Vietnam: Why Did We Go?/Bab 2
BAB 2—Aliansi Besar Vatikan-Amerika
Alasan-alasan Yang Membuat AS Melibatkan Dirinya Sendiri pada Perang di Vietnam
Sejauh deskripsi kronolopgi peristiwa melawan imperialisme kolonial Prancis dipandang ekspresi logis orang Vietnam untuk mencegah mereka dari penindasan dan dominasi AS yang sepanjang berabad-abad berupaya untuk mengakarkan budaya, identitas, dan agama tradisional mereka.
Mula-mula, penglihatan pertama menunjukkan kekomprehensifan bagi AS untuk melakukan tindakan mematikan di Vietnam. Keterlibatan Amerika yang tragis tak dapat benar-benar dimengerti tanpa ketika mengambil sudut pandang mata burung dari kebijakan global AS usai akhir Perang Dunia II. Hanya anggapan retrospektif dunia yang muncul usai kekalahan Nazisme dapat mengeluarkan alasan-alasan yang diberikan AS untuk mewujudkan kebijakan tersebut.
Kebijakan tersebut terinspirasi oleh realisasi mendadak bahwa dunia pasca perang yang baru didominasi oleh dua raksasa: AS dan Rusia Soviet. Keduanya melawan musuh yang sama dalam perang, namun kini dalam perdamaian, mereka melihat satu sama lain sebagai musuh potensial. ini adalah perdamaian semu. Komunis Rusia memberikan catatan pada mulanya, jika tidak dengan kata-kata, setidaknya dengan perbuatan, bahwa mereka memutuskan untuk mengadakan program perluasan ideologi dan teritorial. AS memutuskan untuk mencegahnya dengan seluruh biaya. Berjuang di segala tingkat, dan utamanya di Eropa, Asia dan Amerika, konflik tersebut kemudian dikenal sebagai “Perang Dingin.”
Perang Dingin tersebut bukanlah baku tembak yang ditunjang oleh fakta bahwa dua adidaya tersebut mempersenjatai pada tingkat yang lebih cepat. Selain itu, usai program pasca-perang ekspansionistiknya berjalan baik, Rusia Soviet mengalami peningkatan penaklukan di sebagian besar Eropa. Pada kenyataannya, selama beberapa tahun, negara tersebut telah merebut nyaris sepertiga benua Eropa. Negara-negara yang menjadi bagian dalam dari unsur politik dan ekonomi di Eropa sebelum perang kini dimasukkan paksa dalam pertumbuhan kekaisaran Soviet.
Ini dilakukan melalui agresi terang-terangan, penghasutan ideologi, penawaran dan perampasan kekuasaan oleh partai-partai komunis lokal, yang terinspirasi dan dibantu oleh Moskwa. Selama kurang dari separuh dasawarsa, Jerman Timur, Polandia, Cekoslowakia, Hungaria, Rumania, Albania dan lainnya diubah menjadi koloni-koloni Rusia. Jika dilihat secara keseluruhan, ini akan menjadi kebijakan yang buruk, namun Rusia Soviet juga berniat untuk mempromosikan program serupa di Asia. Ambisi-ambisinya disana sejauh yang dicapai di Eropa. Lebih dari itu, negara tersebut berniat untuk mengubah benua Asia menjadi wilayah komunis raksasa. Dampaknya, negara tersebut mendorong nasionalisme Asia, memadukannya dengan komunisme Asia, dengan mengeksploitasi harapan nyata atau semu.
Kita ingat bahwa pada saat yang sama, raksasa ketiga yang tertidur, Tiongkok, berada pada penghujung menjadi Merah, kemudian perluasan komunis cepat di Timur nampak dari Washington menjadi kenyataan. Sehingga, sebuah kebijakan perlu dirumuskan yang ditujukan agar komunisme dunia harus ditinjau di Eropa serta Asia.
“Perang Dingin,” buah dari perjuangan ideologi besar tersebut, ketika ketegangan antara AS dan komunis meningkat, mengancam “perang panas” meletus. Dan ketika ini berlalu, hanya lima tahun usai akhir Perang Dunia II, AS menemukan bahwa ia sendiri terperosok dalam perang Korea, yang membuat banyak orang menganggapnya dapat memicu Perang Dunia III.
Kekhawatiran pengerahan senjata atom masih ada di antara AS dan Rusia Soviet dari pertikaian bersenjata penuh. Konflik berakhir dalam keadaan impas. Korea dipecah. Ini nampak menjadi solusi. Konfrontasi, setidaknya untuk kali ini, dapat dihindari.
Namun jika hal tersebut tercegah di Korea, hal tersebut tak tercegah di tempat lain. Tentunya bukan dalam bidang ideologi, atau dalam perang gerilya yang lemah, karena AS memberikan catatan tanpa ambiguitas lainnya, agar ia memutuskan untuk menghentikan perluasan Merah ketika komunisme rentan mengambil alih.
Ini adalah tahap agar negara tersebut mulai memandang situasi di Indo-China dengan mengembangkan perhatian. Prancis yang terdesak dibantu. Tak banyak yang dapat dilakukan untuk mempertahankan status-quo kolonial mereka, namun memeriksa orang-orang Vietnam di Selatan dan di Utara. AS tak dapat memandang Prancis terancam oleh komunisme, yang disamarkan sebagai anti-kolonialisme, atau bahkan sebagai patriotismi murni.
Strategi AS berdasarkan pada teori domino. Negara tersebut menganggap bahwa di Asia, sekali suatu negara menjadi komunis, seluruh negara lainnya akan menjadi demikian. Vietnam berada di dekat susunan tersebut. Sehingga, keadaan tersebut menekan agar Prancis seharusnya tak dikalahkan oleh komunis Vietnam.
Penentuan nasib bangsa Vietnam bergantung pada kekuasaan Prancis, sehingga, berjalan sejalan dengan strategi besar AS, atau strategi siapapun yang bergantu pada penghentian laju komunisme di Asia Tenggara.
Dan terdapat persiapan lainnya di tangan. Gereja Katolik menyaksikan laju komunisme di Indo-China dengan perhatian yang lebih besar ketimbang AS. Pihak tersebut lebih terancam ketimbang pihak lainnya, termasuk Prancis sendiri: nyaris empat ratus tahun Katolik berkarya. Dilihat dari Roma, perluasan cepat komunisme duniabahkan lebih mengerikan ketimbang bagi Washington. Vatikan telah menyaksikan seluruh bangsa, negara-negara dari Eropa Timur dibayangi oleh Rusia Soviet, dengan ribuan orang Katolik berada di bawah pemerintahan komunis. Selain itu, negara-negara Katolik tradisional seperti Italia dan Prancis mengalami pertumbuhan partai-partai komunis. Sehingga bagi Vatikan, ini bahkan lebih menonjol ketimbang bagi AS untuk melaksanakan kebijakan yang ditujukan untuk menghentikan komunisme di tempat ideologi tersebut dapat dihentikan. Ini menjadi tak terhindari bahwa Vatikan dan AS harus maju bersama untuk menghentikan musuh yang sama. Keduanya kemudian merumuskan strategi umum yang membuat diri mereka sendiri menjadi mitra yang sangat betergantungan.
Keputusan tersebut bukanlah hal baru untuk Vatikan. Langkah tersebut dilakukan dilakukan jauh sebelumnya untuk menghimpun aliansi dengan pihak awam, untuk melawan laju musuh yang makin nampak. Usai Perang Dunia I, keadaan serupa berkembang di Eropa. Komunisme mengalami laju cepat di sepanjang bagian barat. Lembaga-lembaga demokrat yang ada nampak rentan untuk disusupi. Sehingga, ketika gerakan sayap kanan terpaksa dikerahkan padakeadaan yang menyatakan komunisme sebagai musuh utamanya, Vatikan menyekutukan dirinya kepadanya. Gerakan tersebut adalah fasisme. Gerakan tersebut menghentikan komunisme di Italia serta di Jerman dengan Nazisme. Aliansi Vatikan-fasis berhasil mencegah Rusi Soviet dari mengambil alih Eropa. Meskipun berakhir dalam bencana dengan pecahnya Perang Dunia II, kebijakan aslinya untuk mematahkan kekuatan komunisme telah berhasil.
Kini, proses tersebut terulang, semenjak situasi menjadi sama. Keretnanan tugas adalah pembuktian diri di tempat manapun. Rusia Soviet timbul dari Nazi dianggap musuh yang lebih terbentuk ketimbang yang sebelumnya. Ia mengancam Eropa tak hanya dengan virus ideologi Merah, namun juga dengan kekuatan senjata. Sehingga, Gereja Katolik perlu menghimpun aliansi dengan mitra awam, seperti yang dilakukan usai Perang Dunia I.
AS adalah satu-satunya kekuatan militer yang dianggap kuat untuk menantang perluasan Rusia. Di Eropa, kemitraan AS-Vatikan menunjang kesuksesan yang tak diragukan dari permulaan. Pembentukan politik Katolik pada pihak Vatikan, dengan peluncuran ‘Demokrasi Kristen’ di satu sisi, dan pertolongan ekonomi setara AS untuk sebuah benua yang rentan, telah menghentikan pengambilalihan komunis.
Namun jika aliansi AS-Vatikan berhasil di Eropa, masalah di Asia lebih terkomplikasi, lebih akut dan lebih berbahaya. Konfrontasi langsung memungkinkan. Tak hanya atas dasar politik, namun juga atas dasar militer. ini ditunjang oleh fakta bahwa AS telah berjuang dalam perang sebenarnya di Eropa, seperti yang telah disebutkan. Pelajaran dari Korea tak mudah terlupakan. AS memandang bahwa teritorial sekitar yang tak stabil tak dapat menjadi papan luncur dari serangan ideologi atau militer lainnya yang dapat diluncurkan untuk memperluas komunisme.
Sehingga, ketika keadaan di Vietnam mulai mengkhawatirkan dan ketidakandalan militer Prancis makin nampak, dua mitra yang berhasil bekerjasama di Eropa tersebut datang bersama, memutuskan untuk mengulang kesuksesan kampanye bersama antikomunis pertama mereka di Asia Tenggara. Benar, latar belakang dan masalah yang dilibatkan lebih terkomplikasi ketimbang yang di Eropa. Sehingga, ketika strategi umum disepakati, keduanya dapat melakukannya, masing-masing seturut kemampuannya sendiri.
Seperti pada masa lalu, setiap pihak dapat mengerahkan dirinya sendiri di tempat pihak tersebut dapat menjadi sangat berdampak. Sehingga, ketika AS dapat aktif dalam bidang ekonomi dan militer, Vatikan dapat melakukan hal yang sama dalam diplomatik, bukan untuk disebutkan dalam ranah gerejawi, di tempat pihak tersebut dapat mengerahkan jutaan orang Katolik dalam mendorong tujuan-tujuan ideologi dan keagamaan.