Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 1/Bab 6

BAB VI

GERAKAN-GERAKAN YANG BERUJUNG PADA KONSILI KALSEDON (TAHUN 382–445)

Dengan kematian tragis Valens dan kenaikan takhta Gratianus di Barat dan Theodosius di Timur, tirani Arian yang lama berakhir. Hal ini membuat bab baru terbuka dalam sejarah Gereja Timur. Theodosius sangat dermawan dalam perilaku dan lebih liberal gagasan-gagasan ketimbang musuh-musuhnya yang berkehendak dalam satu kasus atau teman-temannya dalam kasus lainnya. Satu wabah mengerian yang timbul di Spanyol meninggalkan noda tak terhapuskan pada ingatan kaisar terlepas pertobatan yang diajukan olehnya setelah itu. Mendengar kerusuhan di Tesalonika kala seorang jenderal dan para perwira tentara lainnya dibunuh oleh masyarakat, yang menuntut penghukuman terhadap pengendara kuda kesayangan, meskipun hal ini telah menjadi catatan kejahatan, Theodosius mendatangi tempat kejadian, memerintahkan warga untuk diundang ke hipodron untuk kesempatan khusus, dan menghimpun para prajuritnya untuk penjagalan tak tebang pilih, yang menimbulkan pembantaian 5000 pria, wanita, dan anak-anak. Ambrosius, uskup Milan, usai menulis kepada kaisar untuk menyatakan kengeriannya terhadap kejahatan tersebut, meskipun dalam bahasa yang sopan, berdiri di pintu gerejanya kala Theodosius mengadakan sendiri perayaan Natal, dan tak mengijinkannya masuk sampai beberapa waktu usai ia memajukan dirinya sendiri dan mengakukan kesalahannya. Ini tak terdengar sebagai tindakan berjalinan. Kami menyatakan bahwa hal tersebut terjadi di Barat independen, bukan di Timur yang sebenarnya, dan kemudian bahwa ini merupakan perilaku ssook yang memiliki gagasan paling menonjol dari penugasan episkopat, dan yang memegang tempat paling tinggi dalam sejumlah rakyatnya. Dari semua itu, walau peristiwa dramatis sering dikutip sebagai indikasi pertumbuhan kekuatan Gereja dalam konflik sepanjang masanya dengan kaisar, secara pribadi kasusini banyak menghimpun karakter kedaulatan yang kemudian dapat melandasi dirinya sendiri dalam mengatur baik-buruknya di hadapan pemuka agama, sepeti Daud kala didakwa oleh Nathan. Ini sangat berbeda dari Norman Henry ii. yang melakukan pertobatan di kuil Becket atas tindakan teror dan pemberontakan yang terlalu berlebihan.

Dalam kebijakan gerejawinya, Theodosius mengusir uskup-uskup Arian, memperlakukan mereka nyaris seburuk pendahulunya yang memperlakukan rohaniwan Nikea. Mereka akan memandang bahwa mereka dibayar dalam koin mereka sendiri; dan ini hanyalah apa yang diinginkan oleh setiap orang. Tindakan kaisar tersebut melawan paganisme tak diketahui dan penderaan mereka dilebih-lebihkan. Adalah benar bahwa banyak yang terjadi pada masa kekuasaan Theodosius yang mendera dan menekan pemujaan dewa-dewi lama sampai ke dasarnya. Kegagalan upaya fanatik Julian untuk pemulihan dipadukan dengan reformasi menjadi sia-sia kala masanya berakhir. Ini seperti kasus Monastisisme pada masa kekuasaan Henry viii.; ketiadaan anakronisme tidaklah terhindarkan. Dari masa hukum Konstantius melawan pengurbanan yang diwajibkan dalam kitab statuta; namun, kecuali dengan rujukan pada sihir—yang ditakuti oleh orang-orang, iblis-iblis dianggap berbahaya—dan pemakaman-pemakaman, melawan esensi pertumbuhan tekanan dalam komunitas Kristen bangkit, hukum-hukum tersebut tak diberlakukan. Theodosius memberlakukan dan menerapkan hukum yang berlaku. Tak ada statuta Theodosius yang memerintahkan penghancuran kuil-kuil—ia bukanlah vandal. Penghancuran terjadi di beberapa daerah, namun akibat kekerasan masyarakat, yang mendapatkan dorongan dalam fakta yang diketahui dari kegiatan kaisar dalam menekan upacara-upacara pagan.

Ini adalah cara yang nyaris memicu penghancuran Serapeum terkenal di Aleksandria, meskipun Sokrates menyatakan bahwa "atas kehendak Theophilus, uskup Aleksandria, kaisar mengeluarkan perintah pada masa itu untuk penghnaucran kuil-kuil menonjol di kota tersebut; juga memerintahkan pengadaan eksekusi di bawah arahan Theophilus, yang melangsungkan pergerakan besar." Mula-mula kami memandang kuil Mithra dibesarkan dan isinya dikeluarkan utnuk dipertontonkan. Itu bukan contoh penghancuran kuil; bangunan tersebut tak dihancurkan. Namun dalam kasus Serapeum, sejumlah kelompok pagan memakainya sebagai benteng mereka, sebuah serangan kerusuhan dilakukan oleh rombongan pimpinan para biarawan, gambar Serapis dihancurkan berkeping-keping, dan kuil itu sendiri diratakan dengan tanah. Tindakan kekerasan tersebtu memicu gerakan perlawanan dari kalangan pagan dari masyarakat, dan hasilnya adalah pertikaian jalanan yang membuat banyak nyawa hilang. Sokrates menyatakan bahwa kebanyakan korban adalah Kristen, yang ditemukan setelah itu sangat sedikit yang terbunuh. Kami mendapatkan fakta bahwa pihak pagan di kota tersebut masih kuat—setidaknya dalam kegiatan anti-Kristennya, meskipun tak menunjukan banyak energi dalam dukungan upacara agamanya sendiri. Kuil-kuil lain di Mesir dan tempat lain dihancurkan, mungkin dalam pergumulan masyarakat serupa, dan tak ada yang dihukum oleh pemerintah. Sementara itu, Theodosius sendiri berharap agar bangunan-bangunan tersebut dilestarikan dan dipakai sebagai kantor-kantor pemerintahan.

Theodosius tak yakin membagikan jabatan kepada Kristen; ia memberikannya pada pagan kala ia melihat belas kasihan. Sehingga, ia melantik konsul Symmachus dan retorikawan Themistius prefek Konstantinopel dan bahkan pengahar putranya Arcadius—walau keduanya adalah pagan. Secara bersamaan, hal ini menyatakan bahwa, walau ia tak memicu pertumbuhan kekerasan masyarakat yang diarahkan terhadap gedung-gedung dan gambar-gambar pemujaan pagan, dan bahkan bertindak untuk menekan ritual tersebut, ia tak mengambil sikap melawan orang-orang dan sangat siap untuk menjunjung kualitas baik dari para pengikut agama lama. Kekaisaran tersebut telah disatukan pada kala terbagi saat kematiannya (tahun 395) antara dua putranya, Honorius di Barat dan Arkadius di Timur. Arkadius menjadi boneka di tangan pendetanya Eutropius, yang membujuknya untuk menikahi perempuan Franka cantik Eudoxia.

Sementara itu, terdapat sosok yang benar-benar besar di Gereja Timur yang membawa catatan publik soal banyak kesetiaan taatnya seperti melalui hadiah-hadiah tak tertandinginya. Ia adalah Yohanes, yang mula-mula dikenal sebagai presbiter di Antiokhia dan selalu disebut dengan nama panggilan tersebut sepanjang masa hidupnya, namun kini disebut dengan sebutan anumertanya, Krisostom. Antiokhia menjadi takhta sekolah kajian Alkitab, metode yang sangat berbeda dari yang tertanam di Aleksandria. Usai contoh para penata bahasa dalam perlakuan mereka terhadap Homerius dan Filo dalam adaptasinya dari Perjanjian Lama ke gagasan-gagasan filsafat saat ini, para cendekiawan Kristen Aleksandria memegang kebebasan besar terhadap kitab-kitab suci—Perjanjian Lama dan Baru—secara bebas mengalegorisasikannya. Di sisi lain, para cendekiawan Antiokhia mendorong metode tata tulis dan penafsiran sejarah. Untuk alasan tersebut, sesambil mereka sering terhibur dalam pemegangan penafsiran-penafsiran Aleksandria terhadap Alkitab, kami mendapati menjelasan nilai permanen Antiokhia sebagai panduan untuk pemahaman kitab suci yang benar. Tak ada komentator yang lebih dihormati selain Krisostom. Ia adalah pemimpin para pengkotbah menonjol. Pakar modernyang menjadi penaung presbiter Antiokhia besar untuk sebagian besar gagasan sugestif yang ia pikir bahwa ia menaungi Westcott, Lightfoot, Alford, atau Matthew Henry, selain ia memiliki kesabaran dalam menelusuri air menuju sumbernya yang akan ia lihat timbul dari sudut pandang yang disuarakan Krisostom. Ini haruslah menjadi zaman pembacaan Alkitab, setidaknya di pusat utama kajian Alkitab, Antiokhia; Krisostom mengajarkan pengetahuan kitab suci pada ranah pendengarnya yang beberapa pengkotbah saat ini landasi untuk dipakai dalam kongregasi mereka.

Ini adalah krisis dalam nasib kotanya yang mendorong Krisostom ke depan selaku pengkotbah terbesar pada masanya, mungkin segala masa. Terjadi kerusuhan, yang timbul dari keterusikan masyarakat terhadap tuntutan kaisar untuk kontribusi besar dari Antiokhia terhadap sejumlah besar tentara, yang menghancurkan patung-patung kaisar dan permaisuri. Yak lama, keadaan tersebut menggila kala para pelakunya mengulangi tindakan mereka. Di Timur yang despotik, kaisar dan permaisuri merendah pada nyaris penghormatan ilahi dan patung-patung mereka diperlakukan dengan tindakan mulia bahwa pagan mengerjakan gambar-gambar dewa-dewi mereka, bahwa itu untuk dikatakan, mereka adalah berhala politik, sampai penghinaan yang melebihi pengkhianatan, nyaris penistaan. Ini terjadi pada masa kekuasaan Theodosius, yang bertemperamen panas dan tindakan kejam yang tak segan-segan bertindak melawan yang pihak-pihakyang melawannya menjadi hal terkenal—melalui peristiwa yang mendahului pembantaian Tesalonika. Reaksi pun timbul. Orang-orang tersebut singkatnya menimbulkan kengerian. Kemudian, uskup lama Flavianus berencana melakukan perjalanan ke sepanjang pegunungan di tengah salju musim dingin untuk menyatakan permohonannya keapda kaisar, yang tak dihiraukan sungguh-sungguh. Untungnya, misinya berhasil, dan ia mampu untuk kembali dengan penjaga yang diterima oleh kota Antiokhia pada kondisi tertentu yang bukannya tanpa alasan. Sementara itu, masyarakat menghimpun tekanan teror, menunggu dakwaan atas kejahatan mereka dan mengantisipasi hal terburuk. Kemudian, Krisostom mengambil kesempatan untuk melakukan misi. Setiap hari, gerejanya berdesakan, sesambil pengkotbah mengecam kemewahan dan memberi cambukan pada para sesama masyarakat. Seperti Savonarola di Firenze, ia sangat mengecam dosa-dosa besar, yang dituduhkan langsung pada orang-orang yang berdiri terpesona di bawah keadaan yang sangat fasih. Hasilnya adalah kebangkitan agama di kota yang bubar tersebut.

Pada tahun 397, kematian Nektarius, yang menjadi patriark Konstantinopel selama enam belas tahun sebelumnya, meninggalkan jabatan paling berpengaruh dalam Gereja Timur tersebut dengan keadaan lowong. Ini menunjukkan esensi baik pendeta kekaisaran Eutropius, sosok yang kurang menguntungkan karena ia merupakan penguasa de facto yang mendorong petingginya untuk menyerahkan episkopat tersebut kepada Krisostom. Kemudian, dengan fokus pada persebaran publisitas di ibukota kekaisaran tersebut, pengkotbah menakjubkan tersebut lebih membenarkan penetapan yang berujung pada pelantikannya. Pengaruh yang diperlebar olehnya berasal dari pihak katedral yang mengajukannya kepada istana. Sesuai dengan perawakan, yang tak selaras dengan perilaku, menjalani hidup berkekurangan di istana patriark, dan orang-orang yang tak menyepakatinya menikmati penyantunan dari pendahulunya, Krisostom menyaring masyarakat Konstantinopel yang dipilih olehnya, lewat keajaiban eloknya. Sehingga, ia tak terdorong pada perilaku dan pencatatan umum. Ia menyatakan bagaimana pengkotbah tingkat tinggi yang besar dapat memenangkan kepercayaan kongregasinya tanpa menghentikan unsur popularitasnya. Krisostom menjadi Yohanes Pembaptis dalam pengecaman kuatnya terhadap kejahatan di kalangan segala golongan masyarakat sampai yang paling tertinggi. Ia bahkan nyaris bersanding dengan John Knox dalam membandingkan permaisuri dengan Jezebel—dan kala di Konstantinopel, kota yang kaya akan prelatus. pada saat yang sama, ia bersikap adil dan dermawan, dan ini merupakan esensi keadilan berhati besarnya yang berujung pada ketegangan pertamanya di kota tersebut. Peristiwa tersebut adalah serangan pada ajaran-ajaran Origenes yang kala itui dipromosikan oleh para biarawan berpikiran sempit.

Ceritanya berkomplikasi. Para lawan paling menonjol dari Origenisme terlalu menghiraukan pemahaman yang diajarkan kepada mereka. Orang-orang tersebut yang berasal dari sel-sel gurun Mesir dikenal sebagai Antropomorfis dari landasan materialistik Allah mereka sehimpun raga manusia dengan unsur-unsur fisik seperti kita sehingga, rujukan-rujukan kitab suci kepada, mata, telinga, tangan, dan kaki-Nya diartikan secara harfiah. Kala suatu jiwa sederhananya menunjukkan kesalahan pernyataan semacam itu, ia menyatakan dengan tangis, "Mereka membawa pergi Allah-ku, dan aku tak tau dimana mereka membaringkan-Nya." Bagaimana orang-orang semacam itu memahami gagasan-gagasan menonjol filsafat Origenes? Malangnya, mereka menganggap jiwa Origenes sebagai lawan utama pandangan mereka sendiri, dan ini menjadi pertahanan diri kala mereka mempromosikan sikap anti-Origenes. Gerakan tersebut berada pada ranah berbahayanya, sampai Teofilus, patriark Aleksandria, yang mula-mula menentangnya, menyorotinya, dari kekhawartiran atau kebijakan, dan menyatakan perlindungannya terhadapnya. Meskipun demikian, para biarawan paling spiritual sangat menentang literalisme ini, dan perlawnanan yang dipimpin oleh empat sosok tua di gurun Nitria yang dikenal sebagai "saudara-saudara tinggi" yang dinamai dari perawakan mereka yang menonjol. Teofilus menyerang orang-orang tersebut, dan mereka kabur ke Palestina dan kemudian ke Konstantinopel, di tempat mereka berusaha mendatangi Krisostom. Patriark berhati besar tersebut tak akan turun tangan untuk menghakimi kasus tersebut; namun ia menulis kepada Teofilus yang menawarkan patriark Aleksandria untuk menerima pria tua tersebut kembali. Hal ini membuat kedengkian antara Aleksandria dengan kota kekaisaran menonjol Konstantinopel. Teofilus mendakwa Krisostom dengan campur tangan terhadap persoalan yang tak berada pada yurisdiksinya. kemudian, kaisar memutuskan untuk mengundang Teofilus ke Konstantinopel. Ia datang, namun atas kehendaknya sendiri dan mengumpulkan para pengikut di jalanan, sehingga kala ia mendatangkan dirinya sendiri, ia memiliki kekuatan untuk mengadakan konsili di daerah kalseon yang disebut "Oak," di tempat Krisostom dikecam dan digulingkan atas dasar sejumlah dakwaan. Namun sekelompok orang dan gempa bumi yang memperingatkan Eudoxia, yang menyakininya keterlibatan supranatural, membuat permaisuri mendorong suaminya untuk memanggil lagi patriark tersebut. Ia diterima kembali dengan rasa gembira, menempatkan gerejanya dipimpin oleh warganya, dan membiarkannya untuk berkotbah disana dan pada masa selanjutnya. Tindakan tak kanonikal dari melanjutkan tugas pelayanannya setelah penggulingannya membuat landasan dakwaan melawan Krisostom kala ia kembali dicabut istana. Ini seperti dakwaan melawan Athanasius kala ia pulang ke Aleksandria atas undangan pemerintahan sipil usai penggulingannya oleh konsili Gereja di Tyre. Namun dalam kedua kasus, pembelaan benar-benar tak terjawabkan. Sinode-sinode yang mengecam bukanlah perwakilan adil, dan mereka tak memiliki yurisdiksi atas uskup-uskup yang digulingkan oleh mereka.

Penawaran kedua Krisostom berakhir. Citra perak Eudoxia didirikan di seberang gerejanya dan pelantikannya dirayakan dengan tari-tarian dan lawakan, yang dikecam oleh patriark karena merusak moral. Ia mengecam seluruh penyenggelaraan tersebut, sebuah tindakan yang yang sebetulnya menawarkan keafanaan pada permaisuri. Terdapat kotbah yang dikaitkan dengan Krisostom pada kesempatan tersebut, dimulai dengan kalimat, "Lagi-lagi Herodias timbul, lagi-lagi ia berhura-hura, lagi-lagi ia menari, lagi-lagi ia berniat untuk mendapatkan kepala Yohanes." Kotbah tersebut nampaknya dibuat-buat, dan Gibbon menganggap bahwa pernyataan menonjol tersebut tentunya diciptakan; namun penghotbah yang menyebut wanita sebagai "Jezebel" pada suatu kali dapat membayangkan kala makin terprovokasi pada kesempatan berikutnya yang menyebutnya "Herodias." Sepanjang acara, tawaran Krisostom tak dihiraukan. Kali ini, ia menetap di Konstantinopel, dua kali kabur dari pembunuhan, kala kota tersebut berada dalam keadaan pergerakan yang besar. Kemudian ia mencekal sinode yang mengecamnya karena meneruskan jabatannya tanpa ijin gerejawi semenjak sinode Oak menggulingkannya. Setelah tiag tahun pengasingan, ia bekerja keras menjelang ajalnya menjemput (14 Sept. 407).

Meninggalkan kontroversi Kristologi yang menyusul penyelesaian resmi sengketa Arian di Konstantinopel, kami mendapati dua penekanan pemikiran yang berlawanan, yang masing-masing dihimpun melawan orang-orang yang dibiarkan pada ujung pisau tajam dari ortodoksi gerejawi. Gereja menyatakan kembali fakta primer Keilahian sempurna dan kemanusiaan sebenarnya dari Kristus, pertanyaan berikutnya soal bagaimana dua unsur tersebut dapat timbul dalam kesatuan dan Sosok yang sama. Kemudian, diskusi dialihkan dari pertanyaan Tritunggal, yang menduduki pemikiran para teolog abad keempat, ke pgnhimpunan sifat Kristus, yang menimbulkan pemikiran para penyengketa pada abad kelima, dan kemudian abad keenam dan bahkan abad ketujuh. Kontroversi tersebut menjadi makin dan makin sulit dan sempit, tak spiritual dan murni polemik, kala prosesnya timbul, sampai Gereja berhadapan dengan kemajuan Muslim, untuk menghadapi pertanyaan vital soal apakah Kristen tetap berdiri secara keseluruhan—dalam bentuk apapun, ortodoks atau heterodoks. Dua bida'ah yang timbul di Gereja Timur pada abad kelima menjamah Gereja Barat, walaupun uskup Roma campur tangan dari masa ke masa untuk membantu penyelesaian. Sehingga, merekasecara khusus masuk pada cabang Oriental dari sejarah Gereja. Selain itu, dampaknya nampak dalam perpecahan Kristen Timur pada masa sekarang, salah satunya diwakili oleh Nestorian dari Efrat dan India, yang lainnya oleh Jacobite Siria dan Koptik di Mesir. Dalam kontroversi abad kelima, kami melihat kebangkitan kedua gerakan tersebut yang merasuki diri mereka sendiri dalam dua kelompok Kristen yang keluar dari persekutuan dengan Gereja Yunani, keduanya dikecam oleh "Gereja ortodoks suci" sebagai bida'ah.

Kami memandang bagimana spekulasi Kristologi mula nampak sepanjang abad keempat pada dua pemikiran paling asli, Apolinaris dan Gregorius dari Nisa. Apolinaris dikecam oleh konsili Konstantinopel karena menyangkali sifat manusia Kristus seutuhnya; dan Gregorius dari Nisa timbul dengan dakwaan pada catatan simpatinya dengan gagasan-gagasan Origenes. Setelah itu, entah apa garis pemikiran baru yang datang menyusul dengan orang-orang yang timbul dalam penetapan Nikea dan Konstantinopel. Selain itu, dalam batasan yang diputuskan, terdapat ruang bagi beragam opini menonjol. Ini berujung pada satu atau dua pengarahan lainnya menurut pemikiran yang diarahkan pada kekhasan sifat-sifat pada Kristus atau kepada penyatuan Sosok. Tujuan pada kekhasan antara sifat ilahi dan manusia pada Allah timbul pada Nestorianisme. Ketidakkonsistenan pada persatuan sosok-Nya sangat terdorong sampai ujung yang berujung pada bida'ah yang kini dikenal sebagai Eutikianisme. Namun, pada titik fakta tersebut, penekanan lain dan lebih mendalam berarak pada setiap gerakan tersebut kala mereka memajukan motif-motif yang menginspirasi mereka. Motif yang dimajukan Nestorianisme berkaitan dengan sifat manusia Allah, kehidupan duniawi-Nya, dan hubungan persaudaraannya dengan umat manusia. Motif yang yang dimajukan Eutikianisme adalah tujuan penimbulan Keilahian Kristus yang sifat manusianya sangat dibayangi dan diasimilasikan dengan keilahian kafir yang sepenuhnya terkendali. Nestorianisme memiliki cikal bakal pada aliran Antiokhia, di tempat Injil dikaji secara g=historis dan kehidupan duniawi Yesus Kristus sangat dihargai. Antiokhia sangat bersentuhan dengan Konstantinopel, dan sehingga pengaruh kota Siria tersebut lantas terasa di metropolis besar tersebut. Perlawanan terhadap Nestorianisme—yang datang dari ujung ortodoks di sisi lain, dalam bentuk Eutikianisme—timbul dari Aleksandria, tempat tinggal Atanasius seabad sebelumnya, dikenal sebagai kekuatan doktrin keilahian Kristus. Namun secara langsung mereka menyebut kota-kota yang disiapkan oleh mereka untuk melihat bagaimana kedengkian patriarkat sepanjang masa yang diduduki oleh mereka dikumpulkan untuk membariskan diri mereka sendiri di satu sisi atau sisi lainnya dari diskusi tersebut, yang kemudian mendapatkan warna lokal dan memicu semangat partisan yang sangat tak memandang klaim-klaim kebenaran atau kehormatan-Nya soal sifat penyengketa saingan bertindak sangat mendalam.

Pemicu aliran pemikiran Nestorian adalah Theodore dari Mopsuestia, dan pikirannya terhimpun dalam arahan menentang Apolinarian. Ia berpedapat bahwa demi pengembalikan penyatuan kosmos diperlukan Allah Firman harus menjadi manusia sempurna. Teodorus mengembangkan gagasan-gagasannya soal kesempurnaan moral Tesus selaku manusia, menempatkan separuhnya pada kelahiran Perawan dan pembaptisan, dan separuh pada penyatuannya dengan Firman Ilahi. Ia menganggap bahwa ada keilahian pada Kristus, secara umum disamakan dengan orang-orang kudus, namun secara khusus berbeda. "Aku tak terlalu gila," ujarnya, "untuk menyatakan bahwa keberadaan keilahian dalam kristen seturut perilaku yang sama dengan orang-orang kudus. Ia memperlakukan Kristus selaku putra." Ini akan nampak bahwa bahasa semacam itu menemukan kepribadian Kristus yang sebenarnya dalam unsur manusia-Nya, namun secara dekat dan namun dalam cara keilahian uniknya dapat menyatukannya. Sehingga, penekanan pikiran akan menuju pada pemisahan dua orang—Sosok Ilahi Logos dan sosok manusia Yesus. Itu takkan jauh dari gagasan Paulus dari Samosata soal sosok yang terpengaruhi Allah, kecuali itu berkaitan dengan Keilahian, Logos, landasan Tritunggal yang dinyatakan.

Pandangan Teodorus diperkenalkan ke Konstantinopel oleh Nestorius, yang diangkat menjadi patriark pada tahun 428, seperti Krisostom usai menjadi presbiter di Antiokia. Ia memiliki sifat pribadi yang tak merasa bersalah, dan ia mendapatkan beberapa reputasi dari penyuaraan eloknya. Dan sehingga, ia berjalan dengan langkah palsu, kala dalam kotbahnya, yang disampaikan kepada kaisar, ia menyatakan, "Berikanku dunia yang bersih dari bida'ah, dan aku akan memberikanmu kerajaan Allah sebagai balasannya; bantu aku dalam penumpasan bida'ah, dan aku akan membantumu dalam menyingkirkan Persia." Pernyataan semacam itu mengena pada pikiran, dan Nestorius datang untuk dicap sebagai "penghasut" sebagai akibatnya. Tak lama usai pemburu bida'ah tersebut dikecam selaku bida'ah—sebuah tindakan yang dalam sejarah mewarnai banyak contoh. Ketegangan dimulai dengan kotbah presbiter Anastasius, yang mendampingi Nestorius dari Antiokhia dan berbagi gagasan dengan uskupnya Teodorus, yang membuat pengkotbah tersebut mengecam gelar Theotokos ("Penyemat" atau "bunda Allah") diterapkan pada Bunda Maria. Istilah tersebut telah lama dipakai, dan hal ini berkaitan dengan Atanasius dan Bapa-bapa terpercaya lainnya. Selain itu, Nestorius membela temannya dan mengadopsi pendirian yang sama dalam rujukan kepada gelar tersebut. Kiril terkenal, seorang sosok dengan tekad yang kuat dan sengit, kini patriark Aleksandria, menangani kasus melawan Nestorius. Catatannya bukannya tak bercelah. Bahkan jika ia tak ikut serta dalam pembunuhan penceramah Neo-Platonis cantik, pintar dan tekun Hipathia, kala para biarawan menangkapnya di jalanan, menurunkannya dari kendaraannya, melucuti pakaiannya, mendera daging dari tulangnya dengan kulit kerang dan memusnahkan jasadnya yang malang di pembakaran, patriark kejam tersebut tak dapat dikecualikan dakwaan kejahatan tersebut. Jawara iman yang dilantik sendiri berlawanan dengan "penista" Nestorius. Paus Selestius mengadakan konsili di Roma (430), yang mengecam Nestorius. Kiril menyatakan hukuman penggulingan, namun Nestorius tak memegang catatan darinya.

Persoalan menjadi sangat serius kala kaisar Theodosius ii. menyerukan konsili diadakan di Efesus setahun berikutnya (431), dan dikenal sebagai Konsili Umum Ketigal. Kiril dan rombongannya datang mendahului para teman Nestorius dari Antiokia dengan Yohanes sang patriark gereja di kota tersebut selaku pemimpin mereka. Ia dianggap sengajar menundanya. Soal kenapa, Kiril yang membuang-buang waktu dalam melaksanakan pengecaman terhadap Nestorius sebelum konsili rampung, dan dalam ketiadaan para terdakwa yang dituduhkan, sangat menjatuhkan dan tentunya tak adil. Biasanya, Nestorius enggan untuk tampuil di hadapan pengadilan satu pihak. Kala Yohanes datang, ia dan para uskupnya menyatakan untuk memutuskan penggulingan Kiril. Keputusan apapun berlaku pada masa itu. Nestorius menjawab soal perlindungan kaisar; namun ini tak lama menyelamatkannya. Theodosius menyelesaikan intrik istana berkuasa yang berlangsung sepanjang keberadaannya—tak seperti kakeknya yang lebih saleh alih-alih kuat—dan Nestorius mula-mula dicekal di Petra, Arabia dan kemudian di oasis Ptolemais, Mesir. Setelah direbut oleh tentara Arab dan menderita banyak kerja keras lainnya yang otoritas ortodoks pandang tak tau malu, ia meninggal akibat penyakit pada tahun 439. Sementara itu, para pengikutnya menyebar ke sepanjang belahan kekaisaran tersebut, hingga sampai ke Persia. Dan pengaruh Theodore dan Nestorius timbul, utamanya karena menjadi aliran pembelajaran teologi penting di Edessa.

Penekanan pemikiran berlawanan yang timbul pada Eutikianisme timbul dan mungkin memajukan gagasan-gagasan Kiril. Meskipun dogmatis Aleksandria terkenal tersebut terkanonisasikan dan meskipun tulisannya kini dihargai di antara karya-karya Bapa-bapa Gereja paling terhormat, tak mudah untuk membedakan posisinya dari pemikiran bida'ah yang timbul di bawah pengecaman pada konsili umum berikutnya. Ia menyatakan bahwa Nestorianisme melibatkan dualitas sosok dalam Kristus—manusia Yesus menjadi satu sosok, Ilahi Logos menjadi sosok lainnya. Dan sehingga ia tak berisi anggapan penyatuan perorangan; ia menekankan bahwa terdapat penyatuan alam. Meskipun demikian, ia mengijinkan kenosis sebenarnya dalam inkarnasi. Kala Yesus dibaringkan di keranjang bayi, semua nampak pada bayi polos tersebut, ia sebenarnya mengurusi urusan alam semesta. Kala sebagai manusia, ia nampak menghiraukan apapun, ini merupakan satu-satunya penampakan. Bahkan kala Ia tak memahami hari atau jam Kedatangan Kedua, satu0-satunya tanda bahwa ia tak memiliki pengetahuan bagi para murid yang dapat berkomunikasi dengannya.

Namun ini merupakan ekspresi pandangan menonjol semacam itu, mungkin dibawa lebih sedikit oleh Eutikes, arkimandrit biara besar dekat Konstantinopel, bahwa mereka menolak ortodoksi bermata rubah. Eutikes adalah seorang pria tua berpikiran sempit yang menjalani beberapa tahun dalam pensiun kala ia dimajukan untuk menantang kesalahan Nestorianisme. Ia melakukannya secara luar biasa sampai ia mendapati dirinya sendiri didakwa bida'ah dalam arah yang berlawanan. Ia menyatakan bahwa dua unsur Kristus berpadu bersama dalam inkarnasi, sehingg hal tersebut menjadi "satu sosok inkarnasi Allah Firman." Opini-opininya dikecam di sinode lokal; namun Eutikes tak akan mengajukan dan menuntut konsili umum, yang diadakan di Efesus oleh Theodosius ii. dan bertemu pada Agustus 449. Konsili tersebut dikemas dengan baik oleh teman-teman Eutikes. Para uskup yang ikut serta dalam pengecaman arkimandrit di Konstantinopel serta pihak lainnya berasal dari Timur, dan sehingga mendakwa Nestorianisme, tak diperkenankan untuk memberikan suara. Seluruh pelapor selain pihak Euktian diusir. Jika siapapun yang ikut serta dalam sinode Konstantinopel menyuarakan "dua unsur," ia langsung diteriaki dengan cacian "Nestorian!" "Lucuti pemecah belah!" "Bakar dia hidup-hidup!" "Karena ia pembelah, mari belah dia!" Ortodoksi Eutike didakwa, dan anathema dinyatakan melawan Nestorius sembari berteriak—"Usir, bakar, lucuti, potong, bantai semua orang yang menyatakan dua unsur!" Dioskurus, penerus Kiril di Aleksandria, tak kembali meneruskan diskusi dan jajak pendapatnya. "Panggil ke istana," teriaknya. Sehingga, prokonsul Asia masuk, didampingi para prajurit dan para biarawan dipersenjatai dengan pedang dan tongkat dan membawa rantai. Uskup-uskup yang panik berniat untuk bersembunyi di bawah bangku, di sudut gelap gereja, agar mereka tak dapat terlihat. Namun mereka ditangkap, diancam, bahkan dipukuli dan dipaksa untuk menyatakan pengecaman terhadap Flavianus, patriark Konstantinopel, yang memimpin pihak yang berseberangan.

Dioskurus, penerus Kiril, patriark Aleksandira, dikatakan menghantam wajah Flavianus, memukulnya, mengecapnya. Sehingga, Flavianus meninggal beberapa hari berikutnya karena perlakuan buruk yang dialaminya pada konsili tersebut. Kaisar menyatakan keputusan dari konsili merendahkan tersebut. Namun Leo i., uskup Roma, Paus besar pertama, menganggapnya tak valid dan sangat mengecam penyelenggaraannya, mencapnya Latrocinialis—"Konsili Perampok."

Gereja Timur kini terpecah. Mesir, Trakia, dan Palestina dipegang pihak Eutikia, sementara Siria, Pontus, dan Asia mendukung pihak yang berlawanan, yang dimenangkan Flavianus, namun kini diurus oleh sosok paling berkuasa pada masanya, Leo agung. Pada tahun berikutnya (tahun 450) Theodosius ii. meninggal akibat jatuh dari kudanya. Saudarinya, Pulcheria, memegang kekuasaan yang besar di Negara tersebut, dan ia kini menikahi senator Marcian, yang berusia enam puluh tahun, yang kemudian menjadi kaisar, yang sempat merombak kebijakan pendahulunya dan menjalin persekutuan dengan Leo untuk penyelesaian keadaan tegang Gereja. Penunjangan tak langsung dari konsisi tersebut adalah mengumpulkan fakta bahwa tahun berikutnya Marcian mengeluarkan hukum menentang pertikaian dalam Gereja dan melarang pertemuan di rumah-rumah pribadi atau di jalan raya. Pada tahun yang sama, ia mencekal Eutyches. Dampak campur tangan kaisar dengan Paus adalah Marcian mengadakan konsili umum yang diadakan di Nikea, tempat ortodoksi yang kini dimuliakan. Kemudian, selaras dengan peraturan kaisar, tempat perkumpulan dipindahkan ke Kalsedon di Bosphorus, karena tempat tersebut berada di dekat Konstantinopel.

Konsili Kalsedon adalah konsili terakhir dari empat konsili umum yang diakui oleh Gereja-gereja Barat—Protestan (seperti Lutheran dan Anglikan) serta Katolik Roma—dan oleh badan utama Gereja Timur. Konsili tersebut diadakan di gereja St. Euphemia, yang menghimpun sesi pertamanya pada 8 Oktober 451. Terdapat sekitar lima atau enam ratus uskup yang hadir, kebanyakan dari provinsi-provinsi timur kekaisaran. Sehingga konsili tersebut, seperti setiap tiga konsili sebelumnya—di Nikea, Konstantinopel, dan Efesus—tak hanya diadakan di Timur, namun juga nyaris seluruh wilayah Timur. Leo sangat ingin mengadakan konsili di Roma. Namun, hal tersebut tak terjadi. Seluruh konsili dihimpun oleh para kaisar, dan pemerintahan kekaisaran di Timur memegang pergerakan tertinggi atas Gereja. Tak ada kaisar dengan perhatian atas otoritasnya yang dapat menentang majelis konsili umum gereja di Roma, khususnya di bawah pengaruh sosok seperti Leo i., yang sebetulnya lebih berpengaruh di Barat ketimbang Marcian sendiri. Leo tak hadir; namun ia melebarkan pengaruh luas pada pelaksanaan konsili tersebut. Para delegasi kepausan menyatakan bahwa Dioskurus tak dapat diijinkan untuk duduk selaku hakim dalam kasus kala keputusannya sendiri sedang diadili. Ia dikecam dan dilengserkan, dan kemudian diasingkan ke Gangra di Paphlagonia, di tempat ia wafat tiga tahun kemudian (tahun 454). Meskipun ini dilandaskan pada kesalahannya di Efesus dan diekskomunikasikan "uskup paling paling kudus dan paling diberkati dari Roma," bida'ah yang ia bela dikecam. Mula-mula mengkonfirmasi dekrit-dekrit tiga konsili sebelumnya, konsili Kalsedon menganathemakan Nestorianisme di satu sisi, dan Eutikianisme di sisi lain. "Tome" buatan Leo, sebuah pernyataan doktrinal penting yang berisi surat Paus yang ditujukan pada Flavianus,diadopsi sebagai pernyataan ortodoksi standar; dan hal tersebut menambahkan definisi doktrin yang mendiskriminasi. "Tome" adalah sebuah pernyataan yang menyeimbangkan posisi Gereja berkaitan dengan penyatuan Sosok dan pembedaan dua unsur pada Kristus, dan rumus Kalsedon yang menerima dan mengkonfirmasi pernyataan tersebut secara hati-hati merekapitulasi gagasan-gagasan yang terkandung disana. Dokumen apapun nampak mengupayakan penjelasan inkarnasi apapun, maupun upaya sebenarnya untuk menyelesaikan paradoks yang nampak menurut definisinya. Setiap dokumen tersebut berisi pengartian posisi ortodoks secara jelas, tanpa kesalahpahaman, dan final. Dalam dua dokumen tersebut, mereka memiliki deklarasi inkarnasi otoritatif Gereja. Pernyataan Kalseon menyatakan bahwa, "Maka dari itu, kami mengikuti para Bapa Suci, mengakui Putra yang satu dan sama, Tuhan kami Yesus Kristus; dan kami melakukannya dengan satu suara ajaran, bahwa Ia berada pada bagian puncak dan bahwa ia sempurna dalam hal Kemanusiaan, menjadikannya benar-benar Allah dan benar-benar Manusia; bahwa ia adalah jiwa dan raga yang masuk akal, selaras dengan Bapa kala menyinggung posisi puncak-Nya, dan konsubstansial dengan kami kala menyinggung kemanusiaan-Nya … memahaminya dalam dua unsur tanpa penyamaan, pengubahan, perpecahan, pemisahan,"—dan lebih ke keperluan yang sama. Hal ini kemudian menjadi ortodoksi akhir, untuk mempertahankan usaha utama para teolog Gereja Yunani sepanjang masa berikutnya. Pihak yang ingin melebihkan pernyataan dan pembelaan; pihak yang menginginkan penjelasan metafisika, harus melihat ke hal lain selain pengakuan iman ortodoks para teolog Timur.