Yuk, Main Tapok Kaleng

Pengantar Cerita

sunting

Permainan tradisional tapok kaleng sering dimainkan anak-anak di Pontianak saat hari lebaran. Pada saat lebaran banyak kaleng bekas minuman bersoda yang dibuang ke tong sampah. Saka dan teman-temannya memanfaatkan kaleng bekas untuk bermain tapok kaleng di lapangan tanah merah di dekat rumah. Ada anak yang bertugas sebagai penjaga dan anak lain bersembunyi. Permainan sama serunya baik sebagai penjaga maupun saat bersembunyi.

Premis

sunting

Saka dan teman-teman bermain permainan tradisional yang sering dilakukan anak-anak di Pontianak ketika hari lebaran. Ada anak yang bertugas sebagai penjaga piramida kaleng dan anak lainnya bersembunyi.

Tokoh Dalam Cerita

sunting

Saka, Kak Long, Arin, Hadi, Abdul, Zaki, Tita, Nonik

Lokasi

sunting

Kota Pontianak

Cerita Anak

sunting

“Saka … jangan lupa bawa kaleng ke lapangan!” teriak Hadi.

Hadi dan beberapa anak berlari melintasi rumah panggung tempat tinggal Saka. Mereka sudah berencana main tapok kaleng siang ini. Teman-teman Saka menuju lapangan yang berada di ujung gang.

Saka berlari ke dapur. Dia sibuk mengumpulkan kaleng bekas minuman bersoda. Hari ini lebaran hari ketiga. Ada banyak kaleng bekas minuman di tong sampah. Minuman bersoda jadi salah satu hidangan untuk hari raya.

Tamu dan tetangga ramai datang berkunjung selama hari raya. Saling bersilaturahmi merupakan hal yang biasa saat lebaran.

Hampir tiap tahun, anak-anak di Pontianak bermain tapok kaleng. Kaleng bekas minuman dimanfaatkan untuk permainan sederhana tetapi mengasyikkan.

Kak Long[1], Saka main ke lapangan dekat pos ronda, ya?” Saka pamit pada kakak sulungnya yang sedang mengiris kue lapis. Tangan kanan Saka menenteng kantong plastik bening berisi kaleng bekas.

“Ajak Arin juga, ya. Kak Long sibuk bantu Mamak. Arin tak ada yang jaga.”

“Tapi, Arin mana bisa ikutan main. Nanti malah bikin kacau permainan.”

Arin membelalakkan mata tanda protes. Gadis cilik berusia lima tahun itu tidak terima dikatakan pengacau permainan.

“Arin biar dijadikan anak bawang[2]. Kasihan di rumah tak ada teman main.”

Saka akhirnya mengalah. Dia menggenggam tangan adik bungsunya dan berlari menuju lapangan.

Hadi dan teman lain sudah menunggu Saka. Lapangan tempat bermain tidak terlalu luas. Warga kampung sepakat urunan membeli tanah merah untuk lapangan bermain. Saka dan teman-teman tak perlu lagi bermain ke kampung sebelah.

Kaleng-kaleng bekas diletakkan di lapangan tanah merah. Teman yang terlebih dulu sampai sudah mengumpulkan. Saka tampaknya yang paling banyak membawa kaleng bekas.

“Biar kuhitung dulu kalengnya,” seru Abdul. “Pas dua puluh satu.”

“Sip, bisa enam tingkat,” tambah Nonik.

Nonik terkenal pandai berhitung, padahal dia baru kelas tiga SD.

“Eh, Arin juga mau ikut main?” tegur Tita.

Arin tersipu.

“Iya, ndak apa-apa, Arin jadi anak bawang saja,” timpal Hadi.

“Hore!” Arin ikut bersorak nyaring. Dia sangat senang bisa ikut bermain tapok kaleng.

Udara gerah tidak melunturkan semangat Saka dan teman-temannya untuk bermain. Pontianak memasuki awal musim kemarau. Hampir dua bulan tidak turun hujan.

Saka dan lima temannya membentuk lingkaran.

“Hompimpa alaiyum gambreng!”

Semua bersorak sambil memperlihatkan telapak tangan ke tengah lingkaran. Arin tidak ikut hompimpa[3] karena jadi anak bawang.

Abdul dan Tita keluar lingkaran. Mereka berdua saja yang memperlihatkan punggung telapak tangan.

“Pimpa.” Kali ini tidak ada yang keluar lingkaran. Semua memperlihatkan punggung telapak tangan.

“Pimpa,” seru empat anak dalam lingkaran. Nonik yang keluar. Dia saja yang memperlihatkan telapak tangan bagian dalam.

Tersisa Saka, Hadi, dan Zaki di lingkaran. Saka keluar setelah hompimpa sekali lagi.

Selanjutnya, Hadi dan Zaki melakukan suit batu-gunting-kertas. Zaki yang menang karena suit dengan batu, sedangkan Hadi dengan gunting.

Hadi kalah dan harus bertugas menjadi penjaga.

“Ayo, betapok[4],” teriak Abdul sambil berlari mencari tempat persembunyian. Anak lain pun berlari menjauh dari Hadi untuk bersembunyi.

Hadi berjongkok mulai menyusun kaleng bekas minuman membentuk piramida. Enam kaleng disusun sebagai dasar piramida. Di atasnya disusun lima kaleng. Seterusnya empat kaleng, tiga kaleng, dan dua kaleng. Sampai di puncak piramida hanya ada satu kaleng.

Piramida kaleng sudah sempurna berdiri. Hadi mulai berhitung nyaring sampai sepuluh sebelum memulai pencarian.

Hadi melihat bayangan dekat pos ronda. Dia mendekat, tetapi cepat berbalik badan menuju piramida kaleng.

“Saka!” teriak Hadi saat tiba di piramida kaleng.

Hadi berhasil menemukan Saka untuk pertama kali. Telunjuk Hadi ditempelkan di kaleng puncak piramida. Pertanda Saka sudah sah ditemukan dan dinyatakan kalah. Saka kesal karena kalah cepat berlari. Padahal, Saka bisa menyelamatkan diri dengan merobohkan piramida sebelum Hadi menyentuh puncaknya.

“Zaki!” Hadi berseru lagi pertanda Zaki berhasil ditemukan.

Zaki juga tak sempat mendahului Hadi. Bajunya tersangkut pada ranting perdu bunga asoka tempatnya bersembunyi.

Baru lima langkah Hadi menjauh dari piramida kaleng, terdengar bunyi kelontang. Piramida kaleng roboh ditendang Nonik. Suara riuh anak lain pecah dari tempat persembunyian masing-masing. Saka dan Zaki paling nyaring bersorak.

“Hore! Hadi jaga lagi,” sorak Nonik. Seru sekali melihat aksi Nonik menerjang piramida kaleng. Permainan tentunya makin seru jika kaleng yang digunakan makin banyak.

Nonik berhasil menyelamatkan Saka dan Zaki. Keduanya ikut bersembunyi lagi bersama teman lain.

Hadi melengos dan mendengkus kesal. Piramida kaleng mulai disusunnya kembali. Dia harus menjaga piramida tidak roboh sampai semua anak ditemukan. Hadi berlatih bertanggung jawab dalam permainan tapok kaleng.

Kali ini Hadi lebih waspada. Tita berhasil ditemukannya pertama kali. Hadi berlari ke piramida dan menempelkan ujung jarinya di kaleng teratas.

“Tita!” Hadi menyebut nama temannya.

Tita duduk sembarangan di tepi lapangan. Hadi melanjutkan pencarian. Arin kedapatan bersembunyi di balik pohon jambu air.

“Arin!” teriak Hadi tanpa perlu kembali ke piramida kaleng.

Arin cemberut diperlakukan berbeda sebagai anak bawang.

“Abdul!” Hadi berlari sekuat tenaga menuju piramida kaleng.

Abdul mencoba mendahului, tetapi bocah bertubuh jangkung itu gagal. Badan kecil Hadi lebih gesit berlari. Abdul terengah-engah dengan kulit wajah memerah. Hadi berhati-hati menempelkan ujung jari telunjuk di puncak piramida.

Hadi meneruskan pencarian.

“Saka!” teriak Hadi ketika melihat kelebat Saka di balik tempayan semen.

Keduanya berlari berusaha saling mendahului menuju piramida kaleng. Saka melemparkan sandal jepitnya berusaha merobohkan piramida kaleng dari jarak jauh. Namun, sandal karetnya terpental ke samping. Piramida kaleng tetap kokoh berdiri.

Hadi berhasil menempelkan telunjuk pada kaleng paling atas. Saka kalah.

Cukup lama Hadi mencari Nonik dan Zaki. Keduanya bersembunyi lumayan jauh. Nonik dan Zaki akhirnya berhasil ditemukan Hadi pada waktu hampir bersamaan.

“Nonik!” Hadi menempelkan telunjuk di kaleng pelan-pelan.

Jarinya diangkat sejenak sebelum disentuhkan kembali ke kaleng puncak piramida.

Hadi berseru sekali lagi, “Zaki!”

Hadi tertawa lepas penuh kegembiraan. Semua teman sudah ditemukan. Hadi menang, dia terbebas dari tugas sebagai penjaga.

Sekarang giliran teman yang tadi bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Mereka harus berhasil merobohkan piramida dalam satu kali kesempatan melempar.

Tita yang ditemukan pertama kali ambil posisi sejauh empat meter dari piramida. Gadis mungil dengan warna rambut kemerahan itu harus merobohkan piramida kaleng. Tita harus berkonsentrasi dengan baik. Lemparannya harus tepat mengenai piramida. Bermain tapok kaleng juga butuh kecermatan dalam membidik sasaran.

“Hore! Kena!” sorak Tita girang.

Tita berhasil menjatuhkan kaleng-kaleng piramida. Dia terbebas dari tugas penjaga. Arin langsung bersiap hendak melakukan lemparan. Abdul yang membantu Tita menyusun piramida refleks menggeser Arin.

“Arin ndak usah lempar. Arin kan anak bawang. Giliran Bang Abdul, ya.”

Abdul mengambil alih posisi Arin. Dia bersiap dengan bola kasti di genggaman.

Gaduh bunyi nyaring kaleng berjatuhan ke tanah lapangan lagi-lagi terdengar.

“Hore!” teriak Abdul.

Piramida kaleng runtuh. Bola kasti yang dilemparkan Abdul memelesat tepat di tengah piramida. Abdul terbebas dari tugas penjaga. Permainan semakin seru.

Giliran Saka yang harus membebaskan diri dari tugas penjaga. Jika Saka berhasil, tugas penjaga akan beralih pada Nonik.

Abdul membantu Saka menyusun kembali kaleng membentuk piramida.

Saka bersiap melempar. Kali ini dia menggenggam batu kali.

Lemparan Saka melebar ke samping. Piramida kaleng masih berdiri kokoh. Saka melengos.

“Saka jaga,” teriak semua temannya hampir bersamaan.

Nonik paling nyaring berteriak. Gadis kecil bermata sipit itu jadi tidak perlu merobohkan piramida.

Teman-temannya langsung berhamburan mencari tempat bersembunyi selagi Saka menyusun kaleng.

Ternyata menyusun kaleng membentuk piramida harus telaten. Saka yang sering kurang bersabar beberapa kali gagal membuat piramida. Bermain tapok kaleng rupanya perlu kesabaran dan ketelitian.

Saka tampak kesulitan dan mulai kesal. Beberapa kaleng memang sudah penyok karena ditendang dan dilempar. Saka harus lihai menyusun kaleng penyok agar tidak membuat piramida oleng.

Teman-temannya sudah lama bersembunyi, tetapi Saka belum rampung membangun piramida. Berulang kali piramida yang disusun Saka runtuh. Bocah lelaki berambut ikal itu mulai gusar. Wajahnya bercucuran keringat dan tampak memerah.

“Abang, Arin bantu, ya,” tawar Arin yang tiba-tiba sudah ikut berjongkok.

Ndak usah, biar Abang yang susun sendiri.”

Saka gigih berusaha. Makin tinggi tingkatan piramida, makin menantang menyusunnya.

Arin merajuk niat baiknya ditolak Saka. Namun, Arin bergeming, tetap berjongkok menemani abangnya.

Saka mengerti dia harus pandai-pandai memilih dan menempatkan kaleng. Kaleng yang masih bagus bentuknya diletakkan sebagai dasar piramida. Kaleng yang sudah penyok lebih baik ditempatkan di bagian atas.

Piramida kaleng Saka sudah hampir sempurna. Tersisa tiga kaleng penyok yang harus diletakkan dengan sangat hati-hati.

“Abang udah mau selesai, Arin ndak mau betapok?” Saka tersenyum usil.

Arin gelagapan, lalu bergegas berlari menjauh mencari tempat persembunyian.

Akhirnya, piramida kaleng Saka berdiri sempurna. Saka mulai berhitung sampai sepuluh sebelum mulai mencari teman-temannya.

Saka baru tiga langkah meninggalkan piramida, saat bunyi kelontang terdengar. Kaleng puncak piramida jatuh karena embusan angin lumayan kuat barusan. Saka mau tak mau harus menyusun kembali kaleng yang jatuh.

Hati-hati Saka meninggalkan piramida.

Saka melihat sekilas rok merah yang dipakai Arin dari balik pos ronda. Saka sengaja melewati adik bungsunya. Anak bawang tidak akan dapat tugas berjaga.

Saka sudah bergerak lumayan jauh dari piramida kaleng. Dia termasuk pelari yang cepat untuk ukuran anak usia sepuluh tahun. Dia berani beradu lari dengan temannya sehingga berani meninggalkan piramida.

Satu per satu teman-temannya berhasil ditemukan. Saka terlihat sangat berhati-hati menyentuh kaleng puncak piramida. Dia berhasil menemukan semua teman tanpa membuat roboh piramida.

Saka menang dan terbebas dari tugas sebagai penjaga.

“Ternyata, seru juga menjadi penjaga,” ujarnya gembira.

Lain halnya dengan Arin yang namanya tidak dipanggil-panggil Saka. Saka sengaja menjahili Arin. Saka membiarkan saja Arin di tempat persembunyian sampai semua teman ditemukan.

Arin keluar dari balik pos ronda sambil bersungut-sungut. Saka dan teman-temannya malah merasa geli hati.

“Jangan mengambek dong adikku sayang. Nanti abang belikan es krim. Mau ndak?” bujuk Saka.

Arin refleks tersenyum. Tawaran es krim tidak pernah dia tolak.

“Ya sudah, kita pulang saja, yuk. Sudah sore,” ajak Hadi.

“Besok kita main lagi, ya,” ujar Zaki.

“Jangan lupa bawa kaleng bekas buat ganti yang penyok,” sambung Nonik.

Permainan tapok kaleng sore itu pun selesai dengan penuh kegembiraan. Mereka berlatih banyak hal melalui permainan tradisional tapok kaleng. Kecermatan, kesabaran, ketelitian, dan tanggung jawab bisa dilatih dari permainan sederhana ini.

“Abang, besok Arin diajak main tapok kaleng lagi ya,” rayu Arin.

Saka tersenyum melihat Arin yang sibuk menjilati es krim. Keduanya duduk santai di teras rumah panggung tempat mereka tinggal.

***


Profil Penulis

sunting

Finny Anita sehari-hari beraktivitas bersama tiga jagoan yang masih belia. Menulis cerita anak bukan hanya untuk menyalurkan kegemarannya, tetapi juga demi menitipkan pesan baik buat anak-anak kelak. Cerita anak bermuatan kearifan lokal merupakan pengalaman yang sangat menantang dan meninggalkan kesan mendalam baginya. Semoga pesan cerita Yuk, Main Tapok Kaleng ini dapat diterima dengan senang hati oleh semua pembaca.



[1] Kata sapaan terhadap saudara perempuan tertua dalam kekerabatan Melayu di Pontianak.

[2] Anak yang ikut dalam permainan, tetapi tidak dikenai aturan permainan.

[3] Cara untuk menentukan siapa yang menang dan kalah dengan menggunakan telapak tangan

[4] Bersembunyi (bahasa Melayu di Pontianak)