Permainan Tradisional Betawi/Bermain Layangan
Layang-layang, juga dikenal sebagai permainan tradisional yang tidak hanya dikenal di wilayah Betawi walau banyak dari anak-anak daerah ini masih memainkannya. Layangan terdiri dari lembaran kertas tipis berbingkai yang diterbangkan di udara, diikat ke tanah atau dikendalikan dengan tali atau kabel. Layang-layang menggunakan kekuatan angin sebagai alat pengangkat dan dikenal di seluruh dunia sebagai peralatan bermain. Selain sebagai permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak dan orang dewasa, layang-layang juga memiliki fungsi ritual yaitu sebagai alat penangkap ikan atau perangkap, sebagai alat penelitian ilmiah, dan sebagai agen energi alternatif. Ada berbagai jenis layang-layang. Dalam bahasa Sunda, naga dikenal dengan sebutan langlayangan. Meskipun yang paling umum adalah layang-layang hias yang dalam bahasa Betawi disebut koang dan layangan aduan. Selain itu, ada juga layang-layang yang sengaja diberikan ornamen tambahan berupa sendaringan, atau benda kecil dari bambu untuk menimbulkan bunyi.[1] Layangan dilengkapi sendaringan hingga bisa mengeluarkan suara saat diterbangkan kena hembusan angin. Adu layang-layang lebih banyak dimainkan oleh anak-anak pada masa transisi dari masa kecil menuju remaja, karena angin kencang membuat layang-layang terbang tinggi membutuhkan fisik yang menunjang. Di beberapa wilayah Nusantara, bermain layangan juga dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu yang biasanya dikaitkan dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang yang paling sederhana terbuat dari daun dengan rangka bambu kemudian diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam itu masih dapat ditemukan di Sulawesi hingga saat ini. Beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali kemungkinan telah mengalami perubahan dari layang-layang daun karena bentuknya yang lonjong seperti daun.[2]