhenti. Merasa kotor dan gerah, mereka berinisiatif membersihkan diri di sungai. Rasanya mereka tidak ingin menyudahi petualangan tersebut. “Do, tolong bawakan Ceplukan dan jamur punyaku.” Dino menjerit sambil lari ke arah sungai. Dino dan Rafi malah mendahului ketiga teman lainnya. “Siap!” teriak Dodo. Dodo, Rafi, Dino, Diki, dan Niko, melepas pakaian sebelum mencebur ke sungai. Enaknya sungai di sawah tempat tinggal Dodo sangat dangkal. Jadi, mereka tidak takut tenggelam. Mereka semua juga sudah bisa berenang. Byuur! Air muncrat ke udara. Mereka asyik mengejar ikan-ikan kecil. Ternyata di sungai itu banyak sekali Ikan Sepat, atau dikenal dengan nama latin Trichogaster. Selain itu, ada juga Ikan Tawes, yang mempunyai nama latin Barbonymus gonionotus. “Hei, bagaimana kalau kita menangkap ikan dulu?” Kali ini Rafi yang memberi ide. Dodo, Diki, dan Niko, tertarik dengan ide tersebut. Namun, Dino menolaknya, dia merasa sudah sangat lama bermain di sawah. “Jangan, nanti ibu kita akan sangat marah kalau kita bermain terlalu lama. Apalagi baju kita sudah sangat kotor.” “Ya sudah, kita mandi di sini sekalian, Din. Bagaimana? Bagus kan ideku,” kata Dodo. “Tunggu-tunggu, sepertinya aku melihat Anjing berlari menuju ke sini.” Rafi berkata sambil naik ke darat. Dia merasa takut. Namun, teman-temannya mengabaikan. Dia mengingatkan lagi agar teman-temannya segera menyudahi permainan air di sungai. Dodo malah mengejek Rafi dan mengatai dia penakut. Padahal takutnya Rafi memang beralasan. Dia pernah diceritakan oleh ibunya, bahwa Anjing yang berada di sawah kebanyakan adalah Anjing liar. Anjing liar sangat berpotensi mengalami penyakit rabies yang sangat berbahaya. “Ya sudah, kamu pulang saja dulu, Raf,” kata Dodo. “Ibuku pernah bilang, katanya Anjing yang ada di sawah adalah Anjing liar. Anjing itu bisa berbahaya untuk kita, Do. Kalau sampai tergigit, kita bisa ikut rabies? Kamu mau?” “Rabies? Apa itu?” tanya Dodo dan lainnya. Guk! Guk! Guk! Belum sempat menjawab pertanyaan Dodo dan teman lainnya, Anjing itu berlari mendekat ke arah mereka. Mereka ketakutan, naik ke darat, dan langsung berlari tanpa membawa pakaian maupun Ceplukan dan jamur yang sudah mereka kumpulkan tadi. “Lari ... !” teriak Rafi. Mereka berlari sekuat tenaga, sampai akhirnya bertemu bapak-bapak yang sedang mencari rumput untuk pakan ternak. Anjing berhasil diusir oleh bapak tadi. Tidak lupa Dodo dan teman-teman mengucapkan terima kasih. Mereka melanjutkan perjalanan pulang karena sudah dekat dengan desa. Sesampainya di masjid, mereka berhenti. Menarik napas sebanyak-banyaknya karena lelah berlari. Dodo mengusap keringat di dahinya, sambil berkata, “Yah, Jamur dan Ceplukan kita tertinggal di sawah, kaos juga. Apa ini karena kita pergi diam-diam dari rumah, ya?” “Sepertinya iya, Do. Harusnya kita nurut sama orang tua. Ini kita malah pergi mengendap-endap,” jawab Rafi. “Benar, sudah dikasih tahu jangan ke sawah siang-siang, eh kita malah melawan. Akhirnya kita nggak dapat apa-apa,” ucap Dino. “Aku menyesal sudah membantah Ibu.” Niko sedih ingat ibunya di rumah. “Iya, aku juga.” Semua kompak menjawab. “Ya sudah, ayo kita pulang. Jangan lupa meminta maaf pada ibu di rumah, ya,” kata Diki. Mereka pun akhirnya pulang tanpa membawa apa pun. Walaupun niat mereka baik, mencari jamur untuk dimasak ibu di rumah, tetapi mereka pergi tanpa izin. Perbuatan mereka salah karena sudah melanggar peringatan orang tua. Jadi, jangan pernah membantah orang tua di rumah, ya? Baik itu Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, ataupun Kakak.

Lampung, Januari 2023