Vietnam: Why Did We Go?/Bab 21

BAB 21—Pesepakatan Rahasia Antara Paus dan Komunis Vietnam Utara

Vatikan Bersiap untuk Vietnam Marxis Bersatu

Ketika rencana Diem-Kennedy tak membuahkan hasil layaknya tragedi Yunani klasik, sebuah tindakan kurang biasa timbul dalam tembok rahasia Vatikan.

Paus Yohanes XXIII, dalam duplisitas Vatikan standar, diam-diam mengkontak Ho Chin Minh, pemimpin komunis Vietnam Utara. Langkah ini diambil tanpa setidaknya konsultasi dengan Kemenlu, Kardinal Spellman, atau bahkan pihak lain di Roma atau Washington.

Paus memberikan persiapan rahasia. Vatikan berkehendak untuk mencapai “modus vivendi” atau kompromi terapan dengan kelak pemimpin komunis Vietnam Bersatu.

Dikatakan setidaknya, implikasi langkah Vatikan tersebut mengejutkan . Pengakuan Vatikan terhadap kelak Vietnam Bersatu di bawah kepemimpinan Ho Chi Minh merupakan satu-satunya cara menerima kekalahan di Vietnam Selatan dan perangsekan berikutnya ke komunis utara. Dalam kata lain, ini mengartikan pengakuan kelak Republik Vietnam Bersat yang dikuasai oleh komunis.

Meskipun Marxis, Ho Chi Minh mengangkat para penasehat Katolik di sampingnya, termasuk seorang Uskup Katolik. Ia utamanya menerima rencana tersebut dan dihadang dengan tawaran pencobaan dari dirinya sendiri: kebebasan beragama penuh di kelak Vietnam Bersatu, ditambah perlakuan istimewa terhadap Gereja Katolik, termasuk fasilitas penddiikan dan kemudian pemberian keuangan untuk gedung-gedung dan rohaniwan. Semuanya dilakukan secara rahasia, semenjak pada masa yang sama, Vatikan menyatakan bahwa tujuan operasi-operasi bersama Vatikan-AS di Vietnam adalah reunifikasi Utara dengan Selatan di bawah Katolik Diem.

Berseberangan dengan pendahulunya, Paus Yohanes XXIII adalah orang percaya yang menjalin hubungan Gereja dengan komunisme, baik global maupun regional. Ia mencurahkan dirinya sendiri agar Utara dan Selatan digabungkan bersama untuk membentuk Vietnam Bersatu, namun dengan jenis komunis khas Indo-China.

Ia menyatakan pada dirinya sendiri bahwa Gereja Katolik di bawah kepemimpinan Ho Chi Minh akan lebih baik, karena peran tradisional yang dimainkan dalam sejarah dan budaya Indo-China.

Pemikiran semacam ini menghasilkan tiga langkah penting:


1) mengurungkan bertahap keretakan resmi Vatikan terhadap Vietnam Utara;

2) pembekuan sikap oleh Paus terhadap Presiden Diem, dan

3) pembukaan negosiasi rahasia dengan Ho Chi Minh.


Ketiganya direncanakan untuk dikerahkan tanpa mematahkan penentangan masyarakat Vatikan terhadap pengambilalihan penuh Vietnam oleh komunis.

Hasil pertama kebijakan semacam itu terlihat di Kongres Maria yang diadakan di Saigon pada 1959. Dalam acara tersebut, Paus mentahbiskan seluruh Vietnam kepada Bunda Maria. Meskipun ini nampak berunsur keagamaan, ini menjadi bukti implikasi politik. Banyak Katolik dan non-Katolik menghadirinya, termasuk Kardinal Spellman dan para pendukungnya. Namun, kecemberutan mereka menjadi kejutan ketika pad Desember 1960 Paus Yohanes membentuk bierarki episkopal, lagi-lagi untuk seluruh Vietnam.

Tanpa memberatkannya, Paus Yoahnes mengambil langkah yang lebih maju. Ia membentuk keuskupan agung Gereja Katolik di ibukota komunis Vietnam Utara sendiri.

Pengumuman tersebut menggetarkan para tokoh agama dan politik dimana-mana, bermula di Vietnam, Utara dan Selatan dan di AS. Namun, banyak orang menafsirkan tindakan tersebut dalam sorotan baik. Mereka memandang bahwa paus mempersiapkan tindakan pergerakan gerejawi sesambil menunggu pengambilalihan Vietnam Bersatu, di bawah Presiden Diem dan pelindungnya AS.

Dalam lingkup politik Washington, tindakan dan tanggapan keagamaan tersebut lebih dianggap bersifat inspirasional, dan dihiraukan begitu saja. Implikasi potensial mereka untuk masa depan dihiraukan kecuali oleh sedikit orang yang mengakui isyarat Paus sebagai keputusan penghimpunan gerejawi berbahaya. Meskipun disamarkan pada jubah kesalehan, Gereja jelas-jelas tak lagi serius berkepentingan dalam upaya militer AS untuk mempertahankan Vietnam Selatan. Dalam kata lain, Vatikan memberikan catatan bahwa dari saat itu, mereka melirik secara khusus pada kepentingan Gereja katolik.

Bernegosiasi dengan komunis Utara, vatikan menjalin perjanjian rahasia dengan Ho Chin Minh mengenai kebebasan bergerak terhadap seluruh Katolik Vietnam Utara. Katolik Vietnam utara membentuk mayoritas seluruh Katolik di seluruh Vietnam. Lewat perjanjian tersebut, mereka diijinkan “jika mereka sangat ingin” untuk bermigrasi ke Vietnam Selatan dan bermukim di bawah perlindungan Presiden Diem dan pemerintahan Katolik-nya.

Namun, Untuk menghindari pemberian tekanan komunis yang berbalik ke Vatikan, eksodus Katolik Vietnam Utara nampak menjadi pelarian orang-orang beragama dari rezim tak beragama yang dijalankan oleh ateis. Citra tersebut menekankan opini publik dan bahkan untuk menciptakan simpati seluruh dunia untuk Gereja Katolik dan Presiden Diem, pembela kuatnya melawan komunisme intoleran.

Ho Chi Minh merupakan politikus yang terlalu cerdik untuk tak melirik permintaan tersebut, disamping pergerakan Gereja, juga kesepakatan dengan penerapan politik dan militer jangka panjang untuk laju potensial kepentingannya sendiri. Ia beralasan bahwa eksodus massal dari Utara akan sangat sia-sia ketimbang membantu rezim Katolik Diem dengan meningkatkan ketegangan yang ada disana.

Kompetisi untuk pekerjaan dan jabatan penting membuat pemerintah Diem makin ditingkatkan oleh orang-orang yang datang dari Utara. Ho Chi Minh memandang emigrasi tersebut hanya dapat meningkatkan gangguan dalam pemerintah yang sibuk menyerang kaum mayoritasnya yang sangat ditekan, orang-orang Buddha.

Perhitungannya terbukti benar. Setelah bulan madu singkat antara Katolik Utara dan Selatan, ribuan kedatangan baru dilakukan untuk pemulangan. Mereka menuntut bantuan dari otoritas lokal dan kemudian secara langsung dari pemerintah Diem. Meskipun berkehendak untuk memberikan bantuan, Gereja Katolik tak dapat [artinya tak berkehendak] untuk bersoalan dengan masalah yang timbul setiap hari yang berlalu.

Keadaan ekonomi terus memburuk. Kepentingan untuk kedatangan baru dari jenis pekerjaan apapun dihiraukan, kekurangan uang menjadi akut, dan kelaparan menjadi nampak. Para imigran menjadi terpincut dan melakukan pergerakan kecil, yang kemudian berujung menjadi kerusuhan, banyak orang diantaranya ditekan dengan cara paling keras. Semboyannya, “Bunda Maria telah pergi ke Selatan,” yang telah mendorong para imigran untuk mengikutinya ke surga Katolik dari pemerintahan Katolik yang telah menyatakan seruan terhadap bencana, baik untuk mereka maupun stabilitas Vietnam Selatan—tepat ketika Ho Chi Minh mempertimbangkannya.