Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 1/Bab 7

BAB VII

KETEGANGAN MONOFISIT

Kelanjutan dari konsili Kalsedon lebih seperti kelanjutan konsili Nikea pada sejarah selanjutnya usai konsili Konstantinopel. Konsili umum kedua yang mengecam Arianisme tersebut benar-benar nampak sukses; karena setelah itu, kami mendengar bida'ah berkurang di dalam perbatasan kekaisaran; namun kemudian, seperti yang kami amati, hal ini berujung pada dampak perpecahan internal. Di sisi lain, konsili umum keempat, seperti konsili pertama yang dimuliakan, sangat tak dapat menekan bida'ah-bida'ah yang secara khusus diputuskan untuk dikecam. Nestorianisme hanya dicekal; di pengasingan, aliran tersebut menyebar dan berkembang di kalangan Kristen Persia, dan di timur jauh, Eutikianisme, yang sangat dimodifikasi, menyebar di dalam kekaisaran dengan sebutan baru Monofisitisme. Dengan memakai nama dari pendirinya, yang disakralkan selaku korban semangat terhadap ortodoksi, dan mengadopsi sebutan deskriptif, gerakan tersebut menjadi lebih dapat mengutamakan gagasan utamanya dan pada saat yang sama menyebarkan pengaruhnya dalam Gereja, walaupun para penganutnya, yang bersimpati dengan golongan dominan, berdiri sendiri dan secara bertahap terhimpun menjadi sebuah sekte. Terdapat beberapa pelunakan pandangan ekstrim yang dimajukan oleh biarawan tua Eutikes, seorang pria tanpa napas pikiran atau kedalaman penglihatan. Monofisit makin dirombak dan bersifat metafisika dalam pemikiran mereka. Sementara mereka mengukuhkan kesatuan unsur ketuhanan berseberangan denagn dogma berkelanjutan Kalsedonia dari dua unsur dalam satu sosok, mereka berkehendak untuk menyatakan bahwa Ia datang pada inkarnasi Kristus lewat persatuan, berpadu bersama, dari dua unsur. Sehingga mereka diperbolehkan menyatakan bahwa ia "berasal dari dua unsur," meskipun mereka menyangkal bahwa ia timbul "dalam dua unsur" dan sedangkan bagi Eutikes, unsur manusia yang ditinggalkan sepenuhnya lenyap, berdasarkan pada Monofisit Kristus memiliki unsur komposit. Selain itu, mereka menghimpun kelanjutan dari dua set atribut—manusia dan Ilahi—meskipun hanya sebagai kualitas satu substansi. Namun, penyatuan unsur tak dapat dibandingkan dengan amalgam sebenarnya untuk dua alasan. Di tempat pertama, setiap unsur berubah, manusia diambil pada unsur-unsur ilahi dan keilahian diambil pada sifat-sifat manusia. Terdapat perbedaan bahwa perubahan dalam unsur ilahi hanyalah "lewat anugerah," sebuah dampak dari tindak kehendak yang dilakukan untuk memicu penebusan dunia, sementara kebebasan penuh masih blangko darinya. Tak ada kenosis, tak ada pengosongan diri yang sebenarnya, namun hanya peninggian bentuk dan mode kehidupan manusia, sementara keilahian masih dalam esensi tak berubah. Kemudian, di tempat kedua, unsur Ilahi sepenuhnya mendominasi unsur manusia yang, kecuali padapenampilan luar bentuk manusia dan kehidupan duniawi, unsur manusia tersebut benar-benar tak terhitung untuk apapun. Kami dapat menyatakannya demikian. Keberadaan fraksional unsur manusia menjadi bilangan pasti dengan hitungan tak terbatas, benar-benar standar dengan nol. Jika f ditujukan untuk keterbatasan dan ∞ untuk tak terbatas, kami dapat menghimpun doktrin tersebut dengan rumus f ∞ = 0. {\displaystyle {\tfrac {f}{\infty }}=0.}

Kala kami terdorong untuk memajukan kontroversi Monofisit yang melingkupi posisi ini, kami tak dapat melihat permukaannya sesuai dengan kepentingan segala pihak yang mengembangkannya, semuanya yang timbul. ini adalah titik teologi murni, sangat berbeda dengan menentukan bahwa hanya ahli yang dapat menyatakannya secara benar, dan sehingga ini membagi kota-kota dalam faksi-faksi yang mengeluh dengan kedatangan rombongan dan kerusuhan fatal. Ini tak dapat melandasi prinsip bahwa hawa kontroversi secara langsung beragam dengan sifat kecil perbedaan antara pihak yang berseteru—meskipun tak menginginkan contoh yang nampak mengkonfirmasikannya—seperti pergesekan antara "Terang Lama" dan "Terang Baru" di kalangan Presbiterian dari Skotlandia. Kontroversi Monofisit yang berjangka panjang mengancam disintegrasi Gereja dan membahayakan perdamaian kekaisaran; pada faktanya, hal ini benar-benar berdampak pada disintegrasi Gereja dengan memecah keping-kepingan besar yang masih ada sampai saat ini dalam perpecahan dari persekutuan Yunani, yang menyematkan sebutan ortodoks pada dirinya sendiri. Sehingga, harus ada beberapa kepentingan untuk menuntaskan skisma.

Di kalangan pihak terawal dalam kepercayaan agama mereka tak meragukan kelenturan doktrin Monofisit yang ditemukan dalam menghormatinya nampak untuk diberikan kepada Kristus. Pandangan tersebut sangat diutamakan oleh para biarawan gurun Mesir, sosok yang sempat sangat terhiraukan dan bersemangat pada mulanya, hal yang membuatnya fanatik, pendahulu dan leluhur dari pemanduan modern. Motif langsung dari gerakan tersebut dalam separuh biarawan menempatkan diri mereka sendiri dengan keantusiasan melawan Nestorianisme. Ini diwakilkan kepada mereka oleh Dioskurus yang menyatakan pada konsili Kalsedon bahwa bida'ah—yang dikecam di konsili Efesus; bahkan merumorkan Nestorius diundang ke Kalsedon dan hanya dicegah hadir pada waktu kematiannya selama pelaksanaan. Kala Nestorian dikaitkan dengan kengerian selaku ssook yang membagi Kristus menjadi dua sosok, yang benar-benar menyangkal inkarnasi, dan yang nampak seperti Unitarian. Untuk menentang kesalahan tak terhormat tersebut, Monofisit menyatakan dirinya sendiri sebagai pemenang Keilahian sempurna Kristus. Selain itu, popularitas istilah Theotokos, istilah dari anti-Nestorianisme, terhimpun pada pengarahan yang sama. Karena itu, dan secara kuat dibantu olehnya, mendatangkan perkembangan kultus Perawan, yang secara khusus disambut di Mesir, tempat asli dari dewi Isis. Pengunjung di Kairo akan menyaksikan penyimpanan patung-patung Isis dengan Horus di lengannya di toko-toko antik serta makam-makam Mesir kuno, yang nyaris disetarakan dengan patung-patung Kristen dari Perawan dan anak. Hal ini terjadi secara bertahan dalam pemakaian pernyatana-pernyataan seperti "Tuhan telah lahir"; "Tuhan wafat." Seluruh penakanan pemikiran dalam Gereja berubah dalam pengarahan ini. Ini lebih keras ketimbang Monofisit yang diekskomunikasi selaku bida'ah, dari generasi ke generasi, ortodoks bergerak berdampingan dengan pendirian mereka sepanjang abad-abad berikutnya. Pada kenyataannya, seluruh pemikiran pada masa patristik berikutnya dan kemudian pada Abad Pertengahan, kemanusiaan Kristus menjadi makin terbayangi, dan keilahiannya makin mendominasi pikiran pengajar Gereja, sehingga orang-orang yang bersedih yang mencurahkan simpati manusia berbalik dari Kristus Bizantium ke Maria, dan mendapati dalam sosok bunda tersebtu bahwa simpati manusia yang sebenarnya yang menjadi obyek inkarnasi yang kini terjadi untuk mengirimkan mereka dalam Putra-nya. Sangat sulit dikatakan bahwa Maria menjadi segala kepentingan dan tujuan inkarnasi Juruselamat, sementara kemanusiaan Kristus dan inkarnasi-Nya lenyap dalam nuansa keilahian-Nya.

Namuspun penekanan agama dan doktrinal tersebut mempengaruhi pemikiran serius, sejarah perpecahan sengketa tersebut menunjukkan bahwa sikap pribadi, semangat kalangan, intrik politik, kedengkian, dan ambisi hanya terlalu sering menyingkirkan semuanya dari mereka, menempatkan manusia pada pertikaian perpecahan dengan sedikit atau tanpa apresiasi yang sebenarnya dari cinta kasih dari kepentingan yang dibela oleh mereka. Kami harus bergerak lebih jauh, jauh dari Gereja dan sel, ke masyarakat tak terjamah dari kekaisaran tersebut yang terancam bubar, karena penjelasan kekejaman yang kini menyertai lingkup teologi biarawan dan rohaniwan. Bangsa Hun dari Timur —golongan kuning dari kekaisaran dan bangsa Teuton dari Utara—penyelamat yang sebenarnya, kini menguasai ladang-ladang kaya dari selatan dan barat Eropa. Pada saat yang sama, para legiuner tak tertolong, karena peningkatan kemiskinan yang menerjang masyarakat di tingkat provinsi, menunggu darah segar dari ternak sehat yang baru, telah meninggalkan kota-kota tersebut dengan pemangsa unsur-unsur masyarakat terburuk. Dalam beberapa penghormatan, Aleksandria dan Antiokhia, dan bahkan terkadang Konstantinopel, kini bahk Paris pada masa Revolusi. Orang-orang berdatangan ke garis depan yang berkali-kali tak pernah terdengar; perbuatan manusiawi yang terjadi menguak korupsi peradaban lama menjadi lebih kejam, lebih kotor, lebih buas ketimbang kebiasaan dari barbarisme primitif.

Kaisar Marcian terpaksa memajukan keputusan konsili Kalsedon dengan melarang Eutikian untuk mengadakan pertemuan, menahbiskan rohaniwan, atau membangun gereja atau biara. Namun untuk membungkamnya, golongan tersebut tak dapat dikonversi. Kematian kaisar, pada Januari 457, adalah tanda kemunculan kekerasan oleh para pengikut Dioskurus melawan penerusnya Proterius dan Aleksandrian yang ortodoks. Timotius, yang berjuluk Ælurus—"si Kucing"—salah satu presbiter Dioskurus, yang telah dilengserkan dan diasingkan ke Lybia, kini kembali diam-diam ke Aleksandira, dan bertindak pada malam hari, seperti kucing, mendatangi sel-sel biarawan yang terhiraukan. Kala bertanya siapa dia, ia akan menjawab, "akulah malaikat yang dikirim untuk memperingatkanmu untuk memutuskan persekutuan dengan Proterius, dan memilih Timotius menjadi uskup." Sayangnya, Proterius berperilaku bak tirani, dan hanya memegang jabatannya dengan bantuan penjagaan 2.000 prajurit, sehingga Timotius tak memiliki kesulitan dalam pertemuan usai mendatangi masyarakat serta biarawan. Menjelang akhir Prapaskah, dengan dukungan para pengikutnya, ia merebut gereja "Kaisarea" besar, dan ditahbiskan oleh uskup yang digulingkan Proterius dan sinodenya. Meskipun demikian, patriark duduk di istananya dengan rohaniwannya. Beberapa hari kemudian, Timotius diusir dari kota tersebut oleh otoritas sipil. Hal ini memurkai gerombolan, yang menimbulkan kerusuhan pada Selasa Paskah, memburu Proterius pada baptiseriumnya, dan membunuhnya disana. Usai menggantung jasadnya pada suatu waktu, mereka mengaraknya ke sepanjang jalan raya dan kemudian memotongnya menjadi potongan-potongan. Beberapa dari mereka, yang terjun ke tingkat kekejaman terendah, mengeluarkan isi perutnya. Jasadnya dibakar dan abunya dilarung ke udara. Rohaniwan golongan ortodoks kini dikeluarkan dari gereja mereka dan tempat mereka yang diisi oleh golongan yang dilantik oleh Timotius. Empat belas uskup digulingkan, yang diasingkan, sesuai dengan yang mereka tuturkan dalam catatan pelaksanaan mereka, ke "kehidupan yang lebih penuh ketakutan ketimbang kelinci atau katak," datang ke Konstantinopel untuk membabarkan keluhan mereka di hadapan kaisar yang baru, Leo i. Timotius juga mengirim rombongan untuk mewakili pihaknya dari kasus tersebut. Tak berniat untuk mengarahkan keputusan, Leo berkonsultasi pada para uskup dari berbagai provinsi, semuanya selain satu, Amphilochius dari Side, mengecam Timothy, dam, dengan pengeculian Amphilochius dari Side, juga menerima konsili Kalsedon. timotius disebut sebagai "tirani dan sosok berdarah," "sosok homisida, penjagal ayahnya," orang yang "tak menjadi gembala domba Kristus, namun serigala yang tak dapat ditoleransi," dan dampak yang sama lainnya, walau beberapa menambah klausa terkualifikasi, "jika pernyataan pengasingan menjadi benar."

Karir berikutnya dari pembuat skema kurang ajar tersebut sangat signifikan. Di samping pengecaman oleh para uskup, dan walaupun paus membujuk kaisar untuk melengserkan tindakan semacam itu, pengaruh para temannya di istana menangguhkan tindakan tersebut pada ranah pemerintah selama dua tahun. Bahkan kemudian Timotius menerima ijin untuk datang ke Konstantinopel dan menyatakan kepentingannya, dengan asumsi dingin bahwa satu-satunya penentangan terhadapnya adalah kebida'ahan; namun walau ia dipulihkan pada suatu waktu, tak lama setelah itu, ia kembali diusir dari Aleksandria. Beberapa tahun kemudian, kala Konstantinopel berada di tangan perampas takhta Basiliscus, Timotius datang ke ibukota tersebut dan disambut oleh para pendukungnya dengan pernyataan, "Diberkatilah engkau yang berjuang atas nama Allah."

Menghimpun posisinya di Aleksandria, hipokrit yang timbul menempatkan dirinya pada perlakuan jantan Timotius Salofaciolus, yang memegang patriarkat tersebut selama sembilan belas tahun, dan kini melakukan perjalanan untuk kembali ke pengasingan. Kala ia menangis, "Engkau telah menyantapkan musuh-musuhmu, paus," ia menerima pernyataan tersebut, sembari berujar, "Ya, tentu aku menyantapkan mereka."

Kami menyadari bahwa Timotius Ælurus memiliki alasan bagus untuk bertindak sangat ringan. Ia dapat melihat bagaimana pesaingnya menjadi populer. Sebagai sosok yang ramah dan damai, Timotius Salofaciolus dibujuk oleh Kaisar Zeno agar tak memberikan disiplin yang lebih berat. Ia secara luas memuji Monofisit akan menghentikannya di jalan-jalan raya untuk menyatakan penghormatan pribadi mereka terhadapnya dan penyesalahn mereka atas tindakan berdiri sendiri dari persekutuannya. Sangat menyenangkan menemukan karakter semacam itu di tengah-tengah partisan berpikiran sempit dan para teolog berpolemik pada masa itu.Kami tak perlu menyatakan bahwa ia sepenuhnya bersifat dikhususkan. Ini adalah masa-masa perang, kala pertikaian terjadi di garis depan. Namun tidak ada keraguan sejumlah besar pastor daerah yang sepenuhnya bekerja pada karya kasihnya di kalangan anggota kelompok sederhananya, dan tuan rumah dari pria dan wanita baik yang mendampingi perjalanan Pengajar mereka kala berjalan kaki, meskipun sejarah tak mencatat kehidupan biasa mereka. Keadaan pada penerbitan sosok semacam itu seperti halnya patriark Aleksandria mengambil kesempatan bersembunyi pada tirai pada bagian yang lebih baik dari kehidupan Gereja. Sejarah gerejawi utamanya merupakan kisah para uskup penting. Citra kehidupan Kristen pada masa mereka dapat mengejutkan kami dengan warna-warnanya yang lebih terang. Meskipun upaya berikutnya dibuat lagi untuk menyingkirkan Ælurus, hal ini menekan pada alasan usia tuanya, dan ia diperbolehkan tetap menjadi patriark Aleksandria sampai kematiannya.

Kini, signifikansi kisah luar biasa ini terpampang dalam fakta bahwa, meskipun dunia Kristen sangat memberontak melawan tindakan kejahatannya, dan disamping penaungannya, mengintrikkan cara-cara yang memajukannya menjadi pembuat skema yang licik serta sosok kekerasan, Timotius memiliki kekuatan sepanjang karirnya, dan diijinkan untuk mengakhiri masanya pada salah satu jabatan kehormatan tertinggi dengan menghilangkan kesuciannya. Protes para uskup yang menyuarakan sejumlah kengerian mengharuskan mereka mengkecualikan seluruh sosok berpikiran benar untuk merasakan perbuatan seperti yang dilakukan olehnya. Sehingga, hal ini hanya datang dari kelompok ortodoks, yang dikatakan, berasal dari musuh-musuhnya. Para temannya yang Monofisit lekas diuntungkan oleh keberadaannya dan bahkan menyempatkannya untuk mengurusi kepentingan mereka. Satu-satunya kesepakatan untuk penyepakatan mereka adalah bahwa mereka memiliki kepentingan yang diyakini mereka sebagai kebenaran dan kenyataan, sehingga mereka bukanlah sekadar pencari tempat. Namun dalam pandangan pengembangan teologi dan niat partisan yang membongkar hal perkara semacam itu, ini sangat memutuskan landasan dasar soal bagaimana sepenuhnya para bairawan dan pengikut mereka yang terkikis dalam rombongan yang menuntut akurasi metafisika kala mereka menguji agama yang benar untuk gagasan nabi yang lama disuarakan: "apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?"

Kemudian bagi Timotius Ælurus, pemimpin paling menonjol dari Monofisit pada masa itu adalah Petrus the Fuller (a.d. 465–474), patriark Antiokia. Sulit untuk pembagian bersama beberapa catatan kehidupan awalnya, namun didasarkan pada aransemen data yang dikerjakan oleh Tillemont, ia mula-mula muncul selaku biarawan di Bythinia. Diusir dari biaranya karena bida'ah dan kekeliruan, ia datang ke Konstantinopel dan mencari cara untuk meyakinkan Zona, kelak kaisar. Karakter sebenarnya juag didapati bahwa iamemutuskan untuk bergerak lagi, dan datang ke timur dengan kereta Zona yang mendatanginya ke Antiokhia, di tempat ia memenangkan telinga penduduk, khususnya orang-prang yang masih bersimpati dengan Apollinarianisme, menghasut orang-orang tersebut bahwa patriark Martirius diam-diam menjadi Nestorian. Aklibatnya adalah ketegangan masyarakat yang mengakibatkan pengusiran Martyrius dan Petrus diangkat untuk menggantikannya. Dalam seluruh pembelajaran sejarah tersebut, ini menjadi kehati-hatian besar, karena keadilan dan juga pengamalan, memperlambat tuduhan-tuduhan yang ditujukan melawan sifat moral bida'ah yang dimajukan oleh para lawan mereka. Bagi mereka, fakta signifikan menyatakan bahwa Monofisit mengamankan patriarkat Antiokia. Sehingga pada kesempatan tersebut, takhta-takhta pesaing diduduki perwakilan doktrin Aleksandria. Petrus secara khusus dikenal karena mengirimkan Trisagion dengan peribahasa, "Siapa yang disalibkan demi kita." Ia merumuskan kalimat liturgi, "Allah Mahakudus, Sang Kuasa Mahakudus, Sang Baka Mahakudus, kasihanilah kami." Hal ini memberikan kebangkitan terhadap apa yang dikenal sebagai "kontroversi Theopassian." Sehingga, seperti yang dituturkan oleh Dorner, "Patripassianisme telah, sebagai dampaknya, kembali ke bentuk Tritunggal yang dibesarkan."

Perkara Gereja di Timur kini menjadi lebih bercampur dengan belahan kekaisaran tersebut. Leo i. wafat pada tahun 474, dan secara simbolis digantikan oleh putra muda dari putrinya Ariadne, bernama Leo ii., yang wafat dalam dua belas bulan, kala suami Ariadne, Zeno, menjadi kaisar. Ia merupakan orang Isauria, sebuah daerah utara pegunungan Taurus, dan ia memakai kesempatan istana untuk turun dalam penyelewengan yang sangat besar. Tak sulit bagi sosok kuat di Konstantinopel, janda Kaisar Leo i., untuk memicu pemberontakan sesuai keinginan saudaranya Basiliscus, sebelum Zona lari ke kampung halamannya di luar pegunungan tersebut. Basiliscus mendapatkan dukungan dari Monofisit, dan bahkan peduli pada masalah surat yang tersebar yang menentang konsili Kalsedon—contoh pertama kaisar atas otoritasnya sendiri dianggap merombak keputusan konsili umum. Ini membuat campur tangan Negara terhadap Gereja makin meningkat.

Acacius patriark Konstantinopel menentang keputusan kekaisaran terhadap Monofisitisme; ia menutupi katedral dan rohaniwan dengan warna hitam menandakan rasa berkabung karena percekcokan yang timbul di Gereja. Daniel, sosok terbesar dari Stylite yang kala itu masih hidup, datang dari tempatnya, memasuki kota tersebut, dan berceramah pada masyarakat yang tertarik. Kerumunan berkumpul di gerbang-gerbang katedral dalam protes melawan hal yang dilakukan kaisar. Sementara itu, masa kekuasaan Basiliscus diwarnai oleh kejadian ketegangan dan kekerasan di istana. Sehingga, pemberontakan lain yang timbul menimbulkan pelengseran perebut takhta tersebut dan Zeno kembali berkuasa. Sosok ini merupakan sosok paling terakhir yang dapat campur tangan dengan pengakuan iman Gereja. Apa yang dapat dilakukan sosok yang dihiraukan mengetahui misteri-misteri abstrak semacam itu dilibatkan? Apakah roh memampukan pria semacam itu menanganinya? Gagasan dari hal semacam itu mengguncang hati nurani Kristen. Namun Zona merupakan makhluk yang membiarkan dirinya menjadi alat bagi tangan-tangan yang handal. Ini merupakan tanda keragaman dari pernyataan penetapan Gereja terhadap Negara, bahwa kegerejawian yang besar harus dibiarkan untuk memakai alat yang tak bersih. Yak ada yang dapat menunjukkan pergesekan antara kondisi gereja di Timur dan kondisinya di barat alih-alih perbandingan kebijakan Acacius patriark Konstantinopel dengan Leo dari Roma yang wafat beberapa tahun sebelumnya (tahun 461). Tak lama usai kepausan Romawi menghimpun dirinya menjadi sosok paling berkuasa di Barat, menyelamatkan kekaisaran, menyelamatkan peradaban, dengan keberanian, tenaga, dan kemampuannya, saudaranya di ibukota Timur nampak dinaungi di hadapan takhta sensualis semi-barbar dalam rangka menghimpun pengaruh kekaisaran terkait kebijakan Gereja-nya. Dampak manipulasi oleh Acacius menjadi masalah dokumen terkenal yang dikenal sebagai Henoticon (tahun 482) karya Zeno.

Dokumen tersebut, yang ditujukan untuk menempatkan Gereja yang terbelah menjadi satu, mengusahakan perdamaian lewat cara tak jelas. Hal ini ditujukan dari awal sampai gagal, meskipun hal tersebut diartikan baik oleh Acacius yang kami mungkin harus anggap sebagai penulisnya. Kala mengulang dekrit-dekrit Nikea dan Konstantinopel, Tuhan Yesus Kristus kita adalah "inkarnasi Allah sendiri, konsubstansial dengan Bapa berdasarkan pada kepemimpinan-Nya, dan konsubstansial dengan kami seturut sifat manusia-Nya … merupakan inkarnasi oleh Roh Kudus dari Bunda Maria, bunda Allah"; dan bahwa ia merupakan "satu Putra, bukan dua." Selain itu, dokumen tersebut mengecam orang-orang "yang membagi atau menghimpun unsur-unsur," atau hanya mendorong inkarnasi fantastik, dan menganathemasasikan seluruh orang yang melakukan atau memikirkan hal apapun yang berseberangan, entah sekarang atau waktu lainnya, entah di Kalsedon atau sinode lainnya," khususnya Nestorius dan Eutikes dan para pengikutnya. Perilaku yang sangat berbeda dirujuk pada konsili-konsili Nikea dan Konstantinopel, di satu sisi, dan Kalseon di sisi lain, sangat signifikan. Henoticon secara resmi mengalamatkannya ke uskup dan rohaniwan, biarawan dan rakyat, daerah Mesir dan Lybian, namun benar-benar hanya ditujukan pada pemanfaatan Monofisit dalam rangka menyatukan mereka untuk bersatu dengan Gereja. Mereka dapat menerimanya tanpa meninggalkan penekanan khas mereka, sementara ortodoks dapat mendorongnya sesambil tetap memegang Tome karya Leo dan keputusan Kalseon. Beberapa pihak memikirkannya kompromi beralasan yang sangat sulit dan menimbulkan pertanyaan. Namun tak ada seorangpun yang mengerti tantangan usianya dapat hanya diharapkan darinya. Hal ini gagal untuk menyertai keperluan langsung dari penyatuan Monofisit dan golongan "ortodoks" Kalsedon.

Di Aleksandria, patriark Monofisit, Peter Mongus menandatangani, dan ia diijinkan untuk mempertahankan keuskupannya pada konfisi ia menerima Katolik dalam persekutuannya. Namun akibat kesimpulan pada bagiannya bahwa golongannya sendiri pecah darinya dan masih berpisah dari badan utama Gereja di bawah sebutan Acephali—"Tak Berkepala." Sangat sedikit atau tak ada yang digapai di Mesir, nuansa dari skisma tersebut. Sementara itu, dokumen tak menguntungkan tersebut menandakan panji penjunjungan, jika bukan traktat perdamaian, mengembangkan baris baru perpecahan dalam pengarahan yang sangat lain. Perlakuan Kalsedon memberikan penawaran terhadap Roma. Kalsedon bersifat sangat Romawi dalam simpatinya terhadap dokumen bida'ah yang khas, dan menghasilkan pergesekan antara gereja-gereja Timur dan Barat yang berlangsung selama tiga puluh enam tahun . Peter Mongus, sosok jawara dari dokumen tersebut, merupakan sosok yang tak menguntungkan yang sangat kurang tegar untuk bertindak selaku juru damai, dan meskipun ia berniat mendorong uskup-uskupnya untuk menerimanya pada luka watak, ia secara pribadi bernegosiasi dengan Paus Sylvester. Kala pengangkatan Felix ke kepausan (tahun 484), Paus tersebut langsung mengambil tindakan yang kuat. Ia mengundang Acacius ke Roma; namun Acacius enggan datang dengan mewakilkan patriark saudaranya. Kemudian Felix, dengan dukungan sinode Italia, "menggulingkan" Acacius; namun patriark tak memberikan catatan soal "penggulingan"nya, dan membiarkan jabatannya tak tersentuh. Kemudian, Henoticon menjadi tantangan lain antara Timur dan Barat, dan menginginkan nabi untuk memprediksi apa yang harus diakhiri dengan melebarkan celah dalam Gereja Katolik.

Anastasius, yang menggantikan Zeno pada tahun 491, lekas dimajukan dalam hal usia yang layak, dan sehingga ia berkuasa selama dua puluh tujuh tahun, sepanjang masa itu, Roma berdiri sendiri dari Gereja Timur dalam ketidaksepakatan yang tajam. Kaisar disambut sebagai "pemimpin berdaulat bersifat manis," dan disambut dengan pernyataan susulan, "Kekuasaan yang kau hidupi." Malangnya, karakter tak bernoda kala digabungkan pada sifat baik-baik tak akan menghasilkan kesuksesan pada penguasa yang kurang tegas dan kuat. Jiwa toleransi kaisar tak toleran pada masyarakat yang berpadu dengan polemik kekerasan. Secara bertahap, ia makin digerakkan pada pihak Monofisit. kisah-kisah liar dikisahkan soal bagaimana biarawan, pendeta, arkimandrit ddan patriark berperilaku bak pria tua yang menari, beberapa orang meneriaki "Anathema-kan konsili Kalsedon!" lainnya, "Anathema untuk Eutikes—untuk Zeno—untuk Acacius!"

Konstantinopel kini menjadi pusat gangguan berkelanjutan. Simbol Monofisit menjadi tambahan Petrus untuk Trisagion, "Suci, Suci, Suci, Allah yang Mahakuasa," yang mengandung frase, "Yang disalibkan demi kita." Kala kalimat penuh tersebut dinyanyikan di Basilika besar, golongan Katolik meneriaki Trisagion dalam bentuk aslinya yang lebih pendek. Kemudian, para penentang datang untuk menghembuskannya dan keadaan menyebar ke jalan-jalan raya. Golongan ortodoks mendatangi kepala biarawan Minifisit di kolam, menyatakan, "Lihat kepala musuh Tritunggal"; mereka menjatuhkan patung-patung Anastasius, membakar rumah-rumah dua prefek, dan melempari para utusan kaisar dengan hujaman batu. Keesokan harinya, mereka menyerbu sirkusi untuk melihat pria lansia—yang kini berusia delapan puluh satu tahun—duduk di takhtanya tanpa jubah ujung atau mahkota. Tanpa kekuatan suara untuk membuat dirinya terdengar liar, dilirik rombongan orang yang terpikat, ia memproklamasikan kesiapannya untuk turun takhta. Menyinggung kaisar yang terhina yang nampak menyedihkan dari golongan yang lemah, orang-orang menerima beberapa bantuan agar ia menerima keyakinan Kalsedon. Namun Anastasius kini berada di tangan Monofisit, dan bahkan usai acara memalukan tersebut, ia didorong untuk menuntut anathema terhadap konsili Kalsedon dari para uskup. Karena mereka menolak, semuanya dari Timur, namun khususnya di Siria, para uskup ortodoks dikeluarkan dari gereja-gereja mereka. Kala Paus campur tangan, beberapa negosiasi menyusul, yang diakhiri oleh Anastasius dengan martabat yang tak diharapkan dengan menyatakan, "Kita dapat menyatakan hinaan dan tekanan, numan kami tak dapat membiarkan diri kami sendiri untuk mengkomandani."

Sementara itu, serangkaian penindasan di bawah kekuasaan Monofisit di Timur bahkan melampaui catatan penindasan buruk oleh Valens dan sekutu Arian-nya lebih dari seabad sebelumnya. Pendahuluan buruk dalam hal yang dieksploitasi seturut dengan Severus, yang menjadi patriark Antiokia dari 512 sampai 518.

Ini adalah enam tahun mengerikan bagi orang-orang Siria yang mengikuti keputusan Kalsedon. Neale, yang seringkali siap untuk menyimak pengecaman bida'ah oleh ortodoks, menggambarkan karakter Severus dalam warna-warna tua. Namun kala kami harus menerima pernyataan para musuh dengan beberapa perhatian, sulit untuk melepaskan kesimpulan bahwa patriark Monofisit tersebut adalah sosok berdarah. Keberadaannya di Aleksandria dan Konstantinopel pada masa sebelumnya telah menjadi isyarat pertikaian berdarah di kedua tempat, sehingga ia harus kurang lebih memegang tanggung jawab. Tak lama, ia memegang posisi kepemimpinan Gereja di Antiokia dengan supremasinya atas uskup-uskup Timur, ketimbang ia menyerukan anathema terhadap konsili Kalsedon dalam surat-surat sinodenya yang mengumumkan kenaikan takhtanya. Beberapa hal sempat bergesekan; beberapa berujung pada kekerasan uskup dari kampung galaman sejarawan tersebut, Epiphanea di Orontes, yang mengirim deakon seniornya dengan surat yang menyudutkan Severus. Ini adalah perutusan yang berbahaya, karena patriark memegang jabatan besar kerajaan di istananya dan menaungi semua hal di istananya. Sehingga, deakon tersebut menyamarkan dirinya sendiri dengan busana wanita, dan memilih Severus "dengan segerbong persoalan," kala kerudungnya jatuh ke dadanya, bertindak selaku pemohon sambil menangis yang mempersembahkan petisi, kala yang ia menyerahkan surat, dan tak lama setelah itu menyelipkannya secara tak teramati di antara kerumunan. Anekdot tersebut menggambarkan tirani prelatus dan menginspirasi teror. Secara keseluruhan, ia tak memegang catatan soal apa yang hanya ia akan anggap sebagai penghinaan yang berani. Anastasius yang malang kini berada di bawah kekuasaan Monofisit yang memerintahkan panglima militernya di Lebanon untuk menolak Cosmas dan uskup lainnya dari takhta mereka, meskipun dengan pemikiran lazimnya mengirimkan permintaan maaf dengan perintah, dan menyatakan bahwa pihak tersebut hanya perlu dieksekusi jika jal ini dapat dilakukan tanpa pertumpahan darah. Severus sendiri, jika mereka meyakini pernyataan golongan yang berlawanan, bertindak dalam jiwa yang sangat berbeda, menindak para biarawan dan rohaniwan ortodoks dengan besi, menjagal beberapa dan memberikan jasad-jasad mereka ke burung-burung dan hewan-hewan buas yang tersedia, yang lainnya ditenggelamkan di Orontes.