Sinyo Nakal dan Katak Muda
Tiga Sahabat
suntingKisah ini menceritakan cerita masa kecil tiga orang sahabat. Mereka memiliki hobi dan kebiasaan yang sama sejak kecil. Kesenangan mereka bisa dibilang aneh karena tidak sama dengan anak lainnya. Tapi entah mengapa, mungkin karena hobi dan kesenangannya dulu, Mereka bisa jadi seperti ini sekarang!
Lakon Utama
sunting- Ari
- Ali
- Aji
Lokasi
suntingLingkungan Tempat Tinggal Tiga Sahabat
Cerita Pendek
suntingKursi Kayu Bawah Pohon Nangka
suntingPada suatu sore di kursi kayu bawah pohon nangka.
"Bagaimana kabar kuliahnya Ari bu?" Tanya Ibunya Ali.
"Alhamdulillah ibu, kemarin baru-baru Ari pergi praktek lapangan. Lumayan khawatir sih bu, karena prakteknya membersihkan sampah-sampah selokan di kawasan pemukiman kumuh. Saya khawatir kalau Ari sakit, kan kalau diselokan gitu banyak bakteri biang penyakit. Kalau Ali, gimana kuliahnya?" Jawabku sambil bertanya balik.
"Tenang bu, bekali saja Ari vitamin agar daya tahan tubuhnya bagus. Jurusan Ari bagus bu, bisa mencegah bencana banjir. Kalau Ali lancar bu kuliahnya, kemarin dia juga baru balik dari praktek lapangan. Kalau Ali katanya sih dia praktek di wilayah pabrik. Kerjanya menelti pencemaran yang disebabkan limbah pabrik." Jawab Ibunya Ali.
"Wah bagus tuh bu....Kalau Aji sudah selesai praktek ibu-ibu. Itu dia lagi dirumah istirahat, kecapean katanya. Karena prakteknya di hutan gambut yang kerjanya membersihkan lahan gambut. Katanya sih, biar tidak terjadi kebakaran hutan." Sambung Ibunya Aji.
Pada suatu sore.
"Ari... Ayo pergi ngaji". Saut Ali dari jendela rumah Ari.
"Tunggu, mandi dulu". Jawab Ari yang terbangun dari tidur pulasnya karena suara Ali yang sangat lantang.
"Jangan lama, sudah mau Ashar". Jawab Ali kembali sambil duduk di kursi kayu bawah pohon nangka depan rumah Ari.
Ari dan Ali sudah bersahabat sejak mereka mulai duduk di bangku Sekolah Dasar. Mereka satu sekolah dan selalu duduk berdampingan mulai dari kelas 1 SD sampai sekarang. Hari-hari mereka diisi dengan rutinitas yang monoton. Setiap pagi mereka pergi ke Sekolah bersama dan setiap sore mereka pergi Mengaji di Masjid dekat rumah. Ari dan Ali adalah anak yang rajin dan pintar, mereka selalu bersaing ranking di Sekolah. Ketika Ari mendapatkan ranking 1 di kelas, posisi kedua pasti ditempati oleh Ali. Begitupun sebaliknya, ketika Ali ranking 1, pasti Ari yang menjadi ranking 2. Meskipun mereka lahir dari keluarga yang berbeda, namun saya melihat mereka seperti anak kembar. Bahkan ketika ada tetangga baru, mereka dikiranya adalah anak kembar. Bahkan ketika mereka sedang bersepeda di halaman kompleks, mereka dikira anak kembar 3 karena ada temannya yang bernama Aji yang juga memiliki postur tubuh dan wajah yang hampir mirip. Dengan kulit yang berwarna sawo matang, rambut lurus dan lepek, dan sama-sama memiliki lesung pipi, terlebih lagi nama mereka yang mirip "Ari, Ali, dan Aji" terkadang guru mereka pun sering tertukar ketika memanggil mereka. Hanya saja, Aji tidak sepandai Ari dan Ali. Sejak awal masuk sekolah sampai sekarang Aji selalu mendapatkan ranking 10 dari 20 murid. Olehnya, Ari dan Ali selalu membimbing Aji dalam belajar sampai-sampai mereka berdua terpaksa harus ikut les bahasa Inggris dan les sempoa untuk menemani sahabat mereka belajar.
Selain ciri-ciri fisik dan aktivitas mereka yang selalu bersama-sama, mereka juga memiliki kebiasaan yang sama ketika mereka pulang sekolah. Kebiasaan mereka cukup aneh menurut saya, karena setiap pulang sekolah mereka selalu membawa tanaman perdu yang lebih dikenal di daerah saya dengan nama Sinyo Nakal. Tanaman dengan nama latin Duranta erecta L. ini adalah sejenis perdu yang biasanya dijadikan sebagai pagar hidup dan banyak tumbuh di depan rumah warga. Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau kekuningan, memiliki bunga warna ungu, dan memiliki biji-biji berwarna kuning dan orange menyala. Sepulang mengaji mereka selalu memetik tanaman ini dan menyimpannya di halaman rumah. Saya selalu menegur mereka agar tidak selalu membawa pulang tanaman ini karena akan menjadi sampah yang harus saya bersihkan setiap hari.
Tidak hanya itu, mereka bertiga juga punya hobi yang sangat aneh. Setiap hari minggu, aktivitas mereka pagi-pagi adalah memancing ikan dan mencari berudu di waduk dekat rumah. Ikan hasil pancingannya, tidak diolah menjadi makanan melainkan mereka hanya simpan di tong tempat tadahan air hujan di samping rumah saya. Bahkan berudu yang ditangkapnya, Ari selalu menyimpan di kamarnya. Bahkan disuatu hari saya sangat heran, kenapa di kamar Ari ada banyak suara katak dan suasananya seperti dirawa-rawa yang dipenuhi katak yang menguak (dari kata dasar "kuak" yang merujuk pada bunyi suara kerbau atau katak) [1]. Setelah saya mengeceknya, ternyata berudu hasil tangkapan mereka sudah bermetamorfosis menjadi seekor katak muda. Dan kerjaanku tambah berat lagi, saya harus membuang katak-katak itu keluar rumah karena suaranya sangat mengganggu tidur malam hari. Saya pun selalu menegur Ari untuk tidak membawa berudu dan tanaman Sinyo Nakal itu lagi ke Rumah. Dengan alasan bahwa semuanya hanya akan menjadi sampah. Meskipun sudah diperingatkan, Mereka bertiga masih tetap melakukannya berulang kali. Namun, mereka sekarang menyimpan di rumah Ali atau Aji. Hal yang samapun dilakukan Ibu dari keduanya, menegur mereka untuk tidak membawa sampah ke Rumah.
Dasarnya saja anak-anak, mereka memiliki kebahagiaan tersendiri ketika mereka melakukan hobi dan kebiasaan yang disenanginya. Pernah disuatu ketika, tetangga kompleks datang ke Rumah kami untuk mengadu bahwa mereka bertiga menyimpan tanaman Sinyo Nakal dan Katak Muda hasil tangkapan mereka di kolong rumahnya. Bahkan tidak hanya satu tetangga yang mengadu. Parahnya lagi, Saya dan Ibunya Ali dan Aji pernah di panggil ke Masjid dan Sekolah karena perbuatan mereka yang menyimpan sampah tanaman Sinyo Nakal dan Katak Muda di Masjid dan Sekolah.
Suatu sore di kursi kayu bawah pohon nangka
"Saya pusing bu... Ini anak-anak maunya apa sih!" Tanya Ibunya Ali ketika kami bertiga sedang kumpul di kursi kayu bawah pohon nangka depan rumah saya.
"Iyah bu... Saya sampai pusing dengan kelakuan mereka bertiga. Sudah capek saya ditegur tetangga. Saya juga malu ditegur sama guru mengaji dan gurunya di sekolah". Sambung Ibunya Aji yang bertanya dengan nada kebingungan.
Saya pun menjelaskan kepada mereka bahwa ketika mereka bertiga kumpul di Rumah, saya pernah memperhatikan mereka selalu mengamati bentuk-bentuk dari tanamannya. Mereka menjiplak bentuk daunnya di buku gambar kemudian memberikannya warna. Bahkan mereka pernah mengambil alat ulek/cobek saya di dapur untuk menumbuk biji dari tanaman tersebut untuk menjadikannya pewarna alami untuk mewarnai gambar daun yang sudah mereka jiplak. Saya pun lanjut menjelaskan kalau mereka pernah mencoba menanam kembali tanaman tersebut di wadah pot bunga depan rumah yang keesokan harinya pasti saya cabut karena tidak akan tumbuh. Karena tanaman perdu tersebut berkembang biak secara generatif atau penyerbukan bunga. Meskipun terkadang para pecinta tanaman hias mengembang biakannya dengan metode khusus seperti stek atau sambung pucuk yang akan dijadikan bonsai hias. Berudu yang mereka tangkap disimpan didalam botol plastik bening dan mereka senang mengamati ketika berudu tersebut berubah atau bermetamorfosis menjadi katak muda.
"Saya pernah membelikan mereka bertiga mainan layangan bu, biar mereka punya aktivitas lain selain memetik tanaman dan menangkap berudu." Ucapku setelah menjawab keresahan Ibunya Ali dan Ibunya Aji.
"Iyah bu, saya bahkan pernah menyembunyikan semua peralatan pancingnya dan menasehati mereka bertiga kalau tanaman itu bisa membuat mereka gatal-gatal. Tapi yah... begitulah bu. Mereka bertanya ke guru IPAnya di sekolah dan gurunya bilang kalau itu hanya tanaman hias dan tidak menyebabkan gatal-gatal." Sambung Ibunya Ali yang mencoba berbohong kepada mereka bertiga namun mereka punya celah untuk membantah Ibunya Ali.
"Saya bahkan sudah ancam bu... Kalau masih tangkap berudu atau katak muda, saya tidak akan kasih jajan ke Aji. Dan asalkan ibu tahu... saya pernah tidak kasih uang jajan ke Aji. Dan dia tetap bisa jajan. Katanya uang jajan Ari dan Ali digabung terus mereka bagi tiga." Saut Ibunya Aji yang bingung dengan kekompakan mereka bertiga.
Saya sudah sering memberitahukan ayah Ari agar bisa tegas ke anaknya. Tidak hanya menegur, tetapi memberi hukuman yang berat kepada Ari jika selalu mengumpulkan tanaman Sinyo Nakal itu dan Katak Muda ke Rumah yang ujung-ujungnya akan jadi Sampah. Ayah Ari kadang hanya tersenyum ketika diberi tahu tentang perbuatan anaknya dan hanya bilang kalau itu hanya kesenangan anak-anak yang bersifat sementara. Yang membuat saya heran, ketika saya berkumpul dengan Ibunya Ali dan Ibunya Aji lagi dan menanyakan tanggapan dari ayah-ayah mereka, ternyata respon ayahnya Aji dan ayahnya Ali pun sama dangan ayahnya Ari yang menganggap bahwa perbuatan mereka wajar saja dan nantinya akan berhenti juga ketika mereka sudah duduk di bangku SMP.
Kesumba Keling dan Udang Beras
suntingSuatu sore di Masjid tempat mereka bertiga mengaji.
"Aduh sakit....Pak Ustadz... Tolong...!". Aji tiba-tiba teriak dan menangis sekencang-kencangnya dari tempat wudhu.
Ustadz Ahmad yang mengajarkan mereka mengaji hari itu pun datang melihat kondisi Aji dan sangat kaget melihat kondisi Aji yang sudah berlumuran darah.
"Kenapa... Kenapa...? Astagfirullahhalazim... Kenapa ini nak? Kenapa bisa begini?". Tanya Ustadz Ahmad dengan nada shok, kaget, dan kebingungan harus berbuat apa. Ditambah anak-anak lain yang ikut berkerumun karena penasaran dengan apa yang terjadi pada temannya. Tanpa mencari jawaban tentang apa yang terjadi, Ustadz Ahmad pun segera menyelimuti tangan Aji yang berlumuran darah dengan sorbannya yang berwarna putih bersih dan membawa Aji ke Puskesmas.
"Ustadz Dedi, tolong suruh anak-anak masuk dan tolong hendel untuk anak-anak lanjut mengaji". Instruksi ustadz Ahmad sambil menyalakan motornya sambil menggendong Aji.
"Iyah Ustadz. Anak-anak, ayo masuk nak, kita lanjutkan mengajinya". Ustadz Dedi menjalankan perintah Ustadz Ahmad sambil mengarahkan anak-anak masuk masjid tanpa mengetahui juga apa yang terjadi.
Di Puskesmas Aji pun ditangani oleh dokter dan perawat yang menjaga sore itu. Setelah menjahit tangan Aji dengan 5 jahitan, dokter pun perlahan menenangkan Aji yang tak berhenti menangis mulai dari perjalanan di bawa ke Puskesmas sampai tangannya selesai diperban. Aji pun menceritakan kepada dokter dan ustadz Ahmad bahwa kejadiannya bermula ketika mereka bertiga bermain-main dengan Ikan di kolam kecil samping tempat wudhu masjid. Tanpa mereka sadari bahwa kolam kecil itu sedang tahap renovasi sehingga masih tertinggal puing-puing tembok yang pecah. Pada saat itu Aji berhasil menangkap ikan di kolam kecil dengan tangannya. Ari pun ingin mengambil ikan tersebut. Namun Aji menolak dan menarik tangannya sampai terkena puing tembok pecah yang sangat tajam dan membuat tangan Aji terluka sangat dalam.
Saya dan Ibunya Aji pun dipertemukan di Puskesmas dan diceritakan kejadian yang sebenarnya oleh ustadz Ahmad. Sontak Ibunya Aji langsung berdiri dari duduknya dan menatap tajam kearah saya dan marah karena khawatir Aji tidak bisa mengikuti Ujian Kelulusan naik tingkat ke SMP yang akan berlangsung bulan depan. Namun pak ustadz Ahmad dan dokter menenangkan Ibunya Aji dan mengajaknya masuk ke ruang IGD untuk melihat kondisi anaknya. Saya pun sambil menangis dan meminta maaf kepada Ibunya Aji atas kelakuan Ari yang membuat anaknya celaka. Dengan arahan dari dokter yang menjelaskan kondisi Aji tidak apa-apa dan lukanya bisa cepat sembuh karena Aji masih berada dalam proses pertumbuhan. Amarah Ibunya Aji pun sedikit mereda. Saya pun mencoba berusaha bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Ari dengan mambayar semua biaya perawatan Aji di Puskesmas. Namun pihak puskesmas menolaknya karena dokter yang menangani Aji adalah dokter Maulana yang merupakan ayahnya Ali. Dokter Maulana adalah sahabat karib dari Pak Marwan dan Pak Mahendra. Pak Marwan adalah seorang dosen biologi yang merupakan ayahnya Aji. Dan Pak Mahendra adalah seorang pakar ahli lingkungan yang merupakan Ayahnya Ari sekaligus suami saya. Mereka bertiga juga bersahabat sejak kecil karena lahir dan besar di lingkungan yang kami tempati sekarang.
Berselang dua jam menunggu kondisi Aji membaik, dokter sudah mengizinkan untuk pulang dan beristirahat di Rumah. Saya kembali merangkul tangan Ibunya Aji sembari meminta maaf atas kejadian yang terjadi. Ibunya Aji pun mengambil rangkulan saya dan memeluk saya. Ia sudah menerima dengan ikhlas kejadian ini dan manyampaikan bahwa ini pelajaran bagi anak-anak untuk lebih berhati-hati ketika bermain. Sepulang dari Puskesmas saya pun menasihati Ari dan menceritakan kejadian ini kepada Ayahnya.
Pada malam harinya, Ayahnya Ari bercerita kepada saya kalau mereka bertiga (Dokter Maulana, Pak Marwan dan Pak Mahendra) dulu pernah memiliki kesenangan yang hampir mirip dengan anak-anak mereka. Sepulang sekolah, mereka memiliki kesenangan untuk mewarnai rambut mereka menggunakan tanaman yang didaerah kami dikenal dengan nama Kesumba Keling. Tanaman dengan nama latin Bixa orellana ini merupakan sejenis perdu yang digunakan untuk industri pembuatan gincu atau lipstik. Buah dari tanaman ini ketika digosok-gosokan dirambut dan dibiarkan mengering maka rambut kita akan berwarna layaknya rambut yang sudag dipirang. Selain itu, ternyata mereka juga suka menangkap hewan-hewan. Kalau anak mereka suka menangkap berudu sampai menjadi katak muda. Mereka juga suka menangkap udang kecil di waduk dekat rumah. Udang dengan nama latin Caridina gracilirostris ini adalah spesies udang kecil yang hidup di air tawar berukuran kecil dan berwarna bening. Udang ini sering dijadikan sebagai udang hias bagi pecinta aquaspace (seni mengatur tanaman, batu, karang, kayu didalam akuarium [2]). Di daerah saya lebih dikenal dengan udang beras.
Cerita itu sungguh menggelitik dan mengundang saya tersenyum simpul. Terlebih ketika dia menceritakan bekas jahitan di kakinya adalah bekas luka jatuh dari pohon jambu. Pada suatu hari mereka sama-sama memanjat pohon jambu dan dokter Maulana alias ayahnya Ali tak sengaja mendorongnya sampai jatuh dan kakinya terkena pecahan batu yang tajam dan harus dijahit 7 jahitan. Itulah salah satu alasan Ayahnya Ali ingin bercita-cita menjadi dokter. Ungkap Ayahnya Ari.
Keesokan harinya, Saya sekeluarga pergi menjenguk Aji di Rumahnya dan saat sampai disana ternyata juga sudah datang Ali dengan kedua orang tuanya yang juga ingin menjenguk Aji. Atas kejadian ini kamipun berharap agar silaturahmi antara ketiga keluarga tetap terjaga dan menjadikan ini sebagai pembelajaran yang berharga terutama untuk anak-anak kami Ari, Ali, dan Aji. Merekapun tetap menjadi sahabat sampai lulus SMA. Mereka hanya dipisahkan oleh jurusan yang dipilih saat masuk perguruan tinggi. Ari mengambil jurusan Teknik Geologi, Ali mengambil jurusan Teknik Rekayasa Lingkungan, dan Ari mengambil jurusan Kehutanan. Jurusan yang memang mereka minati sejak mereka kecil dulu. Dan tempat saya dan Ibu mereka berdua untuk ngobrol masih sama, di kursi kayu bawah pohon nangka.