Vietnam: Why Did We Go?/Bab 10
BAB 10—Promosi Totalitarianisme Katolik
“Orang-orang yang Dianggap Berbahaya Dapat Dimasukkan ke Kamp Konsentrasi”
Dengan mengukuhkan pengendalian negara dengan orang-orang Katolik yang setia, dan merasakan kesetiaan mereka, tanpa menyebut dukungan aktif tersurat dan tersirat atas pelindungnya, AS, Diem mengmabil langkah kedua untuk membuat mimpinya menjadi kenyataan. Ia mengambil kebijakan sistematis dan terhitung dengan baik melawan agama-agama non-Katolik.
Kebijakannya diarahkan pada netralisasi, penggangguan dan kemudian penyingkiran orang-orang Buddha atau agama-agama yang terinspirasi Buddha di Vietnam. Sekte-sekte tersebut, yang kebanyakan berlawanan satu sama lain atas dasar agama dan politik, dapat disetarakan, dan dianggap menentang pemerintahan Katolik, mereka menciptakan front persatuan.
Kebijakan Diem berjalan mulus. Ia mendorong perselisihan mereka. Ini ia lakukan dengan memberi suap, mengirim agen di tengah-tengah mereka, menjanjikan perlindungan resmi dan menyangkali satu sama lain. Hasilnya menjadi nampak tanpa waktu. Sekte-sekte keagamaan tersebut jatuh ke jebakan Diem. Mereka mulai bertarung satu sama lain dengan meningkatkan kepahitan. Ini berpuncak dengan kecurangan agama-politik, antara kelompok-kelompok Binh Xuyen, dan Hao Hao dan Cao Dai. Persoalan mereka tak hanya agama, namun juga kenyataan. Pertempuran tersebut menjadi peristiwa berdarah. Orang-orang Buddha membentuk komite untuk memberikan bantuan kepada para korban. Diem sempat menekan mereka.
Perjuangan antara para pesaing agama-politik yang berseteru memberikan suara kepada Diem untuk melakukan apa yang ia inginklan dalam pikiran. Ia merencanakan penangkalan para anggota utama dari agama-agama yang bertikai tersebut. Penangkapan tersebut menyingkirkan marabahaya paling potensial terhadap para lawannya. Akibatnya, pertentangan dari ranah keagamaan nyaris dipadamkan.
Dalam mewujudkan agar pada lawan politik keagamaan asli dinetralisir, Diem kemudian mengambil langkah berikutnya, konsolidasi kekuatan politiknya. Dampaknya, ia mengadakan referendum dan menggantikan Bao Dai, yang sampai saat itu menjadi kepala pemerintahan resmi. Kemudian, ia memproklamasikan Republik Vietnam. Berhasil akan hal ini, pada 22 Oktober 1955, ia—atau lebih tepatnya ia menjadikan dirinya—menjadi presidennya.
Pada tahun berikutnya, 26 Oktober 1956, ia mengeluarkan Konstitusi baru. Meniru Mussolini, Hitler, dan juga Ante Pavelich dari Katolik Kroasia, (tanpa menyebut Franco dari Katolik Spanyol, dan Salazar dari Katolik Portugal) ia menyematkan sebuah pasal, Pasal 98, yang memberikannya kekuasaan diktatorial penuh. Pasal tersebut menyatakan sebagai berikut: “Dalam hal legislatif pertama, presiden (yakni Diem) dapat menyatakan penangguhan temporer . . . (yang diikuti nyaris seluruh kebebasan sipil di negara tersebut) untuk mendatangkan tuntutan-tuntutan sah dari keamanan masyarakat, dll.”
Pasal tersebut seharusnya kadaluarsa pada April 1961, namun masih diterapkan. Namun keadaan yang lebih berbahaya adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Diem sebelum itu. Pada Januari 1956, ia mengeluarkan perintah presidensial pribadi, yang siap membuat bentuk hal-hal terwujud. Perpres 46 tersebut menyatakan: “Orang-orang yang dianggap berbahaya untuk pertahanan nasional dan keamanan umum dibawa ke kamp konsentrasi menurut perintah eksekutif.”
Meskipun beberapa “penasehat” Amerika menutup mata terhadap dekrit tersebut, mereka tergerak untuk menindaknya. Mereka memakai kata-kata ancaman. Namun, yang lainnya mengetahui bahwa mereka memakai tindakan-tindakan dini yang diambil untuk pengubahan Vietnam Selatan menjadi Negara Katolik sepenuhnya mulai berlaku.
Kampanye dimulai dengan pengecaman massal terhadap komunisme. Ini memberikan tekanan ideologi murni. Kejadian ini resmi disebut “Kampanye Pengecaman Anti-Komunis.” Operasi tersebut diterima dan, dalam keadaan puncaknya, bahkan berjalan mulus. Sehingga, di balik wajahnya, tujuan sebenarnya adalah Katolikisasi negara tersebut. Ini [membuat] McCarthyisme timbul di Vietnam. Pada kenyataannya, kampanye tersebut terinspirasi dan dipromosikan oleh unsur-unsur yang sama yang mendukung McCarthyisme di AS. Ketua di antara mereka adalah pasangan kakak beradik Kennedy, Mr. Richard Nixon, Kardinal Spellman dan faksi-faksi tertentu CIA.
McCarthyisme Vietnam makin serupa dengan rekanan Amerika-nya. Ini dibawa pada tingkat jalanan dan denominasional. kalangan-kalangan desa menekan kalangan lainnya karena mereka bukanlah Katolik sebagaimana diri mereka sendiri, dengan menyatakan bahwa mereka bukanlah anti-komunis. Para pelajar, dan bahkan anak-anak, didorong untuk mencela orangtua mereka. Para guru sekolah memerintahkan para muridnya untuk menyimak dan melaporkan para anggota keluarga mereka yang mengkritik Diem, atau uskup, atau Gereja Katolik.
Orangtua, kakek-nenek, profesor, biksu, Buddhis ditangkapi tanpa peringatan atau dasar hukum. Kemudian pencarian dan penyerbuan dilakukan dalam skala sistematis di seluruh belahan Vietnam Selatan. Gelombang kekhawatiran dengan cepat menyebar: pengecaman dan penangkapan para terdakwa, interogasi oleh polisi, pengelompokan ulang, pengepungan seluruh desa, penghilangan orang, tanpa meinggalkan jejak apapun. Interogasi brutal, deportasi dan penyiksaan yang mendiskriminasi dilakukan agar orang-orang ditangkap tak bekerjasama dengan orang yang dikecam lainnya.
Penjara-penjara kemudian dipenuhi dengan para tahanan. Penangkapan massal menjadi semakin sering yang pada akhirnya dibutuhkan untuk membuka kamp-kamp detensi disusul oleh tempat-tempat yang disebut kamp-kamp interniran. Kenyataan akan masalah tersebut membuat kamp-kamp tersebut menjadi kamp-kamp kematian. Sebagai contohnya, di Phu Loi, provinsi Thu Dai Mot, terjadi peracunan massal lebih dari 600 orang, terdapat lebih dari 1000 kematian terkonfirmasi.
Peristiwa tersebut menyusul pembantaian lainnya di dalam dan di luar tempat-tempat detensi semacam itu, seperti peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mocay, Thanhphu, Soctrang, Cangiuoc, Dailoc, dan Duyxuyen, dengan hanya menyebutkan beberapa. Sekte agama dan ras minoritas ditindas, ditangkap dan bahkan kemungkinan disingkirkan. Untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dari penangkapan atau bahkan kematian, beberapa tahanan menerima agama, bahasa dan kebiasaan Katolik Vietnam Selatan yang baru. Sekolah-sekolah minoritas Tionghoa dan Khmer ditutup. Kelompok-kelompok kecil menerima Gereja Katolik untuk menyelamatkan nyawa mereka atau disingkirkan.