Vietnam: Why Did We Go?/Bab 3
BAB 3—Fatimaisasi Barat
Dasar Keagamaan dan Ideologi untuk Perang Vietnam
Sebelum terjun dalam peristiwa kronologi yang secara mutlak berujung pada campur tangan AS langsung dalam perang di Vietnam, penjelasan mengenai iklim ideologi selama bertahun-tahun yang mendahului peristiwa tersebut mungkin diperlukan. Kalau tidak, masalah-masalah dasar tertentu tak dapat dimengerti dengan baik.
Setelah Perang Dunia II, AS dan Vatikan menjalin aliansi saling menguntungkan, seperti yang telah kami katakan, utamanya untuk menghadapi komunisme Rusia di Eropa dan Asia. Keterikatan kebijakan bersama mereka ditambah keputusan Rusia Soviet untuk menanam komunisme di manapun yang dapat dilakukan olehnya, menghasilkan apa yang disebut “Perang Dingin.” Perang Dingin nampak di banyak wilayah sebagai langkah permulaan menuju Perang Panas, yang dalam kasus ini berarti satu hal, pecahnya perang Dunia III.
Ini bukanlah spekulasi atau fantasi, namun kepastian, berdasarkan pada faktor militer dan politik yang pasti. AS dan Vatikan menjadi aktif, masing-masing dalam bidangnya sendiri, untuk mempersiapkan “Suatu Hari.” Ketika AS menyibukkan dirinya sendiri dengan persiapan militer, Vatikan menyibukkan dirinya sendiri dengan persiapan keagamaan. Ini menyerukan mobilisasi kepercayaan agama, dan bahkan yang lebih berbahaya, promosi emosionalisme keagamaan.
Vatikan adalah pusat pembentukan diplomatik dan ideologi, karena Vatikan berada pada pengerahannya terhadap mesin keagamaan Gereja. Pada Perang Dingin, Vatikan memakai mesin semacam itu dengan keterampilan tak tertandingi dari gereja lainnya.
Paus Pius XII adalah orang yang percaya akan keniscayaan, dan “kebutuhan” akan Perang Dunia ketiga. Akibatnya, ia giat bekerja dalam bidang diplomatik, utamanya dengan AS sendiri, dengan kerjasama lobi Katolik yang kuat di Washington, D.C.
Meskipun mereka memiliki tempat terkait intrik lainnya pada bidang tersebut, perhatian kami tak dapat berfokus pada sifat keagamaan yang dipegang oleh Paus Pius XII dan politikus Amerika tertentu dalam ranah agama murni, dengan tujuan spesifik untuk mempersiapkan Perang Dunia III.
Ini memungkinkan karena Paus Pius XII, pada saat ini, telah berhasil dalam pengkondisian jutaan orang Katolik, baik di Eropa maupun di AS, untuk menerima pengerahan perang semacam itu nyaris seperti halnya perang salib yang terinspirasi dari surga. Ia membenarkannya atas dasar bahwa Bunda Maria sendiri telah menjadi sekutunya. Karena itu, pada persoalan Vietnam, Vatikan memakai emosionalisme keagamaan Bunda dari Fatima untuk tujuan-tujuan politik, yang kami harus akui melatari pemujaan ini.
Bunda dari Fatima mula-mula nampak pada tiga anak buta huruf di Fatima, sebuah wilayah terpencil di Portugal, pada tahun 1917, yang juga merupakan tahun Revolusi Rusia.
Penampakan tersebut disertai oleh mukjizat yang aneh:
“Matahari menjadi pucat, tiga kali bergerak sendiri, seperti roda Katarina . . . Pada akhirnya pergerakan berulang tersebut nampak melompat keluar dari orbitnya dan datang menuju ke orang-orang pada pergerakan zig-zag, berhenti, dan kembali lagi pada posisi normalnya.”
Ini dilihat oleh sekerumunan besar di dekat anak-anak tersebut dan berlangsung selaam dua belas menit.
Fakta bahwa dua ribu jutan orang lainnya di dunia tak pernah melihat matahari bergerak, memutar dan lompat keluar dari orbitnya setidaknya tak meragukan Gereja Katolik.
Sebaliknya, misa-misa katolik menyatakan keyakinan bahwa matahari tersebut, pada kemunculan Bunda Maria, benar-benar bergerak pada “pergerakan zig-zag” sebagaimana pemeriksaan kebenaran dari keberadaannya, dan secara luas, “pesan-pesannya.”
Pesan-pesan Bunda Maria tersebut meliputi agar Paus mengirim “penahbisan Dunia kepada Hati Tak Ternoda-nya, disusul oleh “penahbisan Rusia.” “Rusia akan bertobat,” ujarnya. “Bapa Suci akan menahbiskan Rusia kepadaku.” Namun, ia memperingatkan, jika hal tersebut tak disertakan, “kesalahan-kesalahannya (Rusia) akan menyebar ke seluruh dunia, menyebabkan peperangan dan penindasan . . . bangsa-bangsa berbeda akan dihancurkan . . .” Namun, pada akhirnya, Bunda Maria menjanjikan dengan cara penghiburan, bahwa Gereja Katolik akan menang, setelah itu “Bapa Suci akan menahbiskan Rusia kepadaku. Sehingga, ia (Rusia) harus bertobat dan masa dapat akan terwujud di dunia.”
Pernyataan tersebut berasal dari pesan-pesan otentik dari Bunda Maria sendiri, sebagaimana yang dikaitkan pada salah satu anak dan sepenuhnya diterima oleh Gereja Katolik sebagai wahyu murni dari “Bunda Allah.”
Selama beberapa tahun, pemujaan Fatima berkembang dalam jumlah besar. Jumlah peziarah berlipat ganda dari enam puluh pada 13 Juni 1917 menjadi 60.000 pada Oktober tahun yang sama. Dari 144.000 pada 1923, menjadi 588.000 pada 1928. Total selama enam tahun: dua juta.
Vatikan benar-benar memegang janji tersebut. Msgr. Pacelli, kelak Paus Pius XII, yang saat itu mengabdi di bawah penugasan Paus Pius XI, mendukung kebijakan mendukung fasisme di Italia dan kemudian Nazi di Jerman untuk membantu mewujudkan nubuat tersebut. Pada kenyataannya, ia menjadi alat utama dalam membantu Hitler berkuasa. Hal ini ia lakukan dengan membujuk Partai Katolik Jerman untuk memberi suara kepada Hitler dalam pemilu Jerman terakhir pada 1933. Gagasan dasar tersebut adalah sebuah hal yang sederhana. Fasisme dan Nazisme, selain memukul mundur komunis di Eropa, benar-benar memukul mundur komunis Rusia.
Pada 1929, Paus Pius XI menandatangani Konkordat dan Traktat Lateran dengan Mussolini dan menyebutnya “pria yang dikirim lewat Wahyu.” Pada 1933, Hitler menjadi Kanselir Jerman. Pada 1936, Franco memulai Perang Saudara di Spanyol. Pada 1938, dua per tiga Eropa telah terfasistisasi dan memicu Perang Dunia II terdengar lebih dan lebih nyaring di manapun.
Namun, Eropa juga mengalami Fatimaisasi. Kultus Fatima, dengan tujuan janji Bunda Maria terhadap pertobatan Rusia, dijadikan pengaruh kuat oleh Vatikan. Pada 1938, seorang nunsius kepausan dikirim ke Fatima, dan nyaris separuh juta peziarah berkata bahwa Bunda Maria telah memberikan tiga ragasia besar kepada anak-anak tersebut. Sehingga, pada Juni tahun tersebut, satu-satunya anak yang masih hidup—dinasehati oleh pengaku imannya, selalu dalam sentuhan hirarki dan juga dengan Vatikan—mewahyukan isi dua dari tiga rahasia besar tersebut.
Yang pertama adalah penglihatan Neraka (beberapa hal dikenal pada dunia modern).
Yang kedua adalah yang lebih menekan: sebuah pernyataan bahwa Rusia Soviet akan bertobat ke Gereja Katolik.
Yang ketiga tersegel dalam sebuah amplop dan ditempatkan dalam tempat otoritas gerejawi yang tak dibuka sampai 1960.
Pernyataan dramatis dari wahyu rahasia kedua tentang Rusia Soviet langsung diasumsikan pada ranah politik dan agama. Pengaturan waktu “pembukaan” tak ada pilihan lain. Kediktatoran fasis menyatakan bahasa yang sama: pemusnahan Rusia Soviet.
Pada tahun berikutnya, 1939, Perang Dunia Kedua pecah. Pada 1940, Prancis kalah. Seluruh Eropa telah menjadi fasis. Pada 1941, Hitler menginvasi Rusia. Nubuat Bunda Maria sepanjang ini nyaris terpenuhi. Di Vatikan, kerjasama dilakukan, karena kini Pacelli telah menjadi Paus dengan nama Pius XII (1939).
Pius XII mendorong orang Katolik untuk sukarela masuk front Rusia. Orang-orang Katolik—yang kebanyakan meyakini Bunda dari Fatima—bergabung dengan pasukan Nazi dari Italia, Prancis, Ielandia, Belgia, Belanda, Amerika Latin, AS dan Portugal. Spanyol mengirim Divisi Biru Katolik.
Pada Oktober 1941, ketika tentara Nazi nyaris merangseki Moskwa, Pius XII, menyampaikan pesan kepada Portugal, membujuk orang-orang Katolik untuk berdoa atas perwujudan cepat dari janji Bunda dari Fatima.
Pada tahun berikutnya, 1942, setelah Hitler telah mendeklarasikan bahwa komunis Rusia telah “benar-benar” dikalahkan, Pius XII, dalam Pesan Yibelium, memenuhi pernyataan pertama Bunda Maria dan “menahbiskan seluruh dunia kepada Hati Suci-nya.”
“Penampakan Fatima membuka era baru,” tulis Kardinal Cerejeira pada tahun yang sama. “Ini menaungi apa yang Hati Suci Maria siapkan untuk seluruh dunia.” Era baru, pada 1942, adalah benua Eropa yang ternazifikasi sepenuhnya, dengan Rusia dipandang di luar dari peta, Jepang merebut separuh Asia: fasisme dunia berada pada puncaknya di wilayah manapun.
Kekaisaran fasis terkikis dengan kejatuhan Hitler. Pada 1945, Perang Dunia II berakhir. Dan Rusia Soviet mengejutkan Pius XII, yang menjadi kekuatan terbesar kedua di dunia.