Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 1/Bab 8

BAB VIII

KONTROVERSI KRISTOLOGI BERIKUTNYA

Kematian Anastasius dan kenaikan takhta Justin (tahun 518) menempatkan akhir kemakmuran Monofisit, dan dengan penarikan Henoticon juga membawa perpisahan dari persekutuan dengan Roma sampai akhir. Kecuali di Mesir, yang masih ada Monofisit, karya penyatuan kembali secara keseluruhan mudah. Hasilnya adalah kemenangan untuk kepausan dan memperkuat kekuasaan Roma di Gereja.

Pada April 527, keponakan Justin, Justinian, berasosiasi dalam pemerintah kekaisaran. Pada Agustus, ia menjadi kaisar tunggal lewat kematian pamannya. Ia merupakan pria sederhana, berperilaku hemat, sangat tekun dan sangat ingin mengikuti keputusan Kalsedon—memberikan ortodoksinya dalam cara biasa—dengan menindas heterodoks. Salah satu tindakan Justinian paling penting menandai tahap lebih lanjut dalam penindasan paganisme. Pada tahun 531, ia menutup sekolah filsafat di Athena, di tempat para Neo-Platonis, musuh Kristen paling menonjol mengajar. Ini adalah akhir kegemilangan budaya Athena kuno. Pada tahun yang sama, Justinian memberlakukan bahwa seluruh pagan dan bida'ah harus dikecualikan dari jabatan sipil dan militer. Menurut Procopius, satu hasil dari tindakan drastisnya adalah bahwa beberapa sekte kuno Montanis di Frigia mengurung diri mereka sendiri dengan para istri dan anak-anak mereka di gereja-gereja mereka, menyulut api di bangunan-bangunan tersebut, dan tewas dalam kebakaran tersebut.

Permaisuri Justinian, Permaisuri Theodora yang cantik nan mempesona, timbul dalam sejarah selaku wanita terpandang, setara dengan Messalina atau Lucretia Borgia; namun skandal itu sendiri tertuang pada catatannya yang ditinggalkan Procopius dalam sejarah rahasianya, yang diterbitkan usai kematiannya, seturut ia menjadi pemerintah terkenal kala ia menikahi kaisar. Penulis yang sama tak menerbitkannya pada masa hidupnya yang menuturkan pernyataan terringan melawan karakter moralnya, maupun memiliki bukti yang disertakan untuk mendukung dakwaan yang terkandung dalam karya anumerta. Namanya nampak didera sepanjang tahun dari fitnah kotor karena disamping itu, atau yang terbaik, membuat reka cipta khayalan, Theodora dibenci oleh kalangan ortodoks atas dasar teologi; dan sehingga tidak ada uskup yang ditentang olehnya seturut dengan menghembuskan perkataan melawan reputasinya. Sehingga, itu menjadi bukti kuat untuk pembelaan. Tak ada keraguan bahwa ia menjadi pemeran. Namun dakwaan nyata terhadapnya adalah bahwa ia merupakan Monofisit yang dengki. Selaku pelindung bida'ah, ia dapat mengamankan teman-temannya pada beberapa pemberlakuan disamping perhatian pemerintah yang terganggu oleh invasi Italia oleh Gothik dan ketegangan berkelanjutan yang menimpa kekaisaran tersebut.

Sementara itu, kontroversi teologi tiada akhir memasuki nuansa baru dalam diskusi terkait "Tiga Bab." Judul terse but diberikan kepada serangkaian dakwaan yang dirumuskan—(1) melawan sosok dan tulisan-tulisan Theodore dari Mopsuestia; (2) melawan tulisan-tulisan Theodoret melawan Cyril; dan (3) melawan surat Ibas dari Edessa, teman Nestorius, yang disampaikan kepada uskup Persia, Maris. hal ini menyatakan dengan jelas bahwa penentangan nyata terhadap konsili Kalsedon tak dilakukan lewat pernyataan doktrinal, namun dilakukan dalam kesepakatan sosok tersebut yang dianggap bertalian dengan Nestorianisme. Justinian menerima saran tersebut, dan mengeluarkan edik yang mengecam para penulis yang didakwa—hal lain dari banyak tindakan campur tangan kekaisaran dengan pertanyaan doktrin murni dalam gereja. Uskup-uskup timur, dengan tindakan lazin mereka, karena kebanyakan tunduk pada dekrit kaisar. Barat, khususnya Afrika, bersama dengan Paus Vigilius, dengan jiwa kemerdekaan khas mereka, enggan menandatanganinya. Sehingga, Vigilius didatangkan ke Konstantinopel. Disana, ia ditahan selama sekitar tujuh tahun, pada tahun pertama kematian Theodora. Sepanjang Paus mengajukan janji rahasia, Justinian menyatakan bahwa ia akan mengecam "Tiga Bab." Namun kala sinode uskup Barat didatangkan bersamaan, mereka tak dapat memberikan keluhan yang sama. Kaisar kemudian mengeluarkan profesi keyakinan panjang agar ia membujuk Paus dan para uskupnya untuk menandatanganinya. Ini adalah tindakan despotisme yang tak biasa, dan Vigilius yang malang, di samping pengajuannya pada masa sebelumnya, merasa perlu untuk menentang, dan bahkan mengencam ekskomunikasi melawan seluruh pihak yang harus ditindak. Namun Paus tersebut bukanlah Hildebrand, dan kala para prajurit dikirim untuk menangkapnya, ia diturunkan dari altar, kala ia dijambak rambutnya dan jenggotnya ketika tangisan memalukan dari orang-orang menghentikan penggerebekan tersebut, dan ia diperkenankan untuk kabur ke Kalsedon.

Konsili umum diumumkan, yang diadakan di Konstantinopel pada Mei 553, dihadiri oleh 165 uskup, termasuk seluruh patriark Timur, namun hanya ada lima uskup Afrika. Konsili tersebut, yang dikenal sebagai Konsili Umum Kelima, mengecam "Tiga Bab." Vigilius, yang memutuskan agar dirinya sendiri untuk hadir, ditakutkan pada pengajuan keputusan konsili tersebut, setelah itu ia diijinkan untuk kembali ke Roma; namun sosok tersebut wafat di tengah jalan, di Sirakusa (tahun 555) Para uskup Italia, Iliria, dan Afrika terpecah dari Roma karena tindakan Vigilius, beberapa gereja yang diwakilkan oleh mereka masih berdiri sepanjang nyaris setengah abad.

Konsili Efesus dalam pengecaman keras terhadap Nestorianisme telah mempersiapkan jalan untuk Eutyches, dan tentunya untuk Monofisitisme; konsili Kalsedon—yang bertindak di bawah pengaruh Roma—mengecam Eutychianisme kemudian nampak menjunjung lawannya, Nestorianisme. Kini pendulum berayun lagi. Tak diragukan, konsili Konstantinopel kedua tersebut menandakan reaksi parsial melawan konsili Kalsedon, dan gerakan menonjol dalam pengarahan Monofisit. Namun hal ini memiliki masalah paling penting dalam mengkonsolidasikan Gereja Timur dan otoritas kekaisaran terhadapnya berlawanan dengan penekanan Roma dan klaim-klaim Paus. Hal ini, beserta keputusan yang tak doktrinal, diambil sebagai catatan sebenarnya dari pertemuan yang disebut "Konsili Umum Kelima."

Pada satu sisi, posisi Monofisit kini memajukan langkah tambahan. Eutyches, pemicu seluruh gerekan tersebut, menyatakan bahwa tubuh Kristus bukanlah seperti tubuh kita; bahwa transformasi unsur manusia dalam kombinasinya dengan ilahi berdampak pada raga serta jiwa. Sementara itu, Dioscurus menyatakan bahwa ini akan menunjang untuk menyatakan darah Kristus sebagai substansi yang sama denganhal apapun yang sebetulnya alami. Pada masa selanjutnya, Timotius Ælurus menyatakan bahwa kemanusiaan Kristus berbeda dari kita. Ini lebih dimajukan ketimbang Apollinarianisme, ketimbang Patripasianisme, sebuah jalan panjang menuju Doketisme. Namun, keadaan baru tersebut pecah di kalangan pengungsi Monofisit di Aleksandria berkaitan dengan persoalan tersebut. Julian dari Halicarnassus kini secara khusus mengembangkan dan memajukan doktrin ketidakrusakkan raga Kristus. ia mengajarkan bahwa terpikat pada semangat dan kesadaran alamiah, bertentangan dengan Severus, mantan patriark Antiokhia, yang menyatakan bahwa tubuh Kristus terrusakkan hingga kebangkitan, yang setelah itu menjadi tak terrusakkan. Julian menyatakan bahwa hal tersebut berlangsung tanpa perubahan pada masa kebangkitan. Tujuan menonjolnya tak meminimalisasikan penderaan sebenarnya Kristus, namun, kala ia berpendapat, untuk menghimpun landasan perlindungan besar terhadap Sosok yang secara alamiah tak berdampak pada penderitaan yang diterima-Nya untuk menebus dosa dunia.

Pembahasan tersebut timbul dan berjalan seperti halnya kemunculan para pengungsi tak berdosa, jika hal tersebut bukanlah untuk tindak campur tangan tingkat tinggi dalam persoalan lainnya. Karena jika ia tak ingin mengundang perhatiannya dalam krisis besar kekaisaran yang dibawa lewat peperangan Gothik-nya, Justinian, selalu siap untuk berbaur dalam perkara Gereja, yang menimbulkan persoalan baru. Sementara di bawah pengaruh Theodora, atas dakwaan ia dengan urusan suaminya terhadap istri barunya, ia menyatakan pelonggaran terhadap Monofisit. Usai kematiannya (tahun 548), ia memperlakukan mereka lebih dingin. Namun pada masa berikutnya, ia kembali mulai terpikat pada mereka. Pandangan Julian mewakili Monofisitisme ekstrim, dan Justinian mengadopsi pandangan tersebut. Ia datang sejauh ini untuk mengeluarkan pernyataan bersama yang memajukan ketidakrusakkan raga Allah, yang wajib diterima oleh para uskupnya. Disini, pengakuan iman kaisar dimajukan Gereja oleh kekuatan Negara, sebuah potongan tirani tak tertoleransi! Jika hal ini dimajukan, ini akan menyatakan bahwa kala uskup Roma menjadi paus Gereja Barat, kaisar menjadi paus Gereja Timur. Pada kenyataannya, tindakan tersebut berada di luar naungan kepausan yang biasa. Bahkan para paus meninggalkannya untuk konsili-konsili yang memutuskan pengakuan iman Gereja; namun Justinian merampas fungsi konsili ekumenikal. Selain itu, ia melakukannya dalam menghadapi kondisi gerejawi bertuhan tanpa kecuali di kalangan warganya. Tak hanya ia berpihak pada orang-orang yang kebanyakan warganya dianggap sebagai bida'ah, namun, dalam kaitannya dengan penekanan pada bida'ah-bida'ah yang terbagi, ia mengambil sebuah pihak, dan itu adalah pihak ekstrimis. Kaisar menyusul pernyataan doktrinalnya dengan sikap-sikap koersif. Karena persayaratan pengakuan iman tersebut menjadi edik, hal ini memiliki kekuatan hukum. Ia menggulingkan Eutychius patriark Konstantinopel karena enggan menerima teologi kekaisaran. Ia mengancam bangsawan Anastasius, patriark Antiokia, selain menyerangnya, bak ujar Evagrius, "seperti suatu menara tak berpuncak. Waktu kematian kaisar (tahun 565) mengakhiri pelaksanaan lebih lanjut.

Namun, dalam rangka memahami kebijakan Justinian dalam persoalan ini, kamu tak harus menakankan kaisar dengan kefanatikan teologi. Kunci kebijakan kekaisaran pada sengketa Monofisit panjang dituang pada pengerjaan negara. Sebelum potongan terakhir prasangka kaisar diinterferensi ulang dalam sengketa doktrinal Gereja, dan lebih dari sekali ia memutuskan untuk membuat kehendaknya sendiri akan dikenang satu pihak atau lainnya. Beberapa pendahulu menjadikannya contoh atas tindakan semacam itu. Namun dalam tujuan kekaisaran utama sepanjang ini, kami kini harus menyatakan apa yang disebut saat ini sebagai kekomprehensifan Erastian. Di Barat, Justinian memandang sebagian besar kekaisaran direbut oleh bangsa Goth. Dalam arah berlawanan, ia menyaksikan kekuatan rival Persia, yang bahkan berniat untuk merebut provinsi-provinsi Timur-nya; dan kini ia memiliki orang-orang yang terpecah di kalangan mereka sendiri akibat perseteruan sengit. Ortodoks memandangnya sebagai tugas yang mudah dan sesuai untuk melayangkan anathema terhadap para bida'ah. Mereka tak merasa terbebani dalam melepaskan mereka dari Gereja. Namun akhir dari penyatuan dekat Gereja dan Negara yang kini menimpa wilayah Yunani adalah mengenai tindakannya yang juga mirip dengan pemisahan mereka dari Negara, dan sangat membebani para pemberontak. Tak ada penguasa yang menangani persoalan semacam itu. Pada masa-masa tertentu, Justinian singkatnya akan bunuh diri. Sehingga, kebijakannya secara alami bernaung pada rekonsiliasi Monofisit. Pada paruh awal masa kekuasannya, ia mempertemukan para pemimpin dari kedua belah pihak dengan pandangan untuk menghasilkan kesepakatan. Ini merupakan konferensi abortif; konferensi semacam itu biasanya bersifat abortif kala persoalannya bersifat doktrinal, namun mereka memakainya kala menerapkannya. Adalah benar bahwa tindak terakhir kaisar bukanlah konsiliatori; ini menjatuhkan apeltak segar di kalangan warganya. Sebetulnya, ini adalah sebuah kekeliruan. Justinian seringkali bertingkah bodoh. Namun, niatnya adalah untuk memajukan Monofisit ekstrim ke dalam persekutuan aliran utama Gereja. Secara keseluruhan, keblunderan yang dilakukan untuk keperluan ini diupayakan olehnya untuk mengubah badan utama Gereja ke bentuk bida'ah ekstrim yang dipertanyakan. Itu seperti mengerahkan segala baris pasukan untuk mengganti wadahnya sampai waktu regu canggung tersebut berbalik arah.

Justinian dikenal saat ini karena kodifikasi hukum Romawi yang menyematkan namanya. Hal ini tak jatuh pada provinsi mereka untuk mebahas pengabdian besar yang menentukan sifat hukum Eropa untuk sepanjang waktu mendatang. Namun harus dinyatakan bahwa hukum-hukum gerejawi mengambil tempat mereka sistem tersebut sisi demi sisi dengan sipil dan legislatif. Beberapa hukum berasal dari sejak zaman Konstantinus; yang lainnya adalah edik-edik baru yang dicetuskan oleh Justinian sendiri. Namun kumpulan hukum tersebut terdiri dari hukum-hukum lama yang diserahkan dari zaman kuno. Perpaduan legislasi sipil dan gerejawi tak hanya menandakan identifikasi dekat Gereja dan Negara yang kini terjadi di keiasaran, namun juga supremasi absolut gerejawi atas sipil di provinsi-provinsi timur kekaisaran. Jiwa merdeka di Barat dan kekuatan rival para paus membiarkan tirani yang sama di luar provinsi-provinsi kepausan. Mungkin, ini adalah jal terbaik yang dapat dikatakan untuk kepausan, dan ini menjadi hal paling besar dan terhormat yang dapat dikatakan. Jika hal ini tak dijadikan untuk para paus—khususnya dua paus terbesar, Leo dan Gregorius—Gereja Barat akan berada dalam bahaya yang sama dengan nasib Gereja Timur, seluruh Gereja bernaung pada kaki kaisar. Dan sehingga hal ini tak harus dituturkan tanpa kualifikasi. Meskipun para paus menjadi pemimpin jawara kemerdekaan Gereja, jiwa Teuton di barat sangat berbeda dari jiwa Yunani Timur dan Armenia. Luther kemudian disetarakan dengan paus kekaisaran di istananya oleh Bosphorus.

II. Kontroversi Monotelet, bahkan lebih melelahkan dan kurang menguntungkan ketimbang pembahasan Monofisit, yang merupakan kelanjutan dan perombakan baru, secara kronologi masuk pada perpecahan kedua dalam sejarah, yang dibuka dengan laju Muslim dan faktor mediævalisme lainnya. Selain itu, ini dikhususkan menjadi subyek patristik; akarnya sama-sama pada masa lalu; tak memiliki hubungan dengan masalah khusus pada zaman baru. Sehingga, secara logis, dan dalam klasifikasi subyek, ini harus memiliki tempatnya dalam perpecahan pertama karena percikan pemikiran teologi besar terakhir menjuntai dari semburan terang yang membedakan zaman Bapa-bapa besar yang telah berlalu. Sejak itu, serangkaian persoalan panjang soal unsur Kristus telah berakhir, ini akan lebih selaras untuk melihat kesimpulan Kristologi patristik sebelum menghadapi persoalan lainnya.

Monofisit menyatakan bahwa hanya ada satu unsur dalam Kristus, manusia dan Ilahi yang dipadukan bersama. Secara praktikal, ini menandakan bahwa hanya ada unsur Ilahi, karena keduanya tak dipertemukan pada istilah setara, dan melebih-lebihkan batasan oleh ketidakterbatasan yang ditinggalkan karena mereka hanya meyakini ketidakterbatasan. Sehingga bagi Monofisit, Kristus adalah Sosok Ilahi tak Terbatas, yang tergambar dalam unsur manusia, kala ia dilahirkan dari Maria, dan nampak di bawah wujud manusia, namun dalam kesadaran dan kegiatan-Nya sendiri menghimpun dan menjunjung segala kemampuan dan kekuatan Keilahian, dan tak dipinjam dari unsur manusia yang sepenuhnya ditinggalkan dan diasimilasikan oleh-Nya. Pada kenyataannya, jika bukan dalam pernyataan verbal, merupakan masalah mutlak dari pendirian Monofisit.

Kini, kami harus menganggap persaingan Monotelet secara historis sebagai cabang dari Monofisit. Namun, hal ini nampak sebagai perwujudan, sebagai kompromi kebahagiaan yang didapat pada ortodoks dalam kewajiban utama mereka dan sehingga membuka pintu bagi para bida'ah. Menurut pandangan ini, Kristus terdiri dari dua unsur. Ia tak hanya berasal dari dua unsur, berpadu dalam sosok manusia dan Ilahi-Nya. Ia masih dalam dua unsur; itu untuk menyatakan, Ia masih berada pada dua unsur dalam tindak inkarnasi, sepanjang kehidupan duniawi-Nya, dan bahkan setelah kebangkitan, meskipun peristiwa tersebut dihasilkan pada perubahan dalam kondisi raga-Nya. Namun, menurut Monotelet, dua unsur tersebut sangat diharmonisasikan dan dicampur dalam kerjasama mereka agar hanya ada satu kehendak dalam Kristus, dan itu adalah kehendak Ilahi.

Namun, mula-mula, pernyataan kehendak tersebut tak dibangkirkan, dan kontroversi dimulai dengan pertanyaan soal apakah mereka mewujudkan "satu kegiatan" atau "dua kegiatan" kala beroperasi dalam Kristus. Sergius, patriark Konstantinopel, menuturkan bahwa ia dan Cyrus uskup Phasis dimajukan oleh Kaisar Heraclius dengan pertanyaan tersebut, menunjukkan bahwa apapun yang telah menjadi sumbernya kini sangat diminati pikiran kaisar. Kebenaran pada kebijakan gerejawi tradisional pendahulunya, namun dengan ketonjolan dan eksekusinya, Heraclius menghimpun modus vivendi antara Monofisit dan para lawan mereka. Sehingga dari Monoteletisme pertama muncul sebagai gerakan politik. Ini menjadi usulan kompromi Heraclius yang bersemangat untuk mengirim bersama dua pihak yang saling membenci kala ia memandangnya selaku ancaman Negara. Sergius bekerja dengan baik untuk memajukan pertentangan dari pimpinannya. Mula-mula, ia menggelar sinode untuk membentenginya demi usahanya; kemudian ia membuat pemakaian bagik dari pengumpulan sabda-sabda para Bapa Gereja yang dicetuskan untuk menjunjung pandangan satu tenaga atau operas, yang diatributkan kepada Mennas, patriark Konstantinopel di bawah kekuasaan Justinian. Di konsili Konstantinopel ketiga (tahun 680) dokumen tersebut dinyatakan sebagai pemalsuan. Para legatus Romawi menyoroti ketidakselarasan tanggal, dan biarawan yang menuliskannya ditemukan, dihadapkan ke hadapan majelis dan didorong untuk mengakukan kesalahnnya. Namun pada penampilan pertamanya, hal tersebut tak dipertanyakan. Kala Heraclius membujuk Sergius untuk memberikannya pernyataan dari para Bapa Gereja untuk doktrin satu kegiatan, patriark tersebut mengirimkannya pemalsuan sempurna tersebut. Cyrus juga dihadapkan oleh kaisar dan dihargai karena dipromosikan ke patriarkat Aleksandria (tahun 630). Sehingga, dua patriarkat paling berpengaruh dari Timur tersebut kini berada di tangan para pendukung doktrin baru tersebut. Namun, ini bukannya tetap tanpa tantangan.

Lawan besar bida'ah Monotelet adalah biarawan Sofronius, yang dianggap sebagai teolog kontroversial paling handal dan menonjol pada masanya, dan sosok yang sejak itu disetarakan dengan Atanasius dan Cyril sebagai salah satu jawara iman utama. Ini bukanlah perosalan ringan untuk menghadapi perlawanan, tal hanya melawan patriarkat-patriarkat Konstantinopel dan Aleksandria, namun juga melawan pemerintahan kekaisaran. Sofronius menyatakan perang sucinya dalam melawan unsur-unsur persatuan Gereja dan Negara. Selain itu, ia tanpa takut menerima tantangan yang diurungkan oleh Cyrus, dan berjuang dengan baik atas pendirian berlawanannya. Cyrus memilih frase khusus untuk pengamatannya dalam tulisan-tulisan pseudo-Dionisius.

Tulisan-tulisan tersebut, yang terdiri dari empat risalah disusul oleh beberapa surat, diatributkan pada zaman tanpa kritik dari pertobatan St. Paulus, Dionysius orang Areopagite. Namun kami tak mendapati rujukan kepada mereka sebelum konferensi di Konstantinopel pada masa kekuasaan Justinian yang diwarnai dengan sengketa Monofisit (tahun 532), kala mereka dibawa maju dalam sorotan pendirian bida'ah. Mereka tak lebih tua ketimbang zaman itu. Jika Cyril dari Alexandria mengetahuinya, tentunya ia memakai senjata-senjat aampuh yang didapat olehnya di antara mereka, kecuali yang selaras dengan keperluannya. Namun kala sempat beredar, mereka membacanya dengan tekun dan lama menghadapkan hal-hal tersebut dipakai oleh segala pihak dalam mendukung sejumlah pengesahan mereka. Sepanjang waktu, mereka mengambil tempat yang tinggi dalam perkiraan Gereja, sehingga kami dapat menganggap mereka selaku pengaruh resmi utama yang dikeluarkan dalam teologi abad pertengahan. Di Barat, kepausan menyantapi dan menggemukkan mereka; dan terdapat skolatisisme yang timbul dari gagasan akar tersebut. Di Timur, kami mendapati dampak pembentukan ortodoks akhir di tangan Bapa Gereja terakhir, Yohanes dari Damaskus. Tulisan-tulisan pseudo-Dionysiac bersifat mistis, dan di dalamnya, kami mendapati teologi Kristen berkesinambungan dengan pemikiran Neo-Platonik.

Pengamatan Cyrus, yang dipinjam dari "Dionysius," adalah frase "satu kegiatan ilahi-manusia." Sofronius menganggapnya pernyataan berbahaya yang timbul dari sifat manusia Kristus dan mengirim balik kekeliruan lama Apollinaris. Kala Cyrus menunjukkannya dokumen yang menyatakan tindakan tunggal dalam Kristus, Sofronius secara sangat mendalam digerakkan agar ia memajukan dirinya sendiri ke kaki patriark yang memintanya agar penderitaan Kristus tak memberlakukan ajaran semacam itu terhadap Gereja. Namun, pernyataannya tak berdampak. Jabatan baru diwarnai dengan keantusiasan oleh sejumlah Monofisit, yang kemudian bersatu dengan Gereja. Ini akan nampak pada kesempatan tersebut bahwa kebijakan Heraclius menjadikan dirinya sukses secara brilian. Namun ini hanyalah permulaan persaingan. Antanasius baru tak dihiraukan. Mendapati kesepakatannya dengan Cyrus tak terbukti, Sofronius datang ke Konstantinopel dan melayangkan permohonan kepada Sergius. Patriark tersebut, seorang politikus handal ketimbang saudaranya dari Aleksandria, memandang marabahaya dari keadaan tersebut. Bujukan perdamaian berubah menjadi tindakan pertempuran. Menurutnya, Sergius terdorong untuk menekan kontroversi tersebut. Pada masa yang sama, ia menolak Sofronius karena menghalangi pemulangan ribuan orang yang kini berpisah dari Gereja, dengan sangat dini agar sosok baik tersebut berjanji untuk tetap bungkam. Namun kala tiga atau empat tahun kemudian, ia diangkat menjadi patriark Yerusalem, Sofronius tak menganggap segel pembungkaman tersebut tak lagi mengikatnya. Keadaan sepenuhnya menjadi berubah. Dalam pendirian pengaruhnya, ia menyempatkan tugasnya untuk berbicara. Sehingga, ia mengadakan sinode yang diadakan untuk dua kehendak dan dua kegiatan. Malangnya, ia menyatakan hasl keputusan tersebut dalam dokumen yang bombastis dan panjang bahwa, sebelum ia dapat meraih salinan-salinan yang dikirim ke uskup-uskup utama, Sergius dapat menyatakan pandangannya kepada Paus Honorius, yang tak pernah diduga berdiri dua kaki, dan dalam kesederhanaannya menyatakan sorotannya terhadap pendirian Monotelet esensial. Pandangan Paus adalah bahwa terdapat dua unsur, yang masing-masing bekerja dengan caranya sendiri—sehingga tak hanya dengan satu kegiatan—namun masih di bawah kendali satu kehendak.

Ini mengantar kami pada tahap kontroversi kedua. Tak pernah ada seorang Paus yang mengerahkan dirinya sendiri kepada bida'ah dengan tujuan yang lebih suci. Namun pada kenyataannya, tak hanya Honorius yang jatuh pada apa yang Gereja tersebut setelah itu kecam sebagai bida'ah; ia bahkan memicu bida'ah tersebut pada tahap akhir yang terjadi. Sehingga, hanya ada pertanyaan satu kegiatan. Kini, Honorius mengenalkan gagasan satu kehendak. Sofronius hanya hidup dua atau tiga tahun setelah itu. Namun tak lama sebelum kematiannya, semenjak invasi muslim kemudian mencegahnya untuk meninggalkan Palestina, ia mengutus Stefanus uskup Dore ke situs Kalvari, dan disana menunjukkannya dengan penderitaan-penderitaan Kristus dan makna penghakiman akhir untuk didatangkan ke Roma dan tak pernah rehat sampai ia mendapatkann pengecaman doktrin kehendak tunggal dalam kristus dari takhta apostolik.

Pada tahun 638, Heraclius memajukan contoh ketidakberuntungan para pendahulunya dan berupaya untuk menyelesaikan sengketa teologi oleh otoritas kekaisaran. Atas saran Sergius, ia mengeluarkan sebuah edik berjudul Ecthesis—sebuah eksposisi keyakinan. Edik tersebut ditujukan sebagai pengaturan pasifis. Edik tersebut melarang pemakaian kata "kegiatan" dalam kaitannya dengan seluruh persoalan, dan terang-terangan melarang anggapan dua kegiatan yang berujung pada gagasan dua kehendak, yang berseberangan satu sama lain. Sehingga, edik tersebut menyudutkan Monotelet. Edik tersebut memberikan pernyataan satu kehendak untuk diterima. Ecthesis disepakati oleh konsili-konsili di Konstantinopel, di bawah naungan Sergius dan penerusnya Pyrrhus, dan di Aleksandria, di bawah naungan Cyrus—yang menjadi terpikat semenjak adanya dua pusat Monotelet. Dua patriarkat Timur lainnya—yang mengambil pandangan yang berlawanan—menjadi bungkam. Pembungkaman diberlakukan pada mereka. Kota-kota Antiokia dan Yerusalim kini sama-sama berada di tangan Arab. Gelombang penaklukan Muslim terjadi di sepanjang Siria dan Palestina. Paus baru Yohanes mengecam dokumen tersebut. Kemudian, kepausan menyingkirkan bida'ah. Kemudian, Heraclius menjadi khawatir. Tak ada waktu yang selaras dengan sosok paling berkuasa seperti halnya pemimpin perorangan di Barat. Satu tujuan kebijakan gerejawinya telah menjadi konsolidasi kekaisarannya dalam menghadapi gelombang penaklukan Muslim. Ironi sejarah tersebut jarang nampak ketimbang perpecahan dunia Kristen dan sehingga penekanan-penekanan doktrin pada masa itu sangat diberlakukan pada pendiriannya. Ini seperti tindakan bunuh diri Yahudi di Yerusalem yang terjadi pada perang saudara di kalangan diri mereka sendiri kala legiun-legiun Romawi berada di gerbang-gerbang mereka. Heraclius melihat marabahaya tersebut dan sempat menulis pada Paus soal pengecaman edik tak menguntungkan tersebut dan mengarahkan penyalahannya pada Sergius yang malang.

Sepuluh tahun kemudian (tahun 648) Konstantinus iv., cucu Heraklius, mengeluarkan dokumen perintah lainnya yang disebut Type, yang artinya model iman. Ini bersifat kurang teologis ketimbang Ecthesis, dan sepenuhnya bernada netral. Dokumen tersebut melarang diskusi lebih lanjut terhadap pertanyaan satu kehendak atau dua kehendak, dan memerintahkan segala pihak untuk menyelaraskan diri dengan pernyataan-pernyataan kitab suci dan dekrit-dekrit dari lima konsili utama. Hal tersebut kemudian resmi mengulangi Ecthesis; dan dinyatakan dengan skala hukuman untuk pembelotan—pengikisan untuk para rohaniwan, penyiataan harta benda untuk kaum awam kelas atas, mendera orang-orang dari kelas bawah. Tirani pembungkaman diskusi paksa tersebut sangat selaras dengan metode-metode kekaisaran.

Secara tak diragukan, ini menjadi masa yang tepat untuk pengambilan beberapa langkah akhir jika campur tangan Negara diajukan secara keseluruhan. Teodorus Paus Roma mengekskomunikasi Paulus patriark Aleksandria. Paulus dibalas dengan penggulingan altar kapel kepausan di Konstantinopel dan menghina para utusan Paus. Pada tahun berikutnya, Teodorus wafat, dan Martinus, salah satu utusannya, dipilih untuk menggantikannya. Paus baru tersebut mengadakan sinode di Roma, yang dikenal sebagai "Konsili Lateran Pertama," yang mengecam Monoteletisme, menganathemakan para pendukung utama bida;ah tersebut, dan mengecam "Ecthesis yang sangat tak berkenan," dan "Type yang sangat tak berkenan." Karena hal tersebut, Martius ditangkap oleh oleh perwakilan Barat dari kaisar, Eksarkh, dibawa ke Konstantinopel, ditangani dengan keras dan dimasukkan ke penjara seumur hidup. Usai menjalani enam bulan penakanan, dan menjadi subyek dari pengadilan berulang, Paus tersebut diasingkan ke Kerson di Krimea, di tempat ia wafat (tahun 655). Lawan Monoteletisme paling menonjol berikutnya adalah Maximus, seorang anggota keluarga bangsawan. Ia dan dua penantang kepentingan ortodoks lainnya dibawa dari Roma ke Konstantinopel, mula-mula dihukum dengan pemotongan lidah dan tangan kanan mereka, dan kemudian dibawa ke pengasingan.

Pada akhirnya, kontroversi tersebut berujung pada penutupan oleh keputusan konsili umum keenam—konsili Konstantinopel ketiga—yang diadakan oleh Kaisar Konstantinus Pognatus di kota kekaisaran pada 7 November 680. Pelaksanaannya dilakukan dengan sikap dan penekanan tak lazim. Kaisar memimpin sebagian besar sesi, dan kala ia absen, kursi kepemimpinan dibiarkan tak diduduki. Konsili tersebut mengecam Monoteletisme, dan bahkan menganatemakan Paus Honorius karena membangkang "doktrin-doktrin berkenan" dari Sergius. Bida'ah tersebut menikmati kebangkitan temporer pada masa kekuasaan singkat petualang Philippicus, yang secara terbuka membakar salinan asli Ketetapan Konsili. namun kematiannya disusul oleh kepunahan cepatnya. Setelah ini, golongan tersebut hanya berada di kalangan Maronit dari Lebanon sampai mereka meminta perlindungan kepausan, yang beraliansi dengan mereka hingga kini. Bermula dengan tujuan tunggal menghimpun perdamaian dan persatuan, hal ini menjadi sumber perpecahan dari pertama sampai terakhir. Sebab kegagalannya nampak jelas. Ini adalah ranting zaitun yang ditempatkan pada ujung pedang. Penawaran damai semacam itu hanya dapat memicu perang.