Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 2/Bab 1

DIVISI II

ZAMAN ISLAM

BAB I

KEBANGKITAN DAN PERSEBARAN ISLAM

Perpecahan Barat familiar kami dalam Sejarah Gereja yang terbagi dalam tiga periode—Patristik, Abad Pertengahan, dan Modern—tak benar-benar diterapkan pada paruh timur dunia Kristen. Tak ada Abad Pertengahan dalam gereja-gereja timur, karena alasan sederhana bahwa tak ada Zaman Pencerahan atau Reformasi yang timbul pada zaman ketiga dari zaman-zaman tersebut yang dapat terbagi secara tajam—tak ada terminus ad quem. Selain itu, peristiwa lainnya menandai pembagian waktu. Di Barat, sebab utama perubahan langsung yang mematahkan tradisi klasik masa lampau dan mengenalkan mediævalisme adalah banjir kolonisasi Teutonik, sebelum separuh Kekaisaran Romawi runtuh, dan yang secara mutlak timbul dalam pembentuklan bangsa-bangsa Eropa. Pada sekitaran waktu yang sama, cobaan dari Islam yang berkembang di Arabia menyapu beberapa provinsi-provinsi terjauh cabang timur kekaisaran, meruntuhkan mereka satu per satu, dan hanya meninggalkan potongan tubuh untuk mewakili kekuasaan para Kaisar.

Ini terjadi pada abad ketujuh, tepat usai Bapa Gereja Latin terakhir, Gregorius, menghimpun fondasi-fondasi teologi abad pertengahan. Namun dua invasi—Teutonik di Barat dan Arabia di Timur—memiliki sifat yang sangat berbeda. Mereka menyepakati satu unsur bersinggungan. Dalam kedua kasus, ras paling barbar merusak dan menghancurkan peradaban kuno. Mereka juga sepakat dengan satu sifat penebusan. Setiap pihak, yang tampil selaku pihak penghancuran, benar-benar menjadi alasan pembenaran pada suatu zaman yang membinasakan kerusakannya sendiri. meskipun Jerman membesarkan kesehatan fisik dan moral dari hutan-hutan terpencil mereka kepada kota terdampak-kehidupan Italia, Arab datang dengan kesederhanaan gurun untuk meruntuhkan unsur kemewahan dunia Timur—sampai dalam waktu yang sangat singkat, mereka sendiri menimbulkan korban pada persoalan fatal yang sama. Namun, terjadi perbedaan radikal antara dua imigrasi tersebut. Goth menjadi Kristen, dan kala mereka menetap di kalangan suku bangsa yang ditaklukan, memperantarai mereka, jika kejadian malang dari Arianisme mereka tak terhimpun pada jalan yang mereka tuntun dari awal dengan gereja-gereja wilayah taklukan mereka. Namun Arab tampil selaku pendakwah agama baru, yang menghimpuon didir mereka sendiri dari suku-suku bangsa yang dinaungi oleh mereka dengan rasa bangga—kecuali dalam satu fakta signifikan, bahwa mereka meminang para istri dan putri para korban mereka. Kebebasan dan keterikatan pada mulanya tertuju pada semua pihak yang menaungi urusan mereka, mereka kemudian menjadikannya nampak bahwa Yahudi dan khususnya Kristen hanya diperkenankan untuk menerapkan upacara keyakinan mereka di bawah penaungan, dan bahwa dengan peningkatan pembatasan. Dari abad ketujuh sampai masa kami sendiri, faktor utama politik gereja di Timur memiliki kaitannya dengan Islam.

Muhammad lahir di kota Makkah pada tahun 570; namun ia dibesarkan di tenda-tenda Bedouin, di tempat ia mempelajari perilaku sederhana dan di kalangan yang mengutamakan kemurnian hidup. Ia berusia empat puluh tahun sebelum ia memutuskan dorongan pertama dari misinya. Kemudian, pemikiran besar akan Satu Allah, Pencipta dan Penguasa Segala Hal, tertuang pada pikirannya sebagai wahyu. Islam berakar pada sumber-sumber Yahudi dan Kristen yang berpadu dengan tradisi-tradisi Arab. Tak dapat diragukan bahwa keyakinan Monoteistik rival secara tak langsung berdampak pada nabi tersebut. Kami mendapati rujukan-rujukan mereka dalam al-Qur'an; dan karakter Alkitab dan legenda Ibrani mendapatkan bagian menonjol dalam komposisinya. Namun kala kami dapat mengakui bahan-bahan tersebut sebagai bahan bakar untuk pengurbanan, kami tak dapat menemukannya pada api. Ini adalah kepribadian Muhammad, tujuan kebenarannya mendapatkan dorongan mendalam dan perjuangan jiwa, yang menjadikannya pendiri Islam. Tak ada pertanyaan terhadap ketaatannya pada permulaan karirnya, maupun kemurnian motif aslinya; ini sama-sama menjelaskan bahwa ia tergerogoti pada masa akhirnya, setidaknya menjadi penghiburan diri, jatuh pada pertobatan diri, dan membenarkannya dengan tujuan dan suara dari surga. Keterikatan pesannya menjadi protes sengit melawan penyembahan berhala Arabia, dan dorongannya terhadap persatuan, spiritualitas, supremasi Allah selaku sosok yang maha kuasa lagi maha pengasih. Seruan Muslim—"Allah Akbar!—Allah Mahabesar!"—adalah prinsip akar Islam. Kebenaran yang menaunginya timbul di gurun bak wahyu. Tanpa ragu, hal ini memperkenalkan keyakinan yang lebih murni ketimbang aliran yang menggantikannya.

Ajaran baru yang jelas menaungi pikiran para pengikutnya dengan keyakinan yang selaras dengan peristiwa yang sebetulnya tak fatal, seperti anggapan umum, namun gagasan keperluan pribadi dalam kehendak dominan dari kasih Allah. Selain itu, dengan syahadat yang mengikat doktrin kesetaraan seluruh umat laki-laki, melibatkan tugas kebaikan persaudaraan. Kemudian, larangan minuman keras menjadi suatu tanda bahwa Muhammad menunjukkan nilai moral dan kesederhanaan hidup. Di sisi lain, dampak paling fatal dari Islam adalah mengijinkan poligami dan pergundikan, yang melibatkan pengikisan kaum wanita dan pemisahannya dari tugas dan kepentingan dunia. Seperti yang ditekankan Sir William Muir, hal ini lebih menyakitkan pria ketimbang wanita. terakhir, di bawah hukum Islam, perbudakan juga dimajukan dan banyak diterapkan.

Toleransi para khalifah awal sering disanjung. Namun dalam sifat esensialnya, keyakinan Muslim bersifat dogmatik dan intoleran. Al-Qur'an, yang diklaim pendirinya didapatkan lewat pengarahan dari Surga, dijadikan sebagai pegangan. Sehingga, pemikiran tersebut melumpuhkan dan seluruh agama selain Islam diperlakukan rendah. Akibatnya, kekejaman terhadap kafir dan khususnya murtadin—yang dikatakan, orang yang pindah agama ke Kristen — seringkali diperkenankan, dan menimbulkan fanatisisme.

Muhammad seharusnya memiliki keyakinan sebenarnya dalam pesannya untuk menjunjungnya pada masa awal terhadap para pengikutnya meskipun sedikit. Pada waktu itu, mereka hanya dapat dimenangkan lewat dorongan menghadapi kebencian besar, dan sepanjang dibutuhkan bagi nabi untuk kabur dari Makkah, sebuah kerapuhan yang diburu. Hijrah—pelarian ke Madinah—terjadi pada tahun 622, yang setelah itu menjadi titik awal zaman Islam.

Pada tahap kedua usahanya, Muhammad angkat pedang untuk pengikisan pemberhalaan dan penyebaran keyakinan. Sehingga usai berkotbah dengan dorongan, ia menguasai sebagian besar Arabia pada masa kematiannya (tahun 632). Namun tak ada pemastian bahwa ia pernah berseteru melintasi perbatasan wilayahnya sendiri. Dengan Muhammad, Islam menjadi agama Arab.

Kala kematian nabi tersebut menimbulkan tekanan di kalangan para pengikutnya, ini menjadi kesempatan pemberontakan di wilayah suku-suku taklukan di gurun. Krisisnya menjadi akut; namun di kalangan "pengikut", sosok tersebut setara dengan tuntutannya. Kala Omar berniat menghalau masyarakat yang mengerumuni masjid di Madinah, Abu Bakar dengan tenang menempatkan diri bersampingan dengannya seraya berujar: "Barangsiapa yang menyembah Muhammad, hendaknya ia mengetahui bahwa Muhammad telah wafat; namun barangsiapa yang menyembah Allah, hendaknya ia mengetahui bahwa Allah hidup dan tidak mati." Abu Bakar, yang kala itu berusia enam puluh tahun, memilih khalifah pertama—semacam penerus nabi. ia memiliki tugas besar di jadapannya dalam menghadapi suku-suku murtadin, namun usaha tersebut disertai dengan kemenangan melalui jenderal besarnya Khalid. Dalam tindakan perang tersebut dan perilaku pemimpinnya, kami mendapati rahasia kesuksesan Islam dan karir luar biasanya pada beberapa tahun berikutnya. Dimanapun, istilah tersebut menjadi menyerahkan diri atau pedang. Kala pemberharaan sepenuhnya dilenyapkan, Yahudi dan Kristen yang menyerahkan diri dapat diberi kesempatan dengan memberikan upeti. Namun seluruh orang Arab yang memeluk Islam sesekali masuk tentara dan mendapatkan hak-haknya. Di bawah khalifah awal, hanya sedikit administrator sipil yang melakukannya di luar mengumpulkan dan membagikan upeti dan rampasan. Para khalifah tersebut mencegah rakyatnya membangun rumah atau menghimpun pertanian agar kehidupan menetap harus menjadikan dorongan bela diri mereka. Sehingga, seluruh Islam menjadi kamp bersenjata, dan penugasan agama utama adalah untuk memeranginya. Sepanjang perang, seluruh orang yang memberontak dijagal dan harta benda, istri-istri dan putri-putri mereka dirampas. Seperlima rampasan dijadikan perbendaharaan, namun dibagikan langsung di kalangan umat setelah pengeluaran kecil administrasi dibayarkan; empat per lima sisanya dibagi dalam propersi setara di kalangan umat yang mengabdi dalam pertempuran. Hal yang sama dilakukan terhadap wanita yang ditangkap. Ini menimbulkan skandal kala Khalid sempat menikahi istri pemimpin lawan pada medan tempur, dan khalifah menegurnya karena bertindak tak semestinya. Meskipun demikian, ia mempertahankan jabatannya dan bertindak serupa pada waktu lainnya. Jika seorang Arab gugur ketika bertempur untuk Islam, ia mendapatkan dua iming-iming yakni dapat ganjaran yang turun dari surga, membersihkan debu dan keringat dari wajahnya, dan dibawa ke surga yang diimpikan. Sehingga, pendapatan tempur dalam kasus apapun adalah harem—jika prajurit tersebut selamat, harem di dunia; jika ia wafat, harem di surga. Ini adalah pandangan yang berlawanan dengan gagasan Kristen yang dikotbahkan oleh para pendeta dan diterapkan oleh para biarawan. Selibasi dengan menjauhkan diri dari kedagingan menjadi kosep Gereja yang kuat dari orang kudus; unsur sensualitas dalam berbagai pernikahan diadakan sebagai pegangan bagi prajurit Islam. Antitesis yang sangat tajam antara dua gagasan hidup tak pernah diakurkan.

Meskipun demikian, ini hanyalah satu sisi tameng. Mereka harus melakukan ketidakadilan dalam islam dan pada saat yang sama, dunia Kristen terancam jika mereka enggan untuk menyoroti sisi lainnya. Umat Muslim meyakini bahwa ia adalah alat di tangan Allah; ia berkeyakinan bahwa kehendak Allah bagi kafir diturunkan kala menolak menyerahkan diri, dan untuk keyakinan nabinya mengutamakan dan menyebar pada ujung pedang. Sehingga, ia selaras dengan tindakan misionaris. Di bawah keadaan tersebut, kami hanya dapat menyoroti toleransi dasar para khalifah awal dan kesiapan mereka untuk melindungi Yahudi dan Kristen pada kondisi pembayaran upati sederhanan. kini nampak pada keadaan dunia Kristen pada krisis tersebut. Gereja diwarnai dengan perpecahan interal. Kekuatan pemikiran terbaiknya diberikan pada diskusi titik dogma yang sangat sulit. Pada catatan bida'ah dalam kaitannya dengan seluruh provinsi terpencil yang digerakkan lewat penindasan sampai ketidakpuasan. Pada saat yang sama, moral kekaisaran menjadi rusak. Gagasan kekudusan para biarawan—tak selalu diwujudnyatakan oleh para profesornya sendiri—meninggalkan misa masyarakat, yang mengakukan bahwa mereka tak dapat menghadirinya, semuanya lebih bersiap untuk meninggalkan dorongan kuat apapun terhadap kebajikan. Kehidupan kota lenyap dalam nuansan pengampunan diri; dan pemerintah merasa dan hanya memiliki kekuatan lewat kesiapan dan permulaan.

Meskipun usai kematian nabi tersebut, Islam mula-mula berjuang untuk keberadaannya, dan meskipun hanya didorong oleh keberanian dan tenaga agar suku-suku pemberontak mengurungkan penyerahan diri, Islam memiliki kekuatan tunggal yang dapat memperdaya orang-orang yang berpindah agama dan membuat mereka menjadi murid-murid taat. Selain itu, kala agama tersebut menyebar ke luar perbatasan Arabia, dorongan baru ditambah pada dorongan kesetiaan. bangsa Arab memiliki tatanan aristokratif dengan hak-hak khusus, dan meskipun persaudaraan setara seluruh pengikut yang didakwahi al-Qur'an tak pernah diterapkan antara tentara dari Arabia, dan Siria, Persia, Koptik, di negara lainnya. Nampaknya, Muhammad tak mempermasalahkan penyebarannya ke bangsa-bangsa asing. Sehingga, persaudaraan Islam benar-benar menjadi persatuan Bedouin dari gurun dengan kesetaraan hak dan komunitas pelayanan saling menguntungkan. Aturan agar mewajibkan seluruh anak-anak umat, entah dari istri atau gundik, dibesarkan sebagai Muslim dengan status penuh ayah mereka, berujung pada pertumbuhan cepat tentara Islam dan keterlibatan berikutnya dalam pertumpahan darah. Sehingga, penaklukan yang timbul menyebarkan kematian dan teror, seringkali menemui celah, dan seringkali menyertakan upeti.

Kala agama tersebut nampak berada di luar perbatasan Arabia, Islam mendapati dirinya bertikai dengan dua kekaisaran besar—Persia di Timur dan Roma di Utara dan Barat. Dua kekuatan bersatu tersebut dapat dengan mudah menimbulkan teror baru. Bahkan secara terpisah di bawah keadaan normal, salah satu dari mereka harus lebih dari sebanding baginya. Namun pada persimpangan paling berkenang tersebut, penjalinan selama seabad mereka, yang terkadang berlangsung dari generasi ke generasi, telah terputus dalam persoalan mematikan.

Beberapa tahun sebelum kemunculan marabahaya baru dan sepenuhnya tak dingginkan tersebut, Chosroes raja Persia memiliki dampak invasi sukses Kekaisaran Romawi, mula-mula menjamah Palestina dan merebut Yerusalem. Kota dari ketidakberuntungan tak sebanding tersebut kemudian mengalami kebiadaban dan penjarahan, kala ribuan biarawan, biarawati, dan pendeta dijagal. Pembakaran pun disusul. Gereja Makam Kudus dan gereja-gereja lainnya mengalami kerusakan sebagian atau penuh. Dari Palestina, kemenangan menyusul di Mesir, dan merebut Aleksandria di tengah-tengah peristiwa penjagalan dan kebiadaban serupa (tahun 618).

Sepanjang itu, Sergius patriark Konstantinopel membujuk Kaisar Heraklius untuk mengupayakan pengembalian wilayahnya yang hilang dan terutama Yerusalem. Gelombang pasang kini timbul. Kemenangan demi kemenangan menghampiri pasukan Bizantium. Poin besarnya dibuat dari fakta bahwa Salib dalam petinya diangkat dan dipulihkan ke altar di Makam Kudus. Sehingga, ini berujung pada perang agama, perang salib Kekaisaran Timur. Namun tak lama kemudian, nasib besar dari kehidupannya dicapai kala Heraklius mulai dihidupkan dengan mudah, sampai ia terjerumus dalam pertobatan dirinya terhadap kemewahan hidup di Konstantinopel.

Kesuksesan kaisar Romawi dalam perang Persia membuatnya terbayangi bahaya baru yang timbul dari wilayah selatan. Disamping itu, kala konflik dengan Islam dimulai dengan kejadian mematikan, pasukan kekaisaran terpecah di kalangan mereka sendiri, separuh terpanasi, dan sangat ragu untuk berjuang —jika kami mengutip pembuat kronik Arab—bahwa dalam beberapa kasus mereka diseret maju dengan dirantai bersama. Pasukan semacam itu memiliki sedikit kesempatan melawan para veteran gurun, terhalau dalam pertempuran yang tersulut dengan fanatisisme. Anggapan modern menyatakan bahwa bangsa-bangsa beradab dengan senjata secara praktikal tak dihiraukan oleh bangsa barbar. Namun sebelum penemuan bubuk meriam, peradaban dan barbarisme lebih pada tingkat dalam sumber daya militer.

Kaldea dan Siria Selatan sangat bersentuhan dengan Arabia, dan biasanya menjadi daerah pertama yang tergerak oleh laju pasang. Di Hira, pasukan Arab mendatangi biara di luar tembok kota, dan para biarawan yang tanpa pertahanan, merasa sangat khawatir akan serangan mereka, dan tak melihat alternatif untuk penyerahan diri, bertindak selaku perantara dan menghimpun persoalan penyerahan diri antara pasukan invasi dan para pendukung yang terkepung (tahun 633). Kristen di kota tersebut mempertahankan keyakinan mereka dan mendapati kebenarannya pada beberapa abad kemudian, di samping penargetan mereka terhadap pemerintah Muslim.

Di Siria, Arab menjalin kontak dengan Kekaisaran Romawi. Mula-mula, pasukan invasi dilumpuhkan oleh kebingungan dan kedengkian komandan terpisah. Kemudian, Abu Bakar membujuk jenderal besar Khalid dari Mesopotamia untuk melakukan serangan. Di bawah kepemimpinannya, pertempuran mengerikan terjadi di dekat Yermuk, salah satu anak sungai timur Yordania, yang ditimbulkan Romawi (1 September 634). Pembuat kronik Arab menyatakan bahwa memukul pasukan kekaisaran "mencaplok tepiannya bahkan tembok juga dicaplok," dan menambahkan lebih dari 100.000 pasukan hilang dalam keadaan tersebut. Para pembuat kronik Bizantium bungkam dengan rujukan marabahaya kekaisaran tersebut. namun usai membuat setiap perijinan untuk tindakan berlebihan dunia timur, kami dapat melihat bahwa kekalahan harus dituntaskan. Peristiwa menonjol tersebut menimbulkan teror dalam istana di Konstantinopel. Pada suatu waktu, persoalan tersebut melumpuhkan perlawanan kekaisaran pada invasi terhadap salah satu provinsi terjauhnya. Apa yang kemudian direbut tak pernah dipulihkan secara permanen.

Pada tahun yang sama, Abu Bakar wafat. Ia hidup dengan sangat sederhana—berseberangan dengan kemewahan dan foya-foya istana kaisar dan raja besar. Kala itu, pembendaharaan di Madinah hanya membuka potongan emas tunggal yang dikeluarkan dari tas-tas. Meskipun banyak kekayaan yang kini didapatkan dari upeti, "semua pihak berbagi, mualaf dan veteran, laki-laki dan perempuan, budak dan orang merdeka." Abu Bakar digantikan oleh teman dan penasehatnya, Umar yang bertenaga dan bersemangat, kini mencapai usia layak, yang selaku khalifah kedua menjadi setidaknya penguasa yang memiliki kemampuan setara. Sehingga pada laju lainnya atas kekaisaran korup dan terkikis, Islam menambahkan kemampuan yang tersantap pada para pemimpin awalnya.

Pada tahun berikutnya (tahun 635) Damaskus diserbu, namun kota tersebut menyerahkan diri tepat pada waktunya demi menyelamatkan nyawa para penduduknya. Separuh harta benda tempat tersebut dirampas, dan, selain pajak yang diberlakukan di bawah kekaisaran, upeti satu potong emas diberlakukan pada setiap pria dewasa yang tak memeluk Islam, dan sejumlah jagung diambil dari setiap ladang. Ini menjadi contoh perlakuan Kristen di tempat lainnya. Gereja-gereja sama-sama terbagi antara Kristen dan Muslim. Katedral besar St. Yohanes Pembaptis mula-mula dibagi menjadi dua, satu setengah diserahkan untuk setiap agaam; dan sehingga ini bertahan selama delapan puluh tahun, setelah itu, Kristen disingkirkan dan tempat tersebut sepenuhnya menjadi masjid. Namun sampai masa kami—disamping kebakaran terkini—pengunjung dapat membaca bagian utamanya terkandung kata-kata menakjubkan dari kitab Mazmur—

"Kerajaan-Mu, Kristus, adalah Kerajaan berkelanjutan;
Dan Kekuasaan-Mu berlangsung dari Generasi ke Generasi."

Langkah berikutnya dilakukan dalam perang dengan Persia. Hal ini kini dilaksanakan dengan sekuat tenaga sampai ibukota Medain jatuh ke tangan pasukan invasi. Pada catatan tak menyehatkan dari tempat khusus pria yang menuju ke udara murni gurun, mereka menghapus pusat pemerintahan menjadi dua tempat baru yang berkembang cepat menjadi kota-kota penting Kufa dan Bussorah.

Sementara itu, gerakan di Siria timbul. Heraklius maju ke Roha (Edessa), dan pasukan Arab di bawah kepemimpinan Khalid mengalahkan pasukan Bizantium di Chalcis, dan kemudian maju ke Aleppo, yang direbut oleh mereka. Pertempuran terjadi di hutan dekat Antiokhia, dan pasukan tersebut berhadapan dengan Yunani, yang dipukul mundur ke kota tersebut, yang kemudian diserahkan. Mereka kemudian menyerah. Sehingga ibukota besar nan kaya dari Siria tersebut, pusat Kekristenan di provinsi tersebut, jatuh ke tangan Muslim. Kristen Bedouin dari Siria, yang tak pernah terjamah dengan keyakinan mereka, sebagian besar dari mereka masuk Islam; namun para penduduk kota masih dipertahankan. Orang-orang tersebut diperlakukan dengan ramah; gereja-gereja mereka tak diambil dari mereka, dan ibadah Kristen umum diperkenankan. Heraklius kini mundur ke Konstantinopel, menyatakan kesedihan atas perebutan provinsi berharga Siria dari kekaisarannya.

Palestina kemudian diinvasi oleh pasukan di bawah kepemimpinan Amir dan Shorahbil. Di Yerusalem, patriark Sofronius, selaku perwakilan rakyat, menawarkan perdamaian. Umar menyatakan 80 pengaruh besar tempat kota suci tersebut yang ia lewati sampai Jabia—perjalanan pertama khalifah di luar Arabia—dan diundang untuk bertemu dengan patriark tersebut, yang dengannya menyatakan perjanjian penyerahan diri (tahun 636). Kemudian, ia datang ke Yerusalem dan disambut Sofronius dan masyarakat dengan sikap baik, memberikan upeti rungan dan mengijinkan jabatan tersebut berlanjut dan pemakaian seluruh gereja dan biara oleh Kristen. Kejadian tersebut berpengaruh besar dalam pandangan sejarah berikutnya. Kala kami sampai ke zaman Perang Salib dan mengamati sikap fanatik, kami melihat kala tempat-tempat suci diselamatkan dari tangan kafir, ini akan mengambalikan kota tersebut yang diserahkan kepada Muslim tanpa pemberontakan apapun oleh tindakan patriark Kristen. Kemudian, Sofronius menghimpun di bawah keadaan baru dengan kebijakan yang sama agar Yeremia ditutup kain kepada orang-orang sezamannya kala invasi awal dari Timur datang dengan pasukan yang membuat pemberontakan tanpa harapan. Kebanyakan terjadi antara penyerahan damai kota tersebut pada abad ketujuh kepada Umar yang terhormat dan beralasan serta keburukan dan penderitaan yang dipicu Perang Salib pada lima ratus tahun kemudian. Perintah Umar menyatakan khalifah besar tersebut diberikan sejumlah hal-hal merendahkan yang tak menjadi tanggung jawabnya dan mewakili tahun-tahun keberlanjutan despotisme. Kala kekhalifahan didirikan di Damaskus dan Bagdad, syarat upeti sederhana tak diberlakukan untuk merendahkan Kristen. Mereka menandai pria dan wanita dengan mengenakan strip kuning pada busana mereka; mereka dilarang menunggangi kuda; jika mengendarai keledai atau bagal harus dilakukan dengan sanggurdi kayu dan pegangan pelana; makam mereka setingkat dengan tanah; anak-anak mereka dilarang ikut pengajaran para guru Muslim; tak ada jabatan tingkat tinggi yang dipercayakan kepada mereka; tak ada gereja baru yang didirikan; tak ada salib yang dibiarkan berada di luar gereja; tak ada lonceng yang dibunyikan; tak ada upacara yang diperkenankan pada masa Paskah atau upacara perayaan apapun; Muslim diberi ijin akses bebas ke tempat-tempat suci. Keburukan timbul selain dari kebiasaan apapun, namun aturan yang diberlakukan disesuaikan untuk merendahkan Kristen dan mencegah unjuk rasa agama mereka. Namun, kala kami mungkin menganggap intoleransi tersebut di antara banyak pihak di Gereja satu melawan lainnya, seringkali mendatangkan penindasan serius dan seringkali menimbulkan pertumpahan darah, mereka masih menghargai dan menghormati kebebasan dasar dan kesabaran para petinggi Muslim mereka.

Namun Arabia menyatakan pengecualian terhadap kebijakan toleransi dasar ini. Ini diselaraskan dengan wilaayh Islam. Muhammad berkata, "Di Arabia, tidak boleh ada kepercayaan selain kepercayaan Islam." Sehingga, badan kuno Kristen di provinsi Najran dibawa ke pengasingan. Beberapa ditempatkan di Siria, yang lainnya dekat Kufa, kedua belah pihak, dalam pemantauan, masih berada pada pemerintahan Muslim.

Pada tahun 340, Amir menginvasi Mesir. Merangseki wilayah tersebut di arah barat daya, ia mula-mula merebut Mesir Hulu dan kemudian bergerak ke Aleksandria. Pada masa pengepungan tersebut, Heraklius wafat. Pasukan AL Yunani mengambil kapal-kapal mereka dan kabur; dan garisun lemah yang mendapatinya perlu menyerahkan diri. Ini menyelamatkan kota tersebut dari penghancuran. Para penduduk Kristennya seperti Koptik, di tempat lainnya diperlakukan rendah dan diwajibkan memberikan upeti. Ini Selain itu, wilayah tersebut menjadi pangkal lain dari Kekaisaran Romawi di Timur. Mula-mula Siria, kemudian Mesir, dua provinsi paling penting, jatuh ke tangan Arab. Dua patriarkat besar Antiokhia dan Aleksandria kini berada di bawah naungan pemerintahan Muslim.

Kasus Mesir berpengaruh dalam pemastian kebijakan bunuh diri Gereja dan Negara dalam persiapan untuk keruntuhan kekuatan terakhir dari kedua provinsi tersebut. Chosroes melakukan kekeliruan besar dalam invasinya; namun ia datang dan perfi, kala penindasan pemerintahan kekaisaran nyaris makin tak ditoleransi, karena ini berkelanjutan. Selaku Monofisit, Koptik ditekan oleh Gereja dan ditindas oleh Negara. Dalam perbandingan dengan intoleransi Bizantium, perlakuan pemerintah Muslim nampak mudah. Terhadap Koptik yang diperlakukan buruk, pasukan invasi datang selaku pengantar. Ini adalah kebijakan Arab untuk menganakemaskan skismatik dan bida'ah di kalangan Kristen dalam rangka melemahkan kekuatan pemberontakan kekaisaran. Orang-orang tersebut dituduh membantu kafir secara langsung. Meskipun tak dapat menyangkali bahwa dalam beberapa kassu mereka melakukannya, seluruh dakwaan yang diajukan melawan mereka oleh para lawan mereka yang bergerak di luar fakta-fakta terverifikasi. Sepanjang sejarah, mereka memiliki penjagaan melawan fitnah-fitnah yang ditujukan melawan para bida'ah lewat pejuang ortodoks yang bersemangat dan berpikiran sempit. Namun untuk keperluan pasukan invasi, pasivitas dan non-pemberontakan nyaris akan dilakukan selaku bantuan langsung. Tak ada pertanyaan patriotisme. Dari waktu itu, Mesir hidup di bawah para pemimpin tirani, dan mereka tentunya memiliki alasan kecil untuk menanam sentimen kesetiaan kepada despot Yunani di Konstantinopel yang mengerahkan pasukannya untuk membantu Gereja kekaisaran untuk menekan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai kesetiaan mereka yang lebih tinggi—kesetiaan mereka kepada Kristus dan kebenaran.

Sehingga, hal ini nyaris membuat Nestorian di Siria dan Jacobit di Mesir—keduanya dianaktirikan pemerintah Yunani, karena keluar dari persekutuan dengan Gereja Yunani—mendapatkan ketenangan dan perlindungan di bawah naungan Islam. Fakta ini perlu dimengerti dalam seluruh kelebarannya-mencapai signifikansi jika mereka terhitung pada kesuksesan gerakan Muslim. Namun bahkan pada permulaan, ketenangan tersebut seringkali terganggu dan perlindungannya disertai dengan kondisi pengikisan, dan ini terjadi tak lama sebelum tindakan ringan para khalifah awal disusul oleh tirani keras dan kejam dari para penerus mereka yang tergerogoti. Meskipun demikian, kekeliruan tersebut dilakukan. Kekaisaran kehilangan provinsi-provinsinya. Gereja terpecah dan batasan-batasan yang ada makin menghalangi penyatuan kembali.

Selain itu, kala kami menyorotinya, kala landasan teologi mengatur para rohaniwan, penghormatan relik dan gambar menjadi bentuk agama paling populer di kalangan awam, kami dapat memahami bagaimana Muslim menunjukkan pada dunia apa yang dimajukannya adalah keyakinan yang lebih murni. Ketakjuban tersebut kebanyakan merupakan hal yang masih dianggap benar oleh umat Kristen terhadap agama mereka. Tak diragukan terdapat banyak ketaatan di kalangan orang yang dalam sejarah—utamanya terkait ranah rohaniwan—tak tertuang dalam bentuk catatan. Itu adalah garam keselamatan. Mereka memajukan contoh persahabatan antara para khalifah berpemikiran liberal dan cendekiawan kristen. Islam diajarkan untuk mengajar dunia Kristen. Terakhir, kontroversi ikonoklastik, yang menjadi gerakan mengganggu berikutnya di Gereja Timur, berakar dalam tindakan pada pengaruh Islam. Ini adalah perang Muhammad melawan berhala-berhala yang ditempatkan pada Gereja.