SINOPSIS

sunting

Tiga pemuda yang berasal dari desa memiliki mimpi yang tidak biasa. Dikatakan tidak biasa bukan mengarah pada hal yang aneh. Mereka bermimpi untuk terus mengecam bangku pendidikan meski dalam keadaan keluarga yang sederhana. Meski masih banyak yang mereka ingin raih. Tapi mereka merancang semua pada titik awal. Titik awal pada mimpi ada pada pendidikan.

  1. Adit
  2. Adlan
  3. Adnan

TEMPAT

sunting

Desa Batu Nanggar


CERITA PENDEK

sunting

"Lari...." Teriak pemuda yang berlari ke arah dua pemuda lain yang tengah melakukan kegiatan mereka masing-masing, tidak menunggu lama setelah suara itu terdengar, suara mendengung terbang di belakang mereka. Segerombolan Hewan kecil terbang ke arah mereka bertiga.  Segera tanpa menoleh dua kali mereka berlari sekencang yang mereka bisa. Berlari menghindari sengatan yang akan menyakiti mereka. Hingga menemukan sebuah sungai yang jernih, seakan telah dipersiapkan mereka bertiga melompat dangan memegang sebuah pipa yang berfungsi untuk alat mereka mengambil nafas. "Jbuuur"..... Sungai yang awalnya tenang jadi beriak, hewan kecil itu pun bingung sesaat berkeliling disekitar dan beberapa saat kemudian mereka terbang jauh.

"Haaaa"... Suara mereka mereka bertiga serempak berteriak disaat keluar dari sungai.

"Hahahahaha" ketawa salah satu pemuda yang bernama Adit menggema, yang tidak lain adalah penyebab kejadian ini terjadi.

"Dit.. dit..,  kasih aba2 dong sebelum mulai, jantungku hampir copot, syukur sungainya gak jauh" kata Adnan sambil mengelus dadanya.

"Iya nih dit, hampir saja" sahut Adlan sambil berjalan ketepian. Membuat sungai yang dilaluinya bergerak sesuai kakinya tetapi tidak terlalu mengganggu kejernihan Sungainya. Sungai yang jernih ini dinamakan sungai Hulu Sihapas. Adit, Adnan, dan Adlan begitu sering menghabiskan waktu di dekat Sungai Hulu Sihapas ini, karena tak jarang mereka akan mendapatkan makanan untuk mereka bawa ke rumah.

"Maaf maaf, tadi aku gak sempat kasih aba-aba, lebahnya agresif, siap siaga mereka hahaha" kata Adit

"Mantap nih tangkapan kita hari ini" ucap Adnan menyusul Adlan ketepi sungai.

Mereka bertiga Adit, Adlan dan Adnan tinggal tidak jauh dari sungai ini, hanya berjarak beberapa meter. Desa mereka tinggal dinamakan Desa Batu Nanggar, Desa yang terkenal akan kesederhanaan penduduknya, keramahan warganya, dan makanan holat khas daerahnya. Mayoritas penduduk Desa bersuku Batak Angkola dan bahasa kesehariannya juga bahasa Batak Angkola. Dan Tidak jauh dari Desa Batu Nanggar ini terdapat tempat wisata yang bernama Barumun Nagari Wildlife Sanctuary yang merupakan sebuah areal yang didedikasikan sebagai 'rumah' bagi satwa berbelalai panjang (Gajah).

Adit, Adnan, dan Adlan merupakan pemuda berusia 17 tahun, tahun ini mereka akan berada di tahun terakhir sekolah menengah atas. Memiliki tingkah laku seperti para pemuda pada umumnya. Bandel mungkin tapi bukan berarti mereka keluar jalur yang semestinya. Memiliki kehidupan yang sederhana tak membuat mimpi mereka jadi sederhana. Seorang pemuda Desa yang memiliki mimpi melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

"Lan, Nan, besok kita akan ujian akhir, setelah itu hal seperti ini akan sangat jarang kita lakukan. Kita bertiga akan mengambil jalan kita masing-masing" kata Adit ketika ia sudah tenang dan duduk di tepian sungai.

"Aku belum tahu mau kemana, meski punya keinginan tapi keadaanku sepertinya tak mendukung" lanjut Adit.

Adlan dan Adnan saling memandang. Tak tahu harus merespon apa. Mereka bertiga memang lahir dalam keluarga yang sederhana, perbedaannya, mereka berdua masih memiliki orangtua sedang Adit, ia masih ada tapi tak ada yang terlihat dan hadir dalam kehidupan Adit. Kedua orangtua Adit sudah berpisah sejak ia masih  kecil dan sekarang sudah memiliki kehidupan masing-masing, sementara Adit ditinggalkan untuk di asuh oleh neneknya.

Mereka mendekat dan duduk di sebelah Adit, Adlan di sebelah kiri dan Adnan di sebelah kanan.

"Dit, jika kamu mau,  kita bisa cari beasiswa, atau memilih kampus yang bebas dari biaya" kata Adlan.

"Iya Dit, kita coba aja dulu, nanti urus sama-sama" sambung Adnan.

Sempat sunyi sebentar hingga Adit melanjutkan.

"Aku sebenarnya ingin melanjutkan sekolah di Jakarta, aku..." Terjeda sebentar tapi Adlan dan Adnan tetap menunggu Adit melanjutkan kata-katanya.

"Aku ingin menjumpai ibuku" kata Adit sambil menunduk

"Aku ingin bertemu dengannya. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Mungkin ia sibuk hingga tak pernah pulang setelah menikah lagi." Kata Adit. Jika saja diperhatikan sudut mata Adit sudah memerah tapi ia menjaga agar suaranya tak berubah.

Tepukan ringan diberikan Adlan di pundak Adit.

"Dit, ayok berjuang bersama, jika jalur snmptn kita tak masuk, kita coba jalur lain"

"Iya Dit, aku juga mau lanjut kuliah tanpa biaya, masih banyak jalur lain selain Snmptn." Kata Adnan

Adit pun tersenyum dan mengatakan

"Mari berjuang bersama, perjalanan ini belum nampak awalnya apalagi ujungnya" . Sambil menatap sungai Hulu Sihapas yang mengalir.

Mereka bertigapun tersenyum, bersyukurnya  memiliki ikatan ini , bertemu ketika masa orientasi siswa. Sama-sama dihukum karena atribut tidak lengkap, berlanjut bersama hingga sekarang. Meski nampak bandel dan tidak disiplin tapi nilai sekolah tidak berpengaruh, karena mereka bertiga tidak pernah menganggap ilmu pengetahuan itu adalah hal sepeleh.

Mataharipun sudah mulai condong ke arah barat. Saatnya sama-sama kembali ke rumah, menenteng sarang madu yang di dapatkan Adit tadi di tangan masing-masing. Sarang madu itu dibagi oleh Adit untuk Adnan dan Adlan. Memang seperti inilah mereka, membagi apa yang mereka dapatkan. Baik sarang madu, ikan, atau apapun yang mereka dapatkan. Sarang madu itu nanti bisa dikonsumsi sendiri atau bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari.

Hari selanjutnya pun berlalu persis seperti yang dikatakan Adit. Sibuk mempersiapkan segalanya, ujian, daftar kuliah, kejar beasiswa. Tak ada lagi waktu untuk bermain untuk saat ini. Hingga tiba pengumuman masuk perguruan tinggi. Mereka berkumpul di tepi sungai Hulu Sihapas, untuk sama-sama membuka hasil pengumuman masuk perguruan tinggi.

Handphone sudah tergenggam di tangan masing-masing. Hati sudah tak karuan menunggu loading masuk ke portal pengumuman.

"Apapun hasilnya, semoga kita tetap semangat dan saling membantu sampai bisa masuk ke perguruan tinggi" kata Adlan.

"Iya" jawab Adit dan Adnan serentak.

Hingga portal yang semula masih loading, serentak terbuka dan ada warna yang mencolok di setiap Hp yang mereka genggam.

"Alhamdulillah" ucap Adlan dan Adnan. Tapi suara Adit belum terdengar. Adlan dan Adnan bingung menatap Adit.

"Dit, itu hijau" kata Adlan. Mereka berdua memandang Adit yang terdiam melihat hasil pengumuman snmptn di hpnya. Hingga Adit pun berucap

"Alhamdulillah, akhirnya aku diizinkan untuk menyusul ibuku lan, nan" dengan mata yang memerah.

"Alhamdulillah" ucap Adlan dan Adnan.

Haru mengelilingi mereka bertiga. Adlan dan Adnan diterima di salah satu Universitas Negeri di Medan, sementara Adit diterima di Universitas Negeri yang ada di Jakarta. Akhirnya jalur Snmptn memberikan kabar bahagia untuk mereka bertiga. Saling bercerita dan memutuskan kapan mereka akan menuju kota yang baru, kota yang akan menjadi tumpuan awal mimpi mereka.

Dengan keadaan dan tempat yang lebih jauh Adit memutuskan dan memilih untuk berangkat lebih dulu dibandingkan Adlan dan Adnan. Selain kuliah, Adit masih memiliki tujuan lain disana. Bertemu ibunya, ini adalah alasan utama Adit memilih kota Jakarta. Ibunya sudah mulai Menghilang dari jangkauan semenjak Adit  berusia delapan tahun. Meski masih ada bentuk tanggung jawab. Namanya seorang anak masih ingin melihat bentuk kasih sayang dari seorang ibu. Adit ingin bertemu. Adit ingin menanyakan pada Ibunya, kenapa, kenapa bisa meninggalkannya begitu saja.

"Aku akan berangkat minggu depan setelah semua persiapan selesai. Aku mungkin tak akan sering pulang kampung. Mungkin tak akan pulang sebelum kuliah selesai. Meski agak keluar dari kebiasaan kita, tapi aku ingin mengucapkan Terima kasih untuk kalian berdua,  Adlan, Adnan. Terima kasih Telah menjadi temanku, disaat semua orang tak menggapku ada. Kalian berdua malah memilih untuk tetap berteman denganku." Sempat berjeda hingga Adit melanjutkan

" Mulai hari ini, jalan kita akan mulai mendaki. Ayo berjanji untuk Lima tahun kedepan. Ayok kita bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik di tempat ini. Aku yang sudah sembuh dan kalian yang juga bahagia" Kata Adit memandang sungai yang jernih

" Dit, tidak harus berterima kasih. Aku juga bersyukur bisa berteman dengan kalian berdua. Jadi kita buat janji untuk lima tahun kedepan. Kita akan bertemu lagi di saat mimpi kita sudah dapat kita genggam."sambung Adlan.

"Aku menunggumu kembali dit." Tambah Adnan yang membuat suasana agak mencair. Mereka tertawa bersama. Tiga tahun bukan waktu yang singkat. Susah, senang mereka lalui bersama. Tentu saja berpisah menjadi hal yang agak aneh dalam hati mereka. Meski katanya laki-laki hanya mengandalkan logika dibandingkan perasaan. Tapi mereka juga memiliki perasaan itu. Perasaan enggan, perasaan sedih. Tapi mimpi harus diraih bukan.

Mimpi Adit, Adlan dan Adnan masih ada di ujung perjalanan. Adit yang ingin berjalan tapi masih ada luka masa lalu. Ia hanya ingin sembuh sebelum melangkah. Meski penuh resiko dan banyak kemungkinan ketika bertemu ibunya, tapi Adit ingin mengambil resiko itu hingga nanti tidak ada kata seandainya.

Begitu banyak kemungkinan untuk lima tahun ke depan, tapi apapun itu nanti, mereka bertiga ingin mencoba pada titik awal. Tiga pemuda yang hidup jauh dari perkotaan, pemuda yang memiliki kehidupan sederhana ingin kuliah dan meraih kesuksesan yang dikata orang tak akan mungkin. Memulai semua pada titik awal pencapaian. Entah apapun yang akan mereka temui nanti tapi saat ini mereka yakin akan mampu melewatinya. Berdiri dengan latar belakang matahari terbenam, membuat bayangan tiga pemuda ini begitu indah. Pemandangan begitu yang begitu indah ini diiapisi tekad dan mimpi yang indah juga.

"Sampai jumpa lima tahun lagi" ucap mereka bertiga ke arah sungai Hulu Sihapas.


End.