Eropa di Tiongkok/Bab 14
Pemerintahan Sir John F. Davis.
8 Mei 1844, sampai 18 Maret 1848.ni telah ditekankan di atas apa kekeliruan serius yang dilakukan kala Kabinet Inggris, yang mengirim Lord Napier selaku perwakilan Raja di Kanton, mengaitkannya dengan penugasan dengan sosok yang dilatih daalm sekolah pengajuan Kanton dari Perusahaan Hindia Timur kepada pihak mandarin Tiongkok dan yang dipandang oleh pegawai Tiongkok sebagai pedagang mumpuni. Kekeliruan yang sama dibuat kala Pemerintahan Yang Mulia, menyoroti penerus Sir H. Pottinger, daalm permainan diplomasi dengan negarawan Tiongkok yang sangat cerdik menipu, dan dalam pemerintahan Koloni didirikan atas dasar prinsip perdagangan bebas, dipilih untuk jabatan priyayi sulit ini yang, sebagai mantan anggota Komite Pemilihan Perusahaan Hindia Timur di Makau dan Kanton, secara bersamaan diidentifikasikan dengan gagasan pelayanan, otokrasi dan monopoli sebagaimana yang dicontohkan dalam sejarah Perusahaan tersebut. Mr. (kemudian, sejak Juli 1845, Sir) John Francis Davis, Baronet, telah memiliki pengalaman besar dari persoalan Tiongkok. Pada masa mudanya (1816 sampai 1817) ia menjabat paa misi staf Lord Amherst ke Tiongkok. Ia menjalani paruh terbaik dari kehidupannya dalam pelayanan Perusahaan di Tiongkok Selatan, menunduk kepada para pegawai Tiongkok dan mengerutkan kening terhadap pedagang bebas Eropa, sampai ia pensiun (21 Januari 1835) dalam segala kemuliaan Kepala Petinggi Dagang. Ia kemudian mengkomposisikan dan menerbitkan karya tentang 'Tiongkok,' dalam dua volume, yang masih diakui sebagai deskripsi terbaik dari Kekaisaran Langit, dan ia kini berpendirian sebagai sinolog dan cendekiawan besar. Tanpa ragu, ia mengenal karakter Tionghoa dan biasanya ia juga dapat menganggap ia memahami kekhasan pedagang bebas Inggris, membongkar dan menanggapi kala para pedagang bebas Inggris tersebut (menjelang akhirpemerintahan Sir H. Pottinger), di bawah dugaan bahwa pelabuhan bebas Hongkong telah mengalami kegagalan perdagangan. Jika Sir Henry telah ditipu oleh para Mandarin Tiongkok dalam hubungannya dengan perjanjian Perdagangan Suplementer-nya, ia tanpa ragu tak mengetahui perdagangan dan bahkan Tiongkok. Namun ini adalah Sir John, seorang pedagang Tiongkok dan sinolog Tiongkok yang sempat meneruskannya. Siapa yang dapat menjadi penerus yang baik untuk Sir Henry? Dan sebagaimana teka-teki persoalan perdagangan Hongkong, kenapa Sir John Davis memahaminya dengan sempurna: Perdagangan Tiongkok mencapai puncaknya di bawah rezim Perusahaan Hindia Timur, dan kala Perusahaan tersebut tak dapat melakukan hal lebih, perdagangan bebas secara alami terikat untuk mengirim perolehan bertahap dari pengisian perdagangan. Ia memahami sepenuhnya: perlindungan dan monopoli adalah penebusan, dan pedagang bebas singkatnya harusmenggambarkan tanduk mereka dan belajar untuk menyantap pai sederhana. Misinya adalah untuk mengajarkan mereka untuk melakukan itu. Dan ia melakukannya—dengan hasil yang dapat kami lihat. Namun satu hal lain aku tambahkan pada pernyataan pengantar. Sir John Davis sebetulnya tak minat dengan diplomasi Tiongkok dan penghimpunan proteksionisme Inggris, namuon di atas semuanya, ia merupakan cendekiawan dan dermawan: di Koloni Inggris tersebut, yang ditempatkan pada gerbang-gerbang semi-barbar yang antik dari Tiongkok, ia akan memperlihatkan kemanusiaan yang lebih murah hati dari hukum dan pemerintahan Inggris serta digambarkan lewat contoh pemerintahan ketuanan pemahaman dan peradaban Eropa.
Sebelum Sir H. Pottinger meninggalkan Tiongkok, Sir John Davis, memegang (8 Mei 1844) tugas-tugas Petinggi Perdagangan di bawah Kantor Luar Negeri, serta pada Gubernur dan Kepala Panglima Hongkong di bawah Kantor Kolonial, memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuan diplomatiknya dengan membantu pendahulunya, di pertemuan dengan Kiying (13 Juni 1844), untuk berupaya dan membujuk Kiying untuk menyerah, atau membuat amandemen untuk beberapa pergerakan yang ia raih dengan penipuannya dalam hubungannya dengan Perjanjian Suplementer tertanggal 8 Oktober 1843. Dua pegawai kolonial yang baru didatangkan, Hon. F. Bruce (Jurutulis Kolonial) dan M. Martin (Bendahara Kolonial) membantu pada wawancara mengenang tersebut. Namun Kiying merupakan tandingan untuk mereka semua, menjelaskan segala gal yang nampak samar dan tak menghasilkan apapun. Faktanya adalah, Perjanjian Pottinger, sebagaimana yang sempat ditempatkan oleh Sir John Bowring (19 April 1852), 'menimbulkan luka dalam terhadap kebanggaan, namun dengan tanpa arti kebijakan Pemerintah Tiongkok.' Perjanjian tersebut masih demikian, dan dua diplomatis kami berulang kali mengadu untuk mengupayakan dan menggelontorkan hal-hal yang lewat penerbitan catatan melalui proklamasi (10 Juli 1844) dan terjemahan yang kurang sempurna (16 Juli 1844), meninggalkannya pada publik untuk mendapati kandungan-kandungan keliru dari Perjanjian tersebut untuk diri mereka sendiri sepanjang waktu. Sebuah kasus ilustratif kemudian terjadi. Pada 10 Agustus 1844, sebuah kapal jung Tiongkok, yang dilengkapi persenjataan berat dan diawaki oleh kru 70 otang, namun tak memiliki surat kejelasan sebagaimana yang diatur lewat Pasal XIV Perjanjian Suplementer, memutuskan untuk berlabuh di pelabuhan Hongkong. Kapal jung tersebut benar-benar datang atau melapor pada kapal jung dagang Tiongkok yang dapat berlabuh. namun, kepolisian pelabuhan secara keliru menduganya adalah kapal pembajak, menangkapnya, dan karena terdapat keragua apakah kapal tersebut adalah kapal dagang tanpa surat atau pembajak, Sir John Davis memerintahkannya untuk dikirim ke Mandarin Kowloon kala datang ke pelabuhan tanpa surat-surat yang jelas yang diwajibkan oleh Perjanjian. Ini adalah kasus pertama dan satu-satunya kala keputusan terbodoh Perjanjian Suplementer, yang mewajibkan kepolisian pelabuhan Hongkong sebagaimana dalam penjelasan penugasan pencegahan pendapatan Tiongkok, dikerahkan oleh gubernur Hongkong yang bermalam. Keputusannya terlalu konyol: kapal jong tak diturunkan untuk perdagangan maupun pembajakan namun kapal penjaga pendapatan petani Tiongkok. Namun, kabar yang menyebar ke luar menyatakan bahwa setiap kapal jung dagang Tiongkok, yang mengunjungi Hongkong tanpa surat-surat kejelasan sebelumnya, yang tak diberikan kantor pabean Tiongkok, ditangani oleh kepolisian pelabuhan Inggris untuk tawar menawar terhadap Mandarin Kowloon. Ini secara material berkontribusi pada pencederaan perdagangan penduduk asli dari Koloni tersebut dan menjauhkan perdagangan kapal jung selama beberapa waktu untuk datang.
Sebagai Petinggi Perdagangan dan Kepala Layanan Konsuler di Tiongkok, Sir John Davis mengunjungi seluruh pelabuhan perjanjian sekali setahun, dalam rangka memeriksa Konsulat-Konsulat dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan. Pada masa ketiadaannya dari Koloni dalam hubungannya dengan tugas-tugas tersebut, Mayjen D'Aguilar dipakai untuk mengatur pemerintahan Koloni selaku Wagub. Dalam persoalan Perjanjian Suplementer, tujuan-tujuan keliru yang dikecam oleh Pemerintah Yang Mulia serta komunitas, Sir John mengadakan wawancara lain dengan Kiying di Bogue (April 1846) namun gagal lagi untuk mendapatkan keputusan apapun dalam kaitannya dengan perdagangan Tiongkok di Hongkong. Meskipun ia berhasil untuk ditekan dari diplomatis setia namun janji-janji meragukan memberikan hak kepada pedagang Inggris di Kanton sesuai dengan Perjanjian Nanking dengan rujukan untuk perlindungan dari kekerasan bergerombol, kebebasan pembangunan pemukiman pada wilayah terpisah, kebebasan untuk memasuki kota Kanton, atau membuat wilayah dalam. Lagi dan lagi, warga Inggris diserang di Kanton dan semua yang dapat ia lakukan dari Kiying menjadi serangkaian pendahuluan untuk menyalahkan pedagang Inggris karena tak menyatakan hak mereka atau menjelaskan pengecualian dari penjamahan oleh kekerasan bergerombol. Sir John Davis memakai pernyataan Kiying secara bebas dan, tanpa rhema atau alasan, menuduh para pedagang menjadi penggerak utama dalam seluruh gangguan dan menjadikan dirinya sendiri banyak dibenci oleh komunitas Inggris di Kanton sebagaimana ia lekukan terhadap dirinya sendiri, lewat penyalahan kepada Kiying, namun memainkan peran teman baik Sir John dan bahkan datang untuk mengunjunginya di Hongkong (22 sampai 25 November 1845) kala keluhan dapat diturunkan pada catatan yang baik. Namun, satu hal, Sir John meneruskan penugasan dari Otoritas Kanton dan itu menjadi publikasi dari pengerahan oleh Perbendaharaan Provinsial Kanton, yang dialamatkan (26 Desember 1844) kepada Pemerintah Hongkong, yang menarik seluruh klaim terhadap pajak tanah Hongkong dan memberikan kedaulatan Yang Mulia atas seluruh Pulau. Ini menjadi hal buruk, untuk diwujudkan, untuk sebetulnya tak dikatakan dalam Perjanjian, yang banyak orang Tiongkok kini anggap sebagai surat sampah, namun sebetulnya diakui oleh pegawai Tiongkok tingkat rendah. Sehingga, ini menjadi pengambilan besar dari praktek yang diadopsi oleh pegawai Tiongkok. Contohnya, pada 23 November 1844, para pegawai tak sengaja didapati Magistrat Distrik the San-on secara terbuka berkumpul di Stanley, kala mereka semua berniat untuk memberlakukan pajak perikanan tahunan 400 uang tunia per perahu untuk hak (yang diberikan kepada 150 kapal jung) perikanan di perairan Hongkong. Ini sebetulnya menjadi salah satu dari banyak kasus yang menunjukkan bahwa Magistrat San-on masih menganggap Hongkong menjadi bagian dan melingkupi wilayah kekuasaan Tiongkok dan seluruh keraguan lebih lanjut tentang persoalan tersebut disingkirkan oleh sebuah kasus (14 November 1846) kala para pegawai Tiongkok menangkapi beberapa warga Tiongkok-Inggris di Koloni dan membawa mereka secara paksa.
Sementara itu, keluhan pedagang Kanton soal ketidakamanan hidup dan harta benda di Kanton dan keinginan simpati dan tenaga yang disimpan atas perantara mereka oleh Sir John Davis, membuat diri mereka sendiri didengar di Inggris dan menggerakkan jiwa Lord Palmerston. Dia pelaut kapal Inggris di Kanton, yang bergerak ke kota, diperlakukan buruk oleh gerombolan Kanton pada Oktober 1846. Seperti biasa, Sir John alih-alih memerintahkan penindakan pada penanganan Otoritas Kanton, memerintahkan Konsul untuk mendenda kapten karena menyerang dua pelaut dan sehingga menyebabkan gangguan. Dalam pengerahan kepada Lord Palmerston, ia biasanya menganggap kasus tersebut tidaklah penting, tak mengerahkan kekuatan secara keseluruhan untuk mengurusi persoalan tersebut, namun tanggapannya ia menerima perintah berikut. 'Aku telah memerintahkanmu,' tulis Lord Palmerston (12 Januari 1847), 'untuk menuntut hukuman terhadap pihak=pihak yang bersalah atas kegaduhan tersebut, dan kamu juga akan memberitahukan Otoritas Tiongkok, dengan nada datar dan khas, bahwa Pemerintah Inggris takkan mentoleransi bahwa gerombolan Tiongkok harus diberikan pengampunan atas perlakuan buruk terhadap warga Inggris dimanapun mereka mencegat mereka dengan kekuatan mereka, dan bahwa, jika Otoritas Tiongkok takkan mengerahkan otoritasnya sendiri untuk menghukum dan mencegah kegaduhan semacam itu, Pemerintah Inggris akan memutuskan untuk mengurusi persoalan tersebut dengan tangan mereka sendiri.'
Pada penerimaan pengerahannya, Sir John Davis kehilangan kepalanya sepenuhnya. Ia menganggap bahwa ia memiliki kesempatan kini untuk mencuri persaingan pada Otoritas Tiongkok, untuk menempatkan mereka secara mendadak, untuk mendudjki kota Kanton lewat serangan dadakan terhadapnya dengan pasukan bersenjata, dan kemudian mendiktekan istilahnya sendiri selaku penakluk yang menang. Ia berkonsultasi pada Mayjen G. D'Aguilar, yang berulang kali ditempatkan pada rencana Quixotic. Seorang pegawai insinyur diam-diam datang untuk mengintai Benteng Bogue dan melaporkan mereka kepada ketidaktetapan secara terapan. Lebih dari 1.000 pasukan diam-diam dikerahkan, bagian dari pengerahan Lord Palmerston diterbitkan pada April Mop, dan keesokan paginya (2 April 1847) ekspedisi dimulai dengan tiga pasukan perang (H.M.S. Vulture, Pluto dan Espiègle) dan kapal uap tercarter (Corsair), yang ditumpangi Sir John, Mayjen dengan stafnya dan Perwira AL Senior, Kapten Macdougall. Sepanjang 36 jam, pasukan besar Sungai Kanton tanpa kehilangan pasukan dan, disamping kebakaran sejumlah baterai, merebut 879 mariam. Pada 3 April 1847, ekspedisi berlabuh di Kanton di antara pabrik-pabrik, dan mengerahkan pasukan, untuk mengherankan Kiying dan komunitas Inggris. Badan Perdagangan Inggris mengirim pernyataan kepada Sir John untuk menyatakan apa arti semua itu, namun mereka diujarkan oleh Konsul Macgregor bahwa Sir John tak menyatakan harapan untuk melihat mereka. Kiying memberitahukan (4 April 1847) keterkaitan Sir John dan keesokan harinya diberitahukan lewat ultimatum bahwa, tanpa hal yang diberikan dalam wawancara yang dilakukan olehnya pada 6 April, kota Kanton akan dibombardir dan direbut lewat serangan. Setelah beberapa keraguan, Kiying akhirnya menantang untuk bertemu Sir John Davis (6 April), dan, seperti biasanya, memberikannya janji-janji kosong. Ia memutuskan untuk memperkenankan komunitas Inggris membeli atau menyewa 50 hektar di pulau Honam jika para pemilik perorangan harus berkehendak untuk menjualnya. Ia kemudian ditawari untuk membuka kota Kanton kepada warga asing pada atau sekitaran 6 April 1849, jika ini diterapkan pada waktu itu, dan memperkenankan tamasya ke negara tersebut, juga untuk membiarkan warga Eropa untuk membangun gereja di dekat pabrik dan mengkebumikan jasad mereka di Whampoa. Sementara itu, ia diam-diam membuat persiapannya untuk sebuah serangan. Walaupun Sir John sempat menerima kesepakatan tersebut, walau mereka direndahkan tingkatannya dari apa yang diberikan dalam Perjanjian Nanking pada 1842, dan pada 8 April 1847, ekspedisi Inggris kembali ke Hongkong dengan kemenangan, meninggalkan Kiying untuk melaporkan kepada Kaisar bahwa ia menahan Sir John dalam perundingan sampai mengumpulkan dan mengirimkan tentaranya, namun Sir John lebih dulu kabur ke Hongkong usai ia mendapati dirinya diancam oleh pasukan Tiongkok. Komunitas Inggris di Kanton dan Hongkong menganggap 'ekspedisi bajak laut' yang nakal dan tak berkasut tersebut sebetulnya dilakukan untuk menyebabkan kebuntuan mendadak terhadap perdagangan Kanton, untuk menyerahkan nyawa dan harat benda warga asing di Kanton yang bahkan dalam keadaan kurang pengamanan ketimbang sebelumnya, dan untuk membuat pandangan kebijakan kenegaraan dan hukum internasional Eropa dipandang rendah di mata Tiongkok. Mereka jelas-jelas memandang bahwa Sir John Davis bahkan membuat kegagalan terburuk sebagai diplomatis ketimbang yang dilakukan oleh Sir Henry Pottinger. Namun, Lord Palmerston menyepakati pengerahan Sir John dan sehingga persoalan tersebut diredam pada waktu itu, sehingga Kiying memperlakukan pengerahan perang Sir John dengan perhatian bungkam.
Namun, beberapa bulan setelahnya, gangguan baru berkembang di Kanton, dan kala Sir John Davis, tidak ada yang membijakinya soal pengalaman masa lampaunya, memediasi ekspedisi militer lain melawan Kanton, dan melibatkan Mayjen D'Aguilar untuk menulis kepada Ceylon untuk pengerahan ulang, Sir G. Grey, memutuskan untuk memberikan kesempatan terhadap kebijakan Lord Palmerston, melarang operasi serangan apapun yang dilakukan melawan Tiongkok tanpa sanksi sebelumnya dari Pemerintah Yang Mulia. Pada masa yang sama, Earl Grey mengerahkan ekspedisi April dalam pengartian datar. 'meskipun operasi terlambat,' tulisnya (22 September 1847), 'disertai dengan kesuksesan langsung, resiko upaya kedua dari jenis yang sama akan jauh lebih menyeimbangkan pergerakan apapun untuk dikirim dari langkah semacam itu. Jika tindakan Otoritas Tiongkok malangnya harus mengajukan banding lain untuk pengerahan senjata, ini akan dibutuhkan agar hal ini harus dibuat usai persiapan tugas dan dengan pengerahan sejumlah pasukan yang menghimpun landasan-landasan pasti untuk menyatakan bahwa obyek-obyek yang diperlukan oleh tindakan semacam itu aakn secara efektif menyertai tanpa kehilangan ketidakbutuhan.' Sir John diduga ditarik kembali oleh pasukannya, agar ia menyatakan pengunduruan diri, meskipun pada masa itu pengerahan dinyatakan. Sir John Davis siap dikirim dalam pengunduran dirinya yang diterima tanpa ragu (18 November 1847). Keputusan Sir John selaku Petinggi Perdagangan disertai dengan kejadian menyedihkan lain yang menerjang Kanton. Enam warga asing, yang mengunjungi sebuah desa yang berjarak sekitar tiga mil di luar Kanton (5 Desember 1847) diserbu oleh sebuah gerombolan, disiksa dan dibunuh dengan berdarah dingin. Kala Kiying menunda penghukuman terhadap pihak pelaku. Sir J. Davis dengan cepat mempersiapkan pengerahan bersenjata lain (5 Januari 1848). Namun kemudian Kiying mendapati bahwa Sir John memiliki sebuah skuadron untuk pengerahan (17 Februari 1848), ia menempatkan dan menyatakan beberapa pihak bersalah yang dieksekusi di dekat desa yang dipertanyakan (Wongchukee) pada naungan pasukan Resimen ke-95, dikirim untuk keperluan tersebut, dari Hongkong, menggunakan H.M.S. Pluto.
Sir John Davis memiliki kesempatan untuk mentonjolkan dirinya sebagai diplomatis dalam bidang lain. Ia memutuskan untuk mengadakan perjanjian perdagangan dengan Annam. Karena ia disertai dengan informasi sebenarnya, dan khususnya dengan para penerjemah handal, akan ada kesempatan baginya untuk melakukan karya besar untuk perluasan perdagangan Inggris, pembukaan pasar baru, rute perdagangan baru, menyadap Yunnan dan Kwangsi, dan membiarkan Prancis keluar dari Annam dan Tungking. Namun tanpa jaringan hubungan diplomatik apapun dan memiliki agen maupun teman di Istana Annam, tempat pengaruh Prancis bekerja untuk bertahan di luar campur tangan Inggris, maupun penerjemah handal, ia tentunya gagal karena mengisyaratkan dengan para pegawai Annam seperti ia mengalami kegagalan dengan para diplomatis Tiongkok. Meninggalkan Hongkong pada 6 Oktober 1847, ia berniat untuk membuka negosiasi dengan para pegawai di pesisir dekat Huéh. Setiap pegawai Annam memutuskan untuk menolak mengambil pesan apapun. Meninggalkan surat yang dialamatkan kepada penguasa Annam yang berkedudukan di pantai, ai akhirnya menerima pesan dari para pegawai bawahan, menolak segala negosiasi dan enggan pergi ke Huéh. Sir John memberikan upaya tambahan untuk menggulingkan pengaruh Prancis di Cochin-China dan kembali ke Hongkong (30 Oktober 1847) dengan kecewa.
Hubungan Sir John dengan wilayah tetangga Koloni Makau bersifat damai namun tanpa arti jenis terbahagia. Karena keuntungan Koloni Hongkong nampak menurun, Pemerintah Makau menganggap ada kesempatan pemulihan kekeliruan masa silam dan mengirim balik para pedagang bebas Hongkong serta pedagang Amerika, Belanda, Prancis dan Parsi berhimpun di Kanton ke Makau. Sehingga, dekrit yang diberikan di Lisbon (20 November 1845) yang, walau jauh dari tindakan perdagangan bebas sepenuhnya, mengurangi penugasan dan penarikan pelabuhan ke kemungkinan minimum terrendah dan membuat perdagangan di Makau kurang menekan dan lebih menonjol ketimbang di Hongkong. Tindakan tersebut gagal untuk mendirikan ulang kekayaan lama Makau: hal ini terlambat untuk didatangkan. Namun ini mengkontribusikan kuotanya terhadap pergerakan perdagangan Hongkong lebih lanjut dan peningkatan menonjol ketidakmempanan yang dirasakan oleh para pedagang Hongkong. Serangan yang dilakukan terhadap Sir John Davis (11 April 1845), kala berkunjung ke Makau, tanpa ketonjolan politik apapun, namun menyiratkan bahwa sifat ketegangan Tiongkok Makau yang sangat fatal mewujudkan dirinya sendiri melawan Gubernur Makau berikutnya (Senhor Amaral) yang, dalam setahun usai kedatangannya (18 April 1846), memerintahkan perjalanan untuk dipotong melalui Campo dan sehingga ikut campur dalam pemakaman Tiongkok, kemudian dibayarkan dengan nyawanya untuk ketidakhormatan terhadap penjunjungan keagamaan Tiongkok. Pada Maret 1847, kemakmuran Makau tak sebanding dengan Hongkong dan penyerahkan Makau kepada Prancis diperbincangkan, namun pergerakannya, jika benar-benar terjadi, tak mendatangkan apapun.
Kini beralih ke penugasan gubernur Sir J. Davis, kami mendapati bahwa perluasan Pelayanan Sipil dan reformasi dalam konstitusi Dewan dijalani pada sebagian besar masanya. Kala kedatangannya (7 Mei 1844), ia membawakan Jurutulis Kolonial (Hon. F. Bruce), Bendahara Kolonial (M. Montgomery Martin), Pendaftar Dewan (R. D. Cay), Jurutulis Pribadi (W. T. Mercer), Auditor Umum (A. E. Shelley), Insinyur Sipil (J. Pope, yang memiliki rancangan Balai Pemerintah, Kantor Kolonial, dan Katedral) dan Major Caine (Kepala Magistrat) selaku Sheriff dan Marsekal Provost Mahkamah Agung. Kepala Hakim (J. W. Hulme) dayang sebulan kemudian (9 Juni 1844) dan Barrister Hongkong pertama (H. Ch. Sirr) datang pada 1 Juli 1844, namun karena Kantor Kolonial menunda pelantikan Jaksa Agung (P. I. Stirling) sampai 5 Agustus dan membuat beberapa pergerakan penting lainnya, Mahkamah Agung tak dapat dibuka sampai 1 Oktober 1844. Dua tahun kemudian (18 November 1847) Balai Pengadilan saat ini diterima lewat pembelian dari Dent & Co. yang disebut Gedung Bursa Saham. Pekerjaan Mahkamah Agung, yang mengadakan sesi pidana perdananya pada 2 Oktober 1814, secara bertahap disempurnakan lewat serangkaian tindakan legislatif, bersepakat dengan konstitusi Pengadilan (No. 6 tahun 1845 dan 2 tahun 1846), pengadilan oleh juri (No. 7 tahun 1845), prosedur pidana (No. 8 tahun 1845 dan 6 tahun 1816), yurisdiksi penjelasan (No. 9 tahun 1845), pembongkaran (No. 3 dan 5 tahun 1846) dan juri-juri koroner (No. 5 tahun 1847). Pengadilan Wakil Laksamana didirikan (4 Maret 1846) dan mengadakan sesi perdananya pada 14 Januari 1847. Pembagian kota menjadi tiga daerah saat ini (Sheungwan, Chungwan, Hawan), garis demarkasi menjadikan Jalan Aberdeen di Barat dan Elliot's Vale (kini Glenealy ravine) di Timur, tertanggal dari 24 Juli 1844, kala keputusan populer yang sebelumnya ada resmi diadopsi. Dengan pembukaan pasar baru (25 Juli 1844) di Taipingshan, keadaan pasar Chungwan dan Sheungwan dipublihkan. Memberikan sewa tinggi terhadap rumah yang layak untuk Pegawai Sipil, Pemerintah menyediakan (16 Agustus 1844) Bangunan Kepegawaian Sipil khusus (kini disebut sebagai Albany) yang, namun, kemudian (15 Mei 1847) dialihkan ke Otoritas Militer. Dua kantor baru didirikan oleh Sir J. Davis, yakni kantor Pendaftaran Umum dan Pemungut pajak lahan (S. Fearon) yang mengemban tugasnya pada Januari 1845, dan jabatan Magistrat Kelautan (15 Maret 1845) yang tugas-tugasnya, namun, pada ketiadaan Mr. W. Pedder, dengan sementara ditangani oleh Mr. S. Fearon, sementara Mr. A. Lena bertugas sebagai Kepala Pelabuhan. Koroner berbayar (Ch. G. Holdforth) ditugaskan (11 Oktober 1845) untuk Koroner sukarela populer (E. Farncomb) yang bergabung dengan oposisi melawan tindakan pemerintah tertentu. Usai berbagai dakwaan dalam konstitusi dewan, dan disamping tawaran berkelanjutan komunitas Inggris untuk perwakilan dalam Dewan Legislatif, setidaknya melalui nominasi oleh Mahkota dengan jumlah anggota resmi dan tak resmi yang setara, pertanyaan membakar ini yang sementara diputuskan oleh Sir John Davis menolak seluruh perwakilan populer. Jaminan dikeluarkan (1 Desember 1845) untuk Wakil Guebrnur, Jurutulis Kolonial dan Magistrat Kepolisian untuk menjadi Anggota Dewan Eksekutif, dan untuk Wakil Gubernur, Kepala Hakim dan Jaksa Agung untuk menduduki, dengan Gubernur, Dewan Legislatif Koloni. Untuk beberapa alasan, gelar Surveyor Umum diturunkan menjadi Surveyor Kolonial (8 Agustus 1846) pada kesempatan peniadaan jabatan Asisten Surveyor Umum, dan lewat amalgamasi tugas-tugas Auditor dan Jurutulis Kolonial (15 September 1840) audit catatan resmi lokal diturunkan menjadi sekadar formalitas. Namun, dua tindakan tersebut disesuaikan dengan keinginan yang dimajukan lewat keputusan Otoritas Militer (8 Maret 1847) untuk mendirikan barak-barak pertahanan—yang mereka sebut 'lahan makam 'prajurit' dan berada di Stanley.
Para anggota legislatif Sir John Davis mendapati masalah kusut dalam mengatur penduduk Tiongkok. Upaya sederhana untuk mengendalikan warga Tiongkok di Hongkong dilakukan lewat aturan tetua mereka sendiri atas dasar sistem Pocheung dan Pokap (Perintah 13 tertangal 31 Mei 1844) menjadi salah satu warisan yang diserahkan kepada Sir John Davis oleh pendahulunya. Namun, Sir John Davis tak suka tindakan non-otokratik semacam itu dan memiliki gagasannya sendiri terhadap golongan tersebut. Walau ia memajukan agar Perintah tersebut disahkan oleh Dewan, ia sebetulnay tak menyepakatinya dan berniat untuk menghimpun penindakannya sendiri yang, lewat cara pedanftaran, harus langsung membersihkan Koloni dari darah buruk yang diimpor didalamnya lewat perangsekan para penjahat berkelanjutan dari daerah-daerah tetangga, karena pendaftaran akan membiarkan mereka pergi atau mempertahankan kebiasaan mereka. Penuntasan tersebut menimbulkan hal yang lebih buruk ketimbang kejahatannya.
Pada 21 Agustus 1844, Dewan Legislatif, yang ditujukan untuk memeriksa perangsekan sejumlah penduduk wilayah tetangga ke Hongkong dan pada waktu yang sama kecemasan mencegah legislasi kelas, mengesahkan UU untuk mendirikan pendaftaran terhadap seluruh penduduk Hongkong tanpa memandang kebangsaan. Komunitas dagang Eropa maupun Tiongkok berkonsultasi dalam persoalan tersebut, maupun hal apapaun yang dilakukan, usai mengesahkan UU tersebut, sampai Sir J. Davis kembali (18 Oktober 1844) dari kunjungan pelabuhan-pelabuhan konsuler, kala Perintah diumumkan dan menyatakan bahwa perintah tersebut berlaku pada 1 November. Kemudian, komunitas Eropa memutuskan untuk memberlakukan pajak jajak pendapat yang hanya diberlakukan pada warga Tiongkok namun seluruh warga tanpa kecuali, agar seluruh warga Inggris serta Tiongkok nampak sekali pada setiap tahun sebelum Pendaftaran Umum, menjawab pertanyaan soal kelahiran, orangtua, umur, pendapatan dan sebagainya, layak untuk dideportasi jika jawaban tak selaras, dan agar hanya pembedaan antara pedagang Inggris dan kuli Tiongkok yang bertindak agar pedagang Inggris harus membayar lima dolar dan kuli Tiongkok harus membayar satu dolar setahun untuk tiket pendaftarannya. Penerimaannya oleh pemukim Inggris dari Perintah semacam itu juga dapat dibayangkan. Mereka berkempang seperti seseorang dalam kemarahan besar, marasa penghormatan diri pribadi mereka, penghormatan nasional mereka, kebebasan warga berdiri di kaki sendiri alih-alih terikat berhari-hari dalam Co-Hong di Kanton. Sehingga, Pertemuan Publik Hongkong pertama diadakan (28 Oktober 1844) di kediaman Mr. A. Carter. Usai mengecam UU tersebut karena keji, tak konstitusional dan tak berprinsip Keinggrisan, pertemuan tersebut mengangkat sebuah Komite (J. D. Gibb, D. Matheson, S. Rawson, Pat. Dudgeon dan A. Carter) untuk menyelaraskan keseturutan Pemerintahan. Pada hari yang sama, Pemerintah menerbitkan terjemahan Tionghoa yang ditulis buruk dari perintah tersebut yang hanya menambahkan keterpikatan dan kekeliruan yang umum di kalangan Tiongkok, membuat mereka ditekan agar pajak jajak pendapat untuk disewakan dari 1 November secara bulanan dan bukannya tahunan. 'Warga Kerajaan Langit,' ujar Friend of China padda beberapa hari kemudian, 'adalah ras pasif dan akan menekan pemberlakuan perintah apapun, namun kala terjemahan blunder tersebut akan menekan separuh upah bulanan mereka, kemudian mereka berpikir agar suatu waktu kembali ke wilaayh mereka sendiri, atau mereka akan dipersalahkan karena mereka meninggalkan suatu wilayah.' Padae 30 Oktober, terjadi tekanan besar di segala jenis kalangan tenaga kerja Tiongkok. Toko-toko dan pasar-pasar ditutup, kapal kargo, kuli, pegawai negeri, semuanya mogok dan semua usaha berhenti. Warga Tiongkok membuat persiapan untuk menyerang Hongkong secara besar-besaran pada keesokan harinya, jika Pemerintah memberlakukan hukum tersebut, namun tak ada kerusuhan dari kalangan manapun. Pada pukul 4 p.m., segerombolan orang Eropa menunggui Gubernur untuk menghadirkan Peringatan tertanggal 30 Oktober dan ditandatangani oleh 107 warga Inggris. Peringatan tersebut menyatakan bahwa prinsip-prinsip Pemrintah tak afil karena bersifat arbitrer dan tak konstitusional, karena warga Inggris tak terwakili dipajaki dalam sebagian besar bentuk; bahwa kandungan Perintah tersebut melanggar Perjanjian dengan Tiongkok; bahwa mereka campur tangan dengan tenaga kerja dan kemudian dengan kemakmuran Koloni dan bahwa ini takkan dapat dipraktekkan untuk pemberlakuan Perintah tersebut. Tanpa menyadari pada waktu pernyataan kuat dari Peringatan tersebut, yang diserahkan oleh gerombolan tersebut kepada Pramuniaga Dewan, gubernur berujar kepada mereka bahwa Perintah tersebut takkan diberlakukan selama dua bulan atau lebih dan bahwa perintah tersebut akan diberlakukan sebagian. Namun kemudian, Peringatan tersebut dikembalikan oleh Komite oleh Pramuniaga Dewan, karena ditolak atas dasar bahwa bahasa Peringatan tersebut berisi karakter yang sangat menentang kehormatan terhadap otoritas Koloni yang bertugas dan meminta agar dokumen tersebut ditulis dengan benar. Namun sebelum pesan tersebut dapat disampaikan, Komite, yang mengamati keadaan perkara yang mengkhawatirkan di kota, telah merancang Peringatan kedua, tertanggal 31 Oktober 1844, menimbulkan perhatian terhadap dugaan seluruh bisnis dan tempat pemberhentian, dan memohon agar beberapa notifikasi resmi secara langsung dikeluarkan untuk mencegah pergolakan terjadi di antara seluruh kelas. Usai memajukan Peringatan kedua tersebut, Komite menulis kepada Pramuniaga Dewan, berujar bahwa bahasa dari Peringatan pertama, walau kuat, mewakili sentimen mereka dan diserukan secara mendadak karena keadaan yang runyam, namun pada saat yang sama mereka tak menarik niatan terpencil dari pengalamatan Gubernur dalam Dewan dengan hal lainnya selain istilah-istilah yang lebih hormat. Namun surat tersebut belum sampai ke Gubernur sampai 1 November. Sementara itu, dalam menanggapi Peringatan kedua, Pramuniaya Dewan memberitahukan Komite (31 Oktober) bahwa, kala seluruh pergesekan memicu kerusuhan pada pihak Tiongkok mudah dipadamkan, Gubernur dan Dewan kini bersiap untuk menerima pernyataan yang benar-benar disuarakan. Sehingga, Komite sempat menyerukan (31 Oktober) pencabutan bulat terhadap Perintah tersebut, namun, kala pelarian sekitar 3.000 orang Tiongkok terjadi dan usaha selama beberapa hari sepenuhnya ditutup, Komite tersebut mengadakan Pertemuan Publik lain pada Sabtu, 2 November. Sebelum pertemuan, Komite menerima surat dari Pramuniaga Dewan (tertanggal 2 November 1844) menyatakan ketidaksiapan dalam surat terakhir mereka yang mengandung sentimen tak hormat dan menyatakan bahwa, kala Komite terus memajukan pandangan semacam itu, seluruh komunikasi selanjutnya antara Pemerintah dan Komite harus berhenti. Pada saat yang sama, notifikasi resmi (2 November 1844) dikeluarkan Gubernur, atas dasar bahwa pemegang firma utama dilaporkan menyerukan pertemuan Tiongkok yang memakai bahasa tak hormat yang sama, menyebabkan komunitas Inggris 'lewat penerapan tak menguntungkan, terkapar dengan penduduk Tiongkok yang tak peduli dan malang dengan menyulut pemberontakan pasif pada kalangan mereka.' Namun, Pertemuan Publik yang antusias memajukan prosedur dan pandangan Komite, karena seluruh penduduk melihat peristiwa tersebut dan mencap warga Inggris tak setara jika tanpa prosedur. Para penyuara memberikan selamat satu sama lain usai mereka kabur dari sistem tirani yang, namun, tak benar-benar dimajukan Pemerintah dalam mengesahkan Perintah menentang. Komite pendirian memutuskan untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam merombak Perintah, dan pembentukan Dewan Perdagangan disarankan. Namun ancaman juga menyatakan bahwa pedagang Inggris dapat kembali ke Makau kala, di bawah bendera asing, mereka takkan tunduk pada hukum yangmenyinggung perasaan mereka dan sangat menentang kenikmatan kebebasan pribadi yang menjadi hak lahir tak terasingkan mereka. Salah satu penyiara mengutip pernyataan Blackstone untuk menyatakan bahwa tanpa perwakilan takkan ada perpajakan sah dari warga Inggris. Ini membuat penekanan besar. Sehingga, perwakilan dan pemerintah daerah kemudian hanya menuntut. Pertemuan Publik kemudian ditangguhkan dari kecaman pendaftaran warga Tiongkok dan memutuskan sendiri untuk protes melawan perpajakan yang berkaitan dengannya dan bertentangan dengan penerapan Perintah yang dicetuskan kepada warga Inggris, 'seperti menempatkan orang-orang Eropa sejajar dengan bajingan Tiongkok,' terdapat cara pembukaan untuk rekonsiliasi dengan Pemerintah. Sehingga, pada 4 November 1844, Komite pendirian (T. A. Gibb, Don. Matheson dan A. Carter) menulis kepada Pramuniaga Dewan menyatakan penyesalan dengan bahasa kuat yang dipakai oleh mereka dan menyangkali motif ketidakhormatan apapaun. Sehingga, Gubernur dalam Dewan menerima deklarasi tersebut, menjalin perdamaian dengan masyarakat. Namun warga Inggris di Kanton (sebagian besar adalah perwakilan firma yang didirikan di Hongkong) mengirim pernyataan kepada Gubernur (6 November 1844), yang ditandantangani oleh W. Leslie, W. Bell dan 38 warga Inggris lain, mencatat 'pernyataan penghormatan mereka namun keras melawan tindakan yang tak tercontoh dalam legislasi Inggris modern, disertai dengan kekeliruan tertentu dan besar, terhitung dalam tingkat tak biasa untuyk campur tangan dan membantasi hak dan kebebasan warga Yang Mulia, dan benar-benar merendahkan hati nurani, penyelarasan dan kerjasama yang patut ditaati antara pihak yang memerintah dan diperintah, dan sehingga dikhususkan untuk keberlangsungan dan kemakmuran setiap Koloni, yang di tengah-tengah, jika diberlakukan, akan nampak menurunkan Pulau Hongkong ke tingkat Pemukiman Pidana.' Pernyataan tersebut juga mencetuskan agar Hongkong mengingat kata Pemerintah Yang Mulia bahwa Kolonis telah kehilangan kepercayaan dalam Pemerintahan lokal. Namun, usai beberapa hari, para penasehat moderat ditonjolkan, dan seluruh dorongan secara bertahap diurungkan. Pada 13 November 1844, Dewan Legislatif mengesahkan Perintah Pendaftaran yang diamandemen (16 tahun 1844), hanya menerapkan pendaftaran kepada kelas terrendah, meninggalkan gagasan pajak jajak pendapat penduduk Tiongkok dan penghapusan pendaftaran seluruh karyawan sipil, militer dan AL, seluruh profesi terpelajar, pedagang, penjaga toko, pemilik toko, pemegang harta benda Mahkota dan orang-orang yang mendapatkan pendapatan $500 setahun. Pada kenyataannya, Perintah tersebut sepenuhnya dikeluarkan agar seluruh komuntias Inggris bersaing, dan jika Gubernur berkonsultasi pada pedagang utama atau memperkenankan mereka menjadi perwakilan dalam Dewan, seluruh konflik antarra komunitas dan Pemerintah, serta kekalahan dan kemudian penghinaan dan pengikisan Pemerintah, di mata penduduk Tiongkok, akan terhindarkan. Pada 1 Januari 1845, Perintah tersebut diberlakukan dan berlangsung dengan sangat haliis. Pada 31 Desember 1840, Perintah tersebut diyakini dimodifikasi (No. 7 tahun 1810) sehingga juga tersedia untuk sensus periodikal terhadap seluruh populasi.
Perkembangan sikap otokratik keliru yang dipegang oleh Sir John Davis terhadap masyarakat menjadi penderaan yang mendorong (sejak 25 Juli 1844) penyingkiran para pemilik rumah untuk membuat ruang untuk penunjangan baru, dan terutama Perintah Darurat Militer-nya (20 tahun 1844) yang disahkan olehnya melalui Dewan Legislatif pada 20 November 20, 1844, dalam rangka memberikan kekuasaan kepada Eksekutif untuk mendeklarasikan Pulau tersebut berada di bawah darurat militer tanpa sepengetahuan Dewan. Tak pernah dalam sepanjang sejarah Hongkong terdapat, maupun nampaknya, kebutuhan apapun untuk tindakan drastis semacam itu. Sikap karakteristik terhadap pemerintahan kuat dan tercerahkan, kala warga Tiongkok bermukim di tanah Inggris yang terbentang di setiap belaahn dunia, memberikan penyangkalan penuh terhadap keputusan yang disebut memajukan tindakan tersebut. Sehingga, sinolog yang menertai salah membaca karakter Tionghoa yang sepenuhnya disahkan UU-nya yang, kala menjadi diketahui Tiongkok bahwa Pemerintah Yang Mulia tak memperkenankannya, hanya merrendahkannya di mata warga Tiongkok sebagai otokrat yang akan kalah.
Namun ada hal yang lebih buruk untuk diceritakan. Mandarin yang salah menangani wilayah-wilayah tetangga Tiongkok pada waktu itu terperosok agar seluruh penduduk Tiongkok Selatan memperkenankan serikat-serikat politik rahasia, yang utamanya disebut Serikat Triad. Tujuan asosiasi rahasia tersebut adalah bertindak pada kesempatan pertama usai hak pemberontakan diakui, sebuah hak yang diajarkan dalam buku-buku sekolah nasional wajib. Untuk menggerakkan Manchu dan mendirikan kembali dinasti Tiongkok, menjadi keinginan rahasia nyaris setiap warga Tiongkok yang tak berhubungan dengan golongan mandarin. Kala pertikaian pertama memicu Pemberontakan Taiping, dengan tujuan agar membuat kekayaan Hongkong bergejolak, dipantau oleh Otoritas Kanton, mereka menyediakan sendiri fakta yang diketahui, bahwa warga Tiongkok di Hongkong sangat dipengaruhi oleh propaganda politik rahasia seperti halnya warga di bagian dalam Tiongkok, untuk memicu ledakan lain yang membuat Hongkong dijadikan Koloni untuk Tiongkok. Sehingga, mereka membujuk Sir J. Davis untuk mengessahkan sebuah Perintah (No. 1 tahun 1845) yang membuat Kepolisian Hongkong harus mencari dan menangkapi para pengungsi politik yang menjadi anggota Triad dan serikat rahasia lain, yang, setelah ditahan, harus setiap kali diperiksa dan kemudian dideportasi ke wilayah Tiongkok tempat para Mandarin akan menangkap, menyiksa dan mengeksekusi mereka. Sehingga, Gubernur Inggris yang harus menghadapi hukum barbar dan tak keinggrisan semacam itu sulit menindaknya. Ini adalah fakta aneh bahwa dengan seluruh pengalaman Tiongkok-nya, dermawan Sir John Davis membiarkan dirinya sendiri ditipu oleh para diplomatis Tiongkok untuk secara tanpa sadar dijadikan alat penindasan Mandarin dalam bentuk terburuknya. Ini sebetulnya tidaklah bijak sebagaimana prinsip penyuaran yang dirumuskan oleh Gladstone, agar 'Inggris tak pernah membuat hukum untuk kemaslahatan kondisi dalam negeri dari wilayah lainnya'. Ini sebetulnya bukanlah penyangkalan drastis dari anggapan dunia bahwa tanah Inggris adalah tempat pengungsian aman dari tirani dan penindasan politik. Namun, ini juga merupakan anggapan positif, dalam memandang seluruh Tiongkok, agar para Gubernur Hongkong akan memajukan diri mereka sendiri untuk bekerjasama dengan para penakluk Manchu di Tiongkok dalam menangkap, menahan, memberikan cap pada pipi (sebagai tanda penjahat seumur hidup) dan mengirimkannya ke tangan Mandarin untuk eksekusi patriot Tiongkok yang seharusnya menjejakkan kakinya di tanah Inggris. Lewat perintah Pemerintah Dalam Negeri, Perintah barbar tersebut (No. 1 tahun 1845) dimodifikasi sembilan bulan kemudian (20 Oktober 1845) lewat naungan, dalam sebuah amandemen (No. 12 tahun 1845), pengecapan di bawah tangan agar tanda padapipi akan direformasi bahkan dalam kasus pidana yang benar-benar tak memungkinkan.
Tak terlalu buruk, namun berdasarkan pada penghirauan setara terhadap ketidakmampuan penindakan Eropa pada unsur-unsur ranah sosial dan politik Tiongkok, merupakan campur tangan dengan pelayanan mengikat Tiongkok lokal yang diupayakan oleh Sir H. Pottinger dalam Perintah Perbudakannya (No. 1 tahun 1844), tak memperkenankan Sir John Davis (24 Januari 1845) untuk diproklamasikan. Ia diumumkan lewat proklamasi bahwa Perintah yang dikatakan nihil dan kosong, dengan alasan 'bahwa UU Parlemen untuk peniadaan perdagangan budak dan perbudakan diperluas lewat unsur sebenarnya mereka sendiri dan otoritas kepada Hongkong, dan bahwa UU tersebut akan diberlakukan oleh seluruh pegawai sipil dan militer Yang Mulia di Koloni.' Penjelasan secara diam-diam menghimpun tindakan mengikat Hongkong terhadap jenis perbudakan yang diartikan lewat UU Perdagangan Budak murni bersifat fiksi, hanya menempatkan kekalahan Pemerintah dalam upaya untuk selaras dengan adat kebangsaan Tiongkok. Persoalan umumnya soal apakah hukum Inggris yang berlaku di Hongkong selaras dengan Perintah (19 Agustus 1845, dan 6 Mei 1846) kala menghapbarkan sesuatu agar seluruh hukum Inggris yang ada kala Hongkong mula-mula menghimpun legislatur lokal (5 April 1843) harus ditekankan di Koloni 'kala diterapkan.'
Malangnya karena Gubernur bertindak selaku legislator, yang menangani seluruh belahan komunits, baik Eropa maupun Tiongkok, ia bahkan kurang untung dalam kesepakatannya dengan perwakilan lokal yudikatur Inggris. Dari masa kedatangan Kepala Hakim (J. W. Hulme) dan pendirian Mahkamah Agung, terdapat pergesekan antara Gubernur dan Kepala Hakim. Peristiwa tersebut mula-mula berkembang dari seluruh pandangan keliru dari posisi mereka, yang diadopsi oleh Magistrat Polisi lokal (Major Caine dan Mr. Hillier) yang menganggap diri mereka sendiri lebih kepada pejabat eksekutif di bawah perintah dan kendali langsung Gubernur, ketimbang penggerak hukum independen. Kepala Hakim tak sadar penolakannya dari Gubernur dalam hubungan anomali yang timbul antara Magistrat dan Kepala Eksekutif. Hasilnya adalah pada beberapa tahun pertama benar-benar merenggangkan hubungan antara Kepala Hakim di satu sisi dan Gubernur dan Magistrat di sisi lain. Kemudian, komunitas mulai berpihak dengan Kepala Hakim melawan Gubernur dan Magistrat. Ketonjolan besar diekspresikan oleh seluruh komunitas Inggris kala Magistrat Polisi, atas perintah Gubernur yiang nampaknya ingin bekerjasama dengan Gubernur Makau lewat pengkompilasian dengan permintaan tak resmi Gubernur Makau, menandatangani kesepakatan (25 Agustus 1846) untuk penangkalan dan ekstradisi, tanpa bukti prima facie apapun, dari tiga priyayi Portugis, yang, usai dikirim ke Makau selaku tahanan oleh kapal meriam Inggris (H.M.S. Young Hebe), tempat mereka diadili di Makau, dinyatakan tak bersalah (dalam hal sipil) yang mereka anggap ditunda lewat kedatangan ke Hongkong. Kasus serupa kemudian terjadi setelahnya (23 Oktober 1846), kala sejumlah budak, yang menyadari bahwa UU Perbudakan Inggris diberlakukan di Hongkong (ketimbang belahan Tiongkok lainnya), kabur ke Koloni. Namun, para majikan mereka mengadukan mereka di Makau atas dakwaan pencurian. Walau tak ada perjanjian ekstradisi yang diberlakukan, Gubernur Makau kemudian meminta Sir John Davis untuk mengekstradisi para budak tersebut, dan karena Magistrat lagi-lagi mengeluh, tanpa formalitas pengadilan, dengan perintah Gubernur, Sir John Davis kemudian memberitahukan Senhor Amaral, bahwa para budak tersebut ditahan dan akan diserahkan lewat permohonan. Tak lama kemudian setelah itu, konflik antara Gubernur dan Kepala Hakim menjadi makin tajam. Pedagang Inggris menonjol di Kanton, Mr. Ch. Sp. Compton, pada suatu hari (4 Juli 1846) mendirikan gerai toko, menempatkan salah satu karyawan Pabriknya, dan dua hari setelahnya, ia memajukan seorang kuli, memberitahukan Konsul Macgregor, yang menghampirinya, bahwa ia juga melakukannya. Pada 8 Juli 1846, salah satu kerusuhan musiman terjadi kala gerombolan Kanton bergerak. Tiga bulan kemudian, Konsul memberitahukan Mr. Compton bahwa Sir John Davis, selaku Petinggi Dagang, telah (tanpa pengadilan) mendendanya sejumlah £45 karena mendirikan gerai toko, menuduh bahwa kejadian tersebut telah menyebabkan kerusuhan 8 Juli. Kemudian, pada 12 November 1840, sebuah surat kabar lokal menerbitkan pernyataan Sir J. Davis kepada Kiying, yang disebut oleh Mr. Compton sebagai 'pemicu kerusuhan.' Karena seluruh komunitas Eropa di Kanton mendukung Mr. Compton dalam pernyataannya bahwa kerusuhan Kanton tak memiliki kaitan dengan tindakannya, Mr. Compton mengadukan pernyataan Sir John Davis kepada Mahkamah Agung. Kepala Hakim Hulme mengadili kasus tersebut, dan, kala memberikan keputusan sesuai permohonan, menyaatakan bahwa pernyataan Konsul (yakni keputusan Sir John Davis) bersifat 'tak adil, di luar batas dan ilegal' dan 'melakukan ketidakhormatan penuh terhadap seluruh bentuk hukum dan hukum itu sendiri.' Selain itu, Kepala Hakim menambahkan bahwa 'dalam kasus banding Konsuler pertama, seluruh pelaksanaan bersifat tak biasa untuk memajukan seluruh hal yang terjadi sepenuhnya nihil.' Seluruh komunitas Inggris memuji keputusan tersebut, namun Gubernur menafsirkannya sebagai persoalan pribadi. Pada saat yang sama, perbedaan antara Kepala Hakim dan Magistrat menjadi bersinggungan. Pada 27 Oktober 1846, sebuah kasus besar diadili di Mahkamah Agung dan meraih perhatian umum. Dua kapal jung Tiongkok bertabrakan di pelabuhan, dan kala kapal jung menyadari kesalahan kala berniat untuk berlayar, awak kapal jung yang cedera menembakkan senapan mereka untuk meraih perhatian. Kapal polisi, yang menganggap kapal jung yang bergerak adalah pembajak, menembakinya dan 5 orang tenggelam dan 13 orang ditangkap. Terkait kasus dalam tindakan penanganan lazimnya, Magistrat Polisi mencambuk 13 orang tersebut dan kemudian menyerahkan mereka ke Mandarin Kowloon untuk tindakan lebih lanjut. Namun, juri Coroner, usai penyelidikan tiga hari, memajukan dakwaan penjagalan manusia melawan polisi dan (lewat implikasi) menyatakan 13 orang yang dicambuk dan dideportasi oleh magistrat tidaklah bersalah. Mahkamah Agung kini menangani aduan tersebut atas dasar sifat tidak biasa dari seluruh pelaksanaan, para tahanan disumpah untuk pembenaran pembebasan mereka, kemudian membersihan nama baik mereka sendiri. Masyarkaat, yang menganggap selama beberapa waktu silam bahwa reformasi dalam personil Pengadilan Kepolisian dibutuhkan, menyatakan keputusan agar Magistrat harus mendapatkan pelatihan hukum. Keesokan harinya (28 Oktober 1846) kasus lain, yang ditangani dalam Mahkamah Agung, benar-benar mengesahkan keputusan mereka. Magistrat menghukum sembilan orang dengan tiga bulan penjara atas dakwaan berniat melakukan kejahatan besar, namun kala, atas banding kepada Mahkamah Agung, dakwaan kejahatan besar tersebut benar-benar ditolak, Magistrat menjelaskan kepada Kepala Hakim bahwa sebenarnya ia telah menghukum para tahanan memakai Vagrants' Act of George IV. Praktek Magistrat seringkali dikeluhkan oleh masyarakat, dan Kepala Hakim kini sangat bergantung pada Magistrat untuk menghukum orang di bawah sebuah UU yang secara lokal dinaungi oleh Perintah 14 tahun 1845 dan salah mendakwakan para tahanan. Beberapa waktu kemudian, Kepala Hakim mengadu kepada Gubernur bahwa para Magistrat nampak mengesahkan dakwaan dalam kasus-kasus yang perlu dilayangkan kepada Mahkamah Agung, dua Magistrat diangkat secara sistematis untuk mengadakan pengadilan di Mahkamah Agung dengan sebagian besar dakwaan kecil. ini menjadi bukti menyakitkan pada sesi kriminal 14 sampai 19 Februari 1847, bahwa para juri melayangkan keluhan resmi kepada Mahkamah bahwa waktu mereka terbuang pada kasus-kasus kecil yang seharusnya diurus oleh Magistrat. Kepala Hakim sepakat dengan mereka dan sehingga mengadukannya kepada Pemerintah. Pada sesi yang sama, dapat dikatakan bahwa Polisi, yang enggan melindungi warga melawan serangan oleh prajurit, diperintahkan oleh Pemerintah untuk tak ikut campur dengan prajurit, dan bahwa perintah umum dibacakan di barak-barak memberitahukan para prajurit soal perintah yang diberikan kepada Polisi. Kepala Hakim, yang dimajukan kala itu, menyatakan bahwa perintah umum yang dirujuk pada kertas buangan, hanyalah sebagai UU Parlemen yang dapat mengkecualian para prajurit dari kepengurusan otoritas sipil. Sehingga, Ajudan Jenderal menuliskan surat-surat yang menyangkal bahwa perintah umum semacam itu dikeluarkan, namun kebenaran kemudian terbongkar yakni bahwa bukti yang dihadapkan pada Pengadilan disebut sebagai perintah umum, adalah pidato yang disampaikan kepada resimen oleh Mayjen. Setelah itu, hubungan antara Gubernur dan Kepala Hakim menyentuh pada kepribadian. Pada 16 April 1847, Gubernur bertikai dengan Kepala Hakim. Gubernur mengklaim hak untuk mengesahkan kedudukan Pengadilan Wakil Laksamana pada waktu manapun kala ia memohon, dan Kepala Hakim mengklaim bahwa ia seharusnya diperlakukan sebagai Petingginya, yang enggan diakui Gubernur. gubernur menyatakan bahwa Kepala Hakim diancam dengan pengawasan. Pergesekan kini terjadi, namun pada 22 November 1847, Kepala Hakim diadili oleh Dewan Eksekutif atas dakwaan penyalahgunaan wewenang yang nampaknya dijelaskan oleh Sir John Davis dalam komunikasi kepada Lord Palmerston. Terkait sifat pribadi dari dokumen tersebut, Lord Palmerson telah mengirimkannya kepada Kantor Kolonial, yang kemudian memerintahkan penyelidikan Dewan Eksekutif terhadap dakwaan yang dirumuskan dalam surat asli Gubernur. Mayjen D'Aguilar, selaku Wagub, menentang seluruh penyelidikan tersebut. Dua anggota Dewan (Major Caine dan Mr. Johnston) memberikan bukti yang mendukung dakwaan tersebut, namun seluruh saksi mata lain berpihak pada Kepala Hakim. Sehingga, Gubernur dalam Dewan menyatakan penangguhannya dari jabatan. Peristiwa tersebut menajdi dikenal di kota, komunitas Inggris (selain para pegawai) dipanggil dan meninggalkan kartu mereka di kediaman Kepala Hakim. Pada kesempatan lain, seperti pada hari pendaftaran, seruan penyelidikan digelorakan melawan Pemerintah. Tiga hari kemudian, solicitor lokal (N. D'E. Parker, R. Coley, W. Gaskell, P. C. McSwyney, dan E. Farncombe) memajukan pernyataan kepada Kepala Hakim (25 November 1847) yang mengecam tindakan Gubernur sebagai 'serangan permusuhan,' dan kotak emas yang mencantumkan tulisan indignante invidia florebit justus. Kemudian (30 November 1847) masyarakat melayangkan surat simpati yang ditandatangani oleh 116 pemukim. Pada 2 Desember 1847, seluruh juri khusus melayangkan Kepala Hakim, menyatakan penghormatan mereka untuk sifat dan simpati mereka dan penyesalan dengan rujukan terhadap pengawasan dan penangguhan temporernya. pada waktu itu, Gubernur telah memohon pengunduran dirinya dan permohonan tersebut diterima (tertanggal 18 November 1847) kala pengantarannya. Kabar pengunduran diri Gubernur diterima untuk memenuhi permintaan masyarakat dan Kantor Kolonial, yang dianggap tak menyertakan dakwaan, langsung mencabut penangguhan dan mengangkat lagi Kepala Hakim.
Dalam dorongannya untuk menunjang pendapatan Koloni, yang biasanya dijadikan salah satu sunru paling mencemaskan Gubernur Kolonial, Sir John Davis memutuskan untuk melawan perasaan terdalam dam prinsip paling dalam dari komunitas perdagangan. Walau komunitas perdagangan menganggap bahwa Hongkong singkatnya adalah depot untuk pesisir tetangga, pos sebenarnya untuk pengaruh umum dan untuk perlindungan perdagangan umum di Laut Tiongkok, memanfaatkan Kekaisaran alih-alih kepentingan kolonial, dan sehingga Britania Raya secara alamiah berniat untuk mendapatkan bagain yang lebih besar dalam pengeluaran pendirian Kolonial, Sir John Davis bertindak atas anggapan bahwa Hongkong merupakan Koloni dalam esensi biasa dan seharusnya tak hanya menjadi beban penuh dari pemerintah sipilnya sendiri namun juga berkontribusi, sememungkinkannya, terhadap pengeluaran militer Kekaisaran. Sehingga walau para pedagang masih memandang prinsip perdagangan bebas menambah pertumbuhan Hongkong, Sir John Davis hanya melirik bayaran lisensi, lahan dan monopoli. Kompromi atau rekonsiliasi lekang dari pertanyaan. Perdagangan bebas secara resmi diabaikan, dan perlindungan meraih peningkatan. Pada hari kala Sir John mengumumkan niat fatalnya meluaskan pendaftaran untuk seluruh penduduk Koloni dalam kepentingan tatanan yang baik (24 Juli 1841), ia juga mendeklarasikan keputusannya untuk mendirikan lahan tambang, ladang garam dan ladang candu untuk keperluan meningkatkan pendapatan, dan pada hari kala ia mengesahkan UU Darurat Militer (20 November 1844), ia meluncurkan UU Pendapatan pertamanya (No. 21 tahun 1844) dengan melisensikan pengeceran garam dan memberlakukan pajak 2½ persen terhadap seluruh barang yang dijual elwat lelang. Dalam hubungan dengan keperluan tersebut, ia juga mengatur bobot dan ukuran lokal (No. 22 tahun 1844). Komunitas Inggris mengeluhkan pajak lelang (walau pada 15 Januari 1845, aturan tersebut diputuskan untuk memberikan pengecualian pada kasus tertentu), memersoalkan ladang garam dan candu, dan menuntut pajak berlakukan pada lisensi pernikahan, memasangkannya dengan penarikan pengkebumian dan batu nisan baru (15 Januari 1845). Lahan tambang hanya diberlakukan £702 (1 September 1845). Kala Gubernur (23 Februari dan 23 Mei 1845), memutuskan untuk mengenalkan pangkat polisi (Perintah 2 tahun 1845) dan menentukan nilai bertingkat dari seluruh harta benda rumah. Para pedagang mendeklarasikan keruntuhan Hongkong sepenuhnya dan mulai mempertimbangkan pemberontakan. Hal besarnya adalah keterpikatan populer bahwa Gubernur menjadi khawatir dan mengumumkan kehendaknya untuk mengurangi penarikan yang dibuat oleh penilai resmi (Tarrant dan Pope) sebanyak 40 persen (14 Juli 1840). Di samping itu, pemberlakuan surat utama Koloni mendeklarasikan pajak tersebut menjadi pengerahan paling tirani dan tak tertoleransi terhadap hak penduduk, karena disahkan oleh Dewan yang tak mewakili masyarakat. Namun, UU tersebut menerima pengesahan Yang Mulia (25 Desember 1845), dan rakyat kemudian sadar untuk mengajukannya. Bukannya diselaraskan dengan hasil keuangan dari penindakan tersebut. Sir John menambahkan, lewat Perintah 3 dan 4 tahun 1845, pajak pada pengeceran tembakau dan minuman yang difermentasi (7 Juli 1845). Sehingga, pengukirannya terhadap monopoli yang dimajukan olehnya dalam memanen monopoli perikatan di periaran Hongkong, walau ini hanya menghasilkan 17 shilling pada tahun 1845. Pemberlakuan dan ketegangan besarnya menjadi 'ketiadaan penuh pendirian rumah pabean' di pelabuhan bebas Hongkong. Ia berpendapat bahwa, karena kebanyakan tempat yang tersedia untuk keperluan pembangunan telah dihabiskan (disamping kecanduan judi yang pendahulunya dan dirinya sendiri dimajukan tanpa sadarw, tak ada perluasan pendapatan lahan besar yang dapat dilirik untuk masa depan. Akibatnya, ia mengalihkan perhatiannya kepada lisensi dan pemakaian lahan dan salah satunya ladang candu yang diberikan kepada Pemerintah Yang Mulia sebagai 'sumber pendapatan paling produktif dan sesuatu yang harus ditingkatkan dengan pengerahan penempatan.'
Kala Dewan Legislatif mengesahkan UU Candu Hongkong pertama (20 November 1844), Bendahara Kolonial, R. M. Martin, sangat menentang tindakan Pemerintah atas dasar bahwa hal pribadi seharusnya tak dijadikan sumber pendapatan negeri. Mendapati protes penolakannya, ia memutuskan untuk cuti. Kala permohonan tersebut, ia mundur dari jabatannya dan kembali ke Inggris (12 Juli 1845), tempat ia bekerja dengan pena yang dicelupkan dalam tinta, untuk menyatakan bahwa Hongkong, yang pada puncak jabatannya dibandingkan dengan keju Stilton dan hal-hal terkait yang disamakan dengan punggung seorang negro terserang kusta, adalah kegagalan besar, dan bahwa Koloni tersebut seharusnya dipindahkan ke Chusan.
Hak khusus penjualan candu dalam kualitas kurang ketimbang tingkat konsumsi di Koloni tersebut, dilelang (20 Februari 1844), dan tak selaras dengan pergerakan lingkar diler candu Tiongkok, dijual oleh orang Inggris (G. Duddell) dengan sewa bulanan $720. Namun penjualnya kemudian mendapati dirinya kalah saing dengan Tiongkok yang, dengan mengambil pernyataan UU, secara terbuak mengecer candu di Koloni 'untuk eksportasi' dan meraih perlindungan Dewan dalam melakukannya. UU tersebut kemudian diamandemen (12 Juli 1845) dan kebun candu dilelang lagi (1 Agustus 1845) kala dipegang oleh sindikat Tiongkok untuk $1.710 sebulan. Setahun berikutnya, penjualan ulang ditawarkan (24 Mei 1846), menambah kekuatan yang ditawarkan oleh para petani. Monopoli sekali lagi ditawarkan untuk penjualan (30 Juni 1846), namun tak ada tawaran yang dibuat untuk mendapatkan penyerahan lebih lanjut. Terakhir, kebun tersebut dijual (2 Juli 1846) di peringkat diturunkan menjadi $1,560 sebulan. Namun, ini kemudian menjadi nampak bahwa kuasa dipegang oleh para petani, yang bekerja tetap dan bahkan dipersenjatai untuk perlindungan pendapatan mereka, secara serius diinterfensi dengan perdagangan jung yang sah dan kebebasan pelabuhan. Bahkan Tiongkok sendiri membuat petisi kepada Gubernur (17 Januari 1847) untuk peniadaan monopoli candu. Gubernur menangani dan menyerahkan lisensi untuk kebun candu yang dipersengketakan tersebut (1 Agustus 1847) usai dikenakan £4.118 pada 1846, dan £3.188 pada 1847. Ini menandakan bahwa eksperimen pertama ini dalam perkebunan candu sempat dibawa ke ranah kejahatan yang bahkan setelah itu mengkarakterisasikan sistem di Hongkong, yakni pengedaran hukum tak tetap, yang dilakukan lewat penyewaan dan campur tangan dengan perdagangan penduduk asli dan dengan kebebasan pelabuhan.
Pendapatan Koloni terhimpun di bawah naungan Gubernur. Dengan memberlakukan pemulihan penyewaan lahan dan bangunan, pemasukan Koloni menjadi meningkat, berlipat ganda, dari £9.534 pada 1844, menjadi £22.242 pada 1845. Kebun candu menyebabkan pendapatan tahun 1846 meningkat sampai £27.842 dan lewat pemberlakuan penarikan yang lebih tinggi terhadap pendaftaran kapal (Perintah 7 tahun 1846) pendapatan tahun 1847 meningkat menjadi £31.078. Di sisi lain, perhatian ditujukan kepada kepegawaian negeri yang menyebabkan pengeluaran meningkat, dari £49.901 pada 1845, sampai £66.726 pada 1846. Namun berkurang lagi pada 1847 menjadi £50.959.
Apa yang membantu Gubernur dalam upayanya untuk menunjang keuangan Koloni, di samping kekhawatiran pertentangan terhadapnya, adalah fakta bahwa, walau perdagangan asing mengalami kebuntuan, perdagangan kapal jung penduduk asli berlangsung dengan sendirinya, dan populasi Koloni tersebut, walau dihadapkan oleh peniadaan pelabuhan perjanjian Tiongkok, bertahan selama beberapa tahun dengan sangat menonjol. Pada tiga tahun dari 1845 sampai 1847, populasinya masing-masing berjumlah 23.748, 22.453, dan 23.872 jiwa. Pada tahun 1848, populasinya berkurang menjadi 21.514 orang. Namun Gubernur mengaitkan penurunan tersebut, bukan kepada tuduhan penurunan perdagangan lokal, namun kepada pendaftaran yang lebih berhati-hati 'yang, kala memberikan catatan yang lebih benar dari jumlah yang sebenarnya, memulihkan Koloni tersebut dari orang-orang yang bergantung dan hanya diterapkan untuk tiket pendaftaran untuk membuat pemakaian buruk darinya.'
Dalam upayanya menekan kejahatan, Sir J. Davis mendapati dirinya sendiri terhalang, seperti setiap Gubernur Hongkong selanjutnya, oleh perangsekan berkelanjutan para penjahat dari wilayah tetangga daratan utama Tiongkok, karena ketidakpercayaan dan ketidakakatifan penduduk asli, lewat sifat para prajurit atau pelaut Eropa yang masuk dalam Kepolisian lokal, yang menghiraukan bahasa lokal dan kemudian bergantung pada penerjemah penduduk asli, dengan bertindak mengimpor orang-orang Inggris terlatih, dan akhirnya lewat ketidakmampuan warisan terhadap hukum Asiatik Inggris dan cara penghukuman Inggris. Namun, Sir J. Davis untungnya menyediakan (6 September 1844), dari London, penugasan Inspektur Kepolisian Metropolitan, Ch. May, yang melakukan kemungkinan terbaik dengan bahan tak sempurna yang disuplai kepadanya dan merombak Kepolisian Hongkong dengan model Irish Constabulary dengan adaptasi keadaan lokal. Dengan tujuan menekan sistem penjaga malam pribadi, yang dikerahkan oleh setiap pemilik rumah Eropa dengan model praktek lama pada masa di Kanton dan makau, Mayjen D'Aguilar (bertindak selaku Wagub dalam masa cuti sementara Sir J. Davis) memberlakukan (11 September 1844) 'Bamboo Ordinance' (17 tahun 1844) yang melarang pemakaian drum bambu oleh penjaga malam yang dipakai untuk membuat malam dalam rangka menunjang (sebetulnya bukan karyawan mereka yang mendakwa UU tersebut) bahwa mereka berada pada naungan. Namun kala diamankan lewat tindakan dini terhadap perdamaian dan keheningan kota pada malam hari, ia makin terdorong, dalam ketiadaan Kepolisian yang efisien, menjamin keadaan malam dari perampok penduduk asli.
Perompakan dan perampokan jalan raya berlanjut nyaris setiap hari. Balai Pemerintah sempat dirampok (16 Juli 1844) dan beberapa barang berharga Gubernur dicuri. Tak ada rumah di Koloni yang aman tanpa penjaga bersenjata dan tak ada orang yang bebas dari kegelapan kecuali memegang senjata api. Magistrat Kepolisian mengeluarkan (25 Agustus 1846) sebuah catatan yang memperikatkan para pemukim 'untuk tak pergi di luar batas kota sendirian maupun bahkan dalam kelompok tanpa bersenjata.' Pada 1847, pemegang rumah Eropa diperintahkan untuk menambahkan sistem penerangan jalan raya dengan menempatkan penerangan di pintu rumah mereka. Kepolisian memberlakukan pelatihan maupun unsur moral yang akan menginspirasi masyarakat dengan kepercayaan diri dan mencegah pembenturan antara penduduk asli dan penjahat. Karena penjahat nampak dipandang dalam hukum Inggris tak dapagt diberlakukan hukuman yang layak, walaupun diatur dengan sangat keras. Sehingga, pencambukan kembali diperlakukan dengan sangat bebas dan bahkan dakwaan bayangan sepadan seperti penggelandangan. Dewan Rakyat mendudukan diri mereka sendiri, tanpa dibutuhkan, dengan penakanan ini (pada musim gugur 1846) atas pengarahan Dr. Bowring, Anggota dari Bolton, yang memberikan perhatian Kementerian kepada tuduhan bahwa 54 penduduk asli dicambuk di Hongkong pada suatu hari karena tak memiliki tiket pendaftaran. Akibatnya, para penjahat Hongkong mendapatkan waktu yang lebih mudah selama beberapa bulan, karena pencambukan umum ditangguhkan dari 23 Januari sampai 8 Mei 1847.
Bentuk kejahatan paling umum pada masa itu adalah pembajakan. Seluruh garis pesisir Kanton dan Fohkien ditempatkan di bawah kendali kumpulan pembajak di bawah kepemimpinan Cheung Shap-ng-tsai dan Chui A-pou, yang berdagang dan memancing kapal-kapal jung untuk membayar pemerasan gelap. Perairan Koloni diselubungi dengan para pembajak, dan kapal-kapal jung yang terdaftar di Hongkong, kala kabur dari pembajak dan memasuki Sungai Kanton, didakwa atas segala jenis tindakan tak berhukum terhadap pihak awak dan kapal meriam di bawah perintah penagih pendapatan kanton, Sehingga, kapal jung dagang yang dapat masa masa itu berlayar dengan persenjataan berat, sehingga kemudian tidak ada hal selain kargo yang membedakan kapal jung dagang dari pembajak. Hal terburuk dari kasus tersebut adalah fakta bahwa pelaut Eropa tak berhukum terkadang masuk dalam penugasan pembajak penduduk asli dan bahwa pemimpin armada pembajak membuat Hongkong menjadi markas besar mereka, tempat para penjaga toko kelautan tak hanya mensuplai mereka dengan senjata dan amunisi dan menempatkannya di gerai mereka, namun juga merombaknya, melalui mata-mata berbayaran cukup di kantor-kantor dagang dan departemen-departemen pemerintah, dengan informasi soal perkapalan kargo berharga dan terutama pergerakan Kepolisian dan kapal-kapal meriam Inggris. Sebuah kapal meriam Kolonial, yang diawaki oleh Kepolisian, dikerahkan (5 Juni 1846) untuk melayari perairan Koloni dan melakukan beberapa penugasan kecil sampai kapal tersebut karam (1 September 1848). Deportasi terduga penjahat mengisnpirasi Tiongkok dengan tanpa teror, karena menawarkan kesempatan tak terhitung untuk kemudian melarikan diri. Kapal narapidana terakhir pada masa itu, 'General Wood,' yang berlayar ke Penang pada 2 Januari 1848, dibajak oleh para penjahat yang kebanyakan melakukan pelarian diri dengan baik.
Perdagangan Eropa di Koloni tersebut nampak turun atau buntu pada masa pemerintahan ini. Perdagangan candu India, yang dikirim dari Hongkong oleh tindakan Sir H. Pottinger, selama beberapa waktu dilakukan di Whampoa dan, pada keadaan terpaksa, lewat kenekatan yang dilakukan lewat Konsul Kanton pada pihak monopolis perdagang sulfur Kanton, mengungsi ke Kapsingmoon dekat Makau. Pendaratan Kapsingmoon menjadi tak aman kala muson timur laut, para pedagang Hongkong berharap untuk melakukan pemulangan perdagangan ke pelabuhan mereka, kala pendirian ladang candu oleh Sir J. Davis menekankan rancangan mereka. Aransemen dibuat oleh beberapa pedagang untuk memperkenalkan tempat perajutan sutra di Koloni tersebut, namun skema tersebut ditinggalkan kala Gubernur memberlakukan pajak terhadapnya, dengan tujuan pemasukan fiskal. Kompetisi dan persaingan dagang, antara para pedagang yang berada di pelabuhan perjanjian Tiongkok dan orang-orang yang bertahan di Hongkong, menjadi terpikat oleh perasaan iri. Para pedagang Kanton secara terbuka dikatakan (1 Agustus 1846) pada beberapa waktu memerintahkan koresponden mereka di Inggris untuk mengurusi kapal-kapal yang mengangkut barang-barang ke pelabuhan perjanjian berbeda di Tiongkok mula-mila harus datang ke Whampoa dan pemeriksaan barang-barang ke Kanton sebelum bergerak ke Hongkong. Sebagai balasan atas tindakan tersebut, dan dalam keinginan mereka melihat prinsip perdagangan bebas dilampaui oleh banjir monopoli pemerintah, para pedagang Hongkong merchants kini mencabut kepercayaan dengan pengakuan perdagangan bebas para pendahulu mereka dan memulai diri mereka sendiri untuk menyoroti tindakan proteksionis untuk mendirikan ulang perdagangan Koloni yang lesu. Perdagangan bebas kini dilirik sebagai impian cerah dari masa silam, dan benar-benar diusulkan untuk diberlakukan, sebagaimana yang dilakukan oleh Kapten Elliot pada Juni 1841, untuk UU Parlemen yang mendeklarasikan bahwa selama sepuluh tahun seluruh teh yang diangkut di Hongkong akan dilindungi di Britania Raya lewat jasa berbeda senilai satu penny per pound dan dua pence pada jenis yang lebih murni. Skema tersebut dinyatakan terhadap Sekretaris Negara oleh para pedagang Hongkong yang menetap di London, dan banyak surat yang dilampirkan ke Times (9 dan 24 Desember 1846) mengadvokasi pemberlakuan jasa dua pence berbeda yang diberlakukan pada seluruh teh yang berlabuh di Hongkong. Harapan kejam dari promotor tindakan tersebut menyatakan bahwa 'ledakan mematikan akan menerpa perdagangan Kanton' (dan Foochow). Sebetulnya, rencana rapuh tersebut membangkitkan perdagangan Hongkong lewat pembunuhan terhadap Kanton (atau pelabuhan perjanjian lainnya) tak memiliki kesempatan bahkan untuk diperiksa dalam Parlemen yang sebelumnya memecah para konsel yang memiliki dorongan terhadap adopsi tersebut, dari pengakuan kebenaran ekonomi, dari prinsip-prinsip perdagangan bebas positif lewat peniadaan hukum jagung (25 Juni 1846). Lord Stanley secara empatik menolak (4 September 1846) untuk menghimpun usulan jasa berbeda. Sebagai pengungsi terakhir, komuntias menyampaikan (27 Februari 1848) Peringatan kepada Earl Grey agar berdoa untuk pengurangan atau peniadaan sewa lahan. Mereka menanggapinya dengan memberitahukan (17 Juli 1848) bahwa Earl Grey hendak meluaskan pemberlakuansewa atau bahkan memberikannya pengekalan.
Fakta penurunan serius membuat pengambilalihan perdagangan Eropa di Hongkong secara bertahap memaksakan dirinya pada pengakuan umum dan ditafsirkan oleh para ekstrimis untuk melibatkan Koloni dalam keruntuhan absolut. Pada 13 Agustus 1845, seluruh firma Inggris utama (sejumlah 31) mengenang Lord Stanley pada persoalan ini. Sir J. Davis memandang pernyataan mereka dilebih-lebihkan dan ditanggapi dengan serangkaian argumen yang disampaikan oleh Pelaksana Jabatan Jurutulis Kolonial (W. Caine). Sehingga, sekelompok utusan (A. Matheson, G. T. Braine, Gilbert Smith, dan Crawford Kerr) mempersembahkan (29 Agustus 1845) Peringatan kedua, dalam rangka mereka menyatakan bahwa 'Hongkong tak memiliki perdagangan sepenuhnya dan menjadi tempat hunian Pemerintah dan pegawainya dengan sedikit pedagang Inggris dan para penduduk yang sangat mengenaskan dan malang.' Gubernur masih belum sadar, dan kemudian (6 Januari 1846) menerbitkan laporan dagang darin tulisan Dr. Gützlaff, yang ditujukan untuk menyerahkan dugaan para pedagang lokal walau mempersengketakan kebenaran statistik Dr. Gützlaff. Laporan resmi tersebut berisi keluhan atas kegagalan kebijakan perdagangan Sir H. Pottinger, dengan berujar bahwa 'di samping keputusan yang dicapai lewat Perjanjian Suplementer, perdagangan Tiongkok nampak lebih meningkat.' Sengketa tersebut belanjut dalam surat-surat dalam negeri pada 6 April 1846, Times memberikan ekspresi terhadap pandangan melankoli komuntias Eropa dengan pernyataan berikut. 'Hongkong mengalami rasa yang hilang sebagai tempat operasi perdagangan. Banyak pedagang meninggalkan Pulau tersebut. Sejak permulaan tahun terkini, dua firma didirikan, dua lainnya yang lama berdiri menyatakan 'keputusan mereka untuk keluar dari Koloni, dan dua lainnya menetap mengikuti contoh mereka atau kebanyakan meninggalkan pramuniaga yang bertugas untuk mengurusi barang atau surat.' Puncaknya terjadi kala kontributor Amerika untuk Economist (8 Agustus 1846) menyatakan bahwa 'Hongkong kini bukan apa-apa selain depot bagi beberapa penyeludup candu, prajurit, perwira dan pasukan perang.' Namun, pernyataan sensasional tersebut sebetulnya mewakili perasaan ketidaksetujuan yang berkembang secara alami namun secara tak lazim menyatakan masa depresi akibat inflasi tak alami pada masa sebelumnya. Walau para teman dan musuh Koloni memperdebatkan keberadaan dan penyebab hujannya, Hongkong sendiri tetap tersenyum bak Patience di monumen yang menyematkan keterangan tebal 'Resurgam.'
Terkait perdagangan penduduk asli Hongkong, terdapat tanda khusus yang nampak dalam kebangkitan cepat pada tahun 1846. Kapal-kapal jung dari Pakhoi, Hoihow dan Tinpak, di barat daya, melakukan perdagangan dengan Hongkong pada 1840. Fakta bahwa Mandarin Tiongkok tak memperdulikannya, atau pada catatan armada pembajak tak dapat menghentikan perdagangan tersebut, berpadu dengan kebangkitan keyakinan akan kekuatan Britania Raya, yang dihasilkan lewat penghinaan berulang yang dilakukan oleh Sir J. Davis terhadap Kiying, kini mendapatkan gelombang keyakinan bahwa pedagang Tiongkok yang bermukim di Hongkong tak perlu mengadakan operasi mereka (dalam artian jung penduduk asli) pada pelabuhan-pelabuhan perjanjian Tiongkok. Sehingga, warga Tiongkok berpadu di Koloni tersebut, dan secara komersial mengambil seluruh kemajuan status ganda bermukim di bawah kekuasaan dan perlindungan Inggris tanpa memajukan hak mereka selaku penduduk asli Tiongkok. Pedagang penduduk asli Kanton kini memutuskan untuk mengunjungi kamar-kamar lelang Hongkong dan mulai, karena mengkhawatirkan pembajak, untuk mencarter kapal-kapal layar Eropa (kebanyakan Jerman atau Denmark) untuk mengadakan perdagangan pesisir mereka sendiri dengan pelabuhan perjanjian pada pesisir timur. Armada kapal dagang jung Tiongkok juga terkadang mengajak kapal-kapal uap Inggris kecil untuk berkonvoi dengan mereka sebagai perlindungan melawan pembajak. Sehingga, perdagangan penduduk asli dirombak usai perdagangan Eropa di Koloni tersebut mengalami kebuntuan.
Komunikasi dengan Kanton pada masa itu menjadi sumber banyak ketegangan pedagang Inggris. Dorongan yang dibuat, oleh Mr. Donald Matheson pada 1845 dan oleh Mr. A. Campbell pada 1847, untuk memujuk para direktur Peninsular and Oriental Steam Navigation Company untuk menghubungkan kapal-kapal uap surat bulanan merek dengan Hongkong lewat jaringan cabang dengan Kanton, gagal memberikan dampak sampai menjelang tahun 1848, kala tindakan tersebut mengalami keterlambatan. Sementara itu, sekitar enam puluh pedagang mengadakan kesepakatan dengan para pemilik S.S. Corsair untuk mengangkut surat-surat mereka ke Kanton dengan subsidi bulanan £150. Pada 1847, Postmaster meminta agar surat-surat Kantor Pos yang diangkut 'dan dikirim' kapal uap tersebut ke Kanton masing-masing dengan dua pence. Kala kapten Corsair enggan mengirim surat-surat ke alamat-alamat atas dasar bahwa tak ada Kantor Pos di Kanton, Sir J. Davis menyatakan tindakan hukum untuk menindaknya, yang menghasilkan (23 Februari 1847) pemberlakuan denda £100. Walau keputusan tersebut (berdasarkan pada Imperial Act) disertai oleh rekomendasi bahwa denda tersebut digelontorkan, Gubernur enggan untuk mengambil tindakannya dalam kasus tersebut. Komunitas Inggris, yang merasa diri mereka sendiri sekali lagi tersinggung, melayangkan keluhan mereka ke Postmaster General di London, dan memutuskan untuk membantu diri mereka sendiri dengan mendirikan Hongkong and Canton Steamboat Company sebagai usaha saham bersama.
Sir J. Davis berniat untuk mereformasi mata uang Koloni tanpa berkonsultasi pada kalangan pedagang. Seperti yang disebutkan di atas, Sir H. Pottinger menetapkan nilai rupee Perusahaan Hindia Timur dalam kaitannya dengan dolar dan tunai (29 Maret 1842) dan mendeklarasikan dolar menjadi alat tukar standar dalam transaksi perdagangan tanpa spesifikasi lainnya (27 April 1842). Sir J. Davis kini mengeluarkan proklamasi (1 Mei 1845) yang menunda proklamasi yang dimajukan dan memerintahkan sebagai berikut; koin harus dijadikan alat bayar sah di Hongkong, yakni (1) koin-koin emas, perak dan tembaga Britania Raya, (2) mohur emas senilai 29s. 2d., (3) dolar Spanyol, Meksiko atau Amerika Selatan senilai 4s. 2d., (4) rupee senilai 1s. 10d., (5) bayaran senilai 280 uang tunia untuk satu shilling. Upaya untuk membuat standar emas seragam di hongkong disambut oleh masyarakat dengan pandangan buruk. Namun, hal ini tak berdampak dalam perdagangan pada cara apapun, karena tak ada tawaran untuk emas, sementara perak, yang dikoinkan dan tak dikoinkan, disahkan beredar di Koloni menurut bobot. Akibatnya, koin perak India dan Inggris, tanpa memandang nilai Sterling-nya, dibobotkan dengan dolar tembaga lama. Namun, proklamasi tersebut berdampak pada gaji dan bayaran resmi untuk pemerintah. Upaya juga dibuat pada 1846 untuk memperkenalkan kuantitas layak koin Inggris untuk bersaing dengan dolar Meksiko dan Spanyol. Menjelang akhir tahun, Wakil Komisaris Umum memberikan laporan yang sangat menonjol kepada Gubernur tentang koin Inggris yang dikirim oleh Perbendaharaan. Ia menyatakan bahwa ini menghimpun pemakaian ekstrim untuk pembayaran kecil, bahkan agar Tiongkok memakai dolar untuk ditukar dengan Sterling, dan bahwa ia terapkan untuk lebih ke pengiriman sejumlah £10.000. Namun, pengalaman berikutnya berseberangan dengan harapan yang dinikmati sebagai kesuksesan mata uang Inggris di Tiongkok dan dolar masih memiliki nilai tertinggi.
Salah satu gejala yang paling diharapkan dari perdagangan lokal pada masa itu menyebutkan pendirian (pada April 1845) cabang Oriental Bank Corporation, yang mengedarkan pada 1847, walau tak tercarter, lebih dari $56.000 nilai uang kertas, untuk pemulihan besar perdagangan lokal. Pelantikan tiga pegawai konsuler adalah unsur menonjol lainnya. Mr. F. T. Bush bertugas (sejak 12 November 1845) menjadi Konsul untuk Amerika Serikat, Mr. J. Bard (sejak 11 Maret 1847) menjadi Konsul untuk Denmark, dan Mr. F. J. de Paiva (sejak 12 Maret 1847) menjadi Konsul untuk Portugal.
Dalam hal sanitasi, sebuah Perintah disahkan (26 Desember 1845) memberlakukan serangkaian penataan dan kebersihan. Lembah Wongnaichung (Happy Valley) yang mematikan didrainasi (23 April 1845) dan penanaman padi di sana dilarang. Sanitasi dan kebersihan lain ditinggalkan untuk menempatkan perawatan diri mereka sendiri. Namun, masa penugasan Sir J. Davis secara menonjol sangat jauh dari penekanan angka kematian yang diharapkan. Ahli Bedah Kolonial, Dr. W. Morrison, yang menggantikan Dr. Peter Young pada 15 November 1847, menyebut tingkat kematian seluruh penduduk pada 1847 sejumlah 1·14 persen dan pada warga Eropa sendiri (1 Juni 1847 sampai 31 Mei 1848) sejumlah 5·65 persen tak meliputi kematian dari kecelakaan yang membuat angka kematian warga Eropa mencapai 6·25 persen. Sebanding dengan 1843, kala angka kematian Eropa kembali mencapai 22·00 persen, yang menjadi wadah penghimpunan besar. Demam adalah sebab kematian paling fatal pada 1844 dan disentri pada 1845. Di kalangan pasukan Eropa, dengan berterima kasih kepada Barak dan RS baru, penunjangannya adalah penugasan Jenderal D'Aguilar yang diperintahkan atas tanggung jawabnya sendiri, bahkan lebih menonjol. Pada 1843, peringkat kematian di kalangan prajurit Eropa berjumlah 22·20 dan pada 1845 berjumlah 13·25 persen. Pada tahun 1845, peringkat tersebut terjun sampai 8·50 dan pada 1847 sampai 4·00 persen. Aneh untuk dikatakan, pasukan India dikorbankan pada masa ini melebihi pasukan Eropa. Pada 1847, kematian di kalangan sepoy Madras berjumlah sampai 9·25 persen. Dapat dikatakan dalam hubungan ini, bahwa pada 8 Maret 1848, operasi bedah pertama yang dilakukan di Hongkong dengan memakai chloroform (oleh Dr. Harland of the Seamen's Hospital) dilaporkan sebagai pencapaian besar.
Sir J. Davis menjadi Gubernur Hongkong pertama yang menempatkan kepentingan kehidupan dalam promosi agama dan pendidikan. Untuk mempromosikan peringatan hari Minggu yang lebih baik, ia mengeluarkan (28 Juni 1844) sebuah notifikasi yang memerintahakn peringatan ketat dari rehat hari Minggu untuk dilibatkan dalam seluruh kontrak untuk kepegawaian negeri. Aturan tersebut, yang memberlakukan seluruh penghentian kerja pada hari Minggu sepanjang pengamatan Departemen Kepegawaian Negeri, meraih kesepakatan penuh Jawatan Kolonial (8 Oktober 1844). Sir John juga memutuskan untuk memberlakukan penjangkauan dari Pemerintah Dalam Negeri yang tak mengkehendaki perhatian mereka terhadap pendirian awal Gereja Kolonial. Sehingga, operasi pembangunan secara tak terhitung tertunda dari Oktober 1843, sampai Oktober 1846. Sehingga, kebesarannya menjadi isyarat yang dirasakan di Hongkong kala diketahui, walau surat pribadi Mr. Gladstone (tertanggal 27 Juni 1846), menyatakan bahwa 'sebab penundaan dalam pendirian Gereja layak di Hongkong telah menjadi keinginan perikraan yang ditransmisikan dari Koloni, karena tanpa langkah dini, Perbendaharaan takkan meraih uang publik.' Tak sampai 11 Maret 1847, bahwa, sesuai yang disebutkan dalam tulisan Latin pada plakat bras yang dicantumkan di batu fondasi, 'Batu persimpangan dari Gereja ini, didedikasikan kepada Santo Yohanes Penginjil, dan ditujukan untuk ibadah Tuhan Yang Maha Kuasa, dihimpun oleh Lord J. F. Davis, Baronet, seorang Legatis Ratu Inggris di Tiongkok dan dikenakan dengan martabat prokonsuler, pada tanggal kelima bulan Maret pada tahun kesepuluh Ratu Victoria, tahun 1847.' Pada pertemuan kontributor utnuk pendanaan Gereja Kolonial (12 April 1847) sebuah tulisan tambahan menyebutkan pendanaan £1.888 dan Pemerintah kini menggandakan jumlahnya. Dua Sosok Kepercayaan (Wilkinson Dent dan T. D. Neave) dipilih lewat para pelanggan, dan empat lainnya oleh Pemerintah. Selama pelaksanaan pembangunan, ibadah diadakan di Balai Pengadilan di seberang Club. Union Chapel, dalam hubungannya dengan London Mission, dan ditujukan untuk pelayanan dalam bahasa Inggris dan Tionghoa, dibangun di wilayah yang kini disebut Hollywood Road, pada musim semi 1845, melalui alat pelangganan publik yang dikumpulkan (1 September 1844) oleh Dr. Legge. Pada pertemuan 1847 dan 1848 untuk ibadah Presbiterian diadakan setiap minggu di sebuah bungalow tepat di belakang tempat yang kini menjadi Club House. Pada 1845, sebuah kapel didirikan di pemakaman baru di Happy Valley.
Selain tiga Anglo-Chinese School (Morrison Institution di Morrison Hill, Anglo-Chinese College of the London Mission dan St. Paul's College) yang dimulai di bawah pemerintahan sebelumnya, sejumlah sekolah yang lebih kecil didirikan pada masa jabatan Sir J. Davis. Pada 1845, 'English Children's School' dibuka oleh Kapelan Kolonial (V. Stanton), dan dalam pelaksanaannya, Propaganda Society sempat dimulai selaku sekolah serupa untuk anak-anak Katolik Roma yang namun tak diteruskan pada 1847. Untuk pemanfaatan penduduk Tiongkok, yang kala itu mengerjakan sembilan sekolah Konghucu, Gubernur menghimpun, pada awal 1847, tiruan badan pendidikan keagamaan Inggris yang kala itu didiskusikan hangat dalam Parlemen, Government Grant-in-Aid Scheme menydiakan pendidikan keagamaan non-dasar di sekolah-sekolah Tiongkok di bawah arahan Komite Pendidikan (dihimpun pada 6 Desember 1847), yang mel;iputi Magistrat Kepolisian, Kapelan Kolonial, dan Pendaftar Umum. Kala Sir J. Davis menyoroti unsur keagamaan, yang diputuskan untuk dikerahkan (13 Maret 1847), ia memberlakukan skemanya pada Kantor Kolonial dengan berujar bahwa, 'Jika sekolah-sekolah tersebut kemudian menugaskan para guru Kristen pribumi, yang dinaungi oleh para Misionaris Protestan, ini akan menyediakan unsur paling rasional dalam memindahkan agama penduduk asli Pulau tersebut.' Sancta simplicitas!
Perjuangan sosial dan umum Koloni tersebut pada masa itu utamanya terpusat pada tahun 1845. Pada 1844, Seamen's Hospital didirikan (30 September 1844) dan pembentukan Amateur Dramatic Corps (18 Desember 1844) dilanjutkan dalam peristiwa-peristiwa berikutnya pada tahun 1845, yakni edaran pertama surat kabar China Mail (20 Februari), perampungan jalan pengangkutan di sekitaran Happy Valley (1 Maret), pendirian Ice House Company (17 April), pembangunan Picnic House di Little Hongkong (26 April), pembentukan Medico-Chirurgical Society (13 Mei), organisasi Freemasonry dan permulaan Zetland Lodge (18 Juni dan 8 Desember), pengerahan serangkaian kapal uap pengirim surat bulanan oleh Peninsular & Oriental Steam Navigation Company (1 Agustus) dan perampungan Balai Pemerintah temporer (1 November). Hongkong Club, yang juga direncanakan pada 1845, dibuka pada 26 Mei 1846, di sebuah bangunan negeri yang didirikan, berseberangan dengan Balai Pengadilan baru, dengan biaya sejumlah £15,000 oleh G. Strachan dengan dana yang disediakan oleh para pemegang saham, yang membentuk Badan Kepercayaan sebagai Komite Pendirian Klub tersebut. Para anggota tetap diputuskan lewat jajak pendapat dan diwajinkan membayar seluruh bayaran ($30) dan langganan bulanan ($4). Dana untuk penyembuhan warga asing yang sakit dan membutuhkan dihimpun lewat pertemuan publik (13 Juli 1846) yang mengesahkan resolusi terkenal bahwa 'istilah warga asing harus meliputi penduduk asli setiap negara selain Tiongkok.' Sanksi publik terhadap pemakaian lokal terhadap kata warga asing diputuskan oleh kesepakatan umum yang ditetapkan untuk memberlakukan pemakaian yang bermula dari masa kala warga Inggris bermukim, sebagai warga asing, di Kanton dan Makau. Pada pertemuan Medical Society yang disebutkan di atas (5 Januari 1847), pertemuan tersebut mengusulkan pendirian Philosophical Society for China, dan usulan tersebut dihasilkan dalam organisasi (15 Januari 1847) dari cabang Tiongkok dari Royal Asiatic Society di Hongkong, di bawah masa pemerintahan Sir J. Davis. Pelangganan umum dimulai (24 Mei 1847) untuk pemulihan kesenjangan di Irlandia dan Skotlandia dan menggelontorkan £1.000.
Menjelang akhir 1840 dan sepanjang paruh awal tahun berikutnya, pergesekan timbul di kalangan para pegawai dan karyawan sipil garisun. Pengadilan militer menjadi sering dan perbedaan timbul bahkan antara pegawai yang mengabdi Pengadilan dan Mayjen D'Aguilar. Masyarakat lokal, yang masih terpusat pada unsur komunitas perdagangan, memegang kepentingan langsung dalam persoalan tersebut untuk mengecam Jenderal tersebut, yang kala ia mendapatkan kritikan warga sipil, banyak dikecam oleh masyarakat sepeerti halnya Gubernur sendiri. Namun, ketegangan tersebut kemudian meredam dengan cepat. Sebelum penutup tahun, kebocoran diredam. Acara penghimpunan panji baru Resimen ke-95 (17 Februari 1848), kala pengganti Jenderal, Mayjen Staveley, mengambil alih komando garisun, menjadi jenis perayaan rekonsiliasi umum yang membuat pedagang utama mengambil bagian aktif dengan menyerahkan salam perpisahan kepada Jenderal D'Aguilar. Pekan berikutnya, masyarakat secara antusiasi mendorong Jenderal untuk kembali melapangkan dadanya, lewat makan besar kenegaraan yang diadakan untuk menghormatinya (24 Februari 1848). Sehari sebelum acara rekonsiliasi besar, para pedagang utama juga menyampaikan pernyataan umum kepada Perwira AL Senior, Kapten MacQuhae, kala ia berangkat dari stasiun. Hal tersebut memberikan uji coba dampak populer untuk memberangkatkan para perwira AD dan AL yang dikerahkan, menghimpun pemikiran berbeda dengan keberangkatan tertunda Gubernur yang disinggung oleh masyarakat.
Kala waktunya tiba Sir J. Davis untuk melakukan (30 Maret 1848) perjalanan pulang, masyarakat, dengan rasa apati, menyaksikan dari kejauhan penghormatan ditembakkan, sambutan meriah dari beberapa teman yang mengabdi, galangan-galangan kapal diduduki oleh kapal uap pengirim surat. Namun, tak ada upacara publik, tak ada makan besar, tak ada salam perpisahan populer. Surat kabar utama Koloni memberikan suara untuk perasaan masyarakat dengan menyatakan bahwa Sir John 'tak hanya tak populer dari penugasan resminya namun tak selaras dengan Pemerintah Kolonial lewat pemutusan pribadi dan penggulingannya ,' dan, dengan perasaan sarkastik terhadap kehandalan Gubernur dalam berbahasa Latin, menutup orasinya dengan salam perpisahan ini, 'Exi, mi fili, et vide quam minima sapientia mundus hic regitur'!
Tanpa ragu, hati nurani menjalankan tugasnya secara manusiawi dan sabar, menurut sorotannya, lewat Tuhan dan negaranya, dan memandang golongan pedagang bak dibutakan oleh prasangka dan sikap menggebu-gebu, Sir J. Davis juga dapat tersenyum pada setiap kesemparan ini. Namun ia mengalami tekanan, nyaris setahun sebelum pulang ke Inggris, karena menyaksikan seluruh kebijakan pemerintahannya diselidiki, diumbar ke publik, dan dikecam oleh otoritas yang lebih tinggi ketimbang pedagang Hongkong.
Komite Parlementer dibentuk (pada Maret 1847) untuk menyelidiki hubungan perdagangan Inggris dengan Tiongkok. Sebetulnya, Mr. R. M. Martin sempat datang ke garis depan. Menurutnya, Sir J. Davis mula-mula mengangkat harapan tak diinginkan terhadap masa depan Hongkong dengan mendorong Pemerintah Yang Mulia agar Hongkong dijadikan Kartago dari Timur, agar penduduknya akan disetarakan dengan Romawi kuno, dan agar Hongkong secara komersial akan melampaui Kanton. Menurut Mr. Martin, ia makin terdorong agar ia mengangkat harapan semacam itu didorong oleh tindakan yang diperlakukan pada Koloni untuk memenuhi prediksinya. 'Dorongan tetap yang mewujudkan harapan tersebut berujung pada sistem perpajakan berkelanjutan, sebuah keinginan tak menguntungkan untuk legislasi, dan sistem pemerintahan yang menghambur-hamburkan hal tak dibutuhkan. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang, menyoroti kehilangan mereka, merasa lebih resah terhadap setiap transaksi; dan sehingga hal tersebut menghasilkan keadaan tak menguntungkan dari perasaan antara masyarakat dan Gubernur.' Mr. Martin menganggap bahwa Sir J. Davis akan memutuskan penggeloraan suara jika ia mewakilkan Pemerintah Yang Mulia agar itu tak memungkinkan peningkatan pendapatan tanpa peniadaan perdagangan atau melukai para pedagang dalam dorongan mereka untuk membuat tempat tersebut menjadi lebih tersedia untuk perdagangan.
Namun pengecapan yang lebih serius dan kuat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Sir J. Davis, adalah kandungan dalam bukti yang diberikan ke hadapan Komite Pemilihan Dewan Rakyat dan terutama laporan akhir Komite. Meskipun kritikan Mr. Martin, terutama kala memasukkan laporan terkenalnya tertanggal 24 Juli 1844, terlalu luwes untuk membawa dakwaan dan berada dalam bagian yang berseberangan dengan peristiwa sejarah, bukti yang diberikan oleh Mr. A. Matheson, sesambil secara bebas menguak dampak jahat dari kebijakan Sir J. Davis, menyematkan cap pada pembenaran yang dewasa dan sadar, dan selain itu berisi nubuat yang sejarahnya terpenuhi. 'Seluruh pedagang Inggris,' ujar Mr. A. Matheson (4 Mei 1847), 'akan meninggalkan Hongkong, bukan demi jumlah yang lebih besar yang mereka dapatkan dalam pembangunan pada masa awal Koloni dan mereka memutuskan untuk meninggalkannya, walau aku meyakini akan menjadi tindakan yang sangat bijak dan tentunya akan menjadi ruang yang diadopsi di bawah pemberlakuan kebijakan yang membangkitkan kemakmuran tempat tersebut. … Mari beri sewa dengan harga sewa yang menengah (dikatakan £20 atau lebuh dari itu untuk lahan depan laut dan £2 untuk lahan tanah dalam) dan mari kumpulkan pendapatan yang ditujukan khusus untuk penghimpunan Kepolisian yang efisien, meninggalkan pengeluaran lainnya yang dipegang oleh negara, dan aku rasa menduga bahwa sepanjang beberapa tahun, Hongkong akan mengambil langkah baru dan menjadi salah satu wilayah kami yang paling berkembang serta berharga.'
Laporan terakhir Komite Parlementer, walau tak menyebutkan Sir J. Davis, dan ditujukan pada reformasi alih-alih kritikan, mengecam kebijakan pemerintahannya secara keseluruhan. 'Selain penghambatan alami dan kebutuhan, Hongkong nampak dikerjakan di bawah pihak lain, diciptakan oleh sisitem monopoli dan perkebunan dan aturan yang tak selaras dengan posisinya dan prasangka terhadap pergerakannya. Ini nampak sebagoian dibangkitkan dari upaya untuk diperjuangkan dengan kesulitan pembangunan tatanan dan keamanan di tengah-tengah marabahaya dan kelompok pembajak yang giat di perairannya dan mengusik pesisirnya: dan sebagian dari keinginan untuk meningkatkan pendapatan di pulau tersebut dalam beberapa tingkat yang menyejajarkan pengutamaan pemerintahan sipilnya. Namun, untuk persoalan ini, kami berpikir bahwa tak bijak untuk mengorbankan kepentingan pemukiman sebenarnya, yang hanya dapat bergerak di bawah sejumlah kebebasan dan hubungan dan lalu lintas besar yang selaras dengan kesepakatan perjanjian dan tatanan internal; maupun kami menganggapnya hak agar beban yang diutamakan ketimbang jabatan untuk pengaruh umum dan perlindungan perdagangan umum di Laut Tiongkok kletimbang koloni dalam esensi biasa, harus digelontorkan dalam tingkat besar manapun pada pedagang atau pihak lain yang bermukim disana. Untuk revisi seluruh sistem, kami akan menyerukan perhatian awal Pemerintah, serta pendirian Pemukiman yang tak dapat kami pikirkan ditempatkan pada penjejakan pengeluaran yang tak dibutuhkan.' Komite tersebut akhirnya menekan penerimaan Pemerintah terhadap rekomendasi positif berikut ini, yakni (1) agar komunikasi kantor pos reguler lewat kapal-kapal uap dihimpun dari Hongkong ke Kanton dan pelabuhan-pelabuhan utara; (2) agar ketergantungan Gubernur pada Kantor Luar Negeri dan Kantor Kolonial disederhanakan; (3) agar Kitab Hukum pendek diberlakukan untuk sistem rujukan umum terkini pada hukum Inggris; (4) agar rancangan perintah dan aturan diterbitkan selama tiga atau enam bulan sebelum diberlakukan; (5) agar pembagian dalam pemerintahan biasa dan urusan lokal Pulau tersebut diberikan, lewat beberapa sistem pemerintah daerah, kepada pemukim Inggris; dan (6) agar fasilitas diberikan di Hongkong untuk akuisisi bahasa Tionghoa dan dukungan untuk sekolah khusus orang-orang Tiongkok.
Tak ada pihak yang menghimpun wadah sebenarnya dari Hongkong pada tingkatan yang tinggi, selain Komite Parlementer ini.
Usai pensiun dari jabatan Gubernur Hongkong, Sir John Davis dihormati dengan diangkat menjadi Deputy-Lieutenant of Gloucestershire (pada 1852), Knight Commander of the Order of the Bath (14 Juni 1854), dan Doctor of Civil Law of Oxford (21 Juni 1876). Ia wafat pada 13 November 1890, dalam usia sembilan puluh enam tahun, yang dipenuhi hari dan kegiatan untuk kejayaan.